Anda di halaman 1dari 27

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

BAB I
Gagal Jantung
A. Definisi Gagal Jantung
Dalam paradigma lama, gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya
kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan
diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban (un-load).1 Gagal jantung adalah sindrom
klinis (sekumpulan tanda dan gejala), yang ditandai dengan sesak napas baik pada saat
istirahat maupun beraktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. 2,3
Pasien dengan gagal jantung harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1,2
1. Gejala - gejala (symptoms) dari gagal jantung berupa sesak napas yang spesifik pada saat
istirahat maupun pada saat beraktivitas dan adanya rasa lemah, tidak bertenaga.
2. Tanda tanda (signs) dari gagal jantung berupa takikardi, takipneu, efusi pleura,
peningkatan jugular venous pressure (JVP), hepatomegali, edema tungkai.
3. Dan objektif ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung, seperti
kardiomegali, suara mur-mur jantung, abnormalitas pada EKG.

B. Epidemiologi
Ada sedikitnya 15 juta pasien dengan gagal jantung di 51 negara. Prevalensi gagal
jantung adalah antara 2 dan 3% dan meningkat tajam pada usia 75 tahun. Sehingga prevalensi
pada orang tua adalah antara 10 dan 20%. Dalam kelompok usia yang lebih muda gagal
jantung pada umumnya terjadi pada pria karena hal yang paling umum, yaitu penyakit
jantung koroner yang terjadi sebelumnya. Pada orang tua, prevalensi sama diantara pria dan
wanita. Prevalensi keseluruhan gagal jantung meningkat karena keberhasilan dalam
memperpanjang kelangsungan hidup pada pasein yang menderita penyakit jantung koroner.
Selain itu peningkatan ini juga disebabkan oleh keberhasilan dalam menunda kejadian
koroner dengan pencegahan yang efektif pada mereka yang beresiko tinggi. Usia rata rata
pasien gagal jantung di negara berkembang adalah 75 tahun.4,5

C. Etiologi Gagal Jantung


Page 1

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


Ada beberapa penyebab umum yang menyebabkan terjadinya gagal jantung, yaitu
Penyakit jantung koroner, hipertensi, kardiomiopati, obat obatan seperti : calcium antagonis,
anti aritmia dan cytotoxic agent, toxin, endokrin,dan gangguan nutrisi. Selain itu gagal
jantung dapat juga disebabkan karena infeksi HIV dan gagal ginjal tahap akhir (CRF).6

(Sumber: ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure, 2008)

D. Tanda dan Gejala gagal jantung


Tanda dan gejala gagal jantung merupakan kunci untuk deteksi awal karena itulah
yang menyebabkan pasien datang untuk mendapatkan pengobatan. Anamnesa yang baik dan
pemeriksaan fisik dengan teliti merupakan hal yang penting untuk kita kuasai. Sesak napas
dan rasa lelah adalah gejala khas. Namun memunculkan dan menilai gejala gejala pada
orang tua membutuhkan pengalaman dan keahlian. 7
Menurut New York Heart Association (NYHA) membuat gradasi keparahan gagal
jantung ke dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk
menimbulkan gejala gejalanya, seperti berikut ini :1,8
Kelas I

: Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisisk biasa tidak menyebabkan

kelelahan berlebihan, palpitasi, atau dispneu.


Kelas II

: Ada sedikit batasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tetapi pada aktivitas

biasa menimbulkan rasa lelah, palpitasi, atau dispneu.


Kelas III : Ditandai dengan adanya batasan aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat, tetapi
pada aktivitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala rasa lelah, palpitasi, atau
dispneu.
Page 2

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


Kelas IV : Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Menimbulkan
gejala pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.

(Sumber : ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure, 2008)

(Sumber : Heart Failure Society of America (HFSA), 1999 ; AHA medical/ Scientific Statement ,1994)

E. Klasifikasi Gagal jantung


Gagal jantung diklasifikasikan berdasarkan jenis dan tingkat kelainan untuk mencapai
tujuan terapi. Pengklasifikasian juga diperlukan untuk membantu memantau respon
pengobatan. 11
Page 3

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


1. Gagal jantung efek ke depan dan ke belakang (Forward and Backward Heart Failure)
Klasifikasi ini digunakan untuk memahami perubahan hemodinamik yang muncul segera
setelah suatu patofisiologi yang spesifik. Namun, keduanya ini terjadi secara berulang.11
a. Forward heart failure (gagal jantung efek ke depan)
Gagal jantung jenis ini terjadi akibat pengosongan penampungan vena yang tidak
mencukupi. Penyebab umum dari gagal jantung kiri dengan efek forward adalah :

Stenosis Aorta (hambatan pengisian akibat obstruksi mekanis)

Miokarditis (menyebabkan fase sistolik yang memendek akibat kerusakan otot


jantung)

Infark miokard luas

b. Backward heart failure (gagal jantung efek ke belakang)


Gagal jantung jenis ini terjadi akibat pengurangan pengosongan darah menuju arteri
paru dan aorta. Penyebab gagal jantung kiri dengan efek backward adalah :

Stenosis Mitral (mengakibatkan penurunan aliran balik vena menuju ventrikel kiri)

Kardiomiopati hipertonik (mengakibatkan penurunan pengisian saat diastolik)

2. Gagal jantung Sistolik dan Diastolik


Gagal jantung sistolik terjadi akibat terganggunya kemampuan jantung untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan
kontraktilitas miokard. Gagal jantung sistolik akut terlihat pada miokarditis akibat virus,
keracunan alkohol, dan anemia. Sedangkan gagal jantung sistolik kronis dapat terjadi setelah
kardiomiopati atau infark miokard. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan
gangguan pengisisan ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung
dengan fraksi ejeksi lebih dari 40 50 %.1,11
3. Gagal jantung Akut dan Kronik
Sebuah klasifikasi dibuat untuk membedakan antara gagal jantung onset baru, gagal
jantung transien, dan gagal jantung kronis. Gagal jantung onset baru mengacu pada presentasi
Page 4

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


pertama dapat berupa onset akut atau onset lambat. Gagal jantung transien mengacu pada
gejala selama periode waktu terbatas, meskipun pengobatan jangka panjang dapat
diindikasikan. Gagal jantung kronis (dekompensasi) adalah bentuk yang paling umum dari
gagal jantung, merupakan penyebab utama pasien masuk rumah sakit sebanyak 80%.
Pengobatan harus didasarkan pada presentasi klinik yang diindikasikan (terapi spesifik),
misalnya edema paru, hipertensi emergency, miokard infark akut.1

F. Diagnosis Gagal jantung


Diagnosa gagal jantung seringkali gagal dilakukan terhadap hampir dari setengah
jumlah pasien. Diagnosis gagal jantung yang dilakukan sesegera mungkin dan akurat sangat
diperlukan untuk mngetahui penyebab utama dan untuk mencegah perburukan klinis. Namun
demikian, diagnosis awal mungkin sulit dilakukan karena kebanyakan gejala klinis dari gagal
jantung tidak spesifik. Karena itu diperlukan pendekatan sistematik agar dapat meningkatkan
ketepatan diagnosis.8,12
1. Kriteria Framingham untuk Gagal jantung
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk mendiagnosis gagal jantung. Kriteria
Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas. Diagnosis gagal
jantung mensyaratkan minimal terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor disertai 2
kriteria minor, disertai penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Kriteria
minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis
yang lain, seperti: hipertensi pulmonal, PPOK, sirrosis hati atau sindroma nefrotik. 1,13
Kriteria Mayor
Paroksismal nokturna dispneu atau ortopneu
Distensi vena leher
Ronki pada paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Reflux hepatojugular
Kriteria Minor
Edema Ekstremitas
Batuk malam hari
Dispneu deffort
Page 5

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi (>120x/menit)

2. Kriteria Gagal Jantung Minnesota


Kriteria gagal jantung Minnesota adalah skema kalsifikasi baru untuk gagal jantung
yang bermanfaat untuk pemantauan dan tindak lanjut mortalitas. Kriteria Minnesota
dilakukan dengan menganalisis kasus laten dengan menggunakan enam variabel dari kriteria
Framingham ditambah fraksi ejeksi ventrikular kiri (Left Ventricular Ejection Fraction,
LVEF) dan merupakan tanda yang penting dari patologi jantung. Variabel tersebut termasuk :
Dispneu saat istirahat maupun saat olahraga
Rales paru
Kardiomegali
LVEF < 40%
Suara jantung S3
Edema interstisial atau pulmonar
Detak jantung > 120 x/menit
Kriteria Minnesota sejalan dengan kriteria Framingham dan memberikan perbedaan
yang lebih baik daripada kriteria singkat Framingham dan kriteria lain pada pasien gagal
jantung kongestif dan infark miokard. Kriteria gagal jantung Minnesota didasarkan pada
model statistik dan dugaan yang sangat kuat sedangkan Framingham didasarkan pada
keyakinan klinis.14
3. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penelusuran riwayat penyakit yang detail adalah langkah pertama dalam mendiagnosa
gagal jantung. Riwayat ini, sebagai tambahan dari tanda dan gejala dari semua penyebab
yang mungkin ada. Pemeriksaan fisik secara keseluruhan adalah langkah selanjutnya dalam
menegakkan diagnosa gagal jantung. Hal ini harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium
dan radiologi untuk penegakan diagnosis dan tingkat keparahan penyakit.12

Page 6

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

(Sumber : Development and evaluation of the Kansan City Cardiomyopathy Questionnaire, 2000)

(Sumber : Reliability of electing physical signsin examination of the chest, 1988)

BAB II
ACE Inhibitor
A. Definisi ACE-I
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) secara kompetitif menghambat kerja
dari enzim angiotensin converting. ACE adalah enzim non-spesifik yang mengkonversi
angiotensin I (sebuah octapeptide tidak aktif) menjadi angiotensin II. Kininase, enzim yang
Page 7

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


mengkatalisis degradasi bradikinin dan peptida vasodilator yang potensial, juga dihambat
secara kompetitif oleh ACE-I. Efek utama dari angiotensin-II dirangkum dalam Tabel 1.17
Klasifikasi ACE-I
ACEI diklasifikasikan dalam tiga kategori menurut kelompok yang mengikat atom zinc :18
1.

Yang mengandung sulfhydril

2.

Karboksil

3.

kelompok fosforil sebagai ligand zinc

(Sumber : European Heart Journal (2004) 25, 14541470)

B. Farmakokinetik
Absorpsi sangat bervariasi antara ACE-I (25-75%), dan tidak dipengaruhi oleh
makanan. Beberapa ACE-I merupakan pro-drug, mereka tetap tidak aktif sampai mereka
diubah menjadi metabolit aktif oleh hidrolisis dalam hati atau di jaringan gastrointestinal.
Pro-drug mempunyai sifat lebih lipofilik dan mereka memiliki akses yang lebih baik ke
jaringan target di mana mereka akan dikonversi ke senyawa aktif. Kebanyakan ACEI dan
metabolitnya diekskresikan terutama melalui ginjal, tetapi fosinopriL, zofenopriL,
trandolapriL dan spirapriL dieliminasi melalui hati dan ginjal. Captopril cepat dieliminasi dari
Page 8

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


tubuh dan durasinya singkat (<6 jam), sedangkan ramiprilat (metabolit aktif dari ramipril)
dan khusus tandrolaprilat dieliminasi lebih lambat dari ACE-I lainnya (Tabel 2). 18
Pada pasien dengan gagal jantung kongestif absorpsi dan biotransformasi yang
berkurang dapat memperlambat onset dari efek obat. Akibat dari perfusi ginjal yang
berkurang, terjadi penurunan ekskresi ginjal, yang dapat mengarah ke peningkatan kadar obat
plasma dalam batas maksimum dan perpanjangan dari durasi obat itu sendiri. Dengan
demikian, pengurangan dosis diperlukan pada kasus dengan gangguan fungsi ginjal
(creatinine clearance 30 ml/menit). Fosinopril, spirapril, trandolapril dan zofenopril
diekskresikan melalui urin dan empedu, sehingga clearance mereka tidak signifikan
dipengaruhi oleh gangguan ginjal (Tabel 2). 18

(Sumber : The pharmacological basis of therapeutics, 2001)

C. Mekanisme kerja
ACEI memblok secara kompetitif konversi angiotensin I menjadi angiotensin-II
sehingga mengurangi sirkulasi dari angiotensin-II. ACEI juga mengurangi sekresi aldosteron
dan vasopressin dan juga mengurangi aktivitas saraf simpatik serta efek tropik dari
angiotensin-II. Namun, ACEI tidak menghambat aksi dari angiotensin-II mediasi melalui
aktivasi dari reseptor AT1 dan AT2 dan ACEI tidak langsung berhubungan dengan komponen
lain dari sistem renin-angiotensin. Selain itu, ACEI juga dapat menghambat kininase II dan
meningkatkan kadar bradikinin, yang pada akhirnya merangsang reseptor B2 menyebabkan
Page 9

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


pelepasan nitrat oksida (NO) dan prostaglandin vasoaktif (prostasiklin dan prostaglandin E2).
17

Karena mekanisme kerja dari ACE-I adalah sama maka mereka mempunyai efek yang
dikaitkan dengan kelas secara keseluruhan. Namun demikian, ada perbedaan penting dalam
afinitas pengikatan dengan ACE jaringan dan sifat farmakokinetik obat individu tiap individu,
yang dapat mengakibatkan perbedaan yang dapat ditandai dalam konsentrasi jaringan dan
dalam efek klinis yang diferensial. Namun, relevansi klinis dari perbedaan tersebut belum
pernah ditunjukkan. Bahkan, semua ACE-I yang tersedia saat ini dapat dianggap mempunyai
efektifitas yang sama untuk menurunkan tekanan darah. Oleh karena itu, pilihan dan dosis
ACEI harus didasarkan pada hasil uji klinis di mana manfaatnya telah dibuktikan. 17

D. Efek-efek ACEI
1. Efek hemodinamik
ACEI menurunkan resistensi pembuluh darah perifer keseluruhan dan membuat
natriuresis tapi menyebabkan sedikit perubahan dalam detak jantung. Penghambatan
ACE secara lokal dan penghambat terbentuknya angiotensin-II pada organ target
tertentu, seperti dinding pembuluh darah, terlibat dalam respon ini. 18
Pada pasien normotensif dan hipertensi tanpa gagal jantung kongestif, ACEI
memiliki sedikit efek pada curah jantung atau tekanan kapiler perifer.

Terdapat

perbedaan dengan vasodilator lain, tidak ada refleks takikardia yang diamati, mungkin
karena efek pada sensitivitas baroreseptor, stimulasi vagal dan atau pengurangan
rangsang pada aktivitas saraf simpatik. Tidak terdapat perubahan denyut jantung selama
latihan atau akibat dari perubahan postur tubuh. ACEI dapat mengurangi hipertrofi
jantung pada pasien hipertensi19 dan mengurangi disfungsi endotel pada pasien
normotensi dengan penyakit arteri koroner, hipertensi, non-insulin-dependent diabetes
mellitus dan gagal jantung20. Perbaikan dalam fungsi endotel berhubungan dengan
vasokonstriksi dan peningkatan produksi bradikinin dari endothelium. 21,22
Pada pasien dengan gagal jantung kongestif ACE-I menginduksi vasodilatasi dari
arteri dan vena. Vasodilatasi dari vena meningkatkan kapasitansi vena perifer,
mengurangi tekanan atrium kanan, tekanan arteri paru, tekanan kapiler dan pengisian
volume ventrikel kiri, dan juga menghasilkan penyembuhan yang cepat pada paru
Page 10

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


kongesti. Efek vasodilator pada arteri mengurangi resistensi pembuluh darah perifer dan
meningkatkan output dari jantung. 17
2. Efek neurohormonal
Pengobatan jangka pendek dengan ACE-I disertai dengan penurunan angiotensin
II, aldosteron dan peningkatan pelepasan renin dan angiotensin I. Sejak angiotensin-II
meningkatkan aliran simpatik perifer-pusat dan merangsang pelepasan katekolamin dari
medula adrenal, ACEI juga mengurangi kadar epinefrin, norepinefrin dan vasopresin
dalam plasma. Selain itu, peningkatan kadar angiotensin I dapat mengakibatkan
peningkatan produksi bradikinin dan juga dalam sintesis angiotensin-II melalui jalur nonACE yang dimediasi, (yaitu, chymase) menghasilkan hasil akhir efek vasodilator. Selama
penghambatan ACE yang berlangsung kronis, tingkat angiotensin II dan aldosteron
cenderung untuk kembali ke nilai pretreatment karena adanya aktivasi jalur alternatif
(aldosteron "escape" phenomenon) 23. Sekresi aldosteron dipertahankan oleh rangsangan
steroidogenik

lain,

seperti

hiperkalemia,

hypermagnesemia

dan

hormon

adrenokortikotropik. Di sisi lain, ACE-I meningkat kinins, prostasiklin dan tingkat dari
NO, yang mungkin ini menjelaskan efek vasodilator, efek antitrombotik dan
antiproliferatif. 17
3. Efek anti proliferatif
ACE-I juga menunjukkan efek antiproliferatif (pengurangan hipertrofi dari vaskular
dan jantung dan proliferasi dari matriks ekstraseluler) dan juga mengurangi remodeling
ventrikel setelah infark miokard.

24,25

ACE-I juga dapat mengurangi remodeling dari

ventrikel dengan mengurangi preload/afterload dari ventrikel, mencegah efek proliferasi


dan aktivitas saraf simpatik dengan menghambat aldosteron yang menginduksi hipertrofi
jantung, perivaskular dan fibrosis interstitial. Pada hipertrofi jantung, ACE-I mengurangi
hipertrofi jantung dan meningkatkan fungsi diastolik. ACE-I juga mencegah apoptosis
pada miosit jantung. 17
4. Efek pada renal
ACEI menurunkan resistensi vaskular ginjal dan meningkatkan aliran darah
ginjal dan peningkatan ekskresi Na dan air. Namun demikian, laju filtrasi glomerulus
(GFR) tetap tidak berubah atau sedikit menurun, dengan demikian,tidak terjadi
penurunan fraksi filtrasi. Hal ini disebabkan karena efek dilatasi postglomerular
efferent relatif lebih besar dibanding arteriol afferent, ini mengarah ke penurunan
Page 11

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan GFR.26 Natriuresis terjadi karena
peningkatan hemodinamik ginjal, penurunan pelepasan aldosteron dan bradikinin
yang memberi efek langsung pada tubular dan penghambatan langsung dari
angiotensin-II. ACEI mencegah perkembangan mikroalbuminuria pada proteinuria,
memperlambat perkembangan insufisiensi ginjal pada pasien dengan berbagai nondiabetes nephropathies dan dapat mencegah atau menunda perkembangan nefropati
pada pasien dengan diabetes mellitus insulin dependent. 17
5. Efek-efek lain
Sistem renin-angiotensin memainkan peran penting dalam patogenesis dan
perkembangan aterosklerosis. Dalam pecobaan mengunakan hewan, ACEI dapat
menghambat perkembangan aterosklerosis.27,28 Efek antiatherogenik ini terkait
dengan penghambatan angiotensin-II, potensiasi bradikinin dan peningkatan
pelepasan NO, yang mengakibatkan penurunan migrasi dan proliferasi sel otot polos
vaskular, penurunan akumulasi dan aktivasi sel-sel inflamasi, penurunan stres
oksidatif dan meningkatkan fungsi endotel. 17
Pada penilitian dan studi metaanalisis The Survival And Ventricular
Enlargement (SAVE) dan Studies Of Left Ventricular Dysfunction (SOLVD), dengan
ACEI menurunkan resiko 20-25% angina tidak stabil dan infark miokard berulang
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri atau kongestif gagal jantung. Studi HOPE
(Heart Outcomes Prevention Evaluation) menunjukkan bahwa rammipril menurunkan
mobiditas dan mortalitas pada pasien dengan resiko aterotrombotik cardiovaskular.
Pada studi pasien yang di terapi dengan ramipril dan vitamin E menunjukkan
penurunan progresifitas aterosklerosis carotis pada pasien dengan vaskular disease
atau diabetes. 17

E. Efek Samping
Pada kebanyakan pasien ACE-I ditoleransi dengan baik, Namun, beberapa efek
samping dapat terjadi.
Hipotensi. Dapat terjadi terutama pada dosis pertama, dan juga terutama pada pasien
dengan aktivitas renin plasma yang tinggi (pasien dengan cangestif heart failure).17
Batuk kering muncul dalam 5% sampai 10% dari pasien dan tidak selalu mudah untuk
membedakan yang dihasilkan dari kongesti paru atau penyakit penyerta, misalnya, penyakit
pernapasan. Etiologinya tidak diketahui, tetapi mungkin berhubungan dengan peningkatan
Page 12

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


kadar bradikinin dan atau zat P di paru-paru. Batuk tidak tergantung dosis, lebih sering pada
wanita dan pada populasi Asia, biasanya berkembang antara 1 minggu dan beberapa bulan
pengobatan dan kadang-kadang memerlukan penghentian pengobatan. Setelah terapi
berhenti, batuk biasanya menghilang dalam waktu 3-5 hari. 17
Hiperkalemia karena penurunan sekresi aldosteron jarang ditemukan pada pasien
dengan fungsi ginjal normal tetapi dapat terjadi pada mereka dengan gagal jantung kongestif
dan pada orang tua. Hiperkalemia lebih sering pada pasien dengan gangguan ginjal, diabetes
dan yang mendapat heparin atau non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs). 29,30
Gagal ginjal akut. ACEI dapat meningkatkan kadar urea nitrogen darah dan tingkat
kreatinin. Pada kebanyakan pasien kadar kreatinin dapat tetap stabil atau dapat menurun
selama pengobatan. Gagal ginjal akut lebih sering pada pasien dengan pengurangan volume
karena dosis tinggi diuretik, hiponatremia, stenosis arteri ginjal bilateral, stenosis arteri ginjal
dominan atau ginjal tunggal dan penerima transplantasi ginjal. Ada

keadaan dimana

meningkatnya pelepasan renin yang menyebabkan peningkatan kadar angiotensin II yang


menghasilkan penyempitan arteriolar eferen selektif dan membantu untuk mempertahankan
laju filtrasi glomerulus. ACEI mengurangi tingkat angiotensin II, vasodilatasi arteriol eferen
menghasilkan dan mengurangi filtrasi glomerulus, yang menyebabkan peningkatan kadar
kreatinin. Pada Pasien lanjut usia dengan gagal jantung kongestif sangat rentan terhadap
gagal ginjal akut yang diinduksi ACEI. Namun, dalam hampir semua pasien pemulihan
fungsi ginjal terjadi setelah penghentian dari ACE-I. 31
Proteinuria. ACEI dapat menghasilkan proteinuria. Namun, proteinuria bukan
merupakan kontraindikasi untuk ACEI, karena ACEI juga memberi efek nephroprotektif pada
penyakit ginjal berhubungan dengan proteinuria (yaitu, diabetes nefropati). 17
Angioedema adalah jarang terjadi, tetapi berpotensi mengancam jiwa. Gejala bermula
dari gangguan pencernaan ringan (mual, muntah, diare, kolik) dapat terjadi dispnea berat
akibat edema laring dan kematian. Hal ini lebih sering dalam bulan pertama terapi, dan
biasanya pada orang berkulit hitam. Menghilang dalam beberapa jam setelah penghentian
ACE-I. Mekanisme ini muncul melibatkan akumulasi bradikinin dan metabolit yang desarginin-bradikinin dan penghambatan complement-1 esterase inactivator. 17

Page 13

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


Efek teratogenik. Bila diberikan selama trimester kedua atau ketiga kehamilan, ACEI
dapat menyebabkan kelainan janin (yaitu, oligohidramnion, hipoplasia paru, retardasi
pertumbuhan janin, anuria disgenesis ginjal neonatal dan kematian neonatal). 17

F. Kontraindikasi
Sejarah angioneurotic edema, alergi dan stenosis arteri renalis bilateral merupakan
kontraindikasi mutlak untuk inisiasi pengobatan dari ACEI. Meskipun ACEI tidak
dikontraindikasikan pada wanita usia reproduksi, mereka harus dihentikan sesegera jika
didiagnosa hamil. Tekanan darah rendah (tekanan darah sistolik <90 mmHg) selama ACEI
pengobatan dapat diterima jika pasien asimtomatik. Jika kalium meningkat menjadi > 6,0
atau kreatinin oleh> 50% atau di atas 3 mg / dL (256 mmol / L) pengunaan ACEI harus
dihentikan. insufisiensi ginjal sedang (serum kreatinin 3 mg / dL atau sampai dengan 265
lmol / L), hiperkalemia ringan (66,0 mmol / L) dan relatif rendah tekanan darah (sistolik
tekanan darah serendah 90 mmHg) tidak kontraindikasi ke ACEI pengobatan , tapi terapi
harus dijaga dengan hati-hati dan dipantau fungsi ginjal. Risiko hipotensi dan disfungsi ginjal
meningkat dengan dosis tinggi, pada pasien lanjut usia atau pada pasien dengan gagal jantung
yang parah, yang diobati dengan diuretik dosis tinggi, dengan disfungsi ginjal atau
hiponatremia. 17

G. Interaksi Obat
Antasida dapat mengurangi bioaviabilitas dari ACEI. NSAID dapat mengurangi efek
vasodilator dari ACEI. Diuretik hemat kalium, sumplement kalium dapat menginduksi ACEI
menyebabkan hiperkalemia. Jika kadar urea atau kreatinin meningkat ke tingkat yang
berlebihan, penghentian obat nefrotoksik secara bersamaan (misalnya, NSAIDs, siklosporin)
harus dipertimbangkan. ACEI dapat meningkatkan kadar plasma digoksin dan lithium. Pasien
penguna diuretik mungkin sangat sensitif terhadap efek vasodilator dari ACE-I. 17

Page 14

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

BAB III
Peranan ACE-I pada Gagal Jantung
A. Indikasi Dan Penggunaan ACE-I Dalam Klinik
ACEI diindikasikan pada kondisi kondisi kardiovaskular seperti gagal jantung
kronik, disfungsi ventrikel kiri asimptomatik, infark miokard akut, hipertensi dan pada pasien
dengan resiko tinggi. Dalam penggunaannya perlu diperhatikan fungsi ginjal dan kadar
kalium dalam darah. Pemberian ACEI dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap
Page 15

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


sesuai respon penderita. Perhatian khusus diberikan pada pasien dengan hipotensi dan gagal
jantung. 32

B. Pada Gagal Jantung


ACEI digunakan sebagai terapi lini utama pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
dengan fraksi ejeksi <40-45% dengan atau tanpa gejala gagal jantung, bila tidak ada
kontraindikasi. 32,33

(sumber : Eur J Heart Failure 2001;3:495502)

Penggunaan ACEI dibuktikan dapat menurunkan angka kematian, rehospitalisasi dan


progresivitas gagal jantung baik pada pria maupun wanita, kulit putih maupun kulit hitam,
diabetes maupun nondiabetes, walaupun efek klinisnya lebih kurang pada wanita. 34
Namun tidak semua ACEI digunakan pada pasien gagal jantung dan dosis yang benarbenar sesuai belum diketahui. The Cooperative North Scandinavian Enalapril Survival Study
(CONCENSUS) 54 dan SOLVD55 membuktikan ACEI meningkatkan harapan hidup pasien
gagal jantung kronik pada semua derajat keparahan. Pada percobaan CONSENSUS, 54
pasien dengan NYHA derajat IV dikuti selama 188 hari. Angka kematian selama 6 bulan
secara signifikan berkurang pada kelompok yang diberikan ACEI (Enalapril). Pada SOLVD,
55 pasien dengan NYHA derajat II dan III diikuti selama kurang lebih 3 tahunan. Angka
kematian kumulatif sebanyak 39,7 % pada kelompok placebo dibandingkan dengan 35,2 %
pada kelompok yang mendapat ACEI. 34,35
Pada percobaan dengan skala besar, ACEI terbukti mengurangi hospitaslisasi. Pada
studi yang dilakukan VheFTII, enalapril dibandingkan dengan kombinasi hidralazine dan
isosorbid dinitrat pada pria dengan gagal jantung. Angka kematian setelah 2 tahun secara
signifikan lebih rendah pada enalapril dibandingkan dengan hidralazine-isosorbide dinitrat
(18% vs 25%). Enalapril mengurangi insiden terjadinya kematian mendadak pada pasien
Page 16

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


dengan gagal jantung akut setelah kejadian akut miokard infark. Terdapat bukti yang jelas
ACEI memperpanjang ketahanan pasien, mengurangi progresivitas gagal jantung dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pada studi kontrol placebo, ACEI berhubungan dengan
peningkatan kapasitas kegiatan fisik dan perbaikan gejala. Bagaimanapun, efek klinis tersebut
tidak diteliti pada semua pasien. 37

C. Target Dosis
Studi-studi diatas menggunakan dosis tinggi ACEI dan bervariasi pada satu pasien
dengan yang lainnya. Regimen dosis yang digunakan pada percobaan skala besar seharusnya
juga

dapat digunakan pada praktek klinis. Studi yang lain, ATLAS mengeksplore

perbandingan dosis kecil dengan dosis besar ACEI pada pasien dengan NYHA II-IV.
Hasilnya angka kematian tidak berbeda pada kedua kelompok, namun angka hospitalisasi
lebih rendah pada pasien yang menerima pengobatan dosis tinggi. Untuk alasan ini, dosis
tinggi ACEI dipilih sebagai percobaan klinis yang juga direkomendasikan pada praktek
klinis, walaupun bila dibandingkan dengan dosis sedang hanya terdapat sedikit perbedaan.
Studi NETWORK menguji 63 pasien dengan NHYA derajat II-IV secara acak menerima
enalapril 2,5 mg dua kali sehari, 5 mg dua kali sehari dan 10 mg dua kali sehari. Hasilnya
tidak ditemukan hasil yang terlalu bermakna setelah 24 minggu diobservasi. Angka kematian
dari setiap kelompok yakni 4,2%, 3,3% dan 2,9%.38

Page 17

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

(Sumber : European Society of Cardiology. Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart failure. 2001)

Efisiensi klinis dari ACEI sudah dibandingkan dengan Antagonis Reseptor Blocker
(ARB) pada banyak studi. Hasilnya, angiotensin reseptor bloker tidak lebih superior bila
dibandingkan dengan ACEI. Sebagai contoh, studi ELITE-2 dengan 3152 pasien gagal
jantung kronik menunjukan angka kematian yang sama pada kelompok captopril maupun
losartan. 38
Pada Valsartan in Acute Myocardial Infarction (VALIANT), percobaan ke 67,
sebanyak 15703 pasien dengan infark miokard disertai dengan disfungsi sistolik ventrikel
kiri, gagal jantung atau keduanya secara acak menerima captopril, valsartan atau kombinasi
Page 18

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


dari keduanya. Selama 7 bulan evaluasi, tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan
antara ketiga kelompok berkaitan dengan angka kematian dan prognosa klinik lainnya.
Penambahan

candesartan

pada

penggunaan

ACEI

mengurangi

angka

kejadian

kardiovaskuler, walaupun angka kematian tidak dipengaruhi. Selama tidak ada perbedaan
antara penggunaan ACEI dan ARB, ACEI tetap dijadikan sebagai lini pertama pada pasien
dengan gagal jantung. 39

E. Disfungsi Sistolik Ventrikel Kiri Asimptomatik


Pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri asimptomatik (ejeksi fraksi <40-45%)
harus diberi ACEI bila tidak ada kontraindikasi (Tabel 3). Menariknya pada studi-studi yang
telah ada, enalapril secara signifikan mengurangi insidensi terjadinya diabetes pada pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri, khususnya pada mereka dengan intoleransi kadar glukosa
darah. Dua percobaan skala besar membuktikan pengurangan angka kematian dan
rehospitalisasi pada pasien yang mendapat captopril dan trandolapril. 34,35

F. Disfungsi Diastolik
Terdapat banyak perdebatan mengenai terapi farmakologi pasien dengan gagal
jantung diastolik, terutama karena kurangnya studi. ACEI mungkin meningkatkan relaksasi
dan distensibilitas jantung dan mungkin efektif dalam mengurangi aktivasi neuroendokrin
dan regresi hipertrofi ventrikel kiri selama terapi jangka panjang. Sehingga ACEI tetap
direkomendasikan pada pasien ini. Angiotensin reseptor bloker menjadi pilihan alternative
untuk jenis pasien ini. Masih dibutuhkan beberapa studi untuk menemukan pilihan pilihan
pengobatan yg laen pada disfungsi diastolik. 32,33,34

G. Infark Miokard Akut


ACEI oral baik diberikan pada pasien akut miokard infark dalam 36 jam setelah
serangan, khususnya bila terdapat infark anterior, gangguan fraksi ejeksi atau gagal jantung
ringan-sedang. Pasien dengan gejala gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri asimptomatik
harus diterapi jangka panjang dengan ACEI, tidak terkecuali pada pasien dengan resiko tinggi
atau dengan diabetes. Studi menunjukkan bahwa ACEI mengurangi angka kematian setelah
kejadian miokard infark. Intervensi dini <24-36 jam, melaporkan terdapat penurunan angka
kematian. 40

Page 19

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


Pada percobaan CONSENSUS, 6090 pasien secara acak menerima enalapril atau
placebo dalam 24 jam setelah onset AMI. Terapi diberikan secara intravena diikuti dengan
oral. Angka kematian antara kedua grup pada bulan pertama dan bulan keenam berbeda
secara signifikan. 34
ACEI memegang peranan dalam manajemen awal maupun pada fase penyembuhan
dari infark miokard akut namun hanya pada kelompok dengan resiko tinggi. Dosis awal ACEI
harus dimulai dari dosis rendah kemudian dinaikan bertahap dalam 48 jam dengan
memonitoring tekanan darah dan fungsi ginjal. ACEI dalam penggunaannya berhubungan
dengan persisten hipotensi dan disfungsi ginjal. 32
Insiden fatal atau non fatal kejadian kardiovaskuler juga dikurangi oleh kelompok
captopril, termasuk resiko meningkatnya kejadian gagal jantung, hospitalisasi dan reinfark.
Hal ini diamati pada pasien yang menerima terapi trombolitik, aspirin atau beta bloker.
Dengan ACEI, resiko reinfark dikurangi dari 13,2% menjadi 10% dan resiko hospitalisasi
dari 15,5% menjadi 11,9%.40

(Sumber : Eur Heart J 2003;24:2866, Guidelines for the Management of Patients With Acute Myocardial Infarction American
College of Cardiology; September 1999. Available from:www.acc.org.)

ACEI juga diindikasikan untuk mengobati hipertensi. Tujuan utama pada pengobatan
pasien hipertensi yakni mengontrol nilai tekanan darah, yang dapat dicapai dengan obatobatan yg berbeda yang mengurangi morbiditas kardiovaskular selama terapi jangka panjang,
diantaranya diuretik, beta bloker, ACEI, ARB, CCB. Kontrol tekanan darah mungkin hanya
bisa dicapai dengan kombinasi obat-obatan diatas. 42 Penggunaan antihipertensi konvensional
seperti atenolol, metoprolol, pindolol, hydrochlorotiazide plus amiloride dengan obat-obat
baru seperti enalapril, lisinopril menurunkan tekanan darah dengan perbedaan yang kecil. 42
The Captopril Prevention Project membandingkan efek ACEI dan terapi konvensional
(diuretik, beta bloker) terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada 10985 pasien
hipertensi. Hasilnya captopril dibandingkan terapi konvensional tidak jauh berbeda efisiensi
Page 20

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


nya dalam mencegah morbiditas kardiovaskular (kombinasi infark miokard dan stroke), tapi
insiden terjadinya stroke tinggi pada kelompok captropil.

Disimpulkan juga penurunan

tekanan darah dengan captopril atau atenolol sama efektifnya dalam mengurangi insiden
terjadinya komplikasi diabetes. Pada studi yang lain ditemukan tidak ada hasil yang
bermakna berbeda pada penggunaan ACEI dan beta bloker atau calsium channel bloker.
Namun ACEI tetap sebagai lini pertama pasien hipertensi baik tanpa resiko tinggi atau
dengan gagal jantung.

42

Bukti menunjukkan superioritas ACEI pada pasien dengan gagal

jantung, diabetes dan resiko tinggi penyakit kardiovaskular. 35

(Sumber : The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure.
JAMA 2003;289:256072.)

(Sumber : The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure.
JAMA 2003;289:256072.)

ACEI juga diberikan pada pasien penyakit jantung koroner tanpa adanya gagal
jantung kongestif melalui mekanisme antiaterosklerotik. Penggunaan ACEI

mencegah

kematian mendadak pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung setelah
kejadian infark miokard. Pasien dengan asimptomatik disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung
moderat dan gagal jantung tahap lanjut dengan penggunaan ACEI mengurangi mortalitas.
Penurunan tersebut bervariasi dari 20% sampai 54% dan secara statistik bermakna pada
beberapa studi tentang gagal jantung walaupun kejadian kematian mendadak bukan yang
terutama dari studi ini. 34

(Sumber : A meta-analysis of major clinical trials. J Am Coll Cardiol 2003)

Page 21

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

Kesimpulan
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai
dengan sesak napas baik pada saat beristirahat maupun beraktivitas yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung. Ada beberapa penyebab umum yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung, seperti : penyakit jantung koroner, hipertensi, kardiomiopati, obatobatan (calcium antagonis, anti aritmia, toxin, dsb). Diagnosis gagal jantung harus dilakukan
sesegera mungkin untuk mengetahui penyebab utama dan mencegah perburukan klinis.
Namun, diagnosis awal mungkin sulit dilakukan karena kebanyakan gejala klinis dari gagal
jantung tidak spesifik. Karena itu diperlukan pendekatan sistematik agar dapat meningkatkan
ketepatan diagnosis.
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) secara kompetitif menghambat kerja dari
enzim angiotensin converting. ACEI juga mengurangi sekresi aldosteron dan vasopressin dan

juga mengurangi aktivitas saraf simpatik serta efek tropik dari angiotensin-II. Selain itu,
ACEI juga dapat menghambat kininase II dan meningkatkan kadar bradikinin, yang pada
akhirnya merangsang reseptor B2 menyebabkan pelepasan nitrat oksida (NO) dan
prostaglandin vasoaktif (prostasiklin dan prostaglandin E2).
Efek-efek ACEI antara lain efek hemodinamik, efek neurohormonal, efek anti
proliferatif dan efek pada renal. ACEI menurunkan resistensi pembuluh darah perifer
keseluruhan dan membuat natriuresis tapi menyebabkan sedikit perubahan dalam detak
jantung (efek hemodinamik). Pada pengobatan jangka pendek dengan ACEI terjadi
penurunan angiotensin II, aldosteron dan peningkatan pelepasan renin dan angiotensin I yang
pada akhirnya menghasilkan efek vasodilator (efek neurohormonal). ACEI dapat mengurangi
remodeling ventrikel dengan cara mengurangi preload/afterload ventrikel, mencegah aktivitas
saraf simpatik dengan menghambat aldosteron yang dapat menginduksi hipertrofi jantung dan
fibrosis interstitial (efek antiproliferatif). ACEI menurunkan resistensi vaskular ginjal,
meningkatkan aliran darah ginjal, GFR tetap dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi
penurunan fraksi filtrasi, ini disebabkan karena efek dilatasi postglomerular efferent relatif
lebih besar dibanding arteriol afferent (efek pada renal).

Page 22

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


Efek samping penggunaan ACEI antara lain hipotensi, batuk kering, hiperkalemia ,
gagal ginjal akut, proteinuria, angioedema, efek teratogenik (trimester kedua-ketiga).
Kontraindikasi mutlak pemberian ACEI antara lain riwayat angioneuretik edema, alergi dan
stenosis arteri renalis bilateral. Interaksi obat ACEI antara lain antasida (mengurangi
bioaviabilitas ACEI), NSAID (mengurangi efek vasodilator), suplemen kalium dan diuretik
hemat kalium (dapat menginduksi hiperkalemi).
ACEI digunakan sebagai terapi lini utama pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
dengan fraksi ejeksi <40-45% dengan atau tanpa gejala gagal jantung, bila tidak ada
kontraindikasi. Penggunaan ACEI dibuktikan dapat menurunkan angka kematian,
rehospitalisasi dan progresivitas gagal jantung baik pada pria maupun wanita, kulit putih
maupun kulit hitam, diabetes maupun nondiabetes.
Efisiensi klinis dari ACEI sudah dibandingkan dengan Antagonis Reseptor Blocker
(ARB) pada banyak studi. Hasilnya, angiotensin reseptor bloker tidak lebih superior bila
dibandingkan dengan ACEI. Dosis awal ACEI harus dimulai dari dosis rendah kemudian
dinaikan bertahap dalam 48 jam dengan memonitoring tekanan darah dan fungsi ginjal. ACEI
dalam penggunaannya berhubungan dengan persisten hipotensi dan disfungsi ginjal. ACEI
juga diberikan pada pasien penyakit jantung koroner tanpa adanya gagal jantung kongestif
melalui mekanisme antiaterosklerotik.

Page 23

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung

Daftar Pustaka
1. Lipsky PE. Harrisons Principle of Internal Medicine, 17th edition. McGraw Hill
Companies Inc. 2008. New york.
2. Swedberg K. GuideLines for the diagnosis and treatment of chronic heart faiLure:
executive summary (update 2005): The Task Force for the Diagnosis and Treatment
of Chronic Heart FaiLure of the European Society of CardioLogy. Eur Heart J
2005;26:1115 1140.
3. PooLe-WiLson PA. History, Definition and Classification of Heart Failure. New York:
ChurchiLL Livingstone; 1997. p269 277.
4. Mosterd A, Hoes AW. Clinical epidemiology of heart failure. Heart 2007;93: 1137
1146.
5. Cowie MR, Mosterd A, Wood DA, Deckers JW, Poole-Wilson PA, Sutton GC,
Grobbee DE. The epidemiology of heart failure. Eur Heart J 1997;18:208225.
6. Dickstein, Kenneth et aL. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure 2008. European Heart Journal, 29 hal 2388-2442.
7. McHorney CA, Ware JE Jr., Raczek AE. The MOS 36-Item Short-Form Health
Survey (SF-36): II. Psychometric and clinical tests of validity in measuring physical
and mental health constructs. Med Care 1993;31:247263.
8. Watson RDS. ABC of Heart Failure Clinical Features and Complication. BMJ. 2000;
320 (22) : 236-239
9. Heart Failure Society of America (HFSA) practice guidelines. HFSA guidelines for
management of patients with heart failure caused by left ventricular systolic
dysfunctionpharmacological approaches. J Card Fail 1999;5:357382.
10. AHA medical/scientific statement. 1994 revisions to classification of functional
capacity and objective assessment of patients with diseases of the heart. Circulation
1994;90:644645.
11. Katz AM. Heart Failure: Pathofisiology, molecular biology and clinical management.
Lippincott William and Wilkins.2000.
12. Shamsan F, Michell J. Essentials of the Diagnosis of Heart Failure. Am Fam
Physician. 2000.

Page 24

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


13. Leong KTG, Goh PP. Heart Failure cohort study in Singapore with defined criteria:
Clinical characteristic and prgnostic in an multi-ethnic hospital-based cohort in
Singapore. Singapore Med J. 2007: 48 (5) hal 408-412.
14. Kim J. Prognostic Value of a Novel Classification Scheme For Heart Failure: The
Minnesota Heart Failure Criteria. Am J Epidemiol. 2006, hal 184 193.
15. Green CP, Porter CB, Bresnahan DR, Spertus JA. Development and evaluation of the
Kansas City Cardiomyopathy Questionnaire: a new health status measure for heart
failure. J Am Coll Cardiol 2000;35:12451255.
16. Spiteri MA, Cook DG, Clarke SW. Reliability of eliciting physical signs in
examination of the chest. Lancet 1988;1:873875.
17. Karl S, John M et aL. Expert consensus document on angiotensin converting enzyme
inhibitors in cardiovascular disease. European Heart Journal 2004:25:1454-1470.
18. Jackson EK. Renin and angiotensin. In: Hardman JG, Limbird LE, Editors. The
pharmacological basis of therapeutics. 10th Ed. New York; 2001:pp. 809841.
19. Schmieder RE, Martus P, KLingbeiL A. ReversaL of Left ventricuLar hypertrophy
in essentiaL hypertension: A meta-anaLysis of random- ized doubLe-bLind studies.
JAMA 1996;275:150713.
20. Lonn EM, Yusuf S, Jha P et aL. Emerging roLe of angiotensin- converting
enzyme inhibitors in cardiac and vascuLar protection. Circulation 1994;90:2056
69.
21. Hornig B, Landmesser U, KohLer C et aL. Comparative effect of ace inhibition and
angiotensin II type 1 receptor antagonism on bioavaiL- abiLity of nitric oxide in
patients with coronary artery disease: roLe of superoxide dismutase. Circulation
2001;103:799805.
22. Hornig B, Arakawa N, DrexLer H. Effect of ACE inhibition on endotheLiaL
dysfunction in patients with chronic heart faiLure. Eur Heart J 1998;19(SuppL
G):G4853.
23. Lee AF, MacFadyen RJ, Struthers AD. Neurohormonal reactivation in heart failure
patients on chronic ACE inhibitor therapy: a longitudinal study. Eur J Heart Fail
1999;1:4016.;11:10806.
24. PauL M, Ganten D. The moLecuLar basis of cardiovascuLar hypertro- phy: the
roLe of

the reninangiotensin system. J Cardiovasc Pharmacol 1992;19(SuppL.

5):S518.
25. Schiffrin E, Deng L. Comparison of effects of angiotensin I-converting enzyme
inhibition and b-bLockade for 2 years on function of smaLL arteries from
hypertensive patients. Hypertension 1995;25:699703.
Page 25

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


26. Matsuda H, Hayashi K, Arakawa K. ZonaL heterogeneity in action of angiotensinconverting enzyme

inhibitor on

renaL microcircuLation: roLe of intrarenaL

bradykinin. J Am Soc Nephrol 1999;10:227282.


27. Ruggenenti P, Perna A, Gherardi G et al. Renoprotective properties of ACE-inhibition
in non-diabetic nephropathies and non-nephrotic proteinuria. Lancet 1999;354:359
64.
28. Lewis EJ, Hunsicker LG, Bain RP et al. The effect of angiotensinconverting enzyme
inhibition on diabetic nephropathy. N Engl J Med 1993;329:145662.
29. Pitt B. Potential role of angiotensin converting enzyme inhibitors in the treatment of
atherosclerosis. Eur Heart J 1995;16:4954.
30. Schoelkens BA, Landgraf W. ACE inhibition and atherosclerosis. Can J Physiol
Phatmacol 2002;80:3549.
31. Wynckel A, Ebikili B, Melin J-P et al. Long-term follow-up of acute renal failure
caused by angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Hypertens 1998;11:1080
6.
32. Remme WJ, Swedberg K et al. for the task force for the diagnosis and treatment of
hronic heart failure, European Society of Cardiology. Guidelines for the diagnosis
and treatment of chronic heart failure. 2001.
33. Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1995 Guidelines for the
Evaluation and Management of Heart Failure) ACC/AHA Guidelines for the
Evaluation and Management of Chronic Heart Failure in the Adult 2002. Available
from: http://www.acc.org.
34. Shekelle PG, Rich MW, Morton SC et al. Efficacy of angiotensinconverting enzyme
inhibitors and beta-blockers in the management of left ventricular systolic
dysfunction according to race, gender, and diabetic status. A meta-analysis of major
clinical trials. J Am Coll Cardiol 2003.
35. Flather M, Yusuf S, Kber L, Pfeffer M, Hall A, Murria G et al. for the ACE-Inhibitor
Myocardial Infarction Collaborative Group. Long-term ACE-inhibitor therapy in
patients with heart failure or left-ventricular dysfunction: a systematic overview of
data from individual patients. Lancet 2000;355:1575781.
36. MacMurray J, Cohen-Solal A, Dietz R et al. Practical recommendations for the use
of ACE inhibitors, beta-blockers and spironolactone in heart failure: putting
guidelines into practice. Eur J Heart Failure 2001;3:495502.
37. Cohn JN, Johnson G, Ziesche S et al. A comparison of enalapril with hydralazineisosorbide dinitrate in the treatment of chronic congestive heart failure. N Engl J Med
1991;325:30310.
Page 26

Peranan ACE-I pada Gagal Jantung


38. Packer M, Poole-Wilson PA, MD, Armstrong PW et al., on behalf of the ATLAS study
group. Comparative effects of low and high doses of the angiotensin-converting
enzyme inhibitor, lisinopril, on morbidit and mortality in chronic heart failure.
Circulation 1999;100:23128.
39. Dickstein K, Kjekshus J, and the OPTIMAAL Steering Committee for the
OPTIMAAL Study Group Effects of losartan and captopril on mortality and morbidity
high-risk patients after acute myocardial infarction: the OPTIMAAL randomised trial.
Lancet 2002;360;75260.
40. Van de Werf et al. for the task force of the management of acute myocardial
infarction of the European Society of Cardiology. Management of acute myocardial
infarction in patients presenting with ST segment elevation. Eur Heart J 2003;24:28
66.
41. Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines (Committee on Management of Acute Myocardial
Infarction) ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Acute
Myocardial Infarction AmericanCollege of Cardiology; September 1999. Available
from:www.acc.org.
42. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR et al. The seventh report of the Joint National
Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure.
JAMA 2003;289:256072.

Page 27

Anda mungkin juga menyukai