Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

Central Pain Post Stroke

Oleh :

Ampri Yuwana Loyra

2013-83-041

Pembimbing :

Dr. dr. Bertha J. Que, Sp.S, M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena

atas kasih karuniaNya, maka saat ini penulis dapat menyelesaikan pembuatan

referat dengan Central Pain Post Stroke. Referat ini dibuat dalam rangka tugas

kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura Ambon Tahun 2018.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena

itu kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan, dan semoga referat

ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih bagi segala pihak yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian pembuatan referat ini.

Ambon, Juni 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.…………………………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………………………………..………. ii

DAFTAR ISI ………………………………………..……………………….. iii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. iv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………... v

BAB I PENDAHULUAN ………………………………...………………. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………...………….. 3

2.1 Definisi Dan Epidemiologi Central Pain Post Stroke……......……. 3

2.2 Neuroanatomi Thalamus……..…………………………………… 4

2.3 Patofisiologi…………………..…………………………………... 13

2.4 Penyakit Terkait Nyeri Thalamus………………………......…….. 20

2.5 Terapi ………………………………………………………..…… 22

2.6 Prognosis………………………………………..………………... 23

BAB III KESIMPULAN...………………………………………...………….. 25

DAFTAR PUSTAKA……………………………..………………………...... 27

iii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Lokasi Thalamus……………………………………………. 5

2.2 Topografi Nukleus Thalamus……………………………… 12

2.3 Perjalanan Implus………………………………………….. 13

2.4 Teori – Teori Mekanis Nyeri Sentral……...………………. 15

iv
DAFTAR TABEL

2.1 Nukleus Pada Thalamus………………………….. 11

v
BAB I

PENDAHULUAN

Beberapa serabut dari korteks lobus parietalis menuju nucleus pada thalamus,

yaitu Ventral Posteromedial Nucleus (VPM) dan Ventral Posterolateral Nucleus

(VPL). Serat-serat ini memiliki fungsi untuk menghambat (feedback) dari stimulus

nyeri. Bila adanya suatu lesi dari thalamus yang menyebabkan hilangnya atau

menurunnya fungsi dari penghambatan ini akan memberi efek timbulnya nyeri yang

terasa lebih keras yang dinamai Nyeri Thalamus.1

Nyeri thalamus adalah suatu gejala yang termasuk dalam suatu sindrom yang

disebut sindrom talamik. Umumnya nyeri thalamus ini disebebkan oleh suatu gangguan

serebrovaskular dan bisa juga disebabkan oleh suatu metastasis dari suatu karsinoma

bronkus di thalamus. Selain itu beberapa pustaka menyebutkan bahwa nyeri thalamik

memiliki beberapa sinonim seperti Central Post Stroke Pain (CPSP).1,2,3,4

Salah satu penyakit serebrovaskular yang sering menyebabkan nyeri thalamus

adalah stroke. Walaupun prevalensinya rendah pada pasien stroke (1-8%) tetapi

penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Karena

penderita akan merasakan nyeri pada berbagai stimulus yang dirasakan tubuh akibat

rusaknya system penghambatan dari thalamus. Berbagai terapi sudah digunakan dalam

penatalaksanaan nyeri ini pada orang stroke seperti antidepresan adrenergic, tetapi

efeknya sering tidak terlalu baik. Antiepilepsi seperti lamotrigin juga bisa digunakan

sebagai terapi tambahan. Namun akhir-akhir ini sedang berkembang penggunaan

1
Gabapentin atau pregabalin sebagai terapi yang berpotensi, tetapi masih belum

memberi hasil yang maksimal.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi Central Pain Post Stoke

Central Post Stroke Pain (CPS) atau dikenal dengan Nyeri thalamus didefinisikan

sebagai nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan pada serabut serat saraf dari korteks

lobus parietalis menuju nucleus pada thalamus, yaitu Ventral Posteromedial Nucleus

(VPM) dan Ventral Posterolateral Nucleus (VPL). Serat-serat ini memiliki fungsi untuk

menghambat (feedback) dari stimulus nyeri. Bila adanya suatu lesi dari thalamus yang

menyebabkan hilangnya atau menurunnya fungsi dari penghambatan ini akan memberi

efek timbulnya nyeri yang terasa lebih keras atau nyeri yang menetap.1,2,3,4,5

Nyeri yang terasa lebih keras atau nyeri yang menetap pada pasien akan memberi

penurunan kualitas hidup dari pasien. Berbagai penyakit yang terdapat diotak,

utamanya pada thalamus akan menyebabkan terjadinya nyeri thalamus seperti tumor,

infeksi, multiple sklerosis dan trauma. Tetapi penyakit cerebrovaskular adalah

penyebab terpenting dari penyakit ini seperti stroke. Secara epidemiologi pada tahun

2000 insiden kejadian stroke sekitar satu koma satu juta kasus per tahun dan diprediksi

akan meningkat menjadi satu koma lima juta kasus per tahun. Nyeri post stroke terjadi

sekitar 11 – 55% dari total pasien stroke. Pada stroke pun dapat terjadi berbagai jenis

nyeri seperti shoulder pain, painful spasticity, persistent headache, dan nyeri

muskolosketelal lainnya yang mempersulit diagnosis dari penyakit ini.6

3
Umur dan jenis kelamin bukanlah faktor predisposisi dari penyakit ini. Nyeri

yang dirasakan penderitanya dapat terasa spontan atau dirangsang oleh sesuatu. Nyeri

spontan adalah gejala tersering yang dilaporkan, sekitar 85% dari pasien akan

mengeluh nyeri spontan. Dari hasil penelitian jika diberi skala 0 – 10 pada sebagian

besar pasien akan memberi nilai nyeri antara 3 dan 6. Dari hasil penelitian juga

didapatkan bahwa nyeri yang dirasakan penderita jika nyerinya terus menerus adalah

seperti sensasi terbakar, tertusuk – tusuk, nyeri dingin, dan seperti teremas. Namun

pada pasien yang merasakan nyeri tidak terus menerus mengeluh nyeri terasa seperti

terasa terkoyak atau seperti setelah terluka dan seperti terkena tembakan.6

2.2 Neuroanatomi Thalamus

2.2.1 Topografi

Setiap hemisper serebri memiliki sebuah thalamus dan masing-masing terletak

di sisi ventriculus tertius. Ujung anterior thalamus sempit dan bulat serta merupakan

batas lateral foramen interventriculare. Ujung posterior melebar membentuk pulvinar,

yang tergantung melewati colliculus superior. Permukaan inferior berhubungan dengan

tegmentum mesencephali dan permukaan medial thalamus membentuk dinding lateral

ventriculus tertius dan biasanya berhubungan dengan thalamus sisi berlawanan melalui

sebuah pita substansia grisea. Permukaaan superior thalamus di tutupi oleh lapisan tipis

substansia alba yang disebut stratum zonale, sedangkan permukaan lateralnya oleh

lapisan lain yang disebut lamina medularis externa.7

4
Gambar 2.1 Lokasi Thalamus8

2.2.2 Batas-batas Anatomi Thalamus

Thalamus berbentuk oval dengan penonjolan dibagian posteriornya. Sumbu

panjangnya membentuk sudut membuka keatas dengan bidang horizontal sehingga

bagian inferiornya juga dapat dikatakan bagian ventral. Dibagian depan, thalamus

berbatasan dengan foramen intervertriculare (Monroi), ke belakang berhubungan

dengan tegmentum mesencephalon. Permukaan medialnya dibatasi lapisan ependim

yang membentuk dinding ventriculus III sedangkan bagian lateralnyanya, yang bagian

lateralnyanya. Bagian lateral atas thalamus membentuk sebagian dasar ventriculus

lateralis yang juga dilapisi plexus choroideus. Bagian atasnya dilapisi oleh stratum

zonale. Diujung posterior thalamus terdapat pulvinar yang berhubungan dengan fungsi

5
pendengaran dan pengelihatan. Pada bagian lateroanterior terdapat corpus geniculatum

mediale (CGM) dan corpus geniculatum laterale (CGL). Thalamus kiri dan kanan

dihubungkan oleh massa intermedia atau adhesion interthalamica. Disebelah dalam

thalamus dibagi menjadi pars anterior, pars medial, dan pars lateral oleh lamina

medullare interna yang berbentuk huruf “Y”. pada masing-masing bagian terdapat

kelompok kelompok sel saraf membentuk nukleus thalami.7,8

2.2.3 Nukleus Thalamus

2.2.3.1. Anterior

Mengandung nukleus anterior thalami. Nukleus tersebut menerima tractus

mamillothalamicus dari nukleus mammilare. Nukleus anterior thalami ini juga

menerima hubungan timbal-balik dengan gyrus cinguli dan hipotalamus. Fungsi

nukleus anterior thalami berhubungan erat dengan fungsi sistem limbic, yaitu berkaitan

dengan emosi dan mekanisme memori yang baru. 7,8

2.2.3.2. Medial

Mengandung nukleus dorsomedialis yang besar dan beberapa nucleus yang

lebih kecil. Nukleus dorsomedialis mempunyai dua cara hubungan dengan seluruh

korteks prefrontalis lobus frontalis hemispherium cerebri. Nukleus ini juga mempunyai

hubungan yang sama dengan seluruh kelompok nukcleus thalamus lainnya. Bagian

medial thalamus berperan mengintegrasikan berbagai informasi sensorik, termasuk

informasi somatic, visceral, dan olfaktorius serta mengaitkan informasi tersebut dengan

perasaan emosional dan keadaan seseorang.7,8

6
2.2.3.3. Lateral

Terbagi menjadi dua, yaitu, deretan dorsal dan ventral.7,8

a. Nukleus deretan dorsal

Deretan ini meliputin nukleus dorsalis lateralis thalami, nucleus posterolateral

thalami, dan pilvinar thalami. Hubungan nukleus ini belum jelas, namun ketiganya

diketahui memiliki hubungan dengan thalamus lainnya, juga dengan lobus

parietalis, gyrus cinguli, serta lobus occipitalis dan temporalis. 7,8

b. Nukleus deretan ventral

i. Nukleus ventralis anterior. Nukleus ini dihubungkan dengan formation

reticularis, substansia nigra, corpus striatum, dan korteks premotorik, serta

berbagai nukleus thalamus lainnya. Oleh karena terletak pada jaras antara

corpus striatum dan area motorik korteks frontalis, nukleus ini

kemungkinan mempengaruhi aktifitas korteks motoris. 7,8

ii. Nukleus ventralis lateralis. Nukleus ini mempunyai hubungan sama seperti

pada nucleus ventralis anterior tetapi, mendapatkan banyak input dari

cerebellum dan sedikit dari nukleus ruber. Proyeksi utamanya menuju

daerah motorik dan premotorik cortex cerebri sehingga kemungjinan

nukleus ini juga berperan dalam aktifitas motorik. 7,8

iii. Nukleus ventralis posterior. Nukleus ini terbagi menjadi nukleus ventralis

posteromedialis dan nukleus ventralis posterolateralis. Nukleus ventralis

posteromedialis menerima serabut-serabut asendens trigeminus dan jaras

pengecapan, sedangkan nukleus ventralis posterolateralis menerima traktus

7
sensorik asendens yang penting, lemniscus spinalis. Proyeksi

thalamokortikal dari nukleus-nukleus yang penting ini berjalan melalui

crus posterius capsula interna dan corona radiata menuju area sensorik

somatik primer cortex cerebri di gyrus postcentralis (area 3,1, dan 2). 7,8

c. Nukleus Thalamus Lainnya7,8

i. Nukleus intralaminares

Sekumpulan kecil sel-sel saraf di dalam lamina medullaris interna. Nukleus

ini menerima serabut-serabut aferen dari formation reticularis, tractus

spinothalamicus dan tractus trigeminothalamicus. Mengirimkan serabut

serabut-serabut eferen ke nukleus thalami lain nya yang kemudian

diproyeksikan ke cortex cerebri, dan mengirimkan serabut ke corpus

striatum. Nukleus-nukleus ini diduga mempengaruhi tingkat kesadaran dan

kesiagaan seseorang. 7,8

ii. Nukleus di garis tengah

Terdiri dari kelompok sek saraf yang terletak di dekat ventriculus tertius

dan didalam hubungan intertalamik. Nukleus ini menerima serabut aferen

dari formation reticularis. Fungsi tepat nya tidak diketahui. 7,8

iii. Nukleus reticularis

Lapisan tipis sel saraf yang tersusun berlapis diantara lamian medullaris

externa dan ekstremitas posterior capsula interna. Serabut-serabut aferen

dari cotex cerebri dan formatio reticularis berkumpul pada nukleus ini dan

outputnya,terutama nukleus thalami lainnya. Fungsi nukleus reticularis

8
belum dimengerti seluruh nya, tetapi kemungkinan berkaitan dengan

mekanisme regulasi aktivitas thalamus oleh cortx cerebri. 7,8

iv. Corpus geniculatum mediale

Membentuk sebagia jaras audiotorik dan merupakan sebuah penonjolan

pada permukaan posterior thalamus dibawah pulvinar. Serabutserabut

aferen ke corpus geniculatum mediale membentuk brachium inferior dan

berasal dari colliculus inferior. Harus diingat bahwa colliculus inferior

inferior merupakan tempat berakhirnya serabut-serabut lemniscus lateralis.

Corpus geniculatum mediale menerima informasi auditorik dari kedua

telnga, terutama dari telinga sisi kontralateral. Serabut-serabut eferen

meninggalkan corpus geniculatum mediale dengan membentuk radiatio

audiotorius, yang berjalan menuju cortex audiotorik di gyrus temporalis

superior. 7,8

v. Corpus geniculatum laterale

Membentuk bagian jaras visual dan merupakan sebuah penonjolan pada

permukaan bawah pulvinar thalami. Nukleus ini terdiri terdiri dari enam

lapisan sel saraf dan merupakan tempat tempat berakhirnya semua serabut

saraf, kecuali beberapa serabut tractus opticus (kecuali serabut yang

menuju nukleus pretectalis). Serabut-serabut merupakan akson sel lapisan

ganglion retina dan berasal dari setengah lapang pandang temporal mata

sisi ipsilateral dan setengah lapang pandang nasal mata kontralateral.

Serabut-serabut terakhir ini menyilang garis tengah di chiasma opticum

Oleh karena itu, masing-masing corpus geniculatum laterale menerima

9
informasi visual dari lapang pandang sisi yang berlawanan. Serabut -

serabut eferen meninggalkan corpus geniculatum laterale untuk

membentuk radiation optica, yang berjalan ke korteks visual di lobus

occipitalis. 7,8

10
Tabel 2.1: Nukleus Pada Thalamus9

Tabel 2.1: Nukleus Pada Thalamus9

11
Gambar 2.2 Topografi Nukleus Thalamus9

12
Gambar 2.3 Perjalanan Impuls7

13
2.3 Patofisiologi

Karakteristik klinis central pain post stroke mirip dengan nyeri neuropatik

sentral dan nyeri neuropatik perifer. Meskipun lesi terletak sama di otak, mekanisme

patofisiologis dapat berbeda tergantung pada lokasi lesi di SSP.5,6,10,11,12

Nyeri terbakar lebih umum terjadi pada pasien dengan infark medulla lateralis

dibandingkan pada pasien dengan infark thalamik, dan deskripsi dari rasa sakit dapat

berbeda tergantung pada apakah lesi tersebut terletak di medial atau lateral. 5,6,10,11,12

Saat ini, ada beberapa penelitian yang menghubungkan antara mekanisme dari

nyeri, lokasi dan patologi lesi, manifestasi klinis, dan respon terhadap pengobatan.

Konsekuensinya, setiap penjelasan terhadap mekanisme yang diusulkan harus

didasarkan pada karakterisitik klinis penyakitnya, seperti kehilangan sensori

(deafferentation), hipersensitivitas (sensitisasi dan inhibisi), penurunan atau

peningkatan sensasi suhu dan nyeri. Proses hantaran sensori suhu dan rasa tertusuk

terjadi melewati thalamus melalui jaras spinothalamik dan jaras

spinotrigeminothalamik yang memproyeksikannya ke talamus. 5,6,10,11,12

14
Gambar 2. 4 Teori-teori Mekanisme Nyeri Sentral6

2.3.1. Sensitisasi sentral

Adanya lesi pada SPP yang menghasilkan baik perubahan anatomi, neurokimia,

eksitotoksik, dan inflamasi, dapat memicu peningkatan rangsangan saraf.

Dikombinasikan dengan hilangnya inhibisi dan meningkatnya fasilitasi, peningkatan

rangsangan ini dapat mempengaruhi sensitisasi sentral (central sensitization), yang

dapat menyebabkan nyeri kronis.6 Mekanisme ini didukung oleh fakta bahwa banyak

dari obat farmakologi yang tersedia untuk pengobatan nyeri sentral bertindak sebagian

dengan mengurangi hipereksitabilitas neuronal. Nyeri spontan pada central pain post

stroke mungkin terkait dengan hipereksitabilitas atau spontaneous discharge dari

neuron di thalamus atau korteks.6

15
2.3.2. Perubahan dalam fungsi traktus spinotalamikus

Gangguan nyeri dan sensasi suhu merupakan keluhan yang terjadi secara umum

pada pasien dengan central pain post stroke, dan lesi pada traktus spinotalamikus

mungkin penyebab dari munculnya sindrom ini. Defisit dalam fungsi jaras

spinotalamikus dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan laser-evoked potential. Namun

biasanya gangguan tersebut juga terjadi pada lesi SSP tanpa keluhan nyeri. Adanya

hipersensitivitas dengan rangsang tusuk dan rangsangan termal (dingin) lebih umum

terjadi pada pasien stroke dengan nyeri sentral dibandingkan dengan yang tanpa nyeri

sentral. Hal ini menunjukkan bahwa hipereksitabilitasi dan aktivitas yang sedang

berlangsung di traktus spinotalamikus mungkin merupakan mekanisme yang

mendasari pada kejadian ini.6

2.3.3 Teori disinhibisi

Input ke SSP terus dikontrol dengan keseimbangan antara sistem fasilitasi dan

inhibisi, termasuk interaksi antara inti batang otak (medula ventromedial rostral &

periaqueductal gricea), sumsum tulang belakang dan sirkuit talamokortikal

supraspinal. Ketidakseimbangan mekanisme diatas diduga menjadi mekanisme yang

mendasari nyeri sentral, termasuk yang menunjukkan bahwa nyeri sentral adalah hasil

dari lesi dari sistem lateral, menyebabkan disinhibisi dari sistem medial..6

Nyeri sentral disebabkan oleh lesi di thalamus lateralis yang mengganggu jalur

inhibisi, menyebabkan disinhibisi dari thalamus medial. Sebuah modifikasi dari

hipotesis ini diusulkan dalam teori disinhibisi thermosensory, yang menyatakan bahwa

central pain post stroke adalah hasil dari hilangnya inhibisi normal nyeri dari dingin

16
akibat adanya lesi. Ini menghasilkan ketidakseimbangan antara traktus spinotalamikus

lateralis yang menghasilkan sensasi dingin dan traktus spinotalamikus medial yang

menghasilkan sensasi nyeri. Lesi dari lateral traktus spinotalamikus, juga telah diduga

menyebabkan disinhibisi dari Spino reticulothalamic yang terletak di medial atau jalur

paleospinothalamic.6

Perubahan dalam aliran darah otak regional yang dapat divisualisasikan dengan

menggunakan MRI fungsional , PET , atau SPECT (Single photon emission computed

tomography). Perubahan tersebut telah ditunjukkan selama evoked pain pada pasien

dengan infark medulla lateralis dan CPSP. Peningkatan aliran darah otak regional di

thalamus, area somatosensori, parietal inferior, insula anterior, dan medialkorteks

prefrontal yang ditemukan selama stimulasi daerah allodinia. Pada individu sehat, ada

peningkatan aktivitas dalam korteks cingulate anterior yang dihubungkan dengan

rangsangan bahaya , tetapi respon ini tidak terlihat selama allodynia. Studi ini

menunjukkan bahwa perubahan dari jalur somatosensori dan nyeri terjadi setelah

stroke mungkin terjadi pada sistem diskriminatif nyeri lateral.6

2.3.4. Perubahan thalamus

Thalamus diduga memainkan peranan penting dalam mekanisme yang

mendasari nyeri sentral, dimana CPSP umum terjadi setelah adanya lesi pada thalamus.

Dalam satu studi, 9 dari 11 pasien dengan lesi thalamus dan murni stroke sensorik

memiliki infark kecil di thalamus, yang semua terbatas pada inti posterolateral. 6 dari

pasien ini tidak memiliki gangguan sensorik, dan 3 pasien mengeluhkan dysaesthesia.

17
Dalam serangkaian pasien dengan infark thalamus, hanya lesi terletak di bagian ventral

posterior thalamus yang menyebabkan terjadinya CPSP.5,6

Thalamus juga diduga terlibat dalam nyeri sentral di pasien yang lesinya tidak

langsung melibatkan thalamus. Data dari studi PET menunjukkan penurunan aliran

darah otak regional di thalamus pada pasien dengan CPSP yang memiliki rasa sakit

spontan pada saat istirahat.5,6

Hypoactivity ini hanya mungkin menunjukan deafferentation,tapi mungkin

juga terkait dengan patofisiologi nyeri neuropatik. Hiperaktif thalamus telah ditemukan

selama allodynia dengan menggunakan SPECT (single photon emission computed

tomography). Peningkatan bursting activity telah ditemukan di caudal ventral inti

thalamus pada pasien dengan nyeri sentral yang dilihat oleh penggunaan

microelectrodes selama operasi otak. Studi nyeri sentral terbaru pada hewan dalam

primata dan hewan pengerat menunjukkan bahwa peningkatan rangsangan nukleus

adalah hasil plastisitas homeostatik maladaptif karena hilangnya input ascending yang

normal melalui saluran spinotalamikus. Meskipun pola bursting mungkin tidak

spesifik untuk pasien dengan nyeri kronis, aktivitas bursting pada pasien dengan nyeri

sentral tampaknya berbeda dalam lokasi dan karakteristik dibandingkan dengan pasien

yang bebas rasa sakit dengan deafferentiation serupa. Stimulasi listrik oleh

microelectrodes pada daerah-daerah tertentu di kedua lateral dan thalamus medial

dapat menimbulkan rasa sakit. Ada peningkatan kejadiann stimulus-evoked pain di

daerah ventro-caudal dan posteroinferior thalamus, dan microstimulation lebih

cenderung menyebabkan sensasi terbakar pada pasien dengan CPSP dibandingkan

dengan pasien dengan nyeri kronis lainnya. Oleh karena itu, thalamus mungkin

18
memiliki peran substansial dalam beberapa pasien dengan nyeri sentral, baik sebagai

generator nyeri atau dengan pengolahan abnormal input ascending. Deafferentation,

hilangnya penghambatan neuron yang mengandung GABA di thalamus, dan aktivasi

mikroglial juga telah diduga mendasari perubahan thalamus.6

2.3.5 Mekanisme Biomolekuler

Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati (Central Pain Post

Stroke) adalah perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium. Hal

ini terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga

muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri.

Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron;

rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri dan luasnya

penyebaran area lesi. Sensitisasi ini pada umumnya akibat lesi dan ditambah dengan

stimulasi yang terus menerus juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson yang

berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA.13

Nyeri neuropatik (Central Pain Post Stroke) umumnya terjadi akibat proses

apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium ssdi neuron sendiri

maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang

mendasari konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini

jugalah maka nyeri neuropatik (Central Pain Post Stroke) harus secepat mungkin di

terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas sebagai nyeri kronik. Pada

nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor NMDA

19
dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia sekunder dan

alodinia. 13

2.4 Penyakit Terkait Nyeri Thalamus

Sindrom nyeri thalamus juga dikenal sebagai Central Post Stroke Pain (CPSP)

adalah gangguan neuropatik sentral ditandai dengan nyeri konstan atau intermiten.14

Secara klasik dijelaskan bahwa nyeri ini muncul setelah lesi vaskular di thalamus. 15

Lesi pada thalamus lateral paling sering terlibat pada sindrom ini.16 Namun belakangan

nyeri ini diketahui bisa disebabkan oleh karena adanya lesi di sepanjang telencephalon

yang melibatkan jalur somatosensori dan ditunjukkan dengan adanya lesi encephalic

vaskular multipel pada sebagian besar pasien CPSP.15

Infark thalamus terjadi pada 11% kasus dari infark vertebrobasilar yang

diklasifikasikan menjadi infark area anterior, paramedian, inferiolateral dan posterior.

Sebagaimana thalamus memiliki peranan dalam fungsi sensasi, stroke thalamus adalah

yang paling umum menyebabkan gangguan sensorik murni17 terutama sensasi termal

pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.14 CPSP terjadi setelah infark pada thalamus

ventroposterolateral, subkortikal, kapsular, dan infark batang otak yang letaknya lebih

rendah. Infark ditandai dengan adanya keterlibatan sistem spinotalamikus dan sedikit

dari jalur lemniscal.17 Prevalensi CPSP diperkirakan antara 1 sampai 12% dari semua

pasien stroke, sementara 18% pasien stroke dengan gangguan somatosensori

berkembang menjadi CPSP.13 Kebanyakan pasien akan muncul keluhan pada 1-2 bulan

20
pasca stroke, namun ada juga pasien yang muncul keluhan CPSP setelah 1-6 tahun

pasca stroke.14

Sindrom nyeri thalamus digambarkan sebagai rasa terbakar, shooting,

menusuk, sensasi dikoyak, sensasi diperas, dingin membeku, sensasi terpotong atau

berdenyut dan dapat diperburuk oleh rangsangan seperti sentuhan (misalnya kain yang

menyentuh kulit), gerakan, perubahan suhu atau stress. Allodynia, dysaesthesia dan

hiperalgesia umumnya berkaitan dengan sebagian besar pasien CPSP dan merupakan

bagian penting dari sindrom CPSP.17 Gejala lain biasanya tidak jelas dan sulit untuk

digambarkan, sehingga membuat diagnosis dini sangat sulit. Kebanyakan pasien juga

mengalami dysesthesia spontan dan gangguan stimulus yang menimbulkan gangguan

sensorik seperti dysesthesia, allodynia dan hiperalgesia. Dengan demikian, CPSP

ditandai dengan kelainan signifikan pada sensitivitas suhu dan nyeri serta gangguan

sensorik allodynia dan dysesthesia. Karakteristik lainnya mencakup berkurangnya

kemampuan melokalisasi stimulus dan disosiasi antara jalur termal dan pinprick

sensation.14

Penelitian oleh de Oliveira, dkk., menunjukkan bahwa sebanyak 75% pasien

post stroke mengalami onset nyeri yang muncul tiba-tiba yang muncul dalam 3 bulan

pertama pasca stroke. Nyeri neuropatik yang paling banyak dirasakan bersifat kontinyu

(85,0%), dan bersifat intermiten (15,0%). Sedangkan tipe nyeri yang paling banyak

dirasakan yaitu rasa terbakar (70%), dan diikuti dengan nyeri yang seperti tersetrum

listrik (22,5%). Faktor pencetusnya berupa kontak dengan dingin (62,5%), perubahan

mood (52,5%), menggerakkan anggota tubuh yang nyeri (37,5%), dan kontak dengan

panas (20%). Lesi pada thalamus menimbulkan gambaran abnormalitas sensori berupa

21
heat and cold hypoesthesia (75%), hyperpathia (75%), berkurangnya sensitivitas

vibrasi (75%), hypalgesia (62,5%), dan taktil allodynia (50%).5 Menurut penelitian

oleh Gustin, dkk., selain pada pasien CPSP, pasien dengan neuropati trigeminal juga

mengalami suatu nyeri neuropatik yang disebabkan oleh volume thalamus dan

viabilitas sel saraf yang berkurang signifikan. Pada pasien neuropati trigeminal keluhan

nyeri yang dirasakan berupa sharp pain atau dull pain yang dirasakan terus menerus

dan sering berlangsung selama berjam-jam.18

CPSP umumnya disertai dengan stroke di sisi kiri dan nyeri dapat dirasakan di

sisi tubuh yang mengalami stroke seperti wajah, lengan, kaki, badan, dan kadang-

kadang nyeri dapat dirasakan pada separuh sisi tubuh. CPSP dapat mengurangi kualitas

hidup pasien yang telah mengidap stroke, rehabilitasi yang sulit, gangguan tidur, dan

menimbulkan ide bunuh diri karena intensitas dan sifat nyeri yang tidak kunjung

berhenti.17

2.5 Terapi

Obat NSAID (ibuprofen, asam asetilsalisilat dan inhibitor COX-2), anestesi

lokal (lidokain), antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (ketamin, cannabinoids, dan

botulinum toksin A) tidak dianjurkan.4 Namun, lidocaine dan propofol

direkomendasikan hanya untuk mengatasi nyeri jangka pendek pada pasien CPSP

dengan nyeri hebat.2,3,4,56,10,12,15,19,20

Golongan antidepresan (amitriptyline dan nortriptyline) serta golongan obat

antiepilepsi (lamotrigin, gabapentin, pregabalin dan carbamazepine) dapat digunakan

sebagai pengobatan lini pertama, sedangkan mexiletine, fluvoxamine gabapentin

22
sebagai lini kedua.14,17 Pasien yang refrakter terhadap obat lini pertama, dapat diberikan

obat golongan opioid seperti morfin atau levorphanol meskipun belum ada penelitian

yang luas mengenai keberhasilan opiod untuk pengobatan CPSP. 2,3,4,56,10,12,15,19,20

Amitriptyline merupakan obat antidepresan trisiklik yang dijadikan obat pilihan

pertama. Namun, penggunaannya dibatasi karena efek samping seperti mulut kering,

mengantuk dan sembelit, retensi urin, hipotensi ortostatik dan aritmia jantung. Hal ini

menimbulkan spekulasi bahwa amitriptyline memiliki efek analgetik yang jelas

meskipun penggunaannya yang sesungguhnya adalah obat untuk memperbaiki mood,

namun efek analgesia ini tidak serta merta disertai dengan penurunan gejala depresi.

Kenyataannya, amitriptyline telah terbukti klinis efektif dalam pengobatan nyeri

neuropatik perifer pada pasien non depresi. Selain itu, dosis dan level amitriptyline

dalam darah yang rendah dapat digunakan sebagai obat penghilang rasa nyeri.14

Amitriptyline tidak memberikan efek profilaskis pada pasien CPSP. 2,3,4,56,10,12,15,19,20

Intervensi nonfarmakologi misalnya, deep brain stimulation dari central grey

matter telah digunakan beberapa tahun lalu untuk nyeri yang hebat. Tissue

plasminogen activator (tPA) digunakan untuk menyelamatkan area iskemik penumbra

dengan mencegah kerusakan pada saluran spinothalamocortical, dan dengan demikian

mengurangi risiko CPSP. Namun, penggunaannya masih sangat terbatas pada pasien

stroke tertentu saja dikarenakan kriteria spesifik yang ketat. 2,3,4,56,10,12,15,19,20

Ablasi bedah dari bagian thalamus yang infark dengan tehnik stereotaktik

talamotomi telah terbukti mengurangi nyeri. Seperti pada sindrom nyeri kronis pada

umumya, faktor psikologis memainkan peran utama dalam menentukan intensitas

nyeri. Dengan demikian, terapi psikologis seperti terapi perilaku dapat bermanfaat bagi

23
pasien CPSP. Prognosis untuk sindrom nyeri sentral adalah buruk dengan disertai tanpa

resolusi spontan. 2,3,4,56,10,12,15,19,20

2.6 Prognosis

Pada dasarnya prognosis untuk Thalamic Pain adalah buruk, karena thalamic

pain akan susah untuk dihilangkan dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

hidup dari penderitanya. Tidak ada obat khusus untuk menterapi thalamic pain, tetapi

manajemen nyeri bertujuan untuk membantu penderita mengatasi lebih baik dengan

rasa sakit mereka dalam jangka panjang. Keadaan nyeri akan terasa lebih ringan jika

diobati lebih awal saat nyeri mulai dirasakan.21

BAB III

KESIMPULAN

Dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat ditarik kesimpulan

24
1. Central pain post stroke adalah suatu gejala yang termasuk dalam suatu sindrom

yang disebut sindrom talamik. Umumnya nyeri ini disebebkan oleh suatu

gangguan serebrovaskular dan bisa juga disebabkan oleh suatu metastasis dari

suatu karsinoma bronkus di thalamus. Salah satu penyakit serebrovaskular yang

sering menyebabkan nyeri thalamus adalah stroke. Umur dan jenis kelamin

bukanlah faktor predisposisi dari penyakit ini. Nyeri yang dirasakan

penderitanya dapat terasa spontan atau dirangsang oleh sesuatu. Nyeri spontan

adalah gejala tersering yang dilaporkan, sekitar 85% dari pasien akan mengeluh

nyeri spontan.

2. Thalamus memainkan bagian penting dalam mekanisme yang mendasari nyeri

sentral, dan CPSP umum terjadi setelah lesi mengenai thalamus . Dalam satu

studi, 9 dari 11 pasien dengan lesi thalamus dan murni stroke sensorik memiliki

infark kecil di thalamus, yang semua terbatas pada inti posterolateral . 6 dari

pasien ini tidak memiliki gangguan sensorik, dan 3 pasien melaporkan

dysaesthesia. Dalam serangkaian pasien dengan infark thalamus, hanya lesi

terletak di bagian ventral posterior inti lateral dan medial posterior ventral)

thalamus menyebabkan CPSP Thalamus juga mungkin terlibat dalam nyeri

sentral di pasien yang lesinya tidak langsung melibatkan thalamus. Data dari

studi PET menunjukkan penurunan aliran darah otak regional di thalamus pada

pasien dengan CPSP yang memiliki rasa sakit spontan pada saat istirahat.

3. Obat NSAID (ibuprofen, asam asetilsalisilat dan inhibitor COX-2), anestesi

lokal (lidokain), antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (ketamin,

cannabinoids, dan botulinum toksin A) tidak dianjurkan. Golongan

25
antidepresan (amitriptyline dan nortriptyline) serta golongan obat antiepilepsi

(lamotrigin, gabapentin, pregabalin dan carbamazepine) dapat digunakan

sebagai pengobatan lini pertama, sedangkan mexiletine, fluvoxamine

gabapentin sebagai lini kedua.4,7 Pasien yang refrakter terhadap obat lini

pertama, dapat Intervensi nonfarmakologi misalnya, deep brain stimulation

dari central grey matter telah digunakan beberapa tahun lalu untuk nyeri yang

hebat. Tissue plasminogen activator (tPA) digunakan untuk menyelamatkan

area iskemik penumbra dengan mencegah kerusakan pada saluran

spinothalamocortical, dan dengan demikian mengurangi risiko CPSP. Namun,

penggunaannya masih sangat terbatas pada pasien stroke tertentu saja

dikarenakan kriteria spesifik yang ketat.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Herrero MT, Barcia C, Navarro JM. Functional anatomy of thalamus and

basal ganglia.Child`s NervSyst;.2002 July 2; 18:386-404

2. Central pain syndrome.[internet].2012.[cited 2018 Mei 30] avaible from://

www.raredisease.org/information-resources/rare-disease-infromation-

central-pain-syndrome

3. Central pain syndrome information page.[internet]. 2014[cited 2018 mei

30] Avaible from: https://www.ninds.nih.gov/Disorders/All-

Disorders/Central-Pain-Syndrome-Information-Page

4. Understanding central pain syndrome (CPS).[internet].2013[cited 2018 mei

30]. Avaible from: https://www.painpathways.org/understanding-central-

pain-syndrome/

5. Kim J S. Post-stroke pain. Expert review neurother 9.2009;(5)711-721

6. Klit H, Finnerup NB, Jensen TS. “Central post-stroke pain: clinical

characteristics, pathophysiology, and management.” Lancet Neurol. 2009

Sep;8(9)

7. Baehr M, Frotscher M. Thalamus in Duus` Topical Diagnosis in Neurology.

Ed 4. Philadelphia; Thieme, 2005

8. Snell, R.S. Thalamus. In Neuroanatomi Klinik, edisi 5 ( terjemahan ), EGC,

2007

9. Netter. Thalamus. In Netter,s Concise Neuroanatomy. Netter’s atlas of

Neuroanatomy and Neurophysiology. 2002,

10. Mutiawati E. Peran Pregabalin pada Terapi Nyeri Neuropatik Sentral

Pascastroke. Neuropatic pain. 2015.Vol28. No 2,

27
11. Devulder J, Crombez E, Mortier E.Central Pain:an overview. Acta neurol

belg. 2002, 102, 97-103

12. Watson JC, Sandroni P. Central neuropathic pain syndromes. Symposium

on pain medicine. Mayo clinic. 2016;91(3)372-385

13. Rianawati SB, Munir B. Buku Ajar Neurologi. Malang: Sagung Seto, 2017

14. James L Henry, Chitra Lalloo, Kiran Yashpal. Central poststroke pain: An

abstruse outcome. Pain Res Manage 2008.Vol 13 No 1.

15. Rogério Adas Ayres de Oliveira1, Daniel Ciampi de Andrade, André

Guelman Gomes Machado, Manoel Jacobsen Teixeira.Central Poststroke

Pain: Somatosensory Abnormalities and The Presence of Associated

Myofascial Pain Syndrome. BMC Neurology2012, 12:89

16. Vilayanur S. Ramachandran, Paul D. Mcgeoch, Lisa Williams, Gerard

Arcilla. Rapid Relief of Thalamic Pain Syndrome Induced by Vestibular

Caloric Stimulation. Neurocase 2007.13, 185–188.

17. J.S. Balami, R.L. Chen, A.M. Buchan. Stroke syndromes and clinical

management. Q J Med 2013; 106:607–615.

18. Sylvia M. Gustin, Chris C. Peck, Sophie L. Wilcox, Paul G. Nash, Greg M.

Murray, Luke A. Henderson. Different Pain, Different Brain: Thalamic

Anatomy in Neuropathic and Non-Neuropathic Chronic Pain Syndromes.

The Journal of Neuroscience, 2011,31(16):5956 –5964

19. Kumar B, Kalita G, Kumar G, et al. Central post stroke pain: a review of

pathophysiology and treatment. Pain medicine.2009. Vol 108,no 5,

20. Pain after stroke.[internet]2017.[cited 2018 mei 30]. Avaible from:

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1

28
0&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjqq6O9xqvbAhVEfysKHc4ACDwQ

Fgh9MAk&url=https%3A%2F%2Fwww.stroke.org.uk%2Fsites%2Fdefau

lt%2Ffiles%2Fpain_after_stroke.pdf&usg=AOvVaw0EXipzhA2P-

1jDzkhG2YL2

21. Harrison RA, Field TS. Post stroke pain: identification, assessment, and

therapy.cerebrovascular diseases. 2015;39:190-201

29

Anda mungkin juga menyukai