OLEH KELOMPOK 5
MUHAMMAD JUHDI
MUHAMMAD RAJID
MUHAMMAD RAMLI
MUHAMMAD RIFQI RIZANI
MUHAMMAD TAUFIK
1. teori linguistik
Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata Latin Lingua
yang berarti bahasa. Dalam bahasa-bahasa Roman (yaitu bahasa-bahasa yang berasal dari
bahasa Latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua Latin itu, yaitu langue dan langage
dalam bahasa Prancis, dan lingua dalam bahasa Italia. Bahasa Inggris mengambil dari bahasa
Prancis kata yang kini menjadi language. Istilah linguistic dalam bahasa Inggris berkaitan
dengan language. Seperti dalam bahasa Prancis istilah lingustique berkaitan dengan langage,
sedangkan dalam bahasa Indonesia linguistik adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya
adalah linguistis atau Linguistik (Verhaar, 2001:3).
Selanjutnya, Verhaar (2001:3) menyebutkan bahwa dalam bahasa Indonesia ahli
linguistik disebut linguis, yang dipinjam dari kata Inggris linguist yang berarti seorang yang
fasih dalam berbagai bahasa. Ilmu linguistik sering disebut linguistik umum. Artinya, ilmu
linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa Inggris atau bahasa
Indonesia), tetapi menyangkut bahasa secara umum.
Bagi linguis, pengetahuan yang luas tentang linguistik tentu akan sangat
membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Seorang linguis dituntut untuk
dapat menjelaskan berbagai gejala bahasa dan memprediksi gejala berikutnya. Bagi peneliti,
kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantu mereka dalam memahami karya-karya
sastra dengan lebih baik. Bagi guru bahasa pengetahuan tentang seluruh subdisiplin linguistik
(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) akan diperlukan. Sebagai guru bahasa, selain
dituntut untuk mampu berbahasa dengan baik dan benar, mereka juga dituntut untuk dapat
menjelaskan masalah dan gejala-gejala bahasa. Pengetahuan tentang linguistik akan menjadi
bekal untuk melaksanakan tugas tersebut.
b. Sejarah Linguistik
Chaer (2003:332) menyebutkan bahwa studi linguistik telah mengalami tiga
tahap perkembangan, yaitu dari tahap pertama disebut tahap spekulasi, tahap kedua disebut tahap
observasi dan klasifikasi, dan tahap ketiga adalah disebut dengan tahap perumusan teori. Pada
tahap spekulasi, pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris,
melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Pada tahap klasifikasi dan observasi, para
ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki,
tetapi belum sampai pada perumusan teori. Karena itu, pekerjaan mereka belum dapat dikatakan
bersifat ilmiah. Penyelidikan yang bersifat ilmiah baru dilakukan orang pada tahap ketiga,
dimana bahasa yang diteliti itu bukan hanya diamati dan diklasifikasi, tetapi juga telah dibuatkan
teori-teorinya.
Dalam sejarah perkembangannya, linguistik dipenuhi berbagai aliran dan paham
yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan dan membingungkan terutama bagi
para pemula (Chaer, 2003:332). Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan
berbagai aliran-aliran linguistik. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang
berbeda-beda tentang bahasa, tapi pada prinsipnya aliran tersebut merupakan penyempurnaan
dari aliran-aliran sebelumnya.
Yunani. Buku De Lingua Latina terdiri dari 25 jilid. Buku ini dibagi dalam bidang-bidang
etimologi, morfologi, sintaksis.
Tata bahasa Priscia dianggap sangat penting karena merupakan buku tata bahasa
Latin paling lengkap yang dituturkan pembicara aslinya dan teori-teori tata bahasa yang
merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara tradisional. Segi yang
dibicarakan dari buku itu adalah: (1) fonologi dibicarakan mengenai huruf/tulisan yang disebut
literae/bagian terkecil dari bunyi yang dapat dituliskan, (2) morfologi dibicarakan mengenai
dictio/atau kata, (3) sintaksis dibicarakan mengenai oratio yaitu tata susunan kata yang
berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai. Buku Institutiones Grammaticae ini telah
menjadi dasar tata bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan (Chaer, 2003:341).
(3) Linguistik Zaman Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan mendapat perhatian penuh terutama oleh
para filsuf skolastik. Pada zaman pertengahan ini, yang patut dibicarakan dalam studi bahasa
antara lain adalah peranan Kaum Modistae, Tata Bahasa Spekulativa, dan Petrus Hispanus
(Chaer, 2003: 341).
Kaum Modistae menerima analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat
reguler dan universal. Mereka memperhatikan secara penuh akan semantik sebagai penyebutan
definisi bentuk-bentuk bahasa, dan mencari sumber makna, maka dengan demikian
berkembanglah bidang etimologi pada zaman itu. Tata Bahasa Spekulativa merupakan hasil
integrasi deskripsi gramatikal bahasa Latin ke dalam filsafat skolastik. Menurut Tata Bahasa
Spekulativa, kata tidak secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuk.
Petrus Hispanus, memasukkan psikologi dalam analisis makna bahasa, membedakan nomen
atas dua macam yaitu nomen substantivum dan nomen edjektivum, membedakan semua bentuk
yang menjadi subjek/predikat dan bentuk tutur lainnya.
(4) Zaman Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad
modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang
perlu dicatat. 1) Sarjana-sarjana pada waktu itu menguasai bahasa Latin, Ibrani, dan Arab, 2)
Bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasaan, penyusunan tata
bahasa, dan perbandingan.
(5) Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman
renaisans terdapat satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tonggak yang
sangat penting itu adalah dinyatakannya adanya hubungan kekerabatan antara bahasa
Sansekerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa Jerman lainnya yang telah
membuka babak baru sejarah linguistik, yakni dengan berkembangnya studi linguistik
bandingan atau linguistik historis komparatif, serta studi mengenai hakekat bahasa secara
linguistik terlepas dari masalah filsafat Yunani Kuno.
Bila disimpulkan, pembicaraan mengenai linguistik tradisional dapat dikatakan bahwa:
(1) Pada tata bahasa tradisional ini, tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran
dengan bahasa tulisan. Oleh karena itu, deskripsi bahasa hanya bertumpu pada tulisan.
(2) Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan
dari bahasa lain, terutama bahasa Latin.
(3) Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara perspektif, yakni benar atau salah.
(4) Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika.
(5) Penemuan-penemuan terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan (Chaer, 2003:345).
b. Linguistik Strukturalis
Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri
yang dimiliki bahasa itu. Pandanga ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau
pandangan-pandangan baru terhadap bahasa yang dikemukakan oleh Bapak Linguistik Modern,
yaitu Ferdinand de Saussure (Chaer, 2003:346).
(1) Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure (1857-1913) dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern,
berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Lisguestique
General yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Alberty Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep : 1) telaah sinkronik
(mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang
masa), 2) perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi
sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak,
sedangkan parale sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda
dari yang satu dengan orang lain, 3) membedakan signifiant dan signifie. Signifiant adalah citra
bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah
pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita (makna), 4) Hubungan sintagmatik
dan paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat
dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik
adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur
sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan (Chaer, 2003:346).
(2) Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu
Vilem Mathesius (1882-1945). Tokoh-tokoh lainnya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman
Jakobson, dan Morris Halle. Sumbangan aliran ini dalam dalam bidang fonologis (mempelajari
fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem) dan bidang sintaksis dengan menelaah kalimat
melalui pendekatan fungsional. Dalam bidang fonologi aliran praha inilah yang pertama
membedakan dengan tegas fonetik dan fonologi.
(3) Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark. Tokohnya Louis Hjemslev yang meneruskan
ajaran Ferdinand de Saussure. Namanya menjadi terkenal setelah usahanya untuk membuat ilmu
bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis,
dan terminologis sendirian.
(4) Aliran Firthian
Nama John R. Firth (1890-1960) terkenal karena teorinya mengenai fonologi
prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis.
(5) Linguistik Sistematik
Nama aliran linguistik sistematik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K Halliday,
yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya
yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Teori yang dikembangan Halliday adalah
sistemic linguistics (SL). Pokok pandangan aliran ini adalah:
Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa
tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang
digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya harus
sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat
homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya dengan kaidah
transformasi saja. Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis
diselidiki bersama, karena keduanya adalah satu. Tokoh-tokoh dalam aliran ini antara lain:
Postal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky.
(3) Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J.
Fillmore dalam karangannya berjudul The Case for Case tahun 1968. Dalam karangannya
yang terbit tahun 1968 itu, Fillmore membagi kalimat atas: (1) modalitas, yang bisa berupa
unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai
dengan sejumlah kasus.
(4) Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung
terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh
aliran tata bahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain adalah : David M. Perlmutter
dan Paul M. Postal. Tata bahasa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa transformasi
(TT), karena menganggap teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain
selain bahasa Inggris. Menurut teori bahasa relasional, setiap struktur klausa terdiri dari jaringan
relasional (relational network) yang melibatkan tiga macam wujud, yaitu: 1) seperangkat simpai
(nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur; 2) Seperangkat tanda
relasional (relational sign) yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh
elemen-elemen itu dalam hubungannya dengan elemen lain; dan 3) seperangkat "coordinates"
yang dipakai untuk menunjukkan pada tataran yang manakah elemen-elemen itu menyandang
relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang lain.
bahasa secara deskriptif sukar diterima para guru besar dan pakar bahasa. Konsep modern
menganggap bentuk merubah = mengubah, karena hal itu terdapat dalam bahasa masyarakat
sehari-hari. Padalah bentuk merubah adalah bentuk yang salah.
Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata Bahasa Indonesia (1989),
mempertanyakan akhiran in seperti pd kata abisin dan awalan nge (ngebantu) termasuk afiks
bahasa Indonesia? Padahal, itu adalah bentuk yang salah, sehingga tidak seharusnya dimuat
dalam buku. Perkembangan waktu yang kemudian menyebabkan konsep-konsep linguistik
modern dapat diterima, dan konsep-konsep linguistik tradisional mulai agak tersisih.
Awal tahun tujuh puluhan, dengan terbitnya buku Tata Bahasa Indonesia karangan
Gorys Keraf, perubahan sikap terhadap linguistik modern mulai banyak terjadi. Buku Tata
Bahasa Baru Bahasa Indonesia karangan Sutan Takdir Alisjahbana, yang sejak tahun 1947
banyak digunakan orang dalam pendidikan formal, mulai ditinggalkan. Kedudukannya diganti
oleh buku Keraf, yang isinya memang banyak menyodorkan kekurangan-kekurangan tata
bahasa tradisional, dan menyajikan kelebihan-kelebihan analisis bahasa secara struktural
(Chaer, 2003:379).
Datangnya guru besar Prof. Verhaar dari Belanda, menjadikan studi linguistik
terhadap bahasa daerah dan nasional Indonesia semakin marak. Sejalan dengan perkembangan
studi linguistik, pada tanggal 15 November 1975 dibentuk MLI (Masyarakat Linguistik
Indonesia), sebagai wadah berdiskusi, bertukar pengalaman, dan publikasi penelitian. MLI
mengadakan Musyawarah Nasional tiap tiga tahun sekali untuk membicarakan masalah
organisasi dan linguistik.
MLI menerbitkan jurnal Linguistik Indonesia mulai tahun 1983 untuk laporan dan
publikasi penelitian. Penyelidikan terhadap bahasa daerah banyak dilakukan oleh orang luar
Indonesia. Kajian terhadap bahasa Jawa dipelajari oleh Uhlenbeck. Voorhove, Teeuw, Rlvink,
dan Grijns dengan kajian bahasa Jakarta. Serta Robins (London) dengan kajian bahasa Sunda.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menduduki sentral dalam
kajian linguistik dewasa ini. Dalam kajian bahasa Indonesia tercatat nama-nama seperti
Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Darjdowidjojo, dan Soedarjanto yang telah menghasilkan
tulisan berbagai segi dan aspek bahasa Indonesia (Chaer, 2003:381).
2. TEORI GENETIKA
salah anatomi dan fisiologi , seperti Humorism. Yunani Kuno sekolah kedokteran dibagi
(ke
Knidian
dan
Koan)
tentang
bagaimana
untuk
menangani
penyakit. The Knidian sekolah kedokteran berfokus pada diagnosis. Kedokteran pada
saat Hippocrates tahu hampir tidak ada anatomi dan fisiologi manusia karena
Yunani tabu melarang pembedahan manusia. Sekolah Knidian akibatnya gagal untuk
membedakan ketika salah satu penyakit yang disebabkan serangkaian banyak
kemungkinan gejala. Sekolah Hipokrates atau Koan sekolah mencapai sukses yang lebih
besar dengan menerapkan umum diagnosis dan perawatan pasif. Fokus nya adalah pada
perawatan pasien dan prognosis , bukan diagnosis . Ini dapat secara efektif mengobati
penyakit dan memungkinkan pembangunan besar dalam praktek klinis. Hipokrates
kedokteran dan filsafat yang sangat jauh dari obat modern.
ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai bapak genetika. Pada masa pra-Mendel, orang
belum mengenal gen dan kromosom
(meskipun DNA sudah diekstraksi namun pada abad ke-19 belum diketahui
fungsinya). Saat itu orang masih beranggapan bahwa sifat diwariskan lewat sperma (tetua betina
tidak menyumbang apa pun terhadap sifat anaknya).
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun 1866
diProceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari 30 tahun tidak
pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900 tiga orang ahli botani
secara terpisah, yaitu Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di Jerman dan Eric Von
Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada
penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih kurang pertengahan abad ke20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi
penelitian di bidang genetika. Hal ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan
genetika klasik.
Kajian genetika klasik dimulai dari gejala fenotipe (yang tampak oleh pengamatan
manusia) lalu dicarikan penjelasan genotipiknya hingga ke aras gen. Berkembangnya teknikteknik dalam genetika molekular secara cepat dan efisien memunculkan filosofi baru
dalam metodologi genetika, dengan membalik arah kajian. Karena banyak gen yang sudah
diidentifikasi sekuensnya, orang memasukkan atau mengubah suatu gen dalam kromosom lalu
melihat implikasi fenotipik yang terjadi. Teknik-teknik analisis yang menggunakan filosofi ini
dikelompokkan dalam kajian genetika arah-balik atau reverse genetics, sementara teknik kajian
genetika klasik dijuluki genetika arah-maju atau forward genetics.
Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai
cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang
hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya. Pada tahun 1920-an, dan
kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetika adalah asam
dioksiribonekleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul DNA pada tahun1953
oleh J.D.Watson dan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang baru, yaitu genetika molekuler.