TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tumbuhan Lantana camara L.
1. Taksonomi Tumbuhan Lantana camara L.
Lantana camara L. tumbuh sebagai tanaman liar, tersebar di daerah tropis
hampir seluruh benua. Ditemukan pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar
matahari atau agak ternanung. Tumbuhan yang berasal dari Amerika ini dapat
ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m di atas permukaan
laut dan banyak dipakai sebagai tanaman pagar. Perdu tegak atau agak memanjat
dengan tinggi 0,5 - 4 m, daun tunggal, batang berkayu, bercabang banyak, ranting
berbentuk segi empat, berduri dan berambut (Wardiyono, 2010).
Tumbuhan Lantana camara L. dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Dalimartha, 2003):
Kingdom
Divisio
Sub Divisio
Sub Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Plantae
: Spermatophyta
: Eudicots
: Asterids
: Lamiales
: Verbenaceae
: Lantana
: Lantana camara Linn
telah
digunakan
secara
tradisional
untuk
mengobati
CH3
H
C
CH3
COOH
CH3
CH3
C
CH3
COOH
[1]
[2]
O
O
CH3
CH
CH 2
CH3
COOH
COOH
CH 3
CH 3
[3]
[4]
COOH
O
HO
O
COOH
CH3
C
CH3
O
HO
[5]
[6]
Senyawa metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun,
aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya. Senyawa metabolit sekunder dapat
digolongkan ke dalam beberapa golongan senyawa bahan alam seperti terpenoid,
steroid, flavonoid, dan alkaloid (Lenny, 2006a).
1. Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai
bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut
sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal
dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom
hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan
perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan
terpenoid (Lenny, 2006a).
Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, istilah ini
digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa
tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Sebagian besar senyawa terpenoid
mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 yang
disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan demikian karena kerangka
karbonnya sama seperti senyawa isopren (Lenny, 2006b).
10
memperlihatkan
keteraturan.
Dari
segi
struktur,
CH3
OH
H3C
H3C
H3C
CH3H3C
CH3
H3C
[7]
CHCH2CH2OH
[8]
[9]
H
CH3
CH3
OH
CH3
CH3
H3C
O
CH3
CH3
CH3
OH
11
[10]
CH3
[11]
CH3
H3C
CH3
H3C
CH3
CH3
H3C
H3C
H3C
[12]
b. Identifikasi Terpenoid
Anggota yang rendah dari golongan terpenoid (senyawa C 10 dan C15) sering
dapat diperoleh dengan cara distilasi uap dari tanaman yang segar atau kering,
sedangkan anggota yang lebih tinggi (C 20 atau lebih) biasanya diisolasi dengan
cara ekstraksi dengan pelarut kemudian dipisahkan dan dimurnikan dengan cara
kristalisasi, distilasi, dan kromatografi (Matsjeh, 1996).
Identifikasi adanya terpenoid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan
dengan menggunakan pereaksi Liebermenn-Buchard. Terpenoid memberikan
reaksi positif (range warna dari merah hingga ungu) ketika dipanaskan dengan
asam asetat anhidrat dan diteteskan dengan sedikit asam sulfat (Robinson, 1995).
2. Alkaloid
Sejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah
menggunakan obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman,
kedokteran, teh, tapal, dan racun (Lenny, 2006b). Alkaloid berasa pahit, biasanya
12
banyak dipakai sebagai bahan obat dan juga sebagai zat penolak ataupun penarik
serangga (Sukorini, 2006).
Alkaloid merupakan komponen senyawa metabolit sekunder yang terbesar
dalam tumbuhan dan pada umumnya bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen yang biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem
siklik (Harborne, 1987). Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang
mengandung atom nitrogen. Alkaloid juga merupakan golongan zat metabolit
sekunder yang terbesar, yang pada saat ini telah diketahui ada sekitar 5500 buah.
Alkaloid pada umumnya mempunyai keaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga
oleh manusia alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan (Taofik, 2010).
8
10
14
11
19
15
13
12
16
18
6
5
H
17
N
H
1
4
3
20
21
13
dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloid pirolidin [13], alkaloid piperidin
[14], alkaloid isokuinolin [15], alkaloid kuinolin [16], dan alkaloid indol [17].
NH
N
N
H
[13]
[14]
N
H
[15]
[16]
[17]
NH
CH3
N
N
CH3
CH3 N
O
NMe
N
N
H
[18]
[19]
NHCOCH3
CH3O
[20]
[21]
NH
CH3O
CH3O
O
OMe
NMe
OCOCHPh
CH2OH
14
[22]
[23]
[24]
b. Identifikasi Alkaloid
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan/kristal dengan titik
lebur yang tinggi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf seperti nikotin dan
koniina yang berwujud cair pada suhu kamar. Pada umumnya, basa bebas alkaloid
larut dalam pelarut organik, namun beberapa jenis dari golongan pseudoalkaloid
dan protoalkaloid larut dalam air. Juga garam alkaloid dan alkaloid kuarterner
sangat larut dalam air (Matsjeh,1996).
Identifikasi adanya alkaloid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan menggunakan berbagai pereaksi seperti pereaksi
Mayer, Dragendorff, Wagner, asam silikotungstat 5%, asam tanat 5%, dan larutan
asam pikrat jenuh. Pereaksi Mayer paling banyak digunakan untuk mendeteksi
alkaloid karena pereaksi ini memberikan endapan putih hampir pada semua
senyawa golongan alkaloid. Pereaksi Mayer dapat dibuat dengan cara melarutkan
1,36 gram HgCl2 dalam 60 mL air suling pada bagian lain melarutkan pula 5 gram
KI dalam 10 mL air suling. Dicampur dan diencerkan dengan air suling sampai
100 mL (Robinson, 1995).
3. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang
potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawasenyawa ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga, dan buah. Flavonoid
adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-
15
senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna
kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Waji dan Sugrani, 2009).
C
B
1
A
1
[25]
b. Identifikasi
Flavonoid
[26]
A
1
2
B
[27]
16
cuplikan. Apabila positif flavonoid, pereaksi ini menimbulkan warna hijau, biru
atau hitam kuat (Harborne, 1987).
4. Steroid
Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar karbon yang
spesifik yaitu kerangka 1,2-siklopentanoperhidrofenantren (Achmad, 1986).
Steroid juga dapat diartikan sebagai hidrokarbon jenuh dengan 17 atom karbon
dalam sistem cincin dimana tiga cincin beranggota enam atom karbon dan satu
cincin beranggota lima atom karbon (Harborne, 1987). Kerangka dasar dari
steroid ini sekaligus merupakan ciri-ciri khusus yang membedakan steroid dengan
senyawa organik bahan alam lainnya.
12
R 2 R1
17
11
13
R3
D 16
C
1
9
Gambar 2.5. Kerangka Dasar Senyawa Steroid
2
a. Klasifikasi Steroid
3
4
10
5
14
15
HO
HO
OH
COOH
17
[28]
[29]
OH
O
OH
CH2OH
[30]
[31]
O
O
O
O
OH
OH
HO
[32]
[33]
H
CH3
18
b. Identifikasi Steroid
Identifikasi senyawa steroid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan
menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard. Apabila positif steroid, pereaksi ini
akan menimbulkan warna biru hingga hijau (Robinson, 1995).
C. Isolasi Senyawa Bahan Alam
Isolasi senyawa bahan alam adalah proses pemisahan komponenkomponen kimia yang terdapat dalam suatu bahan alam. Pemisahan ini didasarkan
pada adsorpsi dan partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Salah
satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu dengan pemilihan pelarut
organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan
lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa nonpolar lebih
mudah larut dalam pelarut nonpolar (Harborne, 1987). Isolasi senyawa bahan
alam terdiri dari ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan identifikasi.
1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cara
ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis
senyawa yang diisolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya bahan-bahan
dikeringkan lebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu
(Harborne, 1987).
Secara umum, ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian
tumbuhan seperti bunga, buah, kulit batang, dan akar menggunakan sistem
maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
19
pada suhu ruangan. Proses ini menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendamannya.
Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi
dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pada pelarut tersebut.
Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling umum digunakan
dalam proses isolasi senyawa bahan alam karena sifatnya yang dapat melarutkan
seluruh golongan metabolit sekunder (Lenny, 2006c).
2. Metode Pemisahan (Fraksinasi)
Pemisahan kandungan senyawa pada tumbuhan didasarkan pada adsorpsi
dan partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Pemisahan biasanya
dilakukan dengan
menggunakan teknik
20
diam seperti asam sulfat untuk semua golongan senyawa. Serium sulfat digunakan
umumnya untuk golongan senyawa alkaloid, steroid, sapogenin, dan terpenoid.
Terdapat pula penampak bercak spesifik terhadap alkaloid yang disemprotkan
pada fase diam yakni pereaksi Dragendorff yang akan menampakkan warna
bercak jingga (Arnida dan Sutomo, 2008).
Pemisahan komponen suatu senyawa pada kromatografi ini tergantung pada
adsorben terhadap masing-masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh
fase diam (adsorben) dengan perpindahan kecepatan yang berbeda. Pemilihan
eluen pada kromatografi sebaiknya dimulai dari pelarut organik dengan tingkat
kepolaran rendah, seperti n-heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat
atau pelarut yang lebih polar lainnya (Harborne, 1987).
Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakan
dengan angka Rf yaitu :
Jarak yang ditempuh oleh senyawa
Rf =
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Angka Rf (Rate of follow) menyatakan besaran perbandingan kecepatan
bergeraknya komponen terlarut terhadap fase gerak (pelarut).
Adsorben (padatan penyerap) yang paling sering dgunakan untuk KLT
adalah alumina (Al2O3) dan silika gel (SiO 2). Alumina lebih polar daripada silika
gel, dan senyawa ini sering dinyatakan lebih aktif daripada silika gel. Alumina
lebih cocok untuk analisis senyawa-senyawa nonpolar atau kurang polar (seperti
hidrokarbon, eter, aldehida, keton, dan alkil halida) karena senyawa-senyawa
polar sangat kuat teradsorpsi pada adsorben ini. Analisis KLT senyawa-senyawa
polar pada alumina umumnya menghasilkan nilai Rf yang rendah dan pemisahan
21
yang minimal. Sebaiknya silika gel dipilih sebagai adsorben untuk senyawasenyawa polar (asam karboksilat, alkohol, amina) karena senyawa-senyawa
nonpolar teradsorpsi lemah pada silika gel. Analisis KLT senyawa-senyawa
nonpolar pada silika gel umumnya memberikan harga Rf yang tinggi dan
pemisahan yang minimal (Firdaus, 2011).
Sifat-sifat pelarut pengembang juga merupakan faktor dominan dalam
menentukan mobilitas komponen-komponen campuran. Jika pelarut lebih polar
daripada komponen campuran, molekul-molekul pelarut akan menggantikan
molekul-molekul komponen pada padatan adsorben, dan komponen-komponen
tersebut ikut bergerak bersama pelarut (fasa gerak) dan menunjukkan harga Rf
yang tinggi. Sebaliknya jika pelarut kurang polar daripada komponen campuran,
maka komponen akan tetap berada pada adsorben dan tidak digerakkan oleh
pelarut (harga Rf = 0). Umumnya, kemampuan suatu pelarut pengembang untuk
menggerakkan senyawa pada suatu adsorben berkaitan dengan polaritas pelarut.
Kemampuan ini disebut kekuatan elusi (Firdaus, 2011).
Tabel 2.1. Beberapa pelarut pengelusi untuk KLT
p
o
l
a
r
i
t
a
s
b)
Pelarut
Metanol
Etanol
Aseton
Etil asetat
Kloroform
Dietil eter
Metilen diklorida
Benzena
Toluena
Karbon tetraklorida
Heksana
Kromatografi Kolom
Titik didih
65
78
56
77
61
35
41
80
111
77
68
k
e
k
u
a
t
a
n
e
l
u
s
i
22
23
24
3. Pemurnian
Teknik yang paling sederhana dan efektif untuk pemurnian padatan senyawa
organik adalah kristalisasi. Senyawa yang berbentuk kristal mudah ditangani,
kemurniannya mudah diperkirakan dan seringkali lebih mudah diidentifikasi
daripada cairan atau minyak. Teknik kristalisasi melibatkan pelarutan padatan
kotor (impure) dalam volume minimum pelarut panas dan penyaringan untuk
memindahkan pengotor yang tidak larut. Kristal dapat terbentuk dengan cara
penjenuhan larutan yang diikuti dengan penguapan pelarut perlahan-lahan sampai
terbentuknya kristal. Selain itu, pengkristalan dapat pula dilakukan dengan cara
mendinginkan larutan jenuh pada temperatur yang sangat rendah (Firdaus, 2011).
Proses kristalisasi membutuhkan pelarut yang sesuai untuk melarutkan zatzat pengotor. Pelarut yang digunakan tidak bereaksi dengan senyawa yang akan
dikristalkan, lebih volatil sehingga mudah dipisahkan dari kristal, tidak beracun
dan tidak mudah terbakar, dan sangat larut dalam pelarut panas dan tidak larut
dalam pelarut dingin (Firdaus, 2011).
Tabel 2.2. Pelarut-pelarut untuk kristalisasi
Kelompok senyawa
Hidrokarbon
Eter
Halida
Senyawa karbonil
Alkohol, asam
Etanol
Garam organik
Air
25
Pereaksi
Liebermann-Burchard
FeCl3
3
4
5
Dragendorff
Wagner
Mayer
Hasil
warna merah hingga ungu
warna biru atau hijau
warna hijau, biru atau
kompleks biru hitam
warna jingga
endapan coklat
endapan putih
Keterangan
+ Terpenoid
+ Steroid
+ Flavonoid
+ Alkaloid
+ Alkaloid
+ Alkaloid
26
3. Uji Spektroskopi
Metode spektroskopi adalah metode elusidasi struktur yang sering
digunakan setelah melakukan sintesis atau isolasi komponen senyawa bahan alam.
Metode ini meliputi spektroskopi Ultraviolet dan Tampak (UV-Vis), spektroskopi
Infra-Merah (IR), dan spektroskopi Massa (MS).
a) Spektroskopi UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu analisis berdasarkan atas
pengukuran serapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis. Penyerapan
cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet bergantung pada struktur
elektronik dari molekul. Spektrum ultraviolet dari senyawa-senyawa organik
berkaitan erat dengan transisi-transisi di antara tingkatan-tingkatan tenaga
elektronik (Sastrohamidjojo, 1991).
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk menentukan secara deskriptif
senyawa flavonoid yang didapat dari hasil pemisahan senyawa dengan KLT.
Spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk menentukan gugus-gugus fungsi
yang terdapat pada suatu senyawa, sehingga serapan yang dihasilkan pada
spektrum FTIR dapat memperkuat dugaan bahwa isolat tersebut merupakan
senyawa flavonoid (Sastrohamidjojo, 1991).
Spektrum serapan kandungan kimia tumbuhan dapat diukur dalam larutan
yang
sangat
encer
dengan
pembanding
blanko-pelarut
menggunakan
27
Panjang
gelombang ()
m
0,78 2,5
2,5 50
50 1000
Bilangan
gelombang ()
cm-1
12800 4000
4000 200
200 10
Frekuensi ()
Hz
3.8x1014 1.2x1014
1.2x1014 6.0x1014
6.0x1014 3.0x1014
28
Senyawa
Frekuensi (cm-1)
Alkohol
Asam
Amina primer
Amina sekunder
Amida
Alkuna
Alkena
Aromatik
Alkana
Aldehida
3580 - 3650
2500 - 2700
~ 3500
3310 - 3500
3140 - 3320
3300
3010 - 3095
~ 3030
2853 - 2962
2700 - 2900
CC
Alkuna
2190 - 2260
C=C
Alkena
1630 - 160
C=O
Ester
OH
NH
CH
1650
29
Sinar e50-100 eV
M+ + 2e
ion-ion kecil