Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri Linn.)
1. Tinjauan Umum Family Euphorbiaceae
Famili Euphorbiaceae terdiri dari 300 genus dan 7.500 spesies yang
tersebar terutama di wilayah tropika dan subtropika. Phyllanthus yang merupakan
salah satu genus utama, terdiri dari sekitar 400 spesies dengan pusat
keanekaragaman di India, Indocina, dan Asia Tenggara, 100 spesies diantaranya
terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Achmad et al., 2008).
Tumbuhan famili Euphorbiaceae termasuk herba, semak atau pohon,
sering dengan getah seperti susu beberapa berupa tumbuhan kaktus. Daun
umumnya tersebar, tunggal atau majemuk, tulang daun pinnatus atau palmatus,
sering terduksi bahkan menggugurkan daun (untuk tumbuhan xerofit), ada stipula.
Bunga dalam berbagai tipe pembungaan, monoecious atau dioecious, unisexual
aktinomorf, sepal 5 atau absen; petal 5 atau absen; stamen 1 atau beberapa, bebas
atau bersatu, pistillum dengan 3 carpel, 3 ruang, ovul tunggal atau berpasangan,
placenta axillar, ovarium superior, stylus bebas atau bersatu pada dasar. Buahnya
berbentuk schizocarp atau kapsul (Syamsiah, 2013).
Euphorbiaceae merupakan suku dengan jumlah jenis tumbuhan terbanyak
keempat dari lima suku tumbuhan berpembuluh di kawasan Malaysia yaitu 1.354
jenis dari 91 marga. Sedikitnya 11 spesies dan 7 genus dari famili Euphorbiaceae
yang ada di Cagar Alam Tangkoko dan merupakan suku yang memiliki
keragaman paling tinggi. Dari 11 spesies yang dijumpai, 8 diantaranya tersebar di
ketinggian 500 m di atas permukaan laut, diantaranya Acalypha catutus, Drypetes
neglecta, Drypetes longifolia, Glochidion philipicum, Macaranga mapa,

Macaranga tanarius, Mallotus ricinoides, dan Melanolepsi multiglandulosa. Tiga


jenis yang dijumpai di bawah 500 m di atas permukaan laut yaitu Antidesma
celebicum, Glochidion celebicum, dan Mallotus columnaris (Suryawan et al.,
2013).
2. Tinjauan Umum Genus Phyllanthus
Genus Phyllanthus L. adalah genus terbesar dari keluarga Phyllanthaceae
(alt. Euphorbiaceae) (Nozeran et al., 1984). Tanaman yang termasuk dalam genus
Phyllanthus (Euphorbiaceae) tersebar luas ke seluruh bagian negara tropis dan
subtropis. Linnaeus menjelaskan untuk pertama kalinya pada tahun 1737. Ini
adalah genus yang sangat besar sekitar 550-750 spesies yang dibagi
menjadi 10 sampai 11 jenis, termasuk Isocladus, Kirganelia, Cicca, Emblica,
Conani, Gomphidium, Phyllanthodendron, Xylophylla, Botryanthus, Ericocus,
dan Phyllanthus. Hal ini diyakini bahwa sekitar 200 spesies tanaman dari genus
ini tersebar luas di Amerika, terutama di Karibia dan di Brazil (Calixto, et al.,
1998).
Di Brazil, tanaman dari genus Phyllanthus dikenal sebagai Quebra pedra.
Erva pombinha, Arrebenta pedra, dan sebagainya. Ekstrak daun, batang, dan akar
sebagian spesies tanaman dari genus Phyllanthus, antara lain P. niruri, P. urinaria,
P. corcovadensis, P. amarus, P. tenellus, P. caroliniensis, P. fraternus, P. stipulatu d
an P. sellowianus telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional

di

Brazil

dan sebagian besar negara lain selama ribuan tahun untuk pengobatan dari
berbagai penyakit, seperti gangguan ginjal dan kandung kemih, infeksi usus,
diabetes, dan virus hepatitis B (Calixto, et al., 1998).

Khasiat meniran yang beragam ini berkaitan erat dengan zat atau senyawa
yang dikandungnya. Filantin dan hipofilantin dalam meniran merupakan
komponen utama yang berkhasiat melindungi hati dari zat toksik. Kandungan
lainnya berupa senyawa flavonoid rutin dan kuersetin dikenal sebagai
antikarsinogen (penghambat kanker). Nirurin dan kuerstin yang terdapat di dalam
meniran berkhasiat sebagai peluruh air seni (diuretik). Selain itu, meniran
mengandung zat pahit seperti alkaloid. Zat yang memiliki rasa pahit biasanya
bersifat mendinginkan (antidemam), antiradang, antidiare atau antigen, dan
antidiabet (Kardinan et al., 2004).
3. Tinjauan Umum Spesies Phyllanthus niruri Linn.
a. Morfologi
Semua bagian tanaman meniran dapat digunakan sebagai obat dengan
karakteristik sebagai berikut (Sulaksana., 2004):
1) Batang tanaman tidak bergetah, basah, berbentuk bulat, tinggi kurang dari 50
cm, bercabang, dan berwarna hijau muda. Daun bersirip genap dan setiap satu
tangkai terdiri dari daun majemuk yang mempunyai ukuran kecil berbentuk
bulat telur. Panjang 5 mm dan lebar 5 mm, pada bagian bawah daun terdapat
bintik berwarna kemerahan.
2) Bunga melekat pada ketiak daun dan menghadap ke arah bawah. Warna bunga
putih kehijauan. Bunga ini tumbuh subur sekitar bulan April-Juni.
3) Buah berbentuk bulat pipih berdiameter 2-2,5 mm, licin, berbiji seperti bentuk
ginjal, keras, dan berwarna coklat. Buah tumbuh sekitar bulan Juli-November.
4) Akar meniran berbentuk tunggang (tap root), yaitu akar utama yang pada
umumnya merupakan pengembangan radikula lembaga, tumbuh tegak ke
bawah, dan bercabang. Pada tanaman meniran dewasa, panjang akar dapat

mencapai 6 cm. Warna akar putih kekuningan. Akar meniran berfungsi untuk
memperkuat berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara.

(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 2.1 Morfologi Phyllanthus niruri Linn: Batang (1), Daun (2), Bunga
(3), Akar (4)
b. Taksonomi
Tumbuhan Phyllanthus niruri Linn. dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Sulaksana et al., 2004):
Kingdom

: Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta


Super Divisio : Spermatophyta
Divisio

: Magnoliophyta (Angiospermae)

Kelas

: Magnoliopsida (Dicotyledoneae)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Phyllanthus

Spesies

: Phyllanthus niruri Linn.

Gambar 2.2 Tumbuhan Phyllanthus niruri Linn.


Di beberapa daerah di Indonesia, meniran dikenal dengan nama cambacamba sibokoi (Makassar); bametano, sidukung anak, dudukung anak, baket
sikolop (Sumatera); meniran ijo, meniran merah, memeniran (Jawa); bolobungo,
sidukung anak (Sulawesi); serta gosau ma dungi, gosau ma dungi roriha, belalang
babiji (Maluku). Beberapa nama asing diantaranya zhen zhu cao, hsieh hsia chu,
ye xia zhu (Cina); chanca piedra, quebra pedra, kinanelli (India); child pick a back
(Inggris); stone breaker shaterstone, chamber bitter, leaflower, quinine weed
(Amerika Selatan); dan arrebenta pedira (Brasil). Nama umum atau dagangnya
adalah meniran, sedangkan nama simplisianya adalah phyllanthi herba (herba
meniran) (Kardinan et al., 2004).
c. Penyebaran Tumbuhan Phyllanthus niruri Linn.
Meniran (Phyllanthus niruri Linn.) merupakan terna liar yang berasal dari
Asia tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia termasuk Indonesia. Kini, terna
ini telah tersebar ke Benua Afrika, Amerika, dan Australia. Meniran tumbuh di
daerah dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1000 meter di atas
permukaan laut. Tumbuhan jenis herba dengan tinggi 40-100 cm ini, tumbuh
secara liar di tempat berbatu dan lembab, seperti di tepi sungai, pantai, semak,

10

lahan bekas sawah, tanah telantar diantara rerumputan, hutan atau ladang, atau
tumbuh di sekitar pekarangan rumah, baik di pedesaan maupun di perkotaan
(Kardinan et al., 2004).
4. Manfaat Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri Linn.)
Meniran adalah salah satu tanaman yang berkhasiat menyembuhkan
berbagai penyakit. Khasiatnya telah terbukti ampuh mengobati penyakit hepatitis.
Selain mengobati lever yang terkena serangan virus hepatitis, meniran juga
terkenal sebagai pembangkit libido. Khasiat lainnya adalah peluruh air seni,
gangguan

saluran

pernafasan, kencing

manis,

diare,

demam,

penyakit

kelamin, dan cacar (Sulaksana et al., 2004).


Di Indonesia air rebusan P. niruri diminum untuk melancarkan buang air
kecil atau diuretik, untuk mengobati penyakit ginjal, seperti radang ginjal, infeksi
dan batu di saaluran kencing, melancarkan air seni, dan menyembuhkan radang
hati atau hepatitis, sakit kuning, dan penyakit kelamin, seperi kencing nanah
(Achmad, et al., 2008).
Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi sebagai antibakteri atau
antibiotik, antihepatotoksik (melindungi hati dari racun), antipiretik (pereda
demam), antitusif (pereda batuk), antiradang, antivirus, diuretik (peluruh air seni
dan mencegah pembentukan batu kristal kalsium oksalat), ekspektoran (peluruh
dahak), hipoglikemik (menurunkan kadar glukosa darah), serta sebagai
immunostimulan (merangsang sel imun bekerja lebih aktif) (Kardinan, et al.,
2004).
5. Kandungan Kimia Tumbuhan
a. Kandungan Kimia Famili Euphorbiaceae

11

Dari famili Euphorbiaceae telah berhasil ditemukan senyawa-senyawa kimia


turunan alkaloid berupa Palmitanoid (25), Onosmin B (26), Onosmin A, Aurentia
mde acetate (27), dan N-(2-hydroxypropyl benzamide (28) dan flavonoid berupa
tangeretin (29), nobiletin (30), sinensetin (31), tiliroside (32), dan kaempferol-3O-rutinoside (33) (Attiouaet al., 2012; Gon-an et al., 2010; Kapoor et al., 2012;
dan S, Sri.H.W., 2003;).
Struktur turunan senyawa alkaloid yang pernah ditemukan pada tumbuhan
famili Euphorbiaceae adalah sebagai berikut
O

O
O

NH 2

CH3

OH

NH

CH3

NH
CH3

CH3

(25)

(26)

(27)

OH
NH

NH

CH3

CH3

NH
OH

(28)

(29)

Struktur turunan senyawa flavonoid yang pernah ditemukan pada


tumbuhan famili Euphorbiaceae adalah sebagai berikut

(30)

(31)

(32)

12

(33)

(34)

b. Kandungan Kimia Genus Phyllanthus


Berdasarkan hasil pengamatan material herbarium dan pengkajian
beberapa pustaka mengenai revisi taksonomi yang telah dilakukan oleh
Djarwaningsih (2011) diketahui sebanyak 148 jenis-jenis Euphorbiaceae yang
dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional. Diantaranya ada lima spesies dari
empat genus yang baru dilaporkan potensinya sebagai bahan obat-obatan
tradisional, yaitu Baccaurea lanceolata, Cleistanthus myrianthus, Mallotus
paniculatus var. paniculatus, M. Penangensis dan Shiraklopsis indica. Potensipotensi tersebut adalah sebagai obat sakit asma, demam, sakit perut, kencing
nanah, sakit gigi, sakit kepala, obat oles sesudah dikhitan, sebagai racun ikan dan
obat kuat (tonik). Blumeodendrum tokbrai, drypetes longifolia, dan Glochidion
arborescens belum pernah dilaporkan pemanfaatannya sebagai obat tradisioanal,
akan tetapi telah dilaporkan berpotensi sebagai anti virus HIV. Sedangkan
Codiaeum variegatum dan Macaranga triloba baru dilaporkan potensinya sebagai
anti virus HIV. Jenis-jenis yang telah dilakukan penelitian secara farmakologi dan
hasilnya cukup signifikan dengan pemanfaatannya secara empirik adalah
Acalypha indica, Aleurites moluccana, Euphorba antiquorum, E. heterophylla,
Phyllanthus niruri dan Sauropus androgynus.

13

Senyawa kimia yang telah diekstrak dari Phyllanthus berupa senyawa golo
ngan alkaloid yang terdiri dari fillantin (1), 4-metoksi norsekurinin (2), norsekuri
nin (3), sekurinin (4), nirurin (5), niruridine (6), fillantimide (7) yaitu isobubialin
(35), epibubialin (35), sekurinin (36), dan norsekurinin (37). Flavonoid berupa
kaempferol (39), rutin (40), quercetin (41), dan bergenin (42):R1=OH;R2=H (quer
cetin), R1=OH;R2=Rha-glu (rutin), R1=OH;R2= Rha (quercitrin), R1=H;R2= Glu
(isoquercitrin), R1=H;R2= Glu (astragalin) (8), kaempferol- 4- rhamnopyranosa
(9), eridictyol-7-rhamnopyranosa (10). Terpenoid berupa fillantol (19), friedelin
(20), -amirin (21), lupeol (22), fillantenol (23), fillanteol (24) lupeol (47), amyrin (48), -amyrin (49), betulin (50), -humullene (51), friedelan 3-one (52):
Steroid berupa stigmasterol (43), compesterol (44), Sigmasta 5,22-dien-3-O-Dglucoside (45), dan sitosterol 3-O- -D-glucoside (46) (Calixto, et al., 1998;
Deepak et al., 2014; Houghton et al., 1996; Jamal et al., 2008; Khatun et al.,
2012; Leeya et al., 2010; Xiaoliet al., 2008; Priya et al., 2013; Shukla et al., 2012;
Sonibare et al., 2009; dan Subraya et al., 2013).
Struktur turunan senyawa alkaloid yang pernah ditemukan pada tumbuhan
Phyllanthus:

(1)

(2)

(3)

(4)

14

(5)

(6)
O

(7)

OH

OH

(35)

(36)

(37)

(38)

Struktur turunan senyawa flavonoid yang pernah ditemukan pada tumbuhan


Phyllanthus .

(39)

(40)

(41)

(8)

(42)

(9)

(10)
15

Struktur turunan senyawa terpenoid yang pernah ditemukan pada tumbuhan


Phyllanthus yaitu

(47)

(48)

(50)

(49)

(51)

(19)

(20)

(23)

(52)

(21)

(22)

(24)

Struktur turunan senyawa steroid yang pernah ditemukan pada tumbuhan


Phyllanthus yaitu

16

(43)

(45)

(44)

(46)

c. Kandungan Kimia Phyllanthus niruri Linn.


Meniran dengan nama simplisia phyllathi herba banyak mengandung
berbagai unsur kimia sebagai berikut. Lignin yang terdiri dari phyllanthine,
hypophyllanthine, phyltetralin, lintretalin, nirathin, nitretalin, nirphylline, nirurin,
dan niruriside. Terpen terdiri dari cymene, limonene, lupeol, dan lupeol acetat.
Flavanoid terdiri dari quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutine, dan
physetinglucoside. Lipid terdiri dari ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic
acid, dan linolenic acid. Benzenoid berupa metylsalicylate. Alkaloid terdiri dari
norsecurinine, 4-metoxy-norsecurinine, entnorsecurinina, nirurine, phyllantin, dan
phyllochrysine. Steroid berupa beta-sitosterol. Alcanes berupa triacontanal dan
triacontanol. Komponen lainnya berupa tannin, vitamin C, dan vitamin K
(Kardinan et al., 2004).

17

Tumbuhan meniran, P. niruri, secara kimia dicirikan antara lain oleh


kandungan senyawa kimia turunan Lignan, alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid.
Lignan, secara biogenetik adalah produk kombinasi antara dua unit fenilpropon
turunan asam sinamat, C6-C3. Dari berbagai jaringan tumbuhan P. niruri telah berh
asil ditemukan senyawa-senyawa lignan, dari jenis dibenzilbutana, aril tetralin,
dibenzilbutirolakton, dan neolignan. Senyawa lignan jenis dibenzilbutana yang
dihasilkan oleh tumbuhan meniran, P. niruri, dicontohkan oleh senyawa
sekoisolarisiresinol trimetil eter (53), yakni suatu pentametoksilignan, filantin
(54), suatu heksametoksi lignan (55), 9,9-dimetil-secolintetralin (56), dimetilenni
rantin (57), linantin (58), serta heptametoksi lignan, yaitu nirantin (59), 7hidroksinirantin (60), dan nirfilin (61) (Achmad, et al,. 2008).
Struktur senyawa lignan yang telah ditemukan dari berbagai jaringan
tumbuhan Phyllanthus niruri Linn.

(53)

(54)

(55)

18

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

B. Senyawa Metabolit Sekunder pada Tumbuhan Meniran


Senyawa metabolit sekunder dapat diklasifikasikan dalam beberapa
golongan senyawa bahan alam diantaranya adalah terpenoid, steroid, flavonoid
dan alkaloid
1. Terpenoid
Terpenoid adalah salah satu senyawa organik bahan alam yang tersebar
secara meluas dalam tumbuhan. Banyak diantaranya telah diisolasi dan diketahui
mempunyai manfaat fisiologis maupun farmakologis, misalnya minyak atsiri
dapat berfungsi sebagai antiseptik, penenang, azulen sebagai pencegah
peradangan, lakton tak jenuh sebagai anti tumor dan geraniol sebagai hormon
serangga (Hanafi, 2002).
Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh
dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan

19

demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren (Lenny,


2006c).
Komposisi senyawa terpenoid (C5, C10, C15, C20, C30 dan sebagainya) dapat
dipandang sebagai kelipatan satuan lima atom karbon dan satuan tersebut
mempunyai kerangka karbon isopentil. Dalam molekul terpenoid, unit-unit
isopren lazimnya bergabung kepala-ke-ekor yang dikenal dengan istilah kaidah
isopren (Achmad, 1985).
Dengan alasan tersebut, senyawa terpenoid sering dinyatakan sebagai
isoprenoid. Pada Gambar berikut menunjukkan beberapa tipe senyawa terpenoid,
yaitu isopren [63], mirsen [64], geraniol [65], karvon [66] dan farnesol [67]
menunjukkan beberapa senyawa terpenoid yang mengikuti aturan isopren,
strukturnya tersusun dari dua, tiga, atau empat satuan isopren yang terangkai
berdasarkan kepala dengan ekor (Matsjeh, S. 1996).

[63]

[64]

[65]

[66]

[67]

Senyawa turunan terpenoid yang pernah ditemukan pada tumbuhan P.


niruri Linn. yaitu fitadiena (68) dan 1,2-seco-cladiellan (69) (Gunawan et al.,
2008).

(68)
(69)
Senyawa golongan terpenoid kelas triterpen juga telah ditemukan pada
tumbuhan
20

2. Steroid

Steroid merupakan triterpen yang mempunyai


kerangka dasar dengan sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena [9]. Steroid
juga dapat diartikan sebagai hidrokarbon jenuh dengan 17 atom karbon dalam
sistem cincin dimana tiga cincin beranggota enam atom karbon dan satu cincin
beranggota lima atom karbon (Harborne, 1987).

[9]
Gambar 2.3 Kerangka Dasar Steroid
Senyawa turunan steroid yang pernah ditemukan pada tumbuhan P. niruri
Linn.yaitu -sitosterol (70) (Nguyen, 2003).

(70)
3.

Flavonoid
21

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdiri dari 15 atom karbon


yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Salah satu senyawa fenolik alam
selain poliketida dan fenilpropanoid. Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok
senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini
banyak ditemukan sebagai zat warna alam berupa warna merah, kuning, ungu dan
biru (Hanafi, 2002).

Golongan

flavonoid

dapat

digambarkan

sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 [11] seperti pada gambar 2.10. Artinya,
kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzena tersubsitusi)
disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1996).

[11]
Gambar 2.10. Kerangka flavonoid
Flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan pada
tanaman oleh serangga. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri
dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai
propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Matsjeh, 1994).
Senyawa turunan flavonoid yang telah ditemukan pada tumbuhan P. niruri
Linn.yaitu niruriflavon (71), hipopillantin (72), dan isokuersetin (73) (Than et al,.
2006).

22

(71)
(72)
(73)
4. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid mengandung paling sedikit
satu atom nitrogen yang merupakan bagian dari cincin heterosiklik dan biasanya
bersifat basa. Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai
keaktifan biologis tertentu, ada yang bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat
berguna dalam pengobatan (Matsjeh, 1994).
Sebagian besar alkaloid mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk
cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu
bervariasi. Atom nitrogen hampir selalu berada dalam bentuk gugus amin (-NR 2)
atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro (NO 2)
atau gugus diazo (Lenny, 2006b).
Senyawa turunan alkaloid yang pernah ditemukan pada tumbuhan P. niruri
Linn. yaitu 4-metoksisekurinin (74), 4-etoksinorsekurinin (75) (Mulchandani,
1984). Selain itu senyawa turunan alkaloid jenis lainnya juga telah ditemukan
yaitu 4-metoksitetrahidrosekurinin (75), dan 4-hidroksisekurinin (76) (Hassarajani
, 1990).
O
O
OCH 3

O
O
H

O
OCH 3

H
H

HO

OCH 3

23

(74)

(75)

(76)

(77)

C. Isolasi Bahan Alam


Isolasi adalah proses pemisahan komponen-komponen kimia yang terdapat
dalam suatu bahan alam. Pemisahan ini didasarkan pada adsorpsi dan partisi
senyawa

terhadap

penyerap

dan

cairan

pengelusi.

Salah

satu

usaha

mengefektifkan isolasi senyawa tertentu dengan pemilihan pelarut organik yang


akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah
melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa nonpolar lebih mudah larut
dalam pelarut non polar (Harborne, J.B., 1987). Isolasi senyawa bahan alam
terdiri dari ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan identifikasi.
1. Ekstraksi
Ekstraksi didefinisikan sebagai suatu proses yang didasarkan pada
perpindahan massa komponen kimia yang terdapat dalam sampel bahan alam ke
dalam pelarut. Berdasarkan analisis fitokimia sebaiknya ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan jaringan tumbuhan yang masih segar. Jaringan tumbuhan
yang akan digunakan sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan
dilakukan tanpa menggunakan suhu yang tinggi untuk mencegah terjadinya
perubahan kimia (Tobo, F., 2001).
Ekstraksi didefinisikan sebagai suatu proses pengambilan komponen
yang larut dari bahan atau campuran dengan menggunakan pelarut seperti air,
alkohol, eter, aseton dan sebagainya. Metode ekstraksi yang dipilih untuk
mendapatkan senyawa bahan alam tergantung kepada jenis sampel tumbuhan
dan jenis senyawa yang ada. Terutama tergantung pada keadaan fisik senyawa

24

tersebut, misalnya senyawa berupa cairan yang mudah menguap (Harborne,


J.B., 1987).
Ada dua jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan yaitu ekstraksi
secara dingin dan ekstraksi secara panas. Ekstraksi secara dingin, seperti maserasi
dan perkolasi, sedangkan ekstraksi secara panas seperti: soxhletasi, refluks dan
destilasi uap. Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan yaitu maserasi.
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan
dalam isolasi bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan
terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di
dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang terdapat dalam sel akan
terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena lama
perendaman sampel dapat diatur. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan
memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa
yang akan diekstraksi dalam pelarut (Darwis, D., 2000).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan sampel
yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong
atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya,
rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi
yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu
lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu
maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar
perbandingan cairan pengekstraksi terhadap sampel, akan semakin banyak hasil
yang diperoleh (Sjahid, L.R. 2008).

25

2. Fraksinasi
Metode fraksinasi digunakan bertujuan untuk mendapatkan senyawa
murni dari ekstrak yang diperoleh. Prinsip metode ini adalah Pemisahan
kandungan tumbuhan didasarkan pada adsorpsi dan partisi senyawa terhadap
penyerap dan cairan pengelusi. Beberapa metode fraksinasi yang digunakan yaitu
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kolom.
a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan komponenkomponen campuran yang melibatkan partisi suatu senyawa diantara padatan
penyerap (adsorbent, fasa diam) yang dilapiskan pada pelat kaca atau plastik kaku
dengan suatu pelarut (fasa gerak) yang mengalir melewati adsorbent (padatan
penyerap). Pengaliran pelarut dikenal sebagai proses pengembangan oleh
pelarut (elusi). KLT mempunyai peranan penting dalam pemisahan senyawasenyawa yang volatilitasnya relatif rendah (Firdaus, 2011).
Hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi berupa ekstrak yang
mengandung senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut. Penentuan jumlah
komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak dapat dideteksi dengan KLT.
Campuran yang akan dipisah dalam bentuk larutan ditotolkan berupa bercak atau
pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan). Jika fasa gerak dan fasa diam telah dipilih
dengan tepat, bercak cuplikan awal akan dipisahkan menjadi sederet bercak dan
masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran.

26

Selanjutnya, jika bercak tidak berwarna harus ditampakkan dengan menyinari


lapisan dengan sinar ultraviolet dengan menyemprotkan pereaksi pembentuk
warna yang cocok (Gritter, 1991).
Sistem deteksi yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis ditentukan
oleh sifat senyawa dalam campuran. Hal ini diketahui dari uji kimia pendahuluan.
Meskipun beberapa komponen dalam suatu ekstrak berwarna sehingga mudah
divisualisasikan jika fase diamnya putih, sebagian besar memiliki warna yang
lemah atau bahkan tidak berwarna dan dibutuhkan metode lain untuk membuatnya
tampak. Metode yang paling sering digunakan yaitu pemeriksaan di bawah lampu
UV dengan panjang gelombang 254-365 nm atau menggunakan pereksi
penyemprot untuk menghasilkan fluoresen atau yang lebih sering menghasilkan
derivat yang berwarna (Tobo, F., 2001).
Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik dengan tingkat
kepolaran rendah, seperti heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat
atau pelarut yang lebih polar lainnya (Harborne, J.B., 1987).
Dalam Firdaus (2011), dijelaskan bahwa kecepatan senyawa-senyawa
sebagai komponen-komponen contoh memanjat pelat dibandingkan dengan
kecepatan pelarut yang mendahuluinya. Harga perbandingan ini dikenal sebagai
harga Rf, dan didefenisikan sebagai:
Rf =

jarak yang ditempuh oleh senyawa


jarak yang ditemuh oleh pelarut

Angka Rf ( Rate of follow ) menyatakan besaran perbandingan kecepatan


bergeraknya komponen terlarut terhadap fase gerak (pelarut). Pemilihan eluen
sebaiknya dimulai dari pelarut organik dengan tingkat kepolaran rendah, seperti

27

heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih
polar lainnya (Harborne, J,B., 1987).
Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih adsorben adalah besar partikel
dan homogenitasnya. Karena partikel yang kasar tidak akan memisah dengan
baik. Adsorben yang biasa digunakan pada KLT adalah silika gel, aluminium, pati
atau selulosa (Firdaus, 2011).
b. Kromatografi Kolom
Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada plat KLT dengan Rf
tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia
tersebut dengan menggunakan kromatografi kolom. Sebagai fasa diam digunakan
silika gel dan eluen yang digunakan disesuaikan dengan hasil yang diperoleh dari
KLT (Lenny, S., 2006a).
Hasil yang diperoleh dari KLT dimungkinkan tidak langsung digunakan
dalam kromatografi kolom. Hal ini karena kromatografi kolom umumnya
memberikan pemisahan yang lebih rendah daripada yang KLT. Semakin polar
pelarut yang digunakan semakin cepat pula semua komponen-komponen dalam
campuran bermigrasi meninggalkan kolom. Rendah atau tidak adanya pemisahan
komponen-komponen polaritas rendah dari suatu campuran dapat terjadi jika
digunakan pelarut polar. Pada sisi lain, pelarut non polar digunakan untuk
mendapatkan pemisahan optimun senyawa-senyawa polaritas rendah maka
komponen-komponen polar dalam campuran tidak akan terelusikan (Zenta, F.,
1999).

28

Untuk mencapai pemisahan optimum dalam suatu campuran, komposisi


pelarut yang melewati kolom dapat diubah secara bertingkat dari pelarut dengan
tingkat kepolaran rendah ke pelarut yang lebih tinggi, tingkat kepolarannya
dengan cara menaikkan komposisi pelarut yang lebih polar dengan suatu
campuran dua pelarut (gradient elution) (Firdaus, 2011).
Pelarut yang mengalir dari kolom dikumpulkan dalam fraksi-fraksi yang
terpisah. Kecepatan aliran dan ukuran fraksi tergantung pada diameter kolom,
fraksi dapat terkumpul dengan kecepatan alir yang lebih besar dari kolom yang
berdiameter-dalam lebih besar (Firdaus, 2011).
Ada 4 jenis kromatografi kolom yang sering digunakan untuk fraksinasi
antara lain (Dini, 2012):
1) Kromatografi kolom vakum
Kromatografi kolom vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat
dan bekerja pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum
sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering
dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum (diameter 3,4,5,6,7
dan 15 cm) tergantung pada jumlah ekstrak yang ingin dipisahkan/difraksinasi.
Kromatografi ini membutuhkan alat pengisap udara biasanya menggunakan
pompa vakum.
2) Kromatografi kolom tekan
Kromatografi kolom tekan adalah kromatografi kolom yang dipercepat
dan bekerja pada kondisi fase gerak ditekan untuk mempercepat laju alirnya
sehingga prosesnya berlangsung cepat. Diameter kolom umumnya yang banyak
dipakai diameter 1, 2 dan 3 cm tergantung pada jumlah ekstrak yang ingin

29

dipisahkan. Pada metode ini digunakan alat penekan udara melalui kolom bagian
atas.
3) Kromatografi kolom gravitasi
Kromatografi kolom gravitasi ini tidak menggunakan kolom yang lebih
kecil dari vakum, sehingga elusinya lebih lambat, oleh karena itu jumlah sampel
yang digunakan pun sedikit. Untuk tahapan perlakuan sama halnya dengan
kromatografi kolom vakum, dimana silika gel sebagai fasa diam dan terlebih
dahulu dilakukan impregnasi pada sampel. Kromatografi kolom gravitasi
(umumnya yang banyak dipakai diameter 1 dan 2 cm) juga tergantung pada
jumlah ekstrak yang ingin difraksinasi. Kelebihan metode ini yakni pelarut yang
digunakan hanya sedikit namun membutuhkan waktu yang lama untuk
mengelusinya karena menggunakan gaya gravitasi, akan tetapi jika sampel yang
tersedia hanya sedikit lebih baik menggunakan metode ini.
4) Kromatografi kolom radial
Kromatografi jenis ini menggunakan rotor yang dimiringkan dan terdapat
dalam ruang tertutup oleh pelat kaca kuarsa, sedangkan lapisan penyerapnya
berupa pelat kaca yang dilapisi oleh silika gel. Kecepatan 800 rpm pelarut
pengelusi dimasukkan ke bagian tengah pelarut melalui pompa torak sehingga
dapat mengalir dan merambat melalui lapis tipis karena gaya sentrifugal. Untuk
mengetahui jalannya proses elusi dimonitor dengan lampu UV.
3. Pemurnian
Teknik pemurnian yang paling umum dilakukan untuk pemurnian padatan
senyawa organik adalah dengan kristalisasi atau rekristalisasi. Senyawa dalam
bentuk kristal lebih mudah ditangani, kemurniannya lebih mudah ditentukan dan

30

lebih mudah diidentifikasi daripada senyawa dalam bentuk cairan atau minyak.
Kristal dapat terbentuk dengan cara penjenuhan larutan yang diikuti dengan
penguapan pelarut perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Selain itu,
pengkristalan dapat pula dilakukan dengan cara mendinginkan larutan jenuh pada
temperatur yang sangat rendah. Rekristalisasi

memerlukan pemilihan pelarut

yang cocok untuk melarutkan kristal. Beberapa pelarut yang biasa digunakan
dalam proses rekristalisasi diberikan dalam Tabel 2.3 (Zenta, 1999).
Tabel 2.3. Pelarut-pelarut untuk rekristalisasi
Kelompok
Senyawa
Hidrokarbon
Eter
Halida
Senyawa karbonil
Alkohol, asam
Garam organik

Pelarut yang Disarankan


Petroleum eter, heksana, sikloheksana,
toluene
Eter, Diklorometana
Diklorometana, Kloroform
Etil asetat, aseton
Etanol
Air

4. Identifikasi
Senyawa metabolit sekunder yang diperoleh dapat diidentifikasi dengan
melakukan uji pereaksi, uji titik leleh dan uji spektroskopi.
a. Uji Pereaksi
Senyawa metabolit sekunder yang diperoleh dapat diidentifikasi dengan
melakukan uji pereaksi seperti pada tabel 2.4 (Zenta, 1999).
Tabel 2.4 Beberapa pereaksi uji senyawa metabolit sekunder

31

N
o
1

Pereaksi

Hasil

Lieberm
anBurchad

Warna merah hingga ungu


Warna biru atau hijau

FeCl3

3
4

Dragend
orf
Wagner

Mayer

Warna hijau, biru, atau kompleks biru


hitam
Warna jingga
Endapan coklat
Endapan putih

Keteranga
n
+
Terpenoid
+ Steroid
+
Flavonoid
+
Alkaloid
+
Alkaloid
+
Alkaloid

1) Uji Alkaloid
Adanya senyawa golongan alkaloid diidentifikasi dengan pereaksi Mayer
(K2[HgI2]) dan Wagner (KI+I2). Hasil positif pada pereaksi Mayer ditandai dengan
terbentuknya endapan putih. Endapan tersebut diduga adalah kompleks kaliumalkaloid yang merupakan hasil reaksi antara nitrogen pada alkaloid dengan ion
logam K+ pada kalium tetraiodomerkurat (II).
Pereaksi Mayer paling banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloid,
karena pereaksi ini memberikan endapan putih hampir pada semua senyawa
golongan alkaloid. Pereaksi lain yang juga sering digunakan adalah pereaksi
Wagner, pereaksi Dragendorff, dan larutan asam pikrat jenuh (Robinson.T, 1995).

32

Gambar 2.3 Perkiraan Reaksi Uji Mayer (Marliana et al., 2005)


Hasil positif pada pereaksi Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat. Diperkirakan endapan tersebut adalah hasil reaksi antara ion logam K+
yang membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
menghasilkan kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.

Gambar 2.4 Perkiraan


Reaksi
2) Uji

Uji

Wagner

(Marliana et al., 2005)


Fenolik
Pereaksi FeCl3 hanya

mampu menunjukkan keberadaan senyawa fenolik secara umum, namun tidak


mampu membedakan golongannya. Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara luas
untuk mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tannin (Robinson, T., 1995) dan
flavanoid. Diperkirakan larutan FeCl3 bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil
yang terdapat dalam senyawa tanin yang memberikan warna hijau kehitaman.

33

Gambar 2.5 Perkiraan Reaksi Uji FeCl3 dengan Tanin (Marliana et al., 2005)
3) Uji Steroid dan Terpenoid
Adanya senyawa golongan steroid dan terpenoid dilakukan dengan uji
menggunakan peraksi Lieburmann-Buchard. Uji Lieburmann-Buchard merupakan
uji karakteristik untuk sterol tidak jenuh dan triterpen (Santos et al, 1978 dalam
Marliana et al., 2005). Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid
dan steroid membentuk warna oleh H 2SO4 pekat dengan pelarut asam asetat
anhidrat membentuk cincin hijau-biru.

Gambar 2.6 Perkiraan Reaksi Uji Liebermann-Buchard (Hudaya et al, 2013).

34

b. Uji Titik Leleh


Titik leleh suatu zat murni adalah temperatur dimana cairan mulai tampak
dan temperatur dimana padatan tidak tampak lagi menyatakan jarak titik leleh atau
trayek leleh. Meskipun tidak selalu benar tetapi dapat dipertimbangkan jarak titik
leleh yang tajam (<2C) yakni antara mulai tampak titik-titik cairan hingga tidak
tampak lagi padatan memberikan petunjuk yang dapat dipercaya bahwa suatu
senyawa murni (Zenta, F., 1999).
c. Uji Spektroskopi
Metode spektroskopi saat ini merupakan metode standar dalam
penentuan senyawa metabolit sekunder. Metode yang biasa digunakan antara
lain Spektroskopi

Fourier

Transform

Infra

Red

(FTIR),

dan

Gas

Chromatography- Mass Spektroskopi (GC-MS), UV-Vis, NMR, dan lain-lain


(Hendayana, S., 1994).
1) Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang
meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik
fluoresensi (fluorescence). Prinsip kerja spektrofotometri inframerah adalah
interaksi energi dengan suatu materi. Spektroskopi Fourier Transform Infra
Red memiliki daerah radiasi yang berkisar pada elektromagnetik yang berada
pada daerah panjang gelombang 0,75-1.000 m atau pada bilangan gelombang
13.00010 cm-1. Tiap gugus fungsi yang terdapat pada senyawa organik
memiliki pita absorpsi yang berbeda (Hendayana, S., 1994).
Penggunaan spektroskopi inframerah untuk penentuan struktur senyawa
organik yang didasarkan pada energi vibrasi molekul yang berhubungan

35

dengan spektrum inframerah. Transisi yang terjadi dalam serapan inframerah


menunjukkan

perubahan-perubahan vibrasi dalam molekul. Metode ini

berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa


organik (Sastrohamidjojo, H., 1991).
Senyawa dengan gugus fungsional yang ingin diidentifikasi dapat
diketahui dengan menggunakan data korelasi untuk mengetahui gugus
fungsionalnya. Data korelasi beberapa gugus fungsi dapat dilihat pada tabel
2.5 (Zenta, 1999).
Tabel 2.5 Data korelasi beberapa gugus fungsi
Gugus
Senyawa
Alkohol
OH
Asam
Amina primer
NH
Amina sekunder
Amida
Alkuna
Alkena
CH
Aromatik
Alkana
Aldehida
C C
Alkuna
C C
Alkena
Ester
CO
Alkohol

Frekuensi (cm-1)
3580 3650
2500 2700
~ 3500
3310 3500
3140 3320
3300
3010 3095
~ 3030
2853 2962
2700 2900
2190 2260
1630 1600
1650
1050 1260

2) Gas Chromatography-Mass Spektroskopi (GC-MS)


GC-MS adalah singkatan dari Gas Chromatography-Mass Spektroskopi.
Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS. Pada dasarnya Gas
Chromatography-Mass Spektroskopi (GC-MS) ini adalah penguraian sesepora
senyawa organik dan perekaman pola fragmentasi menurut massanya. Uap
cuplikan berdifusi ke dalam sistem spektroskopi massa yang bertekanan

36

rendah, lalu diionkan dengan energi yang cukup untuk memutus ikatan kimia
(Harborne, J.B., 1987).
Gas Chromatography-Mass Spektroskopi (GC-MS) adalah instrumen
yang dapat menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massa
atau beratnya. Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah
senyawa suatu sampel menjadi ion-ion bergerak cepat yang dipisahkan
berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e) (Hendayana, 1994).
Proses ionisasi menghasilkan partikel-partikel bermuatan positif, dimana
massa yang terdistribusi adalah spesifik terhadap senyawa induk (Khopkar,
2008).
Metode ini berguna untuk menentukan berat molekul senyawa dan
ditunjang adanya fragmentasi ion molekul yang menghasilkan pecahanpecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m/z dari masing-masing
fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen-fragmen dengan terjadinya
pemutusan ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan kerangka
struktur senyawa yang diperiksa (Lenny, S., 2006c).

37

Anda mungkin juga menyukai