Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah terpajan dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Epidemiologi
Berdasar studi epidemiologi, prevalensi rhinitis alergi diperkirakan berkisar antara 1020% dan secara konstan meningkat. Usia rata-rata onset rhinitis alergi adalah 8-11 tahun dan
80% rhinitis alergi berkembang dengan usia 20 tahun. Biasanya timbul pada usia muda. Dalam
suatu penelitian di Medan, penderita rhinitis alergi berjenis kelamin perempuan lebih banyak
daripada laki-laki dengan perbandingan 1,58:1. Keluarga atopi memiliki prevalensi lebih besar
daripada non atopi.
Etiologi
-
pada kehamilan)
Faktor eksternal, termasuk perubahan suhu dan kelembaban udara, gaya hidup
berkaitan dengan akumulasi alergen seperti merokok, polusi
Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau
debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan, serta jamur
Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu sapi,
sengatan lebah
Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik, perhiasan
Patofisiologi
Tahap sensitasi, merupakan tahap provokasi, dimana alergen akan ditangkap oleh APC
(makrofag/monosit) untuk kemudian dipresentasikan kepada sel T helper (Th0), serta
mengeluarkan IL-1 yang mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2
menghasilkan sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, yang kemudian diikat oleh reseptor di permukaan
sel limfosit B sehingga limfosit B teraktivasi dan memproduksi IgE. IgE kemudian mengaktifkan
sel basofil atau mastosit dengan cara berikatan pada reseptor di permukaan sel terebut.
Pada paparan ulang dengan alergen yang sama, IgE akan mengikat alergen dan terjadi
degranulasi basofil yang melepas mediator terutama histamin, yang menginduksi reaksi alergi
fase cepat dengan merangsang reseptor H1 di ujung saraf vidianus, sehingga timbul rasa gatal
dan bersin, kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dan terjadi rhinore. Reaksi fase cepat ini berlangsung sejak kontak dengan
alergen hingga 1 jam setelahnya.
Reaksi alergi fase lambat berlangsung kemudian, yaitu 2-4 jam setelah terpapar dengan
allergen, dengan puncak 6-8 jam dan dapat berlangsung hingga 24-48 jam. Pada fase ini, terjadi
penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil, dan
mastosit serta peningkatan sitokin sehingga timbul gejala hiperresponsif hidung yang dapat
diperberat dengan asap rokok, bau yang menyengat, perubahan cuaca, dan kelembaban udara
yang tinggi.
Manifestasi Klinis
-
Diagnosis
Anamnesis
-
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan rinoskopi anterior mukosa edema, basah, pucat, disertai sekret encer
yang banyak, bila gejala persisten mukosa inferior akan tampak hipertrofi
Dinding posterior faring tampak granuler dan edema, serta dinding lateral faring
menebal
Lidah tampak seperti gambaran peta
Pemeriksaan penunjang
-
Tatalaksana
-
inferior
turbinoplasty
perlu
dipertimbangkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan
-
Komplikasi
Prognosis
Polip hidung
Otitis media
Rhinosinusitis
Penderita rhinitis alergi dapat hidup normal dan sembuh dengan terapi yang tepat dan
spesifik. Rhinitis alergi dapat timbul kembali dalam 2-3 tahun setelah pemberhentian
imunoterapi.
Sumber: THT FKUI