Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

LATAR BELAKANG
Hampir semua penyakit endodontik, baik pulpa ataupun periradikuler

disebabkan oleh keberadaan bakteri.1 Lebih dari 700 spesies bakteri ditemukan
dalam rongga mulut. Bakteri tersebut masuk melewati beberapa jalur, antara lain
tubulus dentinalis, kavitas yang terbuka secara langsung karena trauma atau
kesalahan prosedur pada saat melakukan perawatan, membran periodontal, aliran
darah, restorasi yang rusak, dan jalur lainnya. 2 Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa hampir 90% bakteri yang ditemukan di saluran akar yang
terinfeksi merupakan bakteri anaerob.3
Penyebab utama terjadinya infeksi pada saluran akar telah diteliti sejak
dulu. Penelitian yang dilakukan pada monyet menemukan adanya flora atau
bakteri di dalam saluran akar. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pada hari
ke-1080 bakteri anaerob belum mendominasi, namun setelah hari ke-1080 hampir
98% dari bakteri yang ada dalam saluran akar yang terinfeksi marupakan bakteri
anaerob.1
Salah satu bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik adalah
Enterococcus faecalis. Enterococcus faecalis merupakan bakteri fakultatif
anaerob gram positif cocci dan sering kali ditemukan pada perawatan endodontik

yang gagal serta merupakan salah satu bakteri yang memiliki ketahanan atau
resisten terhadap beberapa antibiotik tertentu.4
Keberhasilan suatu perawatan endodontik dipengaruhi oleh beberapa hal,
antara lain cleaning and shaping, pengisian saluran akar yang hermetik, dan
pemilihan bahan yang memiliki dimensi stabil dan kompatibel terhadap jaringan. 4
Salah satu tahap perawatan yang dianggap penting adalah irigasi saluran akar
yang merupakan bagian dari cleaning and shaping. Pada tahap tersebut, saluran
akar dibersihkan sebelum dilakukan pengisian. Tujuannya adalah untuk
membuang debris yang ada dalam saluran akar. Selain itu, bahan irigasi juga dapat
memiliki fungsi lain, misalnya sebagai pelumas dan pendekalsifikasi yang dapat
membantu pembersihan dan pembentukan saluran akar (cleaning and shaping).5
Larutan irigasi yang umum digunakan adalah NaOCl (sodium hipoklorit).
NaOCl sangat mudah diperoleh dan terjangkau serta mudah digunakan. Secara in
vitro telah dibuktikan NaOCl dapat berfungsi sebagai desinfeksi dan pelarut
smear layer, namun secara in vivo hasilnya tidak begitu berarti dalam
menghilangkan smear layer. Konsentrasi yang paling umum digunakan adalah
2,5%. Larutan NaOCl memiliki kemampuan membuang smear layer, pelumas,
desinfeksi, dan pada konsentrasi 2,5% dianggap aman bagi jaringan, akan tetapi
pada konsentrasi tertentu dapat bersifat toksik dan menimbulkan reaksi alergi
pada sebagian orang. Hal tersebut telah dilaporkan dalam beberapa kasus
perawatan endodontik, meskipun tidak terlalu besar. Selain itu beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa pada konsentrasi tersebut, NaOCl tidak mampu
menghilangkan endotoxin dalam saluran akar, khusunya E. faecalis dalam tubulus
dentinalis. Konsentrasi yang dianggap mampu menghilangkan endotoxin E.
2

faecalis dalam tubulus dentinalis adalah NaOCl konsentrasi 5,25%, namun


konsentrasi tersebut bersifat toksik pada jaringan dan menimbulkan reaksi alergi
pada sebagian orang serta korosi pada alat endodontik. 4,5,6,7
Salah satu bahan alam saat ini yang mulai dikembangkan dalam bidang
kesehatan, farmasi, dan industri adalah kitosan (Chitosan).8 Zat tersebut
merupakan turunan dari kitin yang dapat diperoleh dari kulit, kepala udang serta
cangkang kepiting.8,9 Kandungan kitosan dalam kulit udang lebih sedikit daripada
dalam kulit kepiting, namun kulit udang lebih mudah didapat dan tersedia dalam
jumlah yang banyak sebagai limbah.10,11
Udang merupakan salah satu komoditi perikanan yang pada saat ini
mengalami peningkatan produksi, baik diperoleh dari usaha penangkapan maupun
dari hasil budidaya tambak. Produksi udang setiap tahun mengalami peningkatan,
pada tahun 2001 produksinya mencapai 633.681 ton. Apabila kita mengasumsikan
bahwa laju peningkatan produksi tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang
diperkirakan sebesar 785.025 ton. Udang di Indonesia umumnya diekspor dalam
bentuk udang beku yang telah dibuang kepala, ekor, dan kulitnya atau yang lebih
kita kenal dengan istilah cangkang. Sekitar 60-70% limbah berupa cangkang
udang dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan jika tidak ditangani secara
tepat. Pemanfaatan limbah dari industri pembekuan udang masih terbatas untuk
pembuatan pupuk, bahkan sering kali dibiarkan membusuk dan mengundang lalat
yang dapat mendatangkan penyakit.8
Di indonesia sepertiga devisa yang diperoleh dari perikanan berasal dari
ekspor udang. Pada tahun 2007 ekspor udang mencapai 125.196 ton. Pemanfaatan
udang untuk keperluan konsumsi dan produksi udang yang besar akan
3

menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara


komersial. Limbah tersebut berupa kulit, kepala, dan ekor udang yang berkisar 3550% dari berat awal.10 Ketiga limbah tersebut dapat dimanfaatkan, selain menjadi
pupuk, ketiga limbah tersebut juga dapat diolah dengan mengambil zat yang
terkandung di dalamnya. Zat tersebutlah yang dikenal dengan istilah kitosan.
Kitosan sangat berpotensi untuk untuk dijadikan sebagai bahan anti bakteri,
karena mengandung enzim lisosim dan gugus aminopolisakarida yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan
bakteri karena kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.10
Berdasarkan keadaan tersebut, maka peneliti terdorong untuk meneliti
efektivitas daya hambat larutan kitosan terhadap bakteri Enterococcus faecalis.
I.2

RUMUSAN MASALAH
Bedasarkan uraian yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat diambil suatu

rumusan masalah, yaitu:


Apakah kitosan (Chitosan) memiliki efektivitas terhadap bakteri Enterococcus
faecalis jika digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar?

I.3

TUJUAN

I.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas

kitosan

(Chitosan)

terhadap

pertumbuhan

Enterococcus faecalis jika digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) kitosan (Chitosan)
terhadap bakteri Enterococcus faecalis.
4

b. Mengetahui

zona

daya

hambat

kitosan

(Chitosan)

terhadap

Enterococcus faecalis.
I.4

MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut kitosan sebagai antibakteri yang
dapat digunakan dalam perawatan endodontik khususnya bahan irigasi
saluran akar.
2. Meningkatkan pemanfaatan bahan alami yang kompatibel sebagai
salah satu bahan alternatif untuki irigasi perawatan saluran akar.

Anda mungkin juga menyukai