Disusun Oleh :
Pembimbing:
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi feses lebih cair dengan
frekuensi >3 kali sehari, kecuali pada neonatus (bayi < 1 bulan) yang mendapatkan ASI
biasanya buang air besar dengan frekuensi lebih sering (5-6 kali sehari) dengan konsistensi
baik dianggap normal. Prevalensi diare menurut gejala dihitung dengan menggabungkan
kasus diare baik diagnosis maupun hanya memiliki gejala. Pada bayi usia 0-28 hari
(neonatus), dikatakan kasus diare jika responden mengaku didiagnosis diare oleh tenaga
kesehatan atau jika pernah mengalami gejala diare meliputi diare meliputi BAB > 6 kali
perhari dan dengan konsistensi lembek atau cair. Selain neonatus jika responden menjawab
lebih dari 3 kali dengan konsistensi lembek/cair, maka dianggap diare.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare
301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi
423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008
terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.). Case fatality rate
(CFR) ditentukan dengan membagi jumlah kematian akibat diare dengan jumlah kasus
terkonfirmasi diare. Berdasarkan penelitian systematic review yang dilakukan oleh Regina et
al. pada tahun 2015 mengenai hubungan kebersihan tangan dengan kejadian diare,
didapatkan hasil negara yang tergolong Low middle income countries (LMICs) memiliki
persentasae sebesar 30%, terutama negara yang berasal dari wilayah Asia. Sedangkan
menurut RISKESDAS 2018 menunjukan bahwa kabupaten Kepulauan Seribu (13,09%)
merupakan kabupaten/kota di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang menepati urutan teratas
sebagai daerah dengan prevalensi diare tertinggi, diikuti oleh Kota Jakarta Selatan (5,96%),
Kota Jakarta Timur (4,77%), Kota Jakarta Pusat (6,20%), Kota Jakarta Barat (6,35%), dan
Kota Jakarta Utara (5,82%).
Oleh karena itu, kami sebagai mahasiswa kepaniteraan klinik ilmu kesehatan
masyarakat ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara kejadian diare dengan
perilaku cuci tangan pada penghuni indekos di Kelurahan Cawang dikarenakan masih
sulitnya menjaga konsistensi perilaku cuci tangan dalam jangka panjang untuk mencegah
terjadinya seorang individu terkena masalah pencernaan salah satunya diare.
2. Apakah terdapat insidensi diare pada penghuni indekos di kelurahan cawang pada
tahun 2022?
3. Adakah hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada penghuni
indekos di kelurahan cawang tahun 2022.
Mengetahui hubungan antara kejadain diare dengan perilaku cuci tangan pada
penghuni indekos di kelurahan cawang tahun 2022
Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan acuan pengembangan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare.
Penelitian ini dapat dijadikan bacaan ilmiah dan sumber informasi pentingnya
menjaga kebersihan tangan untuk mencegah terjadinya diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sedangkan menurut Kemenkes (2014) Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi pada tinja yakni lebih lembek atau lebih cair serta
frekuensi buang air besar lebih banyak dari biasanya. Diare merupakan penyebab kematian balita
nomor dua di dunia (16%) setelah pnemonia (17%). Kematian pada anak-anak meningkat sebesar
40% tiap tahunnya yang disebabkan diare (WHO, 2009 dalam zainul, 2017).
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit) alergi, malabsorpsi,
keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar penyebab diare. Pada balita, penyebab
diare terbanyak adalah infeksi virus terutama Rotavirus (Permatasari, 2012). Sebagian besar dari
diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna
antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara klinis penyebab
diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebakan oleh bakteri, virus atau
infestasi parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (DEPKES
RI, 2011). Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain seperti
racun, alergi dan dispepsi (Djamhuri, 1994).
Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus,
Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,41), Small bowel structure virus, Cytomegalovirus.
Bakteri
Parasi
Heliminths
Non Infeksi
A. Berdasarkan Etiologi
Infeksi
Faktor psikologis
Faktor malabsorbsi
Faktor makanan
1. Infeksi
a) Virus
Terbanyak oleh Rotavirus (40-60% diare, terutama dibawah usia 5
tahun)
Enterovirus
norovirus (berpotensi menjadi lethal), astrovirus, adenovirus,
calicivirus, dan cytomegalovirus
b) Parasit
Entamoeba histolytica : Disentri
Giardia lamblia*
Cryptosporidium parvum*
Microsporidium
Isospora belli
Cyclospora cayetanensis
c) Bakteri
Escherichia coli (EPEC, EHEC, ETEC, EIEC, EAEC)
bakteri penyebab diare tersering
Campylobacter spp.
Salmonella spp.
Shigella spp. : Disentri
Vibrio cholera
Clostridium difficile diare sekunder terhadap pemberian
antibiotik
Aeromonas spp.
Pleisiomonas spp.
Yersinia spp
2. Faktor Psikologis
Takut
Cemas
3. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat (disakarida, monosakarida)
Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi Protein
4. Faktor Makanan
Logam Berat
Keracunanan makanan
Alergi terhadap makanan
B. Berdasarkan Lamanya Diare
• Akut : 7 hari - 14 hari
Diare dapat disebabkan oleh salah satu atau lebih penyebab antara lain adalah sebagai berikut
Diare tipe ini umumnya disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit usus, menurunnya absorbsi. Umumnya tanda khas yang ditemukan pada tipe
diare ini adalah volume tinja yang banyak seklai. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan/minum, penyebab dari tipe ini antara lain karena
efek enteroksi pada infeksi vibrio cholerae atau escherichia coli, reseksi ilium
(gangguan absorbsi garam empedu dan efek obat laksatif)
Diare tipe ini disebebkan hipermortilitas dan iregularis motilitas usus sehingga
menyebabkan absorbsi yang abnormal diusus halus.penyebab gangguan motilitas
antara lain: diabetes militus,pasca vagotomi, hipertiroid
Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan
elektrolit kedalam lumen. Gangguan absorbsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus
halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (Kolitis ulseratif
dan penyakit Chorn)
Penatalaksanaan pada pasien dewasa, umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh
cepat dengan sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan
evaluasi lebih lanjut.
Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan
langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis cairan yang digunakan, pada diare akut ringan, dapat diberikan
cairan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gram glukosa, 3,5 gram NaCl, 2,5
gram Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral
atau selang nasogastrik. Cairan lain adalah ringer laktat dan NaCl 0,9% yang
diberikan secara intravena.
2. Menentukan jumlah cairan yang diberikan.
3. Menentukan jadwal pemberian cairan
A Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial)
B Satu jam berikutnya per jam ke tiga (tahap kedua) oemberian diberikan
berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya.
C Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan insensible water loss,
Kondisi yang memelurkan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila ditemukan:
1. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebih lanjut.
2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam > 38,5 C, nyeri
abdomen yang berat pada pasien usia diatas 50 tahun
3. Pasien usia lanjut
4. Muntah yang persisten
5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
6. Pasien yang immnokompromais.
Menurut Kemenkes Republik Indonesia, prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare).
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dpaat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmoralitas rendah, dan jika tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti larutan air garam. Oralit merupakan cairan terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml/kgbb dan diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
diinfus.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak
lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
2. Zinc
Diberikan selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan dari diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
Umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Cara pemberian tablet zinc : larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum suus
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan.
4. Antibiotik Selektif
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Antibiotik hanya bermanfaat pada
penderita diare diare dengan darah dan suspek kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat.
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
Kriteria Rujukan
1. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat inap dan pemasangan
intravena.
2. Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam 3 jam pertama penanganan.
3. Anak dengan diare persisten.
4. Anak dengan syok hipovolemik.
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,
mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik2.
BAB III
METODE PENELITIAN
b. Kriteria Eksklusi
Penghuni indekos yang berusia <18 tahun atau >25 tahun
Responden yang tidak bersedia ikut dalam penelitian ini