Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Fiqih Mu’amalah Khairuddin, M.Ag

HAK MILIK

Di Susun Oleh :

• BASRI

Semester III

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


(STAI) TUANKU TAMBUSAI
PASIR PENGARAIAN KAB. ROKAN HULU
2009
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah , kami panjatkan rasa syukur kehadhirat Allah SWT. Yang telah

melimpahkan segala rahmatnya kepada kami, sehingga penyusunan makalah ini dapat

terselesaikan.

Dalam penyediaan makalah ini bertujuan sebagai tugas yang diberikan kepada

kelompok kami dan sebagai salah satu sarana penunjang proses kegiatan belajar mengajar

mahasiswa . Makalah ini disusun mengikuti bahasan – bahasan yang sesuai .

Makalah ini dibuat dengan maksud sebagai pedoman atau target capai yang harus

dikuasai oleh para Mahasiswa/Mahasiswi pada umumnya, namun demikian tentunya masih ada

kekurangan – kekurangan yang belum tercantum didalamnya.

Akhirnya tak lupa kami sampaikan terimakasih banyak kepada Bapak Dosen

Pembimbing serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga

buku makalah ini bermanfaat bagi para pemakai pada umumnya dan semoga menjadi amal

ibadah serta kebaikan bagi penyusun, Amiin ya Robbal ‘Alamin…

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


BAB I
Pendahuluan
I. Latar Belakang

Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun
selama kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda.
Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting
dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga
tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.

Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku


bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum
adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah
Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka
terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan
padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan
dengan melalui lembaga konversi.
Konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk
masuk sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).

Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang


pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur
penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola negara mengenai
makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara
vertikal maupun secara horizontal peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan
tanah, praktek-praktek manipulasi dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi
muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta
ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam sistem
perundang-undangan agraria.

Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran
peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum agraria
nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
BAB II
Pembahasan

1. Hak Milik
Yang Dimaksud dengan hak milik ialah” Suatu yang digunakan oleh syara’ untuk
menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Apabila seseorang telah mempunyai
sesuatu benda yang sah menurut syara’ , orang tersebut bebas bertindak terhadap barang
tersebut , baik akan dijual maupun akan digadaikan.
2. Pembagian Hak milik
Hak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Mal dan Ghoir , hak mal ialah“ sesuatu yang
berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda – benda atau hutang-hutang.
Hak ghoir mal terbagi menjadi dua bagian , yaitu hak syakhsi dan hak aini, jak syahsi ialah
suatu tuntutan yang ditetapkan syara; dari seseorang terhadap orang lain.
Hak aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua.
Macam hak aini adalah sebagai berikut:
a. haq aini miliqiyah, ialah hak yang memberikan pemiliknya wilayah. Boleh dia memiliki,
menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakknnya dan
membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi oranag lain.
b. Hak al intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilya.
c. Hak Al irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun diatas
kebun yang lain.
d. Hak al istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan.
e. Hak al ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda .
f. Hak almurur adalah hak manusia untuk menempatkan bangunannya diatas bangunan
orang lain.
g. Hak ta’ali
h. Hak al jiwarialah hak yang timbul atas berdempetnya batas – batas tempat tingla.
i. Hak Syafah ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminuí sendiri dan diminuí
binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.

3. Sengketa hak milik


Yang dimaksud dengan sengketa hak milik atau keperdataan lainnya adalah apabila menyangkut
hak milik atau keperdataan lain dari pihak ketiga . Sedangkan mengenai sengketa hak milik
antara para pihak tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Agama yang merupakan rangkaian
pembuktian dalam proses pemeriksaanpada umumnya.
Sementara menurut ketentuan pasal 570 KUH Perdata hak milik ialah hak dimana pemilik dapat
menguasai sebesar-besarnya atas suatu benda sehingga merupakan hak-hak terbatas.
Ada beberapa faktor untuk menentukan sengekta milik wewenang Pengadilan manakah yang
berhak mengadili :

1. Dilihat dari subyek hukumnya yaitu:


• Jika subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam (Asas personalitas
keislaman) , maka obyek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama , baik dalam masalah
sengketa milik dibidang kewarisan maupun di bidang harta bersama, hal ini sesuai dengan Pasal.
50 UU NO.3 Tahun 2006 ayat 2 .
• Jika subyek hukumnya antara orang-orang beragama Islam misalkan dalam sengketa waris
antara A dan B menurut A obyek sengketa waris seluruhnya dikuasai oleh B, sementara B
menyatakan obyek sengketa sudah dijual kepada orang lain (pihak ketiga) namun pihak lain itu
semuanya beragama Islam

2. Dilihat dari obyek hukumnya yaitu :


• Jika obyek sengketanya berdasarkan Hukum Islam seperti sengketa dibidang Ekonomi Syari’ah
, maka yang berhak mengadili adalah pengadilan Agama ,sebab Ekonomi Syari’ah adalah
lembaga yang bergerak berdasarkan pada usaha yang dilaksanakan menurut ketentuan Syari’at
Islam (sesuai dengan ketentuan Pasal 49 UU NO.3 Tahun 2006).
• Jika obyek sengketanya telah diajukan oleh pihak yang berkeberatan dengan mengajukan bukti
ke Pengadilan Agama , bahwa obyek sengketa tersebut telah didaftarkan gugatannya di
pengadilan Negeri dengan obyek sengketa yang sama dengan sengketa di Pengadilan Agama ,
maka menurut Mantan Wakil Ketua MARI Bidang Non Yudisial, Drs. H,M.Syamsuhadi
Irsyad,SH,MH5. Perkara tersebut harus ditangguhkan. Namun bila bila obyek sengketanya lebih
dari satu obyek dan yang tidak terkait dengan obyek sengketa yang diajukan keberatannya,
Pengadilan Agama tidak perlu menangguhkan putusannya terhadap obyek sengketa yang tidak
terkait dimaksud

Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara disebut hak primer
dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian
bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan,
di mana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya
sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain mdalui perjanjian dimana satu pihak
memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik
tersendiri dnn semua harus didaftarkan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan
yang berlaku.
Menurut Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain.
Salah satu kekhususan dari Hak Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan
untuk waktu yang tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam
rangka beriakunya UUPA, kecuali akan ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal 27 UUPA
menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :
§ Tanahnya jatuh kepada negara :
1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena diterlantarkan
4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
§ Tanahnya musnah.

Pada asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik
kecuali ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang
telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a. Bank-bank yang didirikan oleh negara.
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi pertanian yang didirikan
berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri agama.
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri sosial.
Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum mempunyai
hak milik, karena memangnya badan hukum tidak periu mempimyai hak milik tetapi cukup
bagi keperluan-keperluan yang khusus yaitu hak-hak lain selain hak milik.

4. Sebab – sebab kepemilikan


Faktor – faktor yang menyebabkan antara lain:
a. Ikhraj al Muhabbat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki seseorang)
b. Khalafiyah, bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama,
yang telah hilang berbagai macam haknya.

5. Pendaftaran Tanah
Pengertian dan Landasan Hukum Pendaftaran Tanah

a. Pengertian Pendaftaran Tanah


Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik terhadap
hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru,
kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu kejelasan
status terhadap tanah. Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 disebutkan pendaftaran tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sistematis dan
sporadis yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua bidang tanah di suatu wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah
dipunyai dengan suatu hak atas tanah maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu
hak adalah hak atas tanah menurut hukum adat dan hak atas tanah menurut UUPA.

b. Landasan Hukum Pendaftaran Tanah

Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah
dihapuskan, dalam memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran
tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar
melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum yang bersifat Recht Kadaster, untuk menuju kearah pemberian
kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA yang menyebutkan :
(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
(3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya
menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4). Dalam Peraturan Pemerintah diatas biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Kalau di atas ditujukan kepada pemerintah, sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal
23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak, agar menjadikan
kepastian hukum bagi mereka dalam arti untuk kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di
dalam Pasal tersebut dijelaskan :

Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan hapusnya dak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal
hak itu hapus karena jangka waktunya berakhirnya.

Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan
oleh pemegang hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat
pembuktian yang kuat serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-
hak tersebut.
BAB III
Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Yang Dimaksud dengan hak milik ialah” Suatu yang digunakan oleh syara’ untuk
menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Apabila seseorang telah mempunyai
sesuatu benda yang sah menurut syara’ , orang tersebut bebas bertindak terhadap barang
tersebut , baik akan dijual maupun akan digadaikan
Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak pemerintah untuk
mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan pemilik hak milik di berikann ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah
sebelum didaftarkan harus dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah adat yang
memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh
Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor Pertanahan Nasional,
prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap hak atas tanah adat yang
tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses pengakuan hak.

DAFTAR PUSTAKA

A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990.


A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Op.cit
____________, 1990, Berakhirnya Hak-hak atas Tanah Menurut Sistem UUPA,
Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Harahap, H.Yahya, S.H.,
Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Vol., I
Pustaka Kartini , Jakarta, 1990
Mujahidin ,Ahmad,DR,MH
Pembaharuan Hukum Acara Perdata, Cet Pertama, , IKAHI,
Jakarta, 2008

search engine: www.yahoo.com


www.google.com

Anda mungkin juga menyukai