Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Herpes Zooster

Penguji:
Dr. dr. Ago Harlim, Sp.KK, MARS, FINSDV, FAADV

Disusun Oleh:
AndreWilliam

2265050072

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 2 JANUARI – 11 FEBRUARI 2023
RUMAH SAKIT UMUM UKI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2023
IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. A
- Usia : 49 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Alamat : Cilangkap
- Pekerjaan : Pegawai Swasta
- Status Pernikahan : Sudah Menikah

ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Bercak merah pada bagian dada sebelah kiri disertai nyeri dan
gatal
- Keluhan Tambahan :-
- Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli dengan keluhan bentol kemerahan pada bagian dada sebelah kiri disertai
rasa Nyeri dan Gatal sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dan gatal dirasakan secara terus menerus.
Sebelumnya Nyeri dan gatal dirasakan sejak 9 hari yang lalu dan Kemerahan pada kulit mulai
muncul sejak 4 hari yang lalu. Pasien pernah mengkonsumsi Asam mefenamat, amoxcicilin,
dan bedak erosin untuk memperingan keluhan. keluhan sempat membaik namun kembali
muncul.
- Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat cacar air ketika berumur 9 tahun. Riwayat gigitan serangga
disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga pasien tidak memiliki keluhan serupa
- Riwayat Kebiasaan Pasien
-
PEMERIKSAAN FISIK UMUM (STATUS GENERALIS)
- Tensi : 120/80 mmHg
- Respirasi : 20 kali/menit
- BB : 62 kg
- TB : 176 cm
- Kepala : Normocephali
- Leher : KGB tidak teraba membesar, JVP tidak distensi
- Dada
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
tampak papul vesikel eritema tersusun secara herpetiformis tersebar
secara dermatomal unilateral

Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri


Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Bising nafas dasar vesikuler, ronchi (-/-), wheezing
(-/-), bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop
(-)
- Abdomen
Inspeksi : Perut tampak mendatar, tampak papul vesikel eritema tersusun
secara herpetiformis tersebar secara dermatomal unilateral
Auskultasi : BU (+) 4 kali/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
- Ekstremitas Atas : Dalam batas normal
- Ekstremitas Bawah : Dalam batas normal
(STATUS DERMATOLOGIK)

Efloresensi.
Pada regio Thorax Sinistra dan Regio abdominal hipokondrium sinistra tampak papul eritema
berukuran milier hingga lentikuler tersusun herpetiformis , tersebar secara dematomal, unilateral,
konfluens

RESUME

Pasien datang ke poli dengan keluhan bentol kemerahan pada bagian dada sebelah kiri disertai
rasa Nyeri dan Gatal sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dan gatal dirasakan secara terus menerus.
Sebelumnya Nyeri dan gatal dirasakan sejak 9 hari yang lalu dan Kemerahan pada kulit mulai
muncul sejak 4 hari yang lalu. Pasien pernah mengkonsumsi Asam mefenamat, amoxcicilin,
dan bedak erosin untuk memperingan keluhan. keluhan sempat membaik namun kembali
muncul. Pada inspeksi thorax dan abdomen didapatkan papul vesikel eritema tersusun secara
herpetiformis tersebar secara dermatomal unilateral

DIAGNOSIS BANDING

 Herpes Zooster

 Dermatitis Venenata
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Tzank Test
Tidak dilakukan
- Patch test

Tidak di
lakukan

DIAGNOSIS KERJA
- Herpes Zooster

PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
1. Asiklovir 5x800mg PO
2. Ibuprofen 2x400mg PO (Jika Nyeri)
3. Gabapentin 3x100mg
4. Mupirocin Salep 2% 3x1 ue (Apabila vesikel pecah)
- Non Medikamentosa
1. Menganjurkan kepada pasien untuk tidak mengaruk ataupun memegang luka
2. Apabila Gatal dapat dikompres dengan menggunakan air dingin
3. Gunakan pakaian yang tidak terlalu ketat.
PENULISAN RESEP
dr.AndreWilliam

SIP 2065050155
Jalan MT Haryono
(021) 8260 2784

Jakarta, 12 Januari 2023


R/ Asiklovir Tab 800 mg No. XXXV
S 5 dd 1 tab
___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _
R/
Mupirocin Salep 2% No. I
S 3 dd 1 ue in loc dol
___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _

R/ Ibuprofen Tab 400 mg No. X


S 2 dd 1 tab
___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _

R/ Gabapentin Tab 100 mg NoLXXXIV


S 3 dd 1 tab
___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _

Pro : Tn.A

Usia : 49 tahun

PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Bonam
- Quo ad sanationam : Bonam
- Quo ad cosmeticum : Bonam
ANALISIS KASUS
Herpes Zooster

DEFINISI
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan dermatom
tunggal atau yang berdekatan. 2 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang
memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox. 2 Shingles adalah nama lain dari herpes
zoster 2,3,5,6,7
Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela
melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu
mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster. 1

EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman. Terjadinya
herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau herpes. 4 Sebaliknya,
kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4
Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20
sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada usia yang sama.4
Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk “human
immunodeficiency virus” (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan
kemoterapi pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi oportunistik
terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering ditandai dengan
defisiensi imun.4 Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS pada
individual dengan resiko tinggi.8 Dengan demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada individu
yang terkena herpes zoster.4
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis kelamin perempuan,
trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10 polimorfisme, dan ras hitam, tapi
konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk
memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes zoster. 2 Episode kedua dari herpes zoster jarang
terjadi pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang. 2 Orang yang menderita lebih dari
satu episode mungkin immunocompromised. 2 Pasien imunokompeten menderita beberapa episode
seperti penyakit herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV)
yang berulang.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan varisela. Virus dapat
diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya
ruam, dan untuk waktu yang lebih lama pada individu immunocompromised. 2 Pasien dengan zoster
tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada
aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien
tersebut.2

PATOGENESIS
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3 VVZ bereplikasi
dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang
erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi,
VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana
ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan
menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air. 8 Zoster terjadi dari reaktivasi dan
replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus Varisela
zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas. 1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat
bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai
media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan. 1 Reaktivasi mungkin karena stres, sakit
immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik
menyebabkan gejala prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi
primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan latensi, imunitas
seluler lebih penting pada herpes zoster. 1 Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat
pada pasien HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.1 Penyebab reaktivasi
tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan imunosupresi. 1 Insidensi herpes zoster
berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap VZV spesifik. 1
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan ganglion
sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit
dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. 1 Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami
keadaan laten dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster. 1
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan permukaan mukosa ke
ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia
sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan. 4 Herpes zoster
terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang
diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang
dari T1 sampai L2.4
Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan mempermudah reaktivasi.
Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang
kurang efisien pada saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir. 8
Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:
1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.
2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.
3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
5. Lesi menghilang.

GEJALA KLINIS
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan kelelahan selama 1
sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus sangat gatal, makula dan papula eritematosa
pruritus yang dimulai pada wajah dan menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat
menjadi vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai “tetesan embun pada
kelopak mawar” ( “dew drop on rose petal” ).3 Setelah vesikel matang, pecah membentuk krusta.3 Lesi
pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik dari varisela.3
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan pruritus
selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada
dasar yang eritematosa.3
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau terus
menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus. 1 Nyeri prodormal
tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada
penderita mayoritas diatas usia 60 tahun. 4 Nyeri prodormal : lamanya kira –kira 2 – 3 hari, namun dapat
lebih lama.8
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal 1,7, malaise, demam, nyeri kepala, dan
limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal, gejala
tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit. 1
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) 7 dapat menstimulasi migrain6, nyeri
pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis 4,6, prolaps
diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang
serius.4
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya 8
herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. 1 Erupsi diawali dengan plak
eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara dermatomal. 1
Lesi baru timbul selama 3-5 hari. 8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan berubah
menjadi pustule pada hari ketiga.4 Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 – 4 minggu. 8 Krusta
yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. 4 Pada
orang yang normal, lesi – lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7
hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih ringan dan berdurasi
pendek pada anak – anak.4
Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang
paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan sakral. 8
Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena. 8
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien seperti ini harus dievaluasi
oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan telinga atau mangkuk konkhal –
sindrom Ramsay-Hunt.3 Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus
fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga. 3
Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal, namun keterlibatan dermatom yang berdekatan
dapat terjadi, seperti lesi meluas dalam kasus zoster-diseminata.3 Zoster bilateral jarang terjadi, dan
harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.3
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus
(N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari
sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak
dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis


Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

1. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.


5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

DIAGNOSIS
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia
beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. 3 Adakalanya
sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan
malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi
papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi
vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur
darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa
nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik
dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar
eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan


diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. 4,9 Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan
serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi
bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus
herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan
tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


mikroskop elektron.

2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

DIANOSIS BANDING
 Herpes simpleks zosteriform1,3,4,10 : karena herpes zoster dapat muncul di daerah
genital.
 Selulitis.1
 Erisipelas.1
 Infeksi mikobakterium diseminata.1
 Dermatitis kontak.3
 Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi
dermatomal klasik.10
 Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan umbilikasi
sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih lunak dan tidak ada dasar
eritem seperti zoster. 10
 Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada dermatom dan
mengikuti jaringan laba – laba.4,10
 Gigitan serangga (Insect bite).4,10

KOMPLIKASI
1. Neuralgia paska herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat
disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3. Zoster trigeminalis

 herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus, tetapi paling sering
terkena adalah bagian oftalmika. 11,15 Gangguan mata seperti konjungitvitis, keratitis,
dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena
(ditunjukkan oleh adanya vesikel –vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster
oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog. 11

 herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu selama rash,


terdapat ulkus kornea, keratitis punctata. 15

 Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel – vesikel
unilateral pada pipi dan pada palatum11.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan
gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya
muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di
wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan
sembuh spontan.

PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada
orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar.
Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
A.1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir
dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus.
Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3
hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya
digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa
minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan
3×200 mg/hari selama 7 hari.
A.2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat
adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya
ketika nyeri muncul.
A.3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan
ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan
secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.

B. Pengobatan topikal

Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat
digunakan untuk neuralgia paska herpes. 3,7 Solutio Burrow dapat digunakan untuk kompres
basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk maserasi dari
vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri.7 Solutio
Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada
erupsi berat dari orang tua.7 Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10
hari untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan jangka
pendek.7

PROGNOSIS
Infeksi primer herpes virus merupakan penyakit yang dapat sembuh spontan,biasanya
berlangsung selama 1-2 minggu. Kematian dapat terjadi pada masa neonates, anakdengan
malnutrisi berat, kasus meningo-ensefalitis, dan eksema herpetikum yang berat,diluar keadaan
ini biasanya prognosis baik. Mungkin sering ditemukan serangan berulang,tetapi serangan ulang
tersebut jarang berat, kecuali serangan ulang pada mata yang dapatmenyebabkan timbulnya
jaringan parut pada kornea dan menimbulkan kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2002.

2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed. Philadelphia :
Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincott’s Primary
Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148 -151.

4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and Herpes
Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill
Company.2008.p. 1885-1898.

5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 11th
ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 – 376.

6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks’ Principles of
Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148.

7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 – 490.

8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical Series.
2008 : 115 – 119.

9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed. New Delhi :
Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 – 84.

10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United State of
America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 – 502.

11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta : Erlangga Medical
Series. 2005 : 29 – 31.

12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby Elseiver. 2008.p.


212-214.

13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim Young Jin.
Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In : International Journal of
Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 – 299.

14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In : International


Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.

15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review. New York : Mc
Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.

16. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010 : 110-112.
17. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan
Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

18. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.

Anda mungkin juga menyukai