Anda di halaman 1dari 12

Orthosiphon stamineus Benth (Pemanfaatan dan Bioaktivitasnya)

Marina Silalahi1*
1
Prodi Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
*
marina_biouki@yahoo.com; marina.silalahi@uki.ac.id
Abstract
Orthosiphon stamineus Benth., or kumis kucing is salah satu jenis obat tanaman dimanfaatkan
sebagai obat diuretik. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat berhubungan dengan kandungan
metabolit sekundernya. This article aims to explain manfaat tumbuhan O. stamineus dan
kandungan metabolit sekundernya. This article is based on literature offline and online media.
Offline literature used the books, whereas online media used Web, Scopus, Pubmed, and
scientific journals. Orthosiphon stamineus dibedakan menjadi dua varietas yang disebut
dengan varietas ungu (kumis kucing yang memiliki bunga bewarna ungu) dan varietas putih
(kumis kucing yang memiliki bunga bewarna putih). Beberapa senyawa yang dimiliki oleh
O. stamineus adalah terpenoid, fenol, diterpenoid jenis isopimaran, flavonoid, benzokromen,
dan turunan asam organik. Dalam pengobatan tradisonal tanaman kumis kucing dimanfaatkan
sebagai obat diuretik atau peluruh kencing, hipertensi, hepatitis, penyakit kuning, dan
diabetes mellitus.

Keywords: Orthosiphon stamineu, diuretik, diterpenoid, hipertensi

1. PENDAHULUAN
Orthosiphon stamineus Benth salah satu spesies dari famili Lamiaceae, oleh
masyarakat lokal Indonesia dikenal dengan nama tanaman kumis kucing. Nama kumis kucing
diduga berhubungan dengan struktur bunga yang memiliki struktur benang sari yang mirip
dengan kumis kucing. Lamiaceae memiliki sekitar 200 genus dengan sekitar 3200 spesies
(Congruist 1981). Famili Lamiaceae memiliki 8 genus utama yaitu Salvia (500 spesies),
Hyptis (350 spesies), Scutellaria (200 spesies), Coleus (200 spesies), Plectranthus (200
spesies), Stachys (200 spesies), Nepeta (150 spesies), dan Teuctrium (100 spesies) (Congruist
1981), sisanya merupakan genus dengan jumlah spesies relatif sedikit.
Tanaman O. stamineus di Indonesia banyak digunakan sebagai obat diuretik atau
peluruh kencing dan sebagai obat kencing manis (Achmad et al. 2008). Selain dimanfaatkan
sebagai obat, O. stamineus juga digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki struktur
bunga yang menarik, dengan pola percabangan rapat sehingga juga cocok digunakan sebagai
tanaman pagar hidup. Hal tersebut mengakibatkan O. stamineus mudah ditemukan di
berbagai pekarangan karena pemeliharaan dan perbanyakannya sangat mudah dilakukan
melalui stek.
Berdasarkan struktur bunga, O. stamineus dibedakan menjadi dua varietas yaitu
varietas ungu (bunga bewarna ungu) dan varietas putih (bunga bewarna putih). Kedua
varietas O. stamineus memiliki kandungan senyawa bioaktif yang bervariasi, namun dalam
pengobatan, varietas ungu lebih sering digunakan dibandingkan dengan varietas putih karena
kandungan bioaktifnya lebih tinggi (Lee 2004). Walaupun demikian secara umum O.
stamineus menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid dan senyawa fenol seperti diterpenoid
jenis isopimaran, flavonoid, benzokromen, dan turunan asam organik (Ohashi 2000b). Ciri
khas senyawa diterpenoid yang diisolasi dari O. staminieus adalah memiliki kerangka karbon
jenis isopimiran yang terdiri dari tiga cincin dan mengandung banyak gugus fungsi oksigen
pada atom karbon C-1, 2, 3, dan 7.
Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan berhubungan dengan
khasiatnya sebagai obat, baik sebagai obat tradisonal maupun obat modern. Dalam
pengobatan tradisonal tanaman kumis kucing dimanfaatkan sebagai obat diuretik atau peluruh
kencing, dan juga untuk pengobatan kencing manis (Achmad et al. 2008), obat hipertensi
(Manshor et al. 2013), namun pembahasan secara konprehensip belum banyak dilakukan.
Artikel ini akan menjadi salah satu sumber informasi mengenai hubungan pemanfaatan dan
kandungan senyawa bioaktif dari tanaman kumis kucing.

2. METODE
Tulisan ini didasarkan pada kajian literatur baik secara online dan offline. Offline
didasarkan pada berbagai buku literatur seperti Plants Resources of South East Asian
(PROSEA) 13 dan buku lainnya. Media online didasarkan pada Web, Scopus, Pubmed, dan
media on-line yang digunakan untuk publikasi dari berbagai Scientific journals.

3. PEMBAHASAN
3.1. BOTANI
Orthosiphon stamineus Benth sinonim dengan Orthosiphon aristatus (Bl.) Miq.,
Orthosiphon grandiflorus Bold., Orthosiphon spicatus (Jempol) Bak. merupakan spesies dari
dari famili Lamiaceae. Vernaculer name O. stamineus antara lain: misai kucing (Malaysia),
kumis kucing (Indonesia), dan java tea (Europe), merupakan tanaman native di Asia
Tenggara (Indubala and Ng, 2000). Genus Orthosiphon Benth terdiri dari 40 spesies yang
tersebar di Asia tropis dan subtropis termasuk Afrika Selatan dan Madagaskar (Sadashiva et
al. 2013). Genus Orthosiphon berasal dari dua kata ortho (lurus), sedangkan siphon (tabung
atau silindris). Kedua kata bila digabungkan berarti tabung lurus seperti bunga yang
dihasilkan oleh spesies-spesies dalam genus Orthosiphon. Karekteristik tabung lurus ini
dianggap sebagai salah satu karakteristik utama keluarga Labiatae atau Lamiaceae (Keng dan
Siong, 2006). Sebagian spesies dalam genus Orthosiphon dimanfaatkan sebagai obat seperti
Orthosiphon aristatus, Orthosiphon pallidus, Orthosiphon thymiflorus, Orthosiphon
stamineus terutama dalam pengobatan tradisional untuk mencegahnya penyakit yang berbeda
seperti diabetes, batu ginjal, edema, rematik, hepatitis, hipertensi dan penyakit kuning (Singh
et al. 2015).
Keng and Siong (2006) menyatakan bahwa Orthosiphon stamineus memiliki dua
varietas yang didasarkan pada warna bunganya yaitu varietas ungu dan varietas putih.
Varietas ungu memiliki kandungan bioaktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
putih (Lee 2004), walaupun demikian pada pencahayaan yang berbeda terkadang
mengakibatkan warna bunga kedua varietas tersebut sulit dibedakan. Orthosiphon stamineus
bisa tumbuh sekitar 1,2 m dan daunnya dapat dipanen dalam 2-3 bulan setelah penanaman
(Abdullah et al. 2012).
Varietas kedua tanaman kumis kucing secara morfologi susah dibedakan (Keng and
Siong 2006), namun bila dilihat lebih detai terdapat perbedaan pada morfologi daun maupun
bunga. Warna tulang daun dan bunga menunjukkan varietasnya, sehingga tanaman kumis
kucing berbunga ungu disebut variaetas ungu dan yang berbunga putih disebut varietas putih.
Varietas ungu memiliki bentuk helaian daun berbentuk bulat telur (ovate) dan vena daun
bewarna ungu, dan spot kekuningan tersebar tidak merata di permukaan bawah maupun
permukaan atas daun. Varietas putih memiliki bentuk daun rhomboid tanpa spot, bagian basal
berbentuk obtuse, sedangkan bagian apeks berbentuk acuminate, dengan vena bewarna hijau
terang (Gambar 1). Perbedaan yang sangat mencolok pada kedua varietas kumis kucing
adalah warna kelopak dan mahkota bunga. Varietas ungu memiliki warna lobus pada kedua
bibir corolla bewarna ungu terang sedangkan varietas putih memiliki warna maron.
Mikrostuktur daun, antera, stigma dan butir polen sama pada kedua varietas (Keng and Siong
2006).
C

Gambar 1. Perbedaan struktur morfologi daun Orthosiphon stamineus (A) permukaan atas
dan (B) permukaan bawah. Kiri atas varietas ungu sedangkan kanan atas varietas putih, (C)
pembungaan (Keng and Siong 2006).

3.2. MANFAAT
World health organization (WHO) atau organisasi kesehatan dunia mengungkapkan
bahwa 80% orang yang tinggal di dalam negara berkembang umumnya menggunakan obat
tradisional untuk menjaga kesehatannya. Pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat baik
dalam bentuk ekstrak kasar maupun simplisia semakin meningkat, berhubungan dengan
kecenderungan manusia kembali ke alam (back to nature). Hal tersebut mengakibatkan
pendokumentasian maupun penelitian tumbuhan sebagai bahan obat semakin meningkat
terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Tujuan penelitian bervariasi mulai dari hanya
mendokumentasikan pemanfaatan oleh masyarakat lokal (etnomedisin), isolasi senyawa
bioktif, bioassay, hingga tujuan komersialisasi.
Orthosiphon stamineus merupakan tanaman yang telah lama dimanfaatkan baik
sebagai obat tradisional atau jamu. Secara empirik masyarakat lokal memanfaatkan tanaman
kumis kucing sebagai obat ginjal atau peluruh batu ginjal. Walaupun demikian berbagai
penelitian menunjukkan khasiat tanaman kumis kucing yang lebih luas lagi antara lain
sebagai obat hipertensi (Manshor et al. 2013), hepatitis, penyakit kuning (Alshawsh et al.
2011), dan diabetes mellitus (Mohamed et al. 2013; Amer et al 2015).

3.2.1. Anti Diabetes Mellitus


Penyakit diabetes mellitus atau yang dikenal juga sebagai penyakit kencing manis
merupakan suatu kelainan metabolik yang ditandai dengan penurunan sekresi dan atau
resistensi insulin (Munin dan Hanani 2011). Diabetes mellitus merupakan ancaman global,
yang menempati peringkat ke empat penyebab kematian penyakit tidak menular setelah
penyakit kardio vaskular, kanker, dan penyakit pernafasan (Schwarz et al. 2013). Pada 2014
diperkirakan 387 juta orang diidentifikasi menjadi penderita diabetes di seluruh dunia (IDF
2014), dan sekitar 80% berada diwakili oleh negara berpenghasilan rendah dan menengah
(IDF 2014; Wild et al 2004).
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh metabolisme glukosa di dalam darah tidak
berjalan dengan baik sehingga kadar gula darah lebih tinggi daripada kondisi normal
(hiperglikemia). Agen anti hiperglikemik adalah agen yang dapat menurunkan kadar glukosa
darah namun tidak melampaui tingkat puasa, sedangkan agen hipoglikemik merupakan
senyawa yang mampu mengurangi kadar glukosa darah sampai di bawah puasa tingkat.
Senyawa metformin adalah agen anti hipperglikemik komersial sedangkan glibenklamid
adalah agen hipoglikemik (Mohamed et al. 2013). Glibenclamide bertindak dengan
merangsang pelepasan insulin dari sel β pankreas (Mariam et al. 1996). Tindakan lain yang
dapat menyebabkan efek hipoglikemik glibenklamid adalah penekanan pelepasan glucagons
(Joel and Lee 2001). Pada keadaan normal kadar glukosa puasa <100mg/dL dan kadar
glukosa setalah 2 jam makan <140mg/dL. Pada penderita diabetes mellitua kadar glukosa
darah >126 mg/dL atau kadar glukosa > 200 mg/dL pada saat 2 jam setelah makan (Munin
dan Hanani 2011).
Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat diabetes mellitus adalah tumbuhan
yang dapat mempertahankan kadar glukosa darah pada kadar normal. Pemberian ekstrak daun
tanaman kumis kucing secara oral sebesar 1g/kg, pada tikus mampu untuk mengurangi kadar
glukosa tikus normal di bawah tingkat konsentrasi puasa (Mariam et al. 1996). Mekanisme
obat herbal dalam mengontrol kadar glukosa darah adalah (1) menghambat hidrolisis
karbohidrat menjadi glukosa di dalam saluran cerna, sehingga mengakibatkan jumlah glukosa
yang terserap ke dalam darah menurun; (2) penghambatan pembentukan gula di hati; dan (3)
meningkatkan sekresi insulin dan sensivitasnya dan meningkatkan ambilan glukosa (Munin
dan Hanani 2011).
Secara empirik biasanya masyarakat lokal memanfaatkan tumbuhan yang memiliki
rasa pahit sebagai obat diabetes mellitus (Silalahi et al 2015a) termasuk tanaman kumis
kucing (Orthosiphon stamineus). Daun Orthosiphon stamineus telah dilaporkan memiliki
hipoglikemik dan aktivitas anti hipperglikemik (Mariam et al. 1995). Mohamed et al (2013)
menyatakan bahwa fraksi ekstrak kloroform dari Orthosiphon stamineus mampu
menghambat kenaikan kadar glukosa darah pada tikus yang telah diberi streptozotosin.
Pemberian ekstrak kloroform daun Orthosiphon stamineus dengan dosis 1g/kg dua kali sehari
pada tikus diabetes selama 14 hari menunjukkan penurunan yang signifikan (Mohamed et al
2013). Azam et al (2017) menyatakan ektraks air daun kumis kucing mampu menstabilkan
gula darah tikus yang telah ditreatmen dengan streptozotocin, kemampuannya sebanding
dengan 10 mg/kg bb glibenklamid (antidiabetes komersial). Analisis jalur metabolisme yang
sistematis mengidentifikasi bahwa ekstrak air dari Orthosiphon stamineus berkontribusi pada
aktivitas antidiabetes terutama melalui pengaturan siklus asam tricarboxylic, glikolisis/
glukoneogenesis, lipid dan metabolisme asam amino (Azam et al. 2017).
Sinensetin diidentifikasi di daun Orthosiphon staminus (Hossain dan Ismail 2016).
Hiperglikemia akan menginduksi glucotoxicity pada sel β pankreas, sehingga mengakibatkan
kerusakan sekresi insulin dan kontrol glikemik yang kurang baik. Ekstrak heksana O.
stamineus meningkatkan ekspresi mRNA insulin serta pankreatik dan duodenal homeobox-1
dari sel INS-1 dengan cara tergantung dosis. Ekstrak heksana O. stamineus meningkatkan
ekspresi mRNA insulin dan mencegah glucotoxicity yang diinduksi dengan pengobatan 3
hari (Lee et al. 2015).

3.2.2. Antioksidan
Spesies oksigen reaktif (ROS) dan radikal bebas lainnya bertanggung jawab atas
banyak penyakit, seperti arteriosklerosis, penyakit jantung, proses penuaan, dan kanker
(Willcox et al. 2004). Radikal bebas seperti ROS, termasuk radikal hidroksil, anion
superoksida, dan hidrogen peroksida, memainkan peran penting dalam meningkatkan
kerusakan jaringan hidup. Aktivitas antioksidan senyawa fenolik ditemukan terutama karena
menghambat redoksnya melalui penetralisir dan pendinginan radikal bebas (Galato et al.
2001).
Metode scavenging radikal 2,20-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) merupakan
metode yang sering digunakan untuk penentuan aktivitas antioksidan. Ekstrak air dari O.
stamineus menunjukkan aktivitas scavenging radikal bebas yang signifikan IC50 9,6 μg/mL,
sedangkan IC50 untuk ekstrak etanol sebesar 21,4 μg/mL. Ekstrak metanol dari O. stratus
menunjukkan anti radikal superoksida yang baik, anti radikal hidroksil, ion ferrous chelating,
dan aktivitas peroksidasi antilipid (Yam et al 2012). Pemberian ekstrak metanol dari O.
stratus pada konsentrasi 1250, 2500, dan 5000 mg/kg/hari selama 28 hari tidak menunjukkan
tanda toksisitas akut. Selanjutnya, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam berat badan,
berat organ relatif, dan hematologis dan biokimia parameter antara tikus betina dan tikus
betina dalam dosis yang diuji. Tidak ada kelainan organ dalam yang diamati antara keduanya
kelompok perlakuan dan kontrol (Yam et al. 2012).

3.2.3. Hepatitis
Hati merupakan organ penting yang bertanggung jawab atas metabolisme, sekresi
empedu, eliminasi zat, detoksifikasi darah, sintesis, dan regulasi hormon penting.
Orthosiphon stamineus telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di Malaysia dalam
pengobatan hepatitis dan penyakit kuning (Alshawsh et al. 2011). Parasetamol merupakan
senyawa kimia komersial yang digunakan untuk menurunkan panas, namun pemakainnya
memiliki dampak negatif terhadap kerusakan hati. Parasetamol (2 g/kg) telah meningkatkan
SGOT, SGPT, ALP dan peroksida lipid di hati, namun pemberian ekstrak metanol daun O.
stamineus (200mg/kg) mengembalikan mengembalikan sifat normal di hati, sehingga O.
stamineus memiliki aktivitas hepatoprotektif (Maheswari et al. 2008). Ekstrak etanol dari O.
stamineus telah diteliti untuk mengetahui efek hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi
dengan thioacetamide (Alshawsh et al. 2011).

3.2.4. Antimikroba
Senyawa antimikroba merupakan senyawa yang menghambat pertumbuhan mikroba
seperti jamur mikroskopis dan bakteri. Sebanyak 72 isolat jamur endofit diidolasi dari
berbagai organ tanaman kumis kucing yaitu sebanyak 48 isolat dari daun, 14 isolat dari
batang, 6 isolat dari akar dan 4 isolat dari bunga dan sebanyak 92% memiliki aktivitas
sebagai anti mikroba (Tong et al. 2011). Khasiat anti bakteri itu diselidiki dengan metode
difusi cakram dan konsentrasi hambatan minimum (minimum inhibitory concentration/ MIC)
melawan empat strain bakteri (gram-positif dan Gram-negatif) (Alshawsh et al. 2012).
Aktivitas antimikroba terbaik ditunjukkan oleh ekstrak air O. staminus terhadap
Staphylococcus aureus, dengan zona penghambatan 10,5 mm dan nilai MIC 1,56 mg/mL
(Alshawsh et al. 2012).
3.3. METABOLIT SEKUNDER
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dimanfaatkan oleh manusia untuk
tujuan pengobatan, insektisida, pewarna, parfum, dan spices. Tumbuhan mensintesis
metabolit sekunder sebagai pertahanannya pada lingkungan yang kurang menguntungkan,
oleh sebab itu kandungannya bervariasi antar jenis tumbuhan, periode pertumbuhan, maupun
jenis lingkungannya. Hal tersebut mengakibatkan metabolit sekunder tumbuhan sangat
beragam jenisnya dan diperkirakan mencapai 10.000 jenis.
Orthosiphon stamineus merupakan salah satu jenis tumbuhan yang menghasilkan
berbagai jenis metabolit sekunder, yang dimanfaatkan sebagai bahan obat. Secara umum
metabolit sekunder pada tumbuhan dibedakan menjadi senyawa phenolik, terpenoid dan
alkaloid (Taiz and Zeiger 2006), yang kemudian dapat dibagi-bagi jenisnya berdasarkan
kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi. Orthosiphon stamineus mengandung senyawa
fenolat aktif seperti flavanoid (Almatar et al. 2013). Penelitian lain mengungkapkan hal yang
berbeda bahwa fraksi kloroform air rebusan daun kumis kucing yang mengandung senyawa
diterpen jenis isopimaran (Ohashi 2000b). Kumis kucing mengandung persentase sinensetin,
eupatorin, dan 30-hidroksi-5,6,7,40-tetrametoksiflavon dalam ektrak kloroform adalah
1,48%, 2,26% dan 0,58%, masing-masing (Mohamed et al. 2013). Ekstrak daun Orthosiphon
staminaus mengandung tiga flavonoid (30-hidroksi-5,6,7,40-tetrametoksiflavon, sinensetin,
dan eupatorin) sebagai zat bioaktif (Yam et al. 2012).
Berbagai jenis senyawa kimia yang telah diisolasi dari spesies Orthosiphon yang
meliputi monoterpen, diterpenes, triterpen, saponin, asam organik dan flavonoid senyawa
(Singh et al. 2015) (Gambar 2). Ekstrak metanol menunjukkan adanya senyawa fenolik dan
flavanoid Maheswari et al. 2008). Enam senyawa flavonoid diisolasi dari daun tanaman obat
Orthosiphon stamineus. Berdasarkan analisis kimia dan spektral, strukturnya dijelaskan
seperti eupatorin, sinensetin, 5-hidroksi-6,7,30,40-tetrametoksiflavon, salvigenin, 6-hidroksi-
5,7,40-trimethoxyflavone dan 5,6,7,30-tetramethoxy-40-hydroxy-8-C-prenylflavone (Hossain
dan Rahman 2015).
Gambar 2. Struktur kimia dari senyawa khas dan bioaktif yang diisolasi dari Orthosiphon
yaitu: (a) 3’-hydroxy-5,6,7,4’-tetramethoxyflavone neoorthosiphol A, (b) neoorthosiphol B α-
amyrin, (c) β-amyrin maslinic acid, (d) urosolic acid oleanolicv acid, (e) orthosiphonone A
orthosiphonone B, (f) orthosiphol A orthosiphol B, (g) myo-inositol, (h) neoorthosiphol A
neoorthosiphol B, (i) betulinic acid β-elemene, (j) β-caryophyllene caffeic acid, (k) sinensetin
tetra-methyl scutellarein, (l) eupatorin cirsimaritin, (m) acetovanillochromene orthochromene
A, (n) methylripario chromene agermacrene-D, (o) β-selinen α-cadinol, (p) choline betaine,
(q) O-cyamenea-terpineol, (r) lyrol valencene, dan (s) nephthalin camphor α-elemene (Singh
et al 2015).

Kesimpulan
1. Orthosiphon stamineus dibedakan menjadi dua varietas yang disebut dengan varietas
ungu (bunga bewarna ungu) dan varietas putih (bunga bewarna putih).
2. O rthosiphon stamineus menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid dan senyawa fenol
seperti diterpenoid jenis isopimaran, flavonoid, benzokromen, dan turunan asam
organik.
3. Dalam pengobatan tradisonal tanaman kumis kucing dimanfaatkan sebagai obat
diuretik atau peluruh kencing hipertensi, hepatitis, penyakit kuning, dan diabetes
mellitus.

Daftar Pustaka
Achmad, S.J., Y.M. Syah, E.H. Hakim, L.D. Juliawaty, L.makmur, and D. Mujahidin. 2008.
Ilmu kimia dan kegunaan tumbuh-tumbuhan obat Indonesia, Instituk Teknologi
Bandung, Bandung, viii + 350 hlm.
Ameer OZ, Salman IM, Asmawi MZ, Ibraheem ZO, Yam MF. Orthosiphon stamineus:
traditional uses, phytochemistry, pharmacology, and toxicology. J Med Food.
2012;15:678e690.
Azam AA, R Pariyani, IS Ismail, A Ismail, A Khatib, F Abas and K Shaari. Urinary
metabolomics study on the protective role of Orthosiphon stamineus in Streptozotocin
induced diabetes mellitus in rats via 1H NMR spectroscopy BMC Complementary and
Alternative Medicine (2017) 17:278 DOI 10.1186/s12906-017-1777-1
Abdullah S, AR Shaari, A. Azimi. 2012. Effect of Drying Methods on Metabolites
Composition of Misai Kucing (Orthosiphon stamineus) Leaves ICBFS 2012: April 7-8,
2012, Bangkok, Thailand. APCBEE Procedia 2:178-182.
Almatar M, Z Rahmat, FM Salle, 2013. Preliminary morphological and anatomical study of
Orthosiphon stamineus Indian J.Pharm.Biol.Res. 2013;1(4):1-6
Alshawsh MA.,MA Abdulla, S Ismail, and ZA. Amin. 2011. Hepatoprotective Effects of
Orthosiphon stamineus Extract on Thioacetamide-Induced Liver Cirrhosis in Rats
Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine Volume 2011, Article ID 103039, 6 pages doi:10.1155/2011/103039
Congruist, A. 1981. An Intergrated System of Classification of Flowering Plants, Colmbia
University Press, New York hlm 924-927
Galato, D.; Ckless, K.; Susin, M.F.; Giacomelli, C.; Spinelli, A. Antioxidant capacity of
phenolic and related compounds: correlation among electrochemical, visible
spectroscopy methods and structure-antioxidant activity. Redox Rep. 2001, 6, 243–250.
Hossain MA and S.M.M Rahman. 2015. Isolation and characterisation of flavonoids from the
leaves of medicinal plant Orthosiphon stamineus. Arabian Journal of Chemistry (2015)
8, 218–221.
Indubala J. and L. Ng, Herbs: The Green Pharmacy ofMalaysia, Vinpress Sdn Bhd, Kuala
Lumpur, Malaysia, 2000.
IDF, International Diabetes Federation. Diabetes Atlas. 5th ed. Brussels: International
Diabetes Federation; 2014.
Joel, G.H.; Lee, E.L. Goodman and Gilman, the Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th
ed.; McGraw-Hill: New York, NY, 2001; pp.1679-1698.
Keng, C.L. and L.P. Siong, 2006. Morphological similarities and differences between the two
varieties of cat’s whiskers (Orthosiphon stamineus Benth.) grown in Malaysia. Int. J.
Bot., 2: 1-6.
Lee HJ, YJ Choi, SY Park, JY Kim, KC Won, JK Son, YW Kim. 2015. Hexane Extract of
Orthosiphon stamineus Induces Insulin Expression and Prevents Glucotoxicity in INS-1
Cells. Diabetes Metab J 2015;39:51-58
Lee. WL. 2004. Micropropagation and cell culture of misai kucing (Orthosiphon stamineus
Benth) and detection of rosmarinic acid in te in Vitro cultures. MSc. Thesis, Universiti
Sains Malaysia, Penang, Malaysia.
Mariam A.; Asmawi M.Z.; Sadikun A. Hypoglycaemic activity of the aqueous extract of
Orthosiphon stamineus. Fitoterapia 1996, LXVII, 465-468.
Mohamed EAH, MF Yam, LF Ang, AJ Mohamed, MA Asmawi Antidiabetic Properties and
Mechanism of Action of Orthosiphon stamineus Benth Bioactive Sub-fraction in
Streptozotocin-induced Diabetic Rats J Acupunct Meridian Stud 2013;6(1):31-40
Munim , A. & E. Hanani. 2011. Fisioterapi Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. viii + 356 hlm.
Manshor NM, A Dewa, MZ Asmawi, Z Ismail, N Razali, and Z Hassan. 2013. Vascular
Reactivity Concerning Orthosiphon stamineus Benth-Mediated Antihypertensive in
Aortic Rings of Spontaneously Hypertensive Rats Hindawi Publishing Corporation
International Journal of Vascular Medicine Volume 2013, Article ID 456852, 8 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2013/456852
chwarz PEH, Gallein G, Ebermann D, Müller A, Lindner A, Rothe U, Müller G. Global
diabetes survey an annual report on quality of diabetes care. Diabetes Res Clin Pract.
2013;100:11–8.
Singh MK., B Gidwani, A Gupta, H Dhongade, CD Kaur, PP. Kashyap and D.K. Tripathi.
2015. A Review of the Medicinal Plants of Genus Orthosiphon (Lamiaceae).
International Journal of Biological Chemistry 9 (6): 318-331, 2015 ISSN 1819-155X /
DOI: 10.3923/ijbc.2015.318.331
Sadashiva, C.T., P. Sharanappa, Y. Naidoo, C.T. Sulaimon and I. Balachandran, 2013.
Chemical composition of essential oil from Orthosiphon diffuses Benth. J. Med. Plants
Res., 7: 170-172.
Taiz L. dan Zeiger E. 2006. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc, Sunderland
Tong W.Y., I. Darah and Z. Latiffah. 2011. Antimicrobial activities of endophytic fungal
isolates from medicinal herb Orthosiphon stamineus Benth. Journal of Medicinal Plants
Research Vol. 5(5), pp. 831-836, 4 March, 2011
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for
the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004; 27:1047–53.
Willcox, J., Sarah, A., Catignani, G. 2004. Antioxidants and prevention of chronic disease.
Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 2004, 44, 275–295.
Yam MF, EAH Mohamed , LF Ang, L Pei, Y Darwis, R Mahmud, MZ Asmawi, R Basir, M.
Ahmad. A Simple Isocratic HPLC Method for the Simultaneous Determination of
Sinensetin, Eupatorin, and 30-hydroxy-5,6,7, 40-tetramethoxyflavone in Orthosiphon
stamineus Extracts J Acupunct Meridian Stud 2012;5(4):176e1

Anda mungkin juga menyukai