Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ISLAM DAN DEMOKRASI DALAM

KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA


Oleh kelompok IV1
I.

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Pada era global ini, kemunculan Islam dalam pentas politik di Indonesia bukanlah
suatu fenomena baru, tetapi merupakan kelanjutan dari apa yang sudah ada jauh
sebelum keruntuhan rezim Soeharto. Keinginan untuk mewarnai bentuk negara
dan pemerintahan Indonesia dengan nilai-nilai agama sudah dicetuskan para tokoh
Islam sejak sebelum kemerdekaan.
Berubahnya peta politik dunia, memunculkan media-media informasi baru,
menguatnya interaktifitas manusia dan semakin terbukanya akses terhadap
pengetahuan, memaksa kelompok-kelompok Islam untuk mendefinisikan kembali
peran dan kiprah mereka di Indonesia. Demokrasi yang kita raih tidak memberi
banyak opsi kepada kelompok-kelompok Islam selain mengikuti aturan main yang
disepakati bersama dalam konteks ruang yang kita sebut parlemen. Tantangan
demokrasi di Indonesia bukan apakah partai-partai berideologi Islam mampu
mengubah dasar negara menjadi negara agama, tapi bagaimana partai-partai di
negeri ini baik yang Islam maupun yang bukan memiliki integritas dan mampu
menjadi wadah bagi perekrutan pemimpin negara dan wakil rakyat seperti yang
diharapkan. (Assyaukanie, 2013: 1)
Jika masalah ini tidak disikapi hati-hati, maka ada kemungkinan besar
akan semakin memperuncing rasa curiga antara pihak satu dengan pihak lainnya.
Baik itu kelompok nonIslam yang semakin memperlihatkan sikap kelompok Islam
yang bisa menumbuhkan kemayoritasan semakin menguat.Kalau hal ini terus
berkembang, maka tak lama lagi peroses demokratisasi di Indonesia tidak akan
menuai harapan. Untuk itu, sebuah sikap jernih masyarakat dalam memahami
permasalahan sangat diperlukan untuk membedakan berbagai instrumentalia yang
bergentayangan, baik itu yang menggunakan symbol-symbol keagamaan ataupun
orasi klise dari seorang tokoh sekalipun.Hal ini sangat urgen dalam menemukan
1 Kurniawan Sunanto, Lina Rozanah, Manik Retno dan Moh. Tohir

aspirasi sebenarnya masyarakat dan sekaligus supaya lolos dari upaya kelompokkelompok yang sering menggunakan kepentingannya dengan symbol-symbol
primordial.
Tentu kita harus sadar pula, kesadaran masyarakat kita yang selama ini
tidak dibangun dalam pola pikir dan kultur yang demokratis bahkan sebenarnya
yang berkembang adalah alam sakwsangka, merupakan unsur-unsur yang
memiliki potensi konflik yang tinggi dalam mendukung terpecahnya masyarakat
kita. Dalam keadaan ini, usaha menempatkan konflik dalam batas-batas tertentu
untuk mencapai sebuah kompromi, konsensus atau kesepakatan lain dimana
semua sisi diterima dan dihargai secara legitimate sangat penting. Disini semua
unsur harus mendapat perhatian yang proporsional ketika persamaan akan
diterjemahkan maknanya.Perlu adanya kepercayaan dalam orang kebanyakan dan
mencari jaminan semua warga negara tersebut bahwa mereka akan memiliki
kesempatan yang sama untuk mencapai cita-cita mereka.
Konsep demokrasi dalam konsep Islam yang paling kental terlihat dari
prinsip-prinsipnya, yaitu musyawarah (perundingan), musawa (kesetaraan), dan
syura (konsultasi dalam artian luas).Prinsip-prinsip ini memiliki tafsiran luas
terhadap gagasan ide demokrasi. Menurut Amien Rais, seperti yang telah dikutip
Anders Uhlin dalam bukunya Oposisi berserak, ada 5 prinsip demokrasi dalam
Islam yakni: Pertama, pemerintahan harus dilandaskan pada keadilan. Kedua,
sistem politik harus dilandaskan pada prinsip syura dan musyawarah.Ketiga,
terdapat prinsip kesetaraan yang tidak membedakan orang atas dasar gender,
etnik, warna kulit, atau latar belakang sejarah, sosial atau ekonomi dan lainlain.Keempat, kebebasan di definisikan sebagai kebebasan berfikir, berpendapat,
pers, beragama, kebebasan dari rasa takut, hak untuk hidup, mengadakan gerakan
dll.Dan yang terakhir, pertanggungjawaban para pemimpin kepada rakyat atas
kebijakan-kebijakan mereka. Dan semua ini, menurut Amien Rais tidak lepas dari
check and balance sebagai kontrol rakyat terhadap para pemimpin mereka.
Seperti apa yang dikatakan Gus Dur (Anders Uhlin,1998;83), Islam secara
inheren bersifat demokratis. Namun demikian, Islam tidak punya hak monopoli
terhadap ide-ide demokratis.Sebab perjuangan demi hak-hak asasi manusia dan

demokrasi adalah perjuangan universal.Islam harus ikut memberikan kontribusi,


tetapi tidak mengklaim bahwa kontribusi yang nyata hanya berasal dari Islam.
Dalam makna terdalamnya, tanpa menilai pandangan pesimistis, Islam secara
teoritis memiliki kandungan nilai-nilai demokrasi yang mencukupi, namun
kekuatan Islam sendiri akan diuji dalam persoalan praktis dalam mengembangkan
kehidupan yang demokratis.
Dengan adanya kasus permasalahan tersebut makadapat diketahui
bahwa berbagai peristiwa yang terjadiakhir akhir ini, yang lebihbanyak
diakibatkan dari padak onspirasi elite politik.Untuk menyikapi masalah ini
menjadi sebuah pertanyaan mendasar dalam memandang masa depan proses
demokratisasi di Indonesia.Sehingga dengan adanya latar belakang dan
permasalahan

diatas

makap

ada

penjudsulan

makalah

ini

diberikanj

udulHubungan antara Islam dan Demokrasi dalam sistem Ketatanegaraan


Indonesia.
1.2 RumusanMasalah
a) Apakah makna hakekat Islam dalam demokrasi?
b) Bagaimanakah hubungan demokrasi dan Islam dalam ketatanegaraan
Republik Indonesia?
c) Apa dampak politik Islam terhadap proses demokrasi bangsa Indonesia?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui makna hakekat Islam dalam demokrasi.
b) Untuk menjelaskan hubugan demokrasi dan Islam dalam ketatanegaraan
Republik Indonesia
c) Untuk mengetahui dampak politik Islam terhadap demokrasi bangsa
Inonesia

II. Pembahasan

2.1 Makna Hakekat Islam dalam Demokrasi


Demokrasi secara etimologis terdiri dari dua kata yaitu demos dan kratos.
Demos artinya rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan yang berdaulat. Jadi
secara bahasa demos-cratos adalah keadaan negara yang sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan
bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyan dan kekuasaan oleh rakyat.
(Rosyada, 2013: 110) Bangsa Amerika mendefinisikan demokrasi menurut ucapan
presiden ke-16, Abraham Lincoln (1809-1865):pemerintah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Definisi yang biasa saya kemukakan adalah Partisipasi
public dalam keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat
banyak, baik secara langsung maupun tidak langsung.(Kurzman : 125)
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai
tatanan aktifitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara. Seperti diakui
oleh Moh. Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem
bermasyarakat dan bernegara. Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan
demokrasi sebagai asas fundamental dan demokrasi sebagai asas kenegaraan
secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.(Rosyada:109-110)
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat
dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan
rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara
yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut
orgaisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat
sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Dari beberapa pendapat diatas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat
demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan
memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam
penyelenggaan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan berada di

tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal : pertama, pemerintah dari rakyat
(goverment of the people); kedua, pemerintahan oleh rakyat (goverment by
people); ketiga, pemerintahan untuk rakyat (goverment for people). Jadi hakikat
suatu pemerintahan yang demokratis bila ketiga hal diatas dapat dijalankan dan
ditegakkan dalam tata pemerintahan. ( Rosyada, 2003 : 111)
Nilai dan prinsip Islam sebenarnya menyangkut gagasan demokrasi.Islam
menurut definisinya adalah universal, bukan teritorial.Universalisme Islam ini
tampak dari kandungan ajaran-ajarannya yang meliputi berbagai bidang, seperti
hukum agama, keimanan, etika, kemanusiaan, sikap hidup, prinsip-prinsip
keadilan (sosial) dan lain-lain.Karena itu, seperti yang disinyalir dalam al Qur an,
bahwasanya Islam merupakan Rahmat untuk seluruh Alam, dunia dan semua
bangsa tanpa memandang batas-batas geografis, rasial atau strata sosial. Dalam Al
Qur an (QS 02:256) menyebutkan bahwa" Tidak ada paksaan dalam memeluk
(agama) Islam...", yang secara normatif mengandung makna terhadap pengakuan
Islam akan hak dan keberadaan pengikut agama lain atau para ahli Kitab.
Pengakuan ini secara otomatis merupakan prinsip dasar doktrin Islam terhadap
pluralisme agama dan sosial budaya sebagai sunnatullah.
2.1 Hubungan Demokrasi dengan Islam
Salah satu isu yang paling populer sejak dasawarsa abad kedua puluh yang
baru lalu adalah isu demokratisasi. Perdebatan dan wacana hubungan anatara
Islam dan demokrasi sebagaimana diakui oleh Mun`im A. Sirry memang masih
menjadi tema perdebatan dan wacana yang menarik dan belum tuntas. Karena itu
kesimpulan yang diberikan oleh para pakar di atas (Larry Diamond, Juan J. Linze,
Seymour Martin Lipset dan Samuel P. Huntington) bahwa Islam tidak sesuai
dengan demokrasi hanyalah bagian dari wacana yang berkembang di kalangan
para pakar politik Islam ketika mereka mengkaji hubungan Islam dan demokrasi.
Bedasarkan pemetaan yang dikembangkan oleh John L.Esposto dan James P.
Piscatory (Sukron Kamil,2002) secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok pemikiran (Mun`in A. Sirry,2002).

Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda.
Islam tidak bisa disubordinatkan dengan demokrasi. Islam merupakan sistem
poltik yang self-sufficient. Hubungan keduanya bersifat mutually exclusive. Islam
di pandang sebagai sistem politik alternatif terhadapdemokrasi. Dengan demikian
Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda, karena itu demokrasi sebagai
konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sementara Islam sebagai agama yang
kaffah (sempurna) yang tidak saja mengatur persoalan teologi (akidah), dan
ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusi. Ini
diungkapkan misalnya oleh elit Kerajaan Arab Saudi dan elit politik Iran pada
masa awal revolusi Iran, Syekh Fadhallah Nuri, Sayyid Qutb, Thabathabai, alSyarawi dan Ali Benhadj
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi apabila
demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikan di
negara-negara maju (Barat), sedangkan Islam merupakan sistem politik
demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara subtantif,yakni kedaulatan di
tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini.
Dengan demikian dalam pandangan kelompok ini demokrasi adalahkonsep yang
sejalan dengan Islam setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep
demokrasi itu sendiri. Diantara tokoh dari kelompok ini adalah al-Maududi,
Rasyid al-Ghanaoushi, Abdul Fattah Morou dan Taufiq asy-Syawi. Di Indonesia
diwakili oleh Moh. Natsir danJalalddin Rahmat.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung
sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikannegara-negara maju.Di
Indonesia, pandangan yang ketiga tampaknya yanglebih dominankarena
demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan
Negara-Negara muslim lainnya.
Islam sebagai jaminan demokrasi tidak bisa disandarkan pada kekuatan
dan kesadaran tokoh, tanpa masuk dalam program pendidikan politik massa yang
memliki tujuan mendasar. Sebagai kekuatan simbolis massa, Islam harus
memberanikan dasar-dasar berpijak secara moral terhadap supermasi hukum dan

keadilan sosial dalam sistem politik yang terbuka , sekaligus menjadi kekuatan
komunitas yang mampu membuka kesadaran subkultur yang tertutup.
2.2 Politik Islam terhadap Proses Demokratisasi Bangsa Indonesia
Secara umum, pada dasarnya kaum Muslim sudah tidak lagi memiliki
persoalan dengan demokrasi. Kontroversi apakah Islam kompatibel dengan
demokrasi tidak lagi menjadi isu besar yang diperdebatkan, seperti lima atau enam
dekade silam. Bagi mereka, masalahnya kini bukanlah apakah Islam cocok
dengan demokrasi, tapi bagaimana demokrasi bisa digunakan untuk mendukung
aspirasi dan cita-cita politik mereka. Inilah yang kini terjadi di Mesir dan juga di
Indonesia.Bagi mereka, demokrasi bukanlah persoalan, tapi justru sebuah jawaban
yang bisa digunakan untuk memperjuangkan agenda politik mereka.
Hubungan agama dan politik di Indonesia memang tidak bisa disepelekan.
Rasanya tidak ada soal politik yang bisa diperbincangkan tanpa mengaitkan
dengan isu agama. Dominasi politik Islam dan peranan para politikus Islam
menentukan kekuatan politik Islam. Dinamika politik yang baru, tidak hanya
memperebutkan posisi birokrasi agama, tapi juga bagaimana mengusai pusat
kekuasaan itu.
Dalam dunia politik, kita menyaksikan munculnya partai-partai Islam dengan
corak baru. Didesak oleh situasi yang terus berubah, partai-partai ini
mendifinisikan kembali jatidirinya yang berbeda dari partai-partai serupa pada
tahun 1950an.Di tengah persaingan partai-partai politik yang begitu ketat
diperlukan kreatifitas untuk survive. Tantangan terbesar partai-partai Islam kini
bukanlah bagaimana mendirikan negara Islam atau menerapkan Syari'ah, tetapi
bagaimana tujuan akhir bernegara bisa dicapai. Tujuan akhir bernegara (termasuk
negara Islam), saya kira, sama, yakni mewujudkan keadilan, menghadirkan
kesejahteraan, dan menciptakan kenyamanan. Tak peduli apakah suatu partai
politik menggunakan bendera merah, biru, kuning, hijau, atau putih, selama partai
itu tak memperlihatkan keseriusan dalam memperjuangkan tujuan dasar
bernegara, dia akan ditinggalkan orang. Orang memilih partai bukan lagi

berdasarkan preferensi agama atau aliran, tapi sejauh mana partai-partai itu bisa
memenuhi kebutuhan nyata hidup mereka.
Karena alasan ini, beban yang dipikul pengelola partai-partai berlandaskan
agama, sejatinya lebih berat ketimbang beban yang dipikul pengelola partai-partai
sekular.Hal ini karena partai-partai Islam mengusung dua klaim besar sekaligus,
yakni menjalankan misi agama yang mulia dan menegakkan cita-cita politik yang
luhur.Pengalaman telah mengajarkan kelompok-kelompok Islam untuk tidak
melawan sesuatu yang secara massif diterima orang. Alih-alih menentang
demokrasi, kaum Islamis justru mendukungnya dan menggunakannya untuk
kepentingan dan aspirasi politik mereka. Dengan kerja keras dan kampanye yang
simpatik, merekaberusaha memobilisasi massa, memenangkan Pemilu, menguasai
parlemen, dan mengubah konstitusi.
Tapi, politik selalu tidak mudah. Demokrasi adalah arena di mana hasrathasrat harus dinegosiasikan. Para pengelola partai Islam harus berhadapan dengan
lawan-lawan politik yang berbeda ideologi dan kepentingan. Mereka juga harus
berhadapan dengan konstituen sendiri untuk menjelaskan setiap keputusan dan
langkah yang diambil. Yang terjadi justru sebaliknya. Partai-partai Islam dipaksa
untuk beradaptasi dengan keadaan. Para politisi Islamis harus menurunkan
tuntutan mereka dan menyesuaikannya dengan kenyataan yang mereka hadapi.
Berbagai studi tentang hubungan Islam dan demokrasi menunjukkan bahwa
demokrasi tidak membuat kelompok-kelompok Islamis semakin radikal, tapi
justru membuat mereka semakin moderat dan pragmatis. Bahkan, absennya
demokrasi, sering kali, malah membuat kelompok-kelompok Islam semakin
ekstrim.
Salah satu persoalan yang kita hadapi dalam transisi menuju demokrasi ini
adalah

konflik-konflik

dan

ketegangan

yang

kerap

terjadi

dalam

masyarakat.Sikap-sikap intoleran dan permusuhan kepada suatu kelompok


merupakan kendala utama dalam membangun demokrasi yang beradab.Para tokoh
masyarakat, khususnya tokoh agama, bertanggungjawab persis pada poin
ini.Agama, sebagai salah satu pembentuk budaya, memainkan peran penting

dalam menentukan hitam-putihnya demokrasi kita.Budaya kewargaan menuntut


adanya pemahaman dan penafsiran agama yang sejalan dengan cita-cita
demokrasi.
Pada tataran idedan simbol agama dengan mudah dapat disandingkan dengan
politik. Yang terpenting adalah aktualisasinya terutama melaluiperilaku para elit
politik. Justru di sinilah dijumpai adanya paradoks. Banyak elit politik kita yang
memperlihatkan perilaku yang menyimpang dengan tuntutan subtansial doktrin
agama. Bahkan belakangan iniada kecerendungan kuat dari elit politik kita
melakukan manipulasi terhadap simbol-simbol keagamaan. Yang sulit di nalar,
jika kecenderungan yang sama terjadi pada tokoh agama yang seharusnya
memiliki tanggung jawab dalam menegakan moralitas agama. Belakangan banyak
tokoh agama kita yang ikut-ikut memasuki pertarungan politik praktis dengan cara
melakukan manipulasi terhadap simbol-simbol keagamaan. Jika dulu Imam alGhazali pernah mengingatkan bahwa politik adalah permainan yang memabukan.
Justru ,sekarang banyak tokoh agama yang memabukkan diri dalam permainan
politik.
Strategi pemberdayaan politik Gus Dur hanya akan tepat bagi kita yang
memandang politik Islam di Indonesia sebagai bagian integral dari politik bangsa
dan oleh karenanya, tidak lagi mementingkan atribut keagamaan. Demikian juga,
strategi itu akan sangat relevan buat kita yang memandang pulihnya hak-hak
poltik warga negara sebagai landasan utama sebuah sistem politik demokratis,
sekarang dan di masa yang akan datang.
Tantangan terbesar demokrasi dalam masyarakat Muslim bukanlah
mengajak mereka mendirikan partai, menyelenggarakan Pemilu, dan mengisi
parlemen dengan wakil-wakil rakyat. Tetapi, bagaimana menumbuhkan nilia-nilai
kewargaan (civic values) di tengah budaya yang miskin akan nilai-nilai itu.
Tantangan terbesar demokrasi adalah bagaimana mengajak kaum Muslim untuk
bersikap toleran di tengah budaya intoleransi, bagaimana mengajak mereka untuk
menghormati hak-hak minoritas di tengah rasa percaya diri berlebih sebagai
mayoritas.Berbagai persoalan yang mengurangi kualitas demokrasi kita selama ini

bersumber dari sikap-sikap semacam itu. Sebagiandibentuk oleh budaya lokal


kita, sebagain yang lain berasal dari doktrin-doktrin agama.

III.

Kesimpulan
III.1Demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakya, rakyat berkuasa, pemrintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat sehingga makna demokrasi merupakan dasar hidup
bermasyarakat yang mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang
memberikan ketentuan dalam masalah dan menilai kebijakan negara.
Sedangkan hakekat demokrasi mengandung pengertian pemerintah dari,
oleh, dan untuk rakyat
III.2Hubungan Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda,
dan Islam adalah Sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem
politik demokrasi
III.3Proses demokratis disini mengajak kaum Muslim untuk bersikap toleran
di tengah budaya intoleransi, bagaimana mengajak mereka untuk
menghormati hak-hak minoritas di tengah rasa percaya diri berlebih
sebagai partai politik

10

Daftar Pustaka

Aburrahman, Muslim.2003.Islam Sebagai Kritik Sosial. Jakarta : Erlangga


Arifin, Syamsul.2003. Islam Indonesia.Malang : Universitas Muhamadiyah
Malang
Hikam,

Muhamad A.S. Islam Demokratisasi

dan Pemberdayaan Civil

Society.1999.Jakarta :Erlangga
Kurzman, Charles.1998.Wacana Islam Liberal.Jakarta : Paramadina
Rosyada,

Dede

dkk.2000.Demokrasi,

Hak

Asasi

Manusia

Masyarakat

Madani.Jakarta :Tim ICCE UIN Jakarta


Assyaukanie, Luthfi .2013. Islam dalam Transisi Demokrasi di Indonesia.Diakses
18 November 2014(http://islamlib.com/ islam+dalam+transisi+demokrasi+di
Indonesia)
Kamil, Luthfie..2013. Islam dan Demokrasi. Diakses 18 November 2014
(http://www.oocities.org/capitolhill/3925/sd9/islamddemo)
Zoelva, Hamdan.2008. Islam dalam bingkai Negara bangas. Diakses 18
November 2014 (http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/11/08/penerapan-syari
%E2%80%99at-islam-dalam-bingkai-negara-bangsa1/)
Ramadhan, Taufik..2013. Hubungan Islam dan Demokrasi. Diakses 18
Novemeber 2014(http://taufikramdhan401.wordpress.com/2013/03/06/hubunganislam-dan-demokrasi/)

11

12

Anda mungkin juga menyukai