Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOTERAN OKTOBER 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

Herpes Zooster Oftalmica

Disusun Oleh:

Ampri Yuwana Loyra

NIM. 2013-83-041

Konsulen

dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. ZU
Umur : 59 Tahun
Alamat : Kayu Putih
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Wiraswasta
Nomor Register :
Tanggal Masuk : 4 Oktober 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan terasa nyero

Keluhan Tambahan : Terasa gatal, nyeri, mata bengkak dan sukar dibuka

Anamnesis terpimpin :

Pasien datang RS dengan keluhan terdapat lenting- lenting bergerombol pada

dahi kanan hingga pelipis kanan sejak 1 minggu yang lalu. Lenting- lenting tersebut

berisi cairan berwarna bening dengan ukuran yang bervariasi. Awalnya, lenting berisi

cairan muncul di daerah sekitar dahi kanan, kemudian lama kelamaan lenting-lenting

mulai menyebar ke pelipis kanan. Pasien merasakan gatal dan nyeri pada daerah

tersebut. Keluhan tersebut dirasakan terus menerus sepanjang waktu dan tidak membaik

pada saat beristirahat maupun beraktivitas. Selain itu, pasien juga merasa lama kelamaan

mata pasien menjadi bengkak dan sulit dibuka seluruhnya sehingga mata kanan

pasien dalam keadaan tertutup


C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,5˚C

Status Ophtalmologi
OD Segmen OS
Anterior
Bola Mata
Palpebra Superior Palpebra Palpebra Superior
Edema(+),blefarospasme Edema (-), blefarospasme(-),
(+), eritema(+), ektropion (- eritema(-), ektropion (-),
), entropion (-), hematom (- entropion (-), hematom (-)
)
Palpebra inferior
Palpebra inferior Edema (-), eritema (-),
Edema (+), eritema (+), blefarospasma (-),ektropion (-),
blefarospasma (+), entropion (-), hematom (-)
ektropion (-), entropion (-),
hematom (-)
Kemosis (-), Konjungtiva Kemosis (-), subkonjungtival
subkonjungtival bleeding (- bleeding (-), anemis (-),
), anemis (-), pterigium (-), pterigium (-), injeksi konjungtiva
injeksi konjungtiva (-) (-)
Perdaraan (-), infiltrat (-), Kornea Jernih, infiltrat (-), arcus senilis
arcus senilis (-), edema (-), (-), edema (-), ulkus (-)
ulkus (-)
Dalam, hipopion (-), Bilik Mata Dalam, hipopion (-), hifema (-)
hifema (-) depan
Prolaps iris (-) Iris Radier, sinekia (-)
Bulat, 3 mm Pupil Bulat, 3 mm
Perdarahan (-) Lensa Jernih
Gambar Skematik :

G. DIAGNOSA KERJA
- Herpes Zooster Oftalmica

H. DIAGNOSA BANDING
- Herpes Simplex
- Impetigo bulosa

I. PERENCANAAN
- IVFD RL 18 tpm
- Asiklovir 5 x 800 mg / p.o
- Levofloksasin 1 x 500 mg/p/o
- As.mefenamat 3 x 500 mg/p.o
- Compress NACL 0,9%
- Amitripilin 2 x 12,5 mg /p.o

J. PROGNOSIS
- Quo ad visam = Dubia add bonam
- Quo ad vitam = Dubia add bonam
- Quo ad sanationam = Dubia add bonam
K. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
04/10/2018 S : nyeri mata kanan
(Hari ke-1) O : VOD 2/60
VOS 6/6
A : HZO
P: IVFD RL 18 tpm, Asiklovir 5 x 800 mg / p.o,
Levofloksasin 1 x 500 mg/p/o, As.mefenamat 3 x
500 mg/p.o, Compress NACL 0,9%, Amitripilin 2 x
12,5 mg /p.o
05/10/2018 S : nyeri mata kanan
(Hari ke-2) O : VOD 2/60
VOS 6/6
A : HZO
P: IVFD RL 18 tpm, Asiklovir 5 x 800 mg / p.o,
Levofloksasin 1 x 500 mg/p/o, As.mefenamat 3 x
500 mg/p.o, Compress NACL 0,9%, Amitripilin 2 x
12,5 mg /p.o
06/10/2018 S : nyeri mata kanan
(Hari ke-3) O : VOD 4/60
VOS 6/6
A : HZO
P: IVFD RL 18 tpm, Asiklovir 5 x 800 mg / p.o,
Levofloksasin 1 x 500 mg/p/o, As.mefenamat 3 x
500 mg/p.o, Compress NACL 0,9%, Amitripilin 2 x
12,5 mg /p.o
J. RESUME
Seroang Pasien 59th MRS dengan keluhan nyeri mata kanan. Terdapat lenting- lenting

bergerombol pada dahi kiri hingga pelipis kiri sejak 1 minggu yang lalu. Lenting-

lenting tersebut berisi cairan berwarna bening dengan ukuran yang bervariasi. Awalnya,

lenting berisi cairan muncul di daerah sekitar dahi kanan, kemudian lama kelamaan

lenting-lenting mulai menyebar ke pelipis kanan. Pasien merasakan gatal dan

nyeri pada daerah tersebut. Keluhan tersebut dirasakan terus menerus sepanjang waktu

dan tidak membaik pada saat beristirahat maupun beraktivitas. Selain itu, pasien juga

merasa lama kelamaan mata pasien menjadi bengkak dan sulit dibuka seluruhnya

sehingga mata kanan pasien dalam keadaan tertutup


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi & Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) yang tergolong

virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm dan termasuk subfamili alfa herpes

viridae. Berdasarkan sifat biologisnya VVZ diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu

alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan

infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah

infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten

didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan

kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran

penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai

enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus

spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang

terinfeksi.1,2,3
Gambar 2.1 Struktur Virus Varicella Zoster4

B. Patofisiologi

Transmisi virus Varicella-Zoster virus (VZV) paling mudah melalui traktus

respiratorius, dimana replikasi virus terjadi umumnya pada nasopharynx. Hal ini

akan memicu proses migrasi sistem retikuloendotelial menuju tempat tersebut

hingga akhirnya terjadi suatu keadaan yang disebut viremia5. Pada mulanya,

viremia ini akan bermanifestasi sebagai chicken pox (cacar air), dimana terdapat

lesi kulit yang difus dan dapat diverifikasi dengan kultur darah maupun

polymerase chain reaction (PCR). Vesikel yang timbul pada pasien terkait dengan

lapisan dermis pasien dengan adanya perubahan degeneratif yang dicirikan dengan

adanya vesikel, munculnya multinucleated giant cell,dan inklusi eosinofilik

intranuklear.Infeksi VZV juga dapat melibatkan pembuluh darah yang

memberikan vaskularisasi pada kulit lokal, yang berakibat pada munculnya

nekrosis dan hemoragik epidermis.6


Seiring dengan perjalanan penyakit, cairan vesikular menjadi keruh karena

adanya rekrutmen leukosit polimorfonuklear (PMN) dan adanya fibrin serta sel-sel

yang telah berdegenerasi. Akhirnya vesikel ini akan pecah dan menyebarkan

cairan berisi virus yang dapat direabsorpsi secara gradual maupun ditularkan. Pada

cacar air, beberapa virus VZV akan menginfeksi ganglion akar dorsalis dan

mempertahankan keadaan laten hingga akhirnya mengalami reaktivasi. Namun

mekanisme reaktivasi ini masih belumdiketahui.6

Virus VZV dapat membuat sebuah program genetis yang mengontrol interaksi

virus dan host sehingga keberlangsungan hidupnya di manusia terjamin.Lesi

vesikuler mengandung VZV dengan konsentrasi tinggi yang bersifat infeksius dan

dibutuhkan untuk melakukan transmisi. Saat reaktivasi VZV dibutuhkan

pergerakan virion dari akson menuju kulit dimana virus akan menginvasi respon

imun innate maupun adaptif, namun akhirnya tetap terjadi persebaran virus antar

sel dan membentuk lesi yang mempenetrasi epidermis. Reaktivasi VZV ini

merusak neuron dan sel satelit, salah satu neuroglia di jaringan saraf.7

Sebenarnya, saat pasien pertama terinfeksi VZV dan muncul varicella, telah

terbentuk sel T spesifik VZV dan disimpan sebagai memori. Pada orang yang

rentan, sel tersebut hilang dan terdegradasi, atau justru fungsi dari sel T tersebut

yang berkurang, dimana pada akhirnya akan menyebabkan kurangnya

respon imun dari pasien. Melalui pemeriksaan histopatologis pada pasien dengan

herpes zoster dapat ditemukan hemoragi, edema, dan infiltrasi limfosit. Virus

VZV tidak hanya bereplikasi di kulit namun juga di organ lainnya, seperti paru-

8
paru dan otak. Hal ini akan mengakibatkan pneumonitis interstisial, pembentukan

multinucleated giant cell, inklusi intranuklear, dan hemoragik pulmoner.7

Pasien dengan infeksi SSP dapat memiliki pleositisis liquor cerebrospinal

(LCS) dan peningkatan protein LCS. Meningoencephalitis akhirnya dapat

muncul dengan gejala nyeri kepala, demam, Pasien dengan infeksi SSP dapat

memiliki pleositisis liquor cerebrospinal (LCS) dan peningkatan protein

LCS.Meningoencephalitis akhirnya dapat muncul dengan gejala nyeri kepala,

demamfotofobia, meningitis, dan vomitus. Manifestasi SSP lain yang cukup

jarang adalah angiitis granulomatosa dengan hemiplegia kontralateral serta

myelitis transversal (dengan atau tanpa paralisis)7

Sesuai dengan tempat infeksi virus VZV, akan muncul erupsi vascular

unilateral dengan dermatom yang berkaitan, disertai rasa nyeri yang berat. Nyeri

ini dapat mendahului munculnya lesi, yaitu sekitar 48 hingga 72 jam.

Makulopapular eritema akan muncul dan akhirnya secara cepat berkembang

menjadi lesi vesikuler. Lesi ini hanya akan muncul 3-5 hari, dengan total durasi

penyakit berkisar 7-10 hari. Namun, butuh sekitar 2-4 minggu untuk

mengembalikan kulit ke keadaan normal. Dermatom T3 hingga L3 merupakan

dermatom yang sering terlibat. Apabila infeksi melibatkan nervus trigeminal

cabang ophtalmicus, akan muncul zoster ophtalmicus. Apabila pasien zoster

ophtalmicus tidak mendapatkan terapi antiviral yang adekuat dapat berujung

pada kebutaan.Jika infeksi melibatkan cabang trigeminal yang lain, lesi dapat

muncul pada mulut, lidah, dan lain- lain. 6 Pada pasien herpes zoster dapat pula

muncul sindroma Ramsay Hunt, yaitu nyeri dan vesikel yang didapatkan pada

9
canalis auditiva externus, disertai kehilangan kemampuan mengecap pada

dua pertiga lidah.Hal ini terkait dengan infeksi nervus facialis.Neuralgia

postherpetic, hypoesthesia, maupun hyperesthesia juga bisa ditemukan pada

pasien.6

C. Gejala Klinis

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun

daerah-daerah lain tidak jarang. Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala

prodromal baik sistemik (demam, pusing, malaise) maupun lokal (mialgia,

nyeri tulang, gatal, pegal, dan sebagainya). Setelah itu, timbul eritema yang dalam

waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa

dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna

abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung

darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi

sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks8

Herpes zoster dapat muncul dengan respon sistemik, misalnya gejalanya

meliputi fenomena sensoris yang menyerang satu atau lebih dermatom kulit pada

hari ke- 1-10, yang biasanya berupa nyeri atau parestesi, meskipun jarang terjadi.

Nyeri prodormal dapat menstimulasi timbulnya nyeri kepala, iritis, neuritis

brakhialis, nyeri kardiak, apendisitis atau penyakit intraabdomen lainnya yang

dapat menyulitkan diagnosis. Setelah timbulnya onset gejala prodormal, gejala dan

tanda yang akan terjadi selanjutnya meliputi:8

 Patch eritem disertai indurasi, yang mengenai area dermatom yang

10
terlibat.

 Limfadenopati regional bisa terjadi pada stadium ini atau sesudahnya.

 Lesi yang timbul pada kulit biasanya bersifat unilateral dan alasannya

belum diketahui.

Area yang diinervasi oleh saraf trigeminal, khususnya divisi optalmik dan

trunkus dari T3-L2 adalah area yang paling sering terkena, lesi jarang terjadi pada

area distal dari siku dan lutut. Meskipun lesi individual antara varisela dengan

herpes zoster sulit dibedakan, herpes zoster cenderung berkembang lebih

lambat dan biasanya terdiri dari vesikel dengan dasar eritem. Lesi herpes zoster

diawali dengan makula dan papul eritem yang pertama kali muncul di cabang

superfisial dari saraf sensoris yang terkena.Vesikel terbentuk dalam 12- 24 jam

dan berubah menjadi pustul setelah 3 hari. Pustul tersebut kemudian mengering

dan menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan selama 2-3

minggu. Pada individu normal, lesi baru akan muncul dalam 1-4 hari. Ruam akan

lebih parah pada orang berusia lanjut dan timbul dalam durasi yang singkat pada

anak-anak.7

Masa tunas VZV sekitar 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi

baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira 1 minggu, sedangkan masa

resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Selain gejala pada kulit, dapat juga

dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini

adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan.

Pada susunan saraf tepi, jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf

pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan

11
hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas.

Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus

trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis (dari ganglion

genikulatum) 3,8

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang

ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi Oerpetic unilateral pada kulit.

Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala

konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4

hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak

mata bengkak dan sukar dibuka.9

D. Pemeriksaan Penunjang

a. Apusan sitologi Tzanck

Dasar dari lesi dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin,

Giemsa, Wright’s, toluidine biru, atau tinta papanicolaou. Sel raksasa multinuklear

(sel datia berinti banyak) dan sel epitel yang mengandung inklusi intranuklear

asidofilik dapat terlihat. 3,8

b. Pemeriksaan PCR (Polymerase-Chain-Reaction)

Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 95% dan spesifitas 100% dalam

mendeteksi DNA VZV. 3,8

12
\

c. Pemeriksaan Immunofluorescence

Pemeriksaan Immunofluorescence mempunyai sensitivitas 82% dan spesifitas 76%

dalam mendeteksi DNA VZV. 3,8

d. Kultur Virus

Kultur virus merupakan tes yang sangat spesifik, tetapi tidak sensitif.

VZV sulit untuk dikultur dan tumbuh dengan lambat, minimal membutuhkan

waktu 1 minggu. 3,8

E. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa

neuralgia (nyeri) beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya

kelainan kulit. Seringkali sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala

prodromal seperti demam, pusing dan lemas. Tidak adanya riwayat ruam serupa

pada distribusi yang sama menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis. 3,8

2. Pemeriksaan Dermatologis

Ciri khas dari herpes zoster ialah terdapat vesikel-vesikel berkelompok,

dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. 3,8

13
3. Pemeriksaan Penunjang

Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear). Pemeriksaan

laboratorium dilakukan jika terdapat gambaran krusta kronis atau nodul

verukosa dan bila lokasi lesi terdapat pada area sacral, sehingga diragukan

patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium

yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, dan kultur virus

namun tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu. 3,8

F. Diagnosis Banding

1. Herpes simpleks

Penyebabnya adalah Virus Hepes Simpleks, terdapat 2 jenis virus, yaitu

HSV-1 yang menyerang bibir dan kornea mata dan HSV-2 yang dapat

menyebabkan herpes genitalis. Infeksi herpes simpleks umumnya melalui kontak

langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui aerosol. 3,6,8

Untuk herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada umumnya atipik

berbentuk plakat eritematosa, maupun erosi kecil. Herpes primer umumnya

asimptomatik atau gejala yang tidak khas, berupa vesikel serta

limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise,

dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik dalam 3-4

hari3,6,8

14
2. Impetigo Bulosa

Impetigo bulosa merupakan suatu bentuk impetigo dengan gejala utama

berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang

tampak hipopion, dan eritema.Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo

vesikulo-bulosa atau cacar monyet. Impetigo adalah infeksi pada kulit

disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang mengenai kulit bagian

atas (epidermis superfisial). Staphylococcus aureus akan menghasilkan toksin

yang dapat menyebabkan adhesi sel pada lapisan superfisial dari epidermis,

memecah lapisan stratum granulare dan membentuk blister 3,6,8

G. Komplikasi

a. Sepsis kulit sekunder, biasanya akibat Streptococcus pyogenes atau

Staphylococcus aureus. 3,6,8

b. Okular: pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi komplikasi

diantaranya ptosis paralitik, skleritis, korioretinitis, neuritis optik,

konjungtivitis, keratitis, uveitis, nekrosis retina, parut kelopak

mata.Herpes zoster oftalmikus (HZO) dapat muncul di kemudian hari

dan menyebabkan komplikasi okular dan nyeri neuralgik.9

c. Zoster paralitik : Akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom

Ramsay Hunt (erupsi nyeri pada dan sekitar telinga, palsi saraf ipsilateral

VII dengan atau tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal,

gangguan kandung kemih, dan kelemahan otot ekstremitas. 3,6,8

15
d. Komplikasi SSP

Pleiositosis limfositik CSS asimtomatik dengan protein meningkat ringan

serta kadar glukosa normal sering terjadi. Meningoensefalitis, mielitis,

dan hemiplegia kontralateral akibat angitis granulomatosa jarang terjadi.


3,6,8

e. Neuralgia pascaherpes

Komplikasi paling sering, keadaan yang dirasakan paling menganggu pada

herpes zoster dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap setelah

penyembuhan walau lesi sudah hilang. Insidensi keseluruhan adalah

9- 15%, 10 – 15 % >40 tahun, mencapai 50% pada usia >60 tahun. nyeri

biasanya menghilang dalam 3 -6 bulan namun pada beberapa pasien nyeri

hebat ini bisa menetap selama 6 bulan. Neuralgia ini bervariasi dalam hal

keparahan, tipe, dan kualitasnya. 3,6,8

f. Herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3

minggu selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.

g. Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel

– vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum. 3,6,8

h. Zoster motoris :

Kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut

saraf motoris bisa juga terserang, yang menyebabkan terjadinya

kelemahan otot. 3,6,8

16
H. Penatalaksanaan

a) Obat Antiviral

Pemberian antiviral sistemik direkomendasikan untuk pasien sebagai

berikut : 3,6,7,8

a. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster

oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami

keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan

komplikasi ocular lainnya.

b. Pasien berusia lebih dari 50 tahun.

c. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel)

direkomendasikan pemberian antiviral intravena.

d. Pasien yang imunokompromais seperti pada pasien HIV, pasien

kemoterapi, dan pasca transplantasi organ. Pada pasien HIV, terapi

dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko

relaps

e. Pasien dengan dermatitis atopik berat

Antiviral yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,

misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan

pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama

sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat – obat tersebut

diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul . Untuk herpes

zoster yang menyebar luas yang timbul pada orang – orang yang

mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat

17
menyelamatkan jiwa. Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800

mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari paling lambat dimulai 72 jam

setelah lesi muncul berupa rejimen yang dianjurkan. Dosis Valasiklovir

cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih

tinggi.Jika lesi baru masih tetap timbul obat – obat tersebut masih dapat

diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul

lagi. Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan

famsiklovir sama dengan asiklovir.

b) Analgetik

Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik pada

neuropati perifer diabetik dan neuralgia pasca herpetik adalah pregabalin. Obat

tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog ialah gabapentin, karena efek

sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya cepat, serta pengaturan

dosisnya lebih sederhana. Dosis awalnya ialah 2x75 mg sehari, setelah 3-7 hari

bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2x150 mg sehari. Dosis

maksimumnya ialah 600 mg sehari. Efek samping obat ini ringan, berupa dizzines

dan somnolen yang akan menghilang sendiri. 3,6,7,8

Obat lain yang dapat digunakan adalah anti-depresi trisiklik, misalnya

notriptilin dan amitriptilin. Dosis awal amitriptilin adalah 75 mg sehari,

kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, biasanya 150-300 mg sehari.

Dosis notriptilin ialah 50-150 mg sehari (Handoko, 2010). Selain obat-obatan

tersebut, asam mefenamat juga dapat digunakan dengan dosis 1500 mg/hari

18
diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
3,6,7,8

c) Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt. Pemberian

harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Diberikan prednison

dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan bertahap.

Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik

digabung dengan obat anti viral. Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis

ganglion 3,6,7,8

d) Obat topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium

vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel

agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Jika

terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotic. 3,6,7,8

Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat

digunakan untuk neuralgia paska herpes. Solutio Burrow dapat digunakan untuk

kompres basah. Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk

maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan

bakteri. Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan

serum yang muncul pada erupsi berat dari orang tua. Acyclovir topikal ointment

diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromais

19
yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek. 3,6,7,8

I. Pencegahan

Vaksin Zostavax℗ berisi strain hidup VZV yang dilemahkan. Vaksin ini

diperkirakan 14 kali lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan Varivax℗. Vaksin

Zostavax℗ telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa riwayat

penyakit herpes zoster sebelumnya 5

K. Prognosis

Herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa diserta komplikasi biasanya

sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas dan

mortalitasnya signifikan. Herpes zoster biasanya bersih dalam 2-3 minggu dan

jarang berulang. 3,6,7,8

BIla virus mempengaruhi saraf yang mengontrol pergerakan (saraf

motorik), akan mungkin ada kelemahan permanen atau temporer atau paralisis.

Kadang-kadang nyeri pada area terjadinya lesi dapat bertahan bulan hingga tahun,

nyeri ini disebut neuralgia postherpetik. Hal ini terjadi karena saraf yang rusak

setelah timbulnya herpes. Nyeri dalam rentang sedang hingga sangat berat.

Neuralgia postherpetik cenderung terjadi pada pasien berusia lebih dari 60 tahun.
3,6,7,8

20
BAB III
DISKUSI

A. Penegakan Diagnosis

Penyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah herpes zoster

oftalmica. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatoogis yang

mendukung kearah diagnosis kerja herpes zoster oftalmica adalah sebagai

berikut :

Hasil Anamnesis

1. Keluhan nyeri pada daerah dahi kanan sampai pelipis kanan

menunjukkan bahwa daerah yang terserang virus adalah daerah persarafan N

V. 1.

2. Keluhan nyeri dirasakan sepanjang hari dan menganggu aktivitas pasien.

3. Nyeri dirasakan menetap selama 1 minggu dan tidak berkurang. Nyeri

yang sangat dan menganggu aktivitas sehari-hari adalah ciri nyeri pada

herpes zoster.

4. Pasien mengeluhkan kelopak mata bengkak dan sukar dibuka seluruhnya

sehingga mata kanan dalam kondisi tertutup. Pasien juga mengaku

mengalami demam, nyeri kepala dan badan terasa pegal sebelum timbul

lenting-lenting tersebut

5. Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Tidak ada riwayat rhinitis

alergi, asma bronkial, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung pada

21
pasien. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan yang pertama

bagi pasien dan bukan dikarenakan alergi.

6. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama

dengan pasien. Tidak ada riwayat rhinitis alergi, asma bronkial, diabetes

melitus, hipertensi, dan penyakit jantung pada keluarga pasien. Hal ini

menunjukkan bahwa penyakit ini pada pasien tidak diturunkan secara

genetik.

Pemeriksaan Fisik

1. Lokasi : pada daerah kulit yang dipersarafi N. trigeminus dextra

cabang oftalmikus. Hal ini sesuai dengan predileksi Herpes Zoster

Oftalmica.

2. Effloresensi : vesikel, bula, dan krusta berkelompok dengan dasar kulit

yang eritem di daerah yang dipersarafi N. Trigeminus sinistra cabang

oftalmikus. Hal ini sesuai dengan UKK dari herpes zoster oftalmica.

Gambaran tersebut sesuai dengan teori bahwa Keluhan kulit yang

dialami pasien herpes zoster berupa makula eritema dengan pustula dan

erosi berkelompok dengan krusta, menunjukan penyakit yang dialaminya

telah berjalan selama kurang lebih 1 minggu dan masih mengalami fase aktif

dengan masih munculnya lesi berupa pustula yang berkelompok. Beberapa

erosi yang dialami pasien disebabkan karena kebiasaan pasien yang sering

menggaruk daerah lesi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster

22
adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati

garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi

oleh salah satu ganglion saraf sensorik.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK.Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke 4. India: New age

International,2010

2. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2002.

3. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi ke 5. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2010

4. Johnson RA, Klaus W..Fitzpatrick In colour atlas and synopsis of clinical

dermatology, Edisi ke 6. New York (NY): McGraw-Hill Companies,2009

5. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :

Lippincott’s Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer

Health, 2011.

6. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed.

New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.

7. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw and

Hill Company. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffel DJ. Varicella and Herpes Zoster. In: Fitzpatrick. Dermatology in

General Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company, 2008

8. Menaldi SL. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015

9. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. Edisi ke 5. London:Elsever, 2003

Anda mungkin juga menyukai