PENDAHULUAN
Hidung merupakan unsur estetik wajah karena posisinya sentral dan menonjol pada
bidang sagital wajah. Dan piramid nasal disusun oleh tulang yang tipis pada sentral wajah.1
Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun
fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah
sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior
wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika
terdapat trauma pada wajah.2
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai
dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada
orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan
lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.3
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang
lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan
karena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal
tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan
fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.2
Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran
septum dan fraktur septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os
maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur.
Fraktur os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. 4 Pada pemeriksaan di dapatkan
pembengkakan, epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral
dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local
dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan
dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupukupu untuk 1-2 minggu.5
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada
integritas mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting
1
untuk menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan
memastikan tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta
menghindari komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain
itu, penting untuk ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama
: Tn. NF
Umur
: 18 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Budiman, RT 8 Jambi
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SLTA
Register
: 779759
2.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesis, Tgl : 10 November 2014)
Keluhan Utama
Hidung susah bernafas dan nyeri sejak 1 minggu yang lalu SMRS.
Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan hidung nyeri dan sulit bernafas. Pasien
mengaku sore harinya ketika bermain futsal pasien mengelami trauma pada
hidungnya karena terkena siku temannya. Ketika terkena siku tersebut, hidung
pasien mengeluarkan darah berwarna merah segar dengan jumlah sedikit, namun
setelah beberapa saat tidak berdarah lagi dan os tetap melanjutkan permainannya.
Malam harinya, os mengeluh nyeri pada hidungnya dan bertambah berat
ketika disentuh. Kemudian menyebabkan pasien sulit untuk bernafas. Kemudian
pasien berobat ke IGD lalu diberi obat Ibuprofen dan Metilprednisolon. Dan
diberi saran untuk berobat ke bagian THT. Penurunan fungsi penghidu. Pasien
menyangkal ada nyeri tekan pada wajah. Bernafas melalui mulut (+), Suara
sengau (+), Demam (), batuk (), buntu (+), lendir pada tenggorok (). Riwayat
asma (). Kemudian disarankan untuk dilakukan reposisi hidung, dan pasien
dirawat pada tanggal 9 November 2014.
Riwayat Pengobatan
Os berobat ke IGD, tanggal 2 November 2014, didiagnosis dengan fraktur
os nasal, diberi obat:
Ibuprofen 2 x 400 mg
Metilprednisolon 1 x 1 tab
Riwayat DM disangkal
HIDUNG
Rinore : -/-
TENGGOROK
Sukar Menelan : +
LARING
Suara parau : -
Dikorek : -/-
Buntu : +/+
Sakit Menelan : -
Afonia : -
Nyeri
Bersin
Trismus :-
Sesak napas : -
Bengkak :-/-
* Dingin/Lembab : -
Ptyalismus : -
Rasa sakit : -
Otore
:-/-
* Debu Rumah
Rasa Ngganjal : -
Rasa
Tuli
:-/-
Berbau : -/-
Rasa Berlendir : -
Tinitus
:+/+
Mimisan : -/-
Rasa Kering : -
:-/-
:-
mengganjal :-
Vertigo :+/+
Mual
Suara sengau : +
:+
Muntah : +
4
: compos mentis
Pernapasan
: 20 x/i
Suhu
: 36,9 C
Nadi
: 64 x/i
TD
: 110/80 mmHg
Anemia
: -/-
Sianosis
: -/-
Stridor inspirasi
:+
Retraksi suprasternal
:-
Retraksi interkostal
:-
Retraksi epigastrial
:-
a) Telinga
Daun Telinga
b)
Kanan
Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia
Keloid
Perikondritis
Kista
Fistel
Ott hematoma
H
i
d
u
n
g
Liang Telinga
Kanan
Kiri
Rinoskopi Anterior
Kanan
Kiri
Atresia
Vestibulum nasi
Hiperemis (+), livide (-)
Hiperemis (+), livide (-)
Serumen prop
Kavum nasi
Edema mukosa (+), Sekret
Edema mukosa (+), Sekret
Epidermis prop
(+), hiperemis (+)
(+), hiperemis (+)
Korpus
alineum
Selaput
lendir
Dbn
Dbn
Jaringan
Septum
nasi granulasi
Exositosis
Lantai
+ dasar
Osteoma
hidung
Konka
inferior
Furunkel
Deviasi (+)
Hiperemis (+)
Deviasi (-)
Hiperemis (+) -
Hipertrofi
(-), hiperemis
- (+)
Kanan
Polip (-)
Kiri
Polip
Hiperemis
Korpus
alineum
Retraksi
Massa
tumor
Bulging
Fenomena
Atropi palatum
mole
Perforasi
Rinoskopi
Bula
Posterior
Sekret
Kavum nasi
Selaput lendir
Refleks
Cahaya
-Tidak tampak
Kiri
-
- (+)
Edema mukosa-(+), Sekret (+), hiperemis
Ke arah
Ke arah jam 7
Dbnjam 5
Koana Retro-aurikular
Hiperemis (+),
edema (+)
Kanan
Kiri
Septum nasi
Deviasi ke kanan
Fistel superior
Konka
Hiperemis
(+), edema (+)
Adenoid
Dbn
Kista
Massa tumor
Abses
Fossa rossenmuller
Dbn
Transiluminasi
Kiri
Pre-aurikular Kanan
Kanan
Kiri
Sinus
Fistel
Sinus Maksilaris
Kista
Abses
Terang
Terang
6
Sinus Frontalis
c)
Terang
Terang
Mulut
Hasil
Selaput lendir mulut
Dbn
Bibir
Lidah
Gigi
nyeri perkusi
Kelenjar ludah
Dbn
d) Faring
Hasil
Uvula
Palatum mole
Palatum durum
Plika anterior
Hiperemis (-)
Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
Tonsil
detritus (-)
Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
e)
Plika posterior
detritus (-)
Hiperemis (-)
Mukosa orofaring
Laringoskopi indirect
Pangkal lidah
Epiglotis
Valekula
Plika ventrikularis
Plika vokalis
Hasil
Hiperemis (-), ulkus (-), apthae (-)
Hiperemis (-), udem (-)
Hiperemis (-), udem (-)
Hiperemis (-), udem (-)
Hiperemis (-), udem (-), simetris
gerakan abduksi dan adduksi pita
Komisura anterior
suara
Dbn
7
Aritenoid
Massa tumor
Sinus piriformis
Trakea
f)
Dbn
Dbn
Ditengah, tidak ada deviasi
Kiri
Regio I
Dbn
Dbn
Regio II
Dbn
Dbn
Regio III
Dbn
Dbn
Regio IV
Dbn
Dbn
Regio V
Dbn
Dbn
Regio VI
Dbn
Dbn
area Parotis
Dbn
Dbn
Area postauricula
Dbn
Dbn
Area occipital
Area
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Kanan
Kiri
Dbn
Dbn
Simetris
Simetris
supraclavicular
g) Pemeriksaan Nervi Craniales
Regio XII
Kanan
Kiri
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
Sama dg pemeriksa/N
Sama dg pemeriksa/N
Radiologi:
-
Rontgent cranium:
Rontgent thorax:
Ekspertise:
Cor
:
o CTR < 50%
o Aorta dan mediastinum superior tak melebar
o Trachea ditengah
Pulmo
b)
Laboratorium:
Hb: 13,7 gr/dL
CT: 3 detik
BT: 1,5 detik
Trombosit: 263
Leukosit: 8,3
SGOT: 21
SGPT: 29
Ureum: 14,3
Kreatinin: 1,1
GDS: 73
2.7 DIAGNOSIS
Fraktur os Nasal
Diagnostik
Rontgent os Nasal
Rontgent waters position
CT-Scan
Pada kasus ini yang dilakukan adalah:
o Rontgent Cranium
o Rontgent Thorax
Terapi:
-
Reposisi hidung, dilakukan pada tanggal 10 November 2014 pada pukul 09.30,
dengan cara:
o Pasien ditidurkan di meja operasi terpasang ETT.
o Dilakukan desinfeksi dan demarkasi di lapangan operasi.
o Dilakukan reposisi os nasal bagian kartilago dengan forcep asch dan
washlam
o Dipasang fiksasi internal dengan menggunakan tampon sportjes boorzalf
di cavum nasi dextra dan sinistra sebanyak 4/4.
10
Monitoring
Monitoring ini dilakukan post tindakan reposisi:
o Monitoring TTV dan tanda-tanda perdarahan (post nasal bleeding, lihat
pada kassa ada perarahan atau tidak)
o Rencana evaluasi tampon hari Jumat, tanggal 12 November 2014
2.10
PROGNOSA
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
11
FOLLOW UP
Tanggal
11
November
2014
Status
Lokalis
- Post
nasal
bleeding
(-)
- Perdarahan
di kassa (-)
S
-
12
November
2014
- Post
nasal
bleeding
(-)
- Perdarahan
di kassa (-)
Nyeri
pada
hidung
(+)
Dahak
bercamp
ur darah
(+)
Pusing
saat
berdiri
Sakit
menelan
seperti
ada
yang
mengga
O
-
TD:
120/10
0
mm/Hg
HR: 60
x/i
RR: 20
x/i
T:
36,5oC
Post
operasi
reposisi
os nasal
TD:
110/90
mmHg
HR: 64
x/i
RR: 22
Post
operasi
reposisi
os nasal
P
-
RL 20 gtt/i
Ciprofloxacin
1 x 1gr
Ketorolac 3 x
1 amp
Rencana
evaluasi
tampon
14
November
2014
RL 20 gtt/i
Ciprofloxacin
1 x 1gr
Ketorolac 3 x
1 amp
Rencana
12
njal
Kepala
pusing
x/i
36,5oC
evaluasi
tampon
14
November
2014
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung1,6,7,8
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam
kehidupan kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai
saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga
menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara
yang masuk ke tubuh kita.2
a. Embriologi
Hidung dibentuk oleh lima prominensia facialis. Prominensia frontalis
membentuk jembatan hidung. Prominensia nasalis mediana yang menyatu
membentuk lengkung dan ujung hidung. Dan prominensia nasalis lateralis
menghasilkan cuping hidung.
Selama minggu keenam, fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian
karena pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke
mesenkim dibawahnya. Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua
lekukan dari rongga mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana
primitif.
Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang
palatum
primer. Kemudian
dengan
terbentuknya
palatum
sekunder
dan
b. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Inferior: kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor
dan kartilago alaris minor.
Perdarahan:
14
2.
Posterior
Atap
Lantai
horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian
atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
-
Medial
(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh
kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang
terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna =
kolumela.
-
Lateral
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang
etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.
Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid
15
melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena dan membentuk jaringan
kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina, etmoid, maksila, dan
lakrimal. 4,9
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior. Terletak
diantara konka inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan
yang melapisi konka nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang
etmoid. Kadang-kadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka
menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang disebut konka bulosa. 4,9
Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil. Mukosa yang
melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga
merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi
suprema yang merupakan konka nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini
sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah
menjadi dua bagian. 4,9
17
Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan
merupakan meatus yang terkecil. Disinalah bermuara sinus etmoid posterior.
Resesus sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap
rongga hidung dan konka nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 4,9
f. Sinus Paranasal
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran dan simetris bervariasi. Sinus-sinus
ini membentuk rongga di dalam beberapa tulangwajah dan diberi nama yang
sesuai; sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis dan etmoidalis. Yang terakhir
biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang
saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung.Seluruh
sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan
mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga
hidung.Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.
g. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat
pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada
bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang
terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa
berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan
sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.
Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong
ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
18
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan
banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan
gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,
sekret kental dan obat-obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan
tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya
dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor
penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
h. Fungsi Hidung
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,
udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti
udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian
lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran
dari nasofaring.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan
udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,
sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu
udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.
3. Sebagai penyaring dan pelindung
19
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri dan dilakukan oleh :
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
4. Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau.
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun
untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
3.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada
bagian tulang di organ hidung.11
3.3 Insiden
20
3.4 Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada
hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung. 3 Penyebab
utama dari trauma dapat berupa:
3.5 Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung
letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat
menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada
kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah
yang lain, pasien muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal
dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks.4
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara
kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris.
Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi
pada fraktur nasal.4
Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung
remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas
21
bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan
inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior
pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi
akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum nasal.4,9,13
22
3.6 Klasifikasi
Fraktur hidung dapat dibedakan menurut :4
1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan
triangularis.
2. Arah datangnya trauma:
-
Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu
tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan
septum nasi dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar.
Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau
kedua tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar.
Bahkan kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada
kompleks etmoid.
23
24
3.6.3
3.6.4
25
26
Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua
lubang hidung
Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
Cedera lain pada tubuh dan muka
Kehilangan kesadaran
Sakit kepala yang hebat
Muntah yang berulang
Penurunan indra penglihatan
Nyeri pada leher
Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 11
3.8 Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya
ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan
ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada
septum.2
27
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan
bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat
fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.2
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur,
bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana
terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana (saddle nose) yang
berat.4
a.
Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah
penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan
waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai
contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan
fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga,
trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung
akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga
akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung
sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama
yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan
anosmia.4,13,14
b.
Pemeriksaan fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat
dihantam atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa
jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal
sering dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa
mempengaruhi patennya trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada
hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan
nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam
setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan kemudian
menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.4,9,14
Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang
sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan
kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal
28
sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum dan hematom septi,
yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting
untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang
ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur
nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang
ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus,
sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis dan lamina
kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 4,9,14
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat
emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular.
Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau
ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal.
Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan
deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan bedah segera.
Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot
hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas
lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau
deformitas septum nasal.4,9,13,14
b.
Pemeriksaan Radiologis
Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang
diindikasikan. Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga
hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi
tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis
sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang
disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala
29
b.
c.
d.
e.
Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan
fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan
dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk mengurangi
pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol
dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis,
kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah
30
3.9.2 Operatif
31
dan
menggunakan
tenaga
yang
terkontrol
untuk
33
34
35
3.10 Komplikasi
a. Hematoma Septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum
hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial.
Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis
septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan
lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah
ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase. 4,9,13
3.11 Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan
sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka
dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.12,13
BAB IV
ANALISA KASUS
37
Pasien mengeluh hidung susah bernafas dan nyeri terutama ketika disentuh
Pasien juga mengaku mengalami trauma ketika bermain futsal, yaitu terkena siku
temannya saat sedang bermain futsal
Pasien juga mengeluh setelah trauma tersebut, dari hidung pasien keluar darah
Hal ini sesuai dengan gejala klinis dari fraktur os nasal yaitu: Keluhan utama penderita
fraktur os nasal adalah hidung susah bernafas, epistaksis dan nyeri serta terdapat etiologi
yang jelas yaitu telah tejadi trauma.
Dari pemeriksaan fisik pada pasien dengan rinoskopi anterior tampak hiperemis pada
bagian vestibulum nasi serta pada bagian konka inferior. Dan terdapat deviasi septum ke arah
kanan. Hal ini sesuai dengan teori yaitu pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak
deformitas tulang hidung.
Dan pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang seperti rontgen cranium dan
rontgent thoraks.
Pada pasien ini saat di IGD diberikan terapi medikamentosa dengan pemberian Ibuprofen
2 x 400 mg dan metilprednisolon 1 x 1 tab. Namun, kemudian disarankan untuk melakukan
tindakan reposisi os nasal dengan reduksi tertutup.
BAB V
KESIMPULAN
38
1. Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun
fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma
wajah sekitar 40% adalah fraktur nasal.
2. Etiologi pada literatur adalah fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung
pada hidung atau muka.
3. Pada anamnesis pasien didapatkan, hidung susah bernafas dan nyeri terutama ketika
disentuh, terkena siku temannya saat sedang bermain futsal, keluar darah dari hidung
pasien.
4. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan hiperemis pada bagian vestibulum
nasi, dan konka. Serta deviasi ke kanan dari septum nasi.
5. Penatalaksaan fraktur hidung bisa dilakukan secara konservatif dan operatif. Pada
pasien ini dilakukan juga tindakan reposisi hidung tertutup.
DAFTAR PUSTAKA
39
and
Septal
Fractures.
Diunduh
dari
Diunduh:10 November
2014
11. Mayo
Clinic
Staff.
Broken
Nose.
Diunduh
dari:
J.H.
Nasal
Fracture.
Diunduh
dari:
J.K.
Management
of
Acute
Nasal
Fractures.
Diunduh
dari:
November 2014.
21. Vaskularisasi Hidung. Di unduh dari: www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html. 10
November 2014
41