Anda di halaman 1dari 18

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterlibatan okuler pada gangguan sistemik cukup sering terjadi, seperti
Kekurangan Vitamin A (KVA). KVA merupakan masalah gizi utama pada
masyarakat miskin, terutama di negara-nega ra berpenghasilan rendah.
Penyebab utama KVA adalah diet yang tidak cukup vitamin A yang dapat
menyebabkan tubuh gagal memenuhi kebutuhan fisiologis.1 Salah satu
dampak KVA adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak
usia 6 bulan- 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara
berkembang.2
Manifestasi KVA pada okuler disebut sebagai xeroftalmia (Xeros = kering,
ophthalmia = berkaitan dengan mata). WHO dan USAID Committee
menyebutkan bahwa xeroftalmia mencakup semua manifestasi okuler akibat
KVA, tidak hanya perubahan struktural yang mempengaruhi konjungtiva,
kornea dan retina tetapi juga gangguan biofisikal pada batang retina dan
fungsi kerucut.1,3
Angka kejadian KVA di dunia mencapai 20.000-350.000 setiap kasus baru
penyebab kebutaan setiap tahunnya. Xeroftalmia sering terjadi pada anakanak malnutrisi dan bayi yang terlahir dari ibu dengan KVA, khususnya pada
anak yang mempunyai stressor biological seperti diare dan campak.4,5,6
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian
yang serius. Meskipun hasil survei xeroftalmia (1992) menunjukkan bahwa
berdasarlan kriteria WHO secara klinis KVA di Indonesia sudah tidak menjadi
masalah kesehatan masyarakat (<0.5%). Namun pada survei yang sama
menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA subklinis (serum
retinol <20 ug/dl).2
1.2 Tujuan
1

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Tujuan dari penyusunan paper Persistent hyperplastic primary vitreous ini


adalah:

Menambah pengetahuan pembaca mengenai Xerophthalmia


Memberikan informasi untuk mengetahui gejala-gejala klinis yang dapat
menuntun untuk mencurigai akan kehadiran kelainan ini sehingga penegakan
diagnosis cepat dilakukan dan manajemen terapi segera dilakukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI MATA7

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

1. Bola mata
Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter antero
posterior sekitar 24,2 mm
2. Konjungtiva, membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra dan dengan epitel kornea di limbus.
3. Sklera, adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang
hampir seluruhnya terdiri dari kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih
serta berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus
optikus di posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah
lapisan tipis jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak
pembuluh darah yang mendarahi sklera.
4. Kornea, jaringan transparan yang disisipkan ke dalam sklera pada limbus
denga tebal 500 m dipusatnya, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan
vertikalnya 10,6 mm. Kornea memiliki 5 lapisan yang berbeda, yaitu lapisan
epitel, lapisan Bowman, stoma, membran decement, dan lapisan endotel.
5. Traktur uveitis, terdiri dari iris, corpus ciliare, koroid. Merupakan lapisan
vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
6. Lensa, suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

7. Aqueous Humor, diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer munuju sudut bilik mata depan.
8. Sudut Bilik Mata Depan, terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis scwalbe, anyaman
trabekula, dan taji sklera.
9. Retina, melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri
dari 10 lapisan yaitu, limitans interna, lapisan saraf, lapisan ganglion, lapisan
flesiform dalam, lapisan inti dalam, lapisan fleksiform luar, lapisan inti luar,
lapisan limitan eksterna, lapisan fotoreseptor, lapisan epitel pigmen.
10. Viteous, suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk du
pertiga volume dan berat mata. Mengandung 99% air, 1% kolagen dan asam
hialuronat.
2.2 XEROFTALMIA
2.2.1 Definisi
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan
gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia
(bahasa Latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput
lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.2,5
WHO dan USAID Committee menyebutkan bahwa xeroftalmia
mencakup semua manifestasi okuler akibat KVA, tidak hanya perubahan
struktural yang mempengaruhi konjungtiva, kornea dan retina tetapi juga
gangguan biofisikal pada batang retina dan fungsi kerucut.3
2.2.2 Epidemiologi
Kekurangan vitamin A mengakibatkan angka morbiditas dan
mortalitas mencapai 75% penyebab kebutaan pada anak dalam beberapa
bulan terakhir. Hal ini disebabkan karena menurunnya respon imun dan
terjadinya

metaplasia

skuamus

pada

permukaan

epitel

sehingga

menimbulkan infeksi paru.8


4

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Angka kejadian KVA di dunia mencapai 20.000-350.000 setiap kasus


baru penyebab kebutaan setiap tahunnya. Xeroftalmia sering terjadi pada
anak-anak malnutrisi dan bayi yang terlahir dari ibu dengan KVA, khususnya
pada anak yang mempunyai stressor biological seperti diare dan campak.4,5,6
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan
perhatian

yang

serius.

Meskipun

hasil

survei

xeroftalmia

(1992)

menunjukkan bahwa berdasarlan kriteria WHO secara klinis KVA di


Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (<0.5%).
Namun pada survei yang sama menunjukkan bahwa 50% balita masih
menderita KVA subklinis (serum retinol <20 ug/dl).2
2.2.3 Etiologi
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau
dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh:1-6
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif.
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang
Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein)
dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang banyak ditemukan pada


minyak ikan dan hati sapi. Prekursor (karoten) ditemukan pada tumbuhan,
sayuran, pangan nabati yang akan disimpan di dalam hati.8,9
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang.
Di dalam mata retinol, bentuk vitamin A yang didapat dari darah, dioksidasi
menjadi retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk
pigmen visual merah ungu atau rodopsin. Rodopsin ada di dalam sel batang
retina. Bila cahaya mengenai retina, pigmen visual merah ungu ini berubah
menjadi kuning dan retinal dipisahkan dari opsin. Pada saat itu, terjadi
rangsangan elektrokimia yang merambat sepanjang saraf mata ke otak yang
menyebabkan terjadinya suatu bayangan visual. Selama proses ini, sebagian
dari vitamin A dipisahkan dari protein dan diubah menjadi retinol. Sebagian
besar retinol ini diubah kembali menjadi retinal, yang kemudian mengikat
opsin lagi untuk membentuk rodopsin. Sebagian kecil retinol hilang selama
proses ini dan harus diganti oleh darah. Jumlah retinol yang tersedia didalam
darah menentukan kecepatan pembentukan kembali rodopsin yang kemudian
bertindak kembali sebagai bahan reseptor didalam retina. Penglihatan
dengan cahaya samar-samar/buram baru bisa terjadi bila seluruh siklus ini
selesai.8,9
2.2.4 Diagnosa
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila
anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya. 2
1. Gejala : Rabun senja (nyctalopia) dan iritasi okuler yang disebabkan oleh
kekeringan
2. Konjungtiva
Xerosis ditandai oleh keringnya konjungtiva pada zona
interpalpebra akibat berkurangnya sel goblet, metaplasia skuamus
dan keratinisasi
6

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Bitot spot merupakan bercak berbusa berwana silver-keabuan


dengan epitel keratin pada zona interpalpebra yang disebabkan
oleh infeksi

Corynebacterium

xerosis.

Biasanya

bilateral

berlokasi dekat limbus temporal, yang berukuran besar akan


membentuk segitiga atau elips.
3. Kornea
Kilau berkurang
Erosi bilateral pada kornea
Kornea melunak (keratomalasia) dan dapat terjadi perforasi
kornea.
4. Retinopati, ditandai oleh timbulnya bintik kekuningan.
Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO:2,3,5
XN

Night blindness

XIA

Conjunctival xerosis

XIB
X2

Bitots spots
Corneal xerosis

X3A

Corneal

X3B

than one-third corneal surface


Corneal ulceration/keratomalacia affecting more

XS

than one-third corneal surface


Corneal scar due to xerophthalmia

XF

Xerophthalmic fundus

ulceration/keratomalacia affecting less

1. XN = Buta senja

Tanda-tanda:
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
7

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang

yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang


Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat
melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta

senja.
Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/

menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat.


Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak
tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam
memojok bila di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak
dapat melihat benda atau makanan di depannya.

2. X1A = Xerosis konjungtiva

Xerosis konjungtiva menunjukkan suatu awal metaplasia keratinisasi pada


epitel dengan hilangnya sel-sel goblet penghasil mukus. Lesi tidak
mempengaruhi tajam penglihatan.
Tanda-tanda:
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat
sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan

kasar dan kusam.


Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah
warna kecoklatan.

3. X1B = Bitots spot

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Xerosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan bercak Bitot (XIB),


yang tersusun dari kumpulan deskuamasi keratin epitel. Bercak Bitot
dapat beupa gelembung atau seperti busa sabun, hampir selalu di lateral
dan daerah temporal. Lesi di daerah nasal menunjukkan defisiensi yang
lebih lanjut.
Tanda-tanda:
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah

mata sisi luar.


Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga
dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A

dalam masyarakat.
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik.

4. X2 = Xerosis kornea

Xerosis kornea (X2) merupakan keadaan darurat medis, tampak


bilateral, granular, berkebut dan tidak bercahaya, pada pemeriksaan
dengan senter gambarnya seperti kulit jeruk. Edema stroma merupakan
9

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

keadaan yang sering ditemukan pada xerosis kornea. Penebalan plak


keratinisasi dapat ditemukan pada permukaan kornea, biasanya di daerah
interpalpebra.
Tanda-tanda:
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita,
penyakit infeksi dan sistemik lain)
5. X3A dan X3B = Keratomalasia dan ulkus kornea

X3A

X3B

Ulkus kornea , gambarannya kecil, oval, defek bergaung, sering pada


daerah inferior, perifer permukaan kornea disertai injeksi konjungtiva,
kadang ada hipopion. Ulkus dapat dangkal atau dalam menyebabkan
perforasi.
Keratomalasia (perlunakan kornea) mencakup seluruh permukaan
kornea, lesi berwarna kuning keabuan. Biasanya satu mata lebih berat dari
yang lainnya.
Tanda-tanda:
Defek pada stroma terjadi karena nekrosis. Ulkus kecil (1-3mm)
terjadi di pinggir berbentuk bundar dengan batas yang tegas. Ulkus
yang lebih besar akan meluas ke tengah dan melibatkan seluruh

kornea.
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan

kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3
permukaan kornea.
10

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Keadaan umum penderita sangat buruk.


Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi
dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang

dapat menyebabkan kebutaan.


Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan
keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap
awal xeroftalmia.

6. XS = Xeroftalmia scar
Xeroftalmia scar adalah konsekuensi kebutaan yang disebabkan oleh
perbaikan ulkus dan keratomalasia. Kornea tampak menjadi putih atau
bola mata mengecil. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat
disembukhan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

Tanda-tanda:
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak
mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan

bekas berupa sikatrik atau jaringan parut.


Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan
walaupun dengan operasi cangkok kornea.

7. XF = Xeroftalmia fundus

11

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Xeroftalmia fundus terjadi gangguan fungsi sel batang karena rusaknya


struktur retina. Bila ditemukan xeroftalmia fundus, ,aka terjadi kebutaan
yang tidak dapat disembuhkan. Ditandai dengan seed-like, menonjol, lesi
keputihan tersebar merata pada tingkat optic disk.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnose
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas
KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut
risiko tinggi untuk menderita KVA. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti
anak tersebut menderita KVA sub klinis.2
Kadar plasma retinol (vitamin A alcohol) merupakan indikator dalam
membantu menilai status vitamin A, digunakan untuk menilai dosis respon
relative, di mana dosis rendah vitamin A yang diberikan dan tingkat retinol
plasma diukur sebelum dan 5 jam setelah pemberian. Bila ada difesiensi,
maka kadar retinol tidak meningkat. Pemeriksaan sitologi konjungtiva akan
menunjukkan hilangnya sel goblet dan terjadinya keratinisasi sel epitel. 7
Tes adaptasi gelap, jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya
diremangkan tiba-tiba di dalam ruangan maka kemungkinan mengalami buta
senja. Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang
yang berada di dalam ruang gelap tersebut dijadikan patokan berdasarkan
kondisi seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat
12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

melihat huruf berukuran tinggi 10 cm dan tebal 1,5 cm dengan tinta hitam
pada kertas putih.
Pemeriksaan fluorescein, akan didapati positif daerah-daerah eosi dan
terluka pada epitel kornea.
2.2.6 Pengobatan 2,3,7
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat
yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi
X3. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan
cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan)
pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone
cornea).
1. Terapi Vitamin A
Pemberian Vitamin A berlaku untuk semua tahap aktif xeroftalmia.
Pemberian oral adalah metode yang direkomendasikan. Namun pada
kasus muntah berulang dan diare berat, dapat melalui injeksi
intramuskular.
Jadwal pemberian vitamin A berdasarkan WHO:
a. Semua pasien diatas usia 1 tahun (kecuali wanita usia reproduktif):
200.000 IU vitamin A oral atau 10.000 IU/IM harus diberikan segera
b.

dan diulangi keesokan harinya dan 4 minggu kemudian.


Anak dibawag usia 1 tahun dan anak-anak dengan BB < 8 kg harus

c.

diobati setengah dosis usia >1 tahun.


Wanita usia reproduktif, hamil atau tidak: XN, X1A, X1B harus
diobati dengan dosis harian 10.000 IU vitamin A oral selama 2
minggu. Untuk X2 pemberian sama dengan usia > 1 tahun.

Tabel 2.1 Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A pada anak penderita
Xeroftalmia

13

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

2. Terapi lokal
Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada
infeksi yang menyertainya obat tetes/salep mata antibiotik tanpa
kortikosteroid (Tetrasiklin 1%, Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin
0.3%) diberikan pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1
tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari.
Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala
pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa
selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda.
Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan
gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan
pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci
tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder.
Untuk xerosis konjungtiva artifisial tears (0,7% hidroksipropil
metilselulosa atau 0,3% hypromellose) diberikan setiap 3-4 jam.
3. Terapi Gizi Medis
a.

Energi

14

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi


sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk,
diberikan bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi,
yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.
b.

Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan
Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan
bertahap yaitu : 1 - 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari
dan 3 - 4gram/ kg BB / hari.

c.

Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal.
Pemberian minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang
(MCT=Medium Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa
sawit yang berwarna merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.

d.

Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A
yaitu ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau
(bayam, daun singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna
merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh
kuning, ubi jalar kuning, Jagung kuning.

4. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A

15

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

2.2.7 Pencegahan3
Tiga strategi utama dalam pencegahan dan pengendalian KVA:
1. Pendekatan jangka pendek
- Umur 6-12 bulan atau anak dengan BB < 8kg, diberikan 100.000
IU/oral setiap 3-6 bulan
- Umur 1-6 tahun, diberikan 200.000 IU/oral setiap 6 bulan
- Ibu menyusui, diberikan 20.000 IU/oral sekali pada saat persalinan
atau setelah 2 bulan. Hal ini akan meningkatkan konsentrasi vitamin A
dalam ASI.
- Umur < 6 bulan dan tidak menyusui, diberikan 50.000 IU/oral dan
harus diberikan sebelum berumur 6 bulan
2.

Pendekatan jangka menengah


Fortifikasi nakanan dengan vitamin A seperti penambahan pada susu
dan mentega.

3.

Pendekatan jangka panjang


Meningkatkan pemberian makanan yang banyak mengandung vitamin
A

BAB III
KESIMPULAN
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan
gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa
Latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. 2,5
16

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau


dari konsumsi sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh: Konsumsi
makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A, Bayi tidak diberikan ASI
Eksklusif, menu tidak seimbang, adanya gangguan penyerapan vitamin A atau provitamin A, adanya kerusakan hati.1-6
Tanda dan gejala klinis KVA pada mata dibagi menurut klasifikasi
WHO. XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3. X3A
dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup
luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).2,3,5

DAFTAR PUSTAKA
1.

World Health Organization. 2009. Global Prevalence of Vitamin A

2.

Deficiency in Populations at Risk 1995-2005.


Indonesia Sehat 2010. Deteksi Dini Xeroftalmia. Jakarta: Departemen

3.
4.

Kesehatan Republik Indonesia; 2002.


Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology 4th; 433-436.
American Academy of Ophthalmology. 2011. External Disease and Cornea.
BCSC; 77-79.

17

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

5.
6.
7.
8.
9.

NAMA : Rizka Farahin Assania


NIM : 080100183

Kanski, JJ. 2007. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach 6 th;


285-286.
Schlote T, et al. 2006. Pocket Atlas of Ophthalmology; 236.
Vaughan and Asbury. 2004. General Ophthalmology 6th; 1-15.
Crick and Khaw. 2003. A Textbook of Clinical Ophthalmology; 352-354.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi; 153-156.

18

Anda mungkin juga menyukai