Anda di halaman 1dari 20

Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Perilaku Cuci Tangan pada Penghuni

Indekos Di Kelurahan Cawang Tahun 2022

Disusun Oleh :

Dewi Apriani                                      (1965050143)

Michel Saut Sahala Saragi                  (2065050015)

Sergio Paipinan                                   (2065050032)

Ronald Bagus Pangestu                      (2065050051)

Abraham Fernando P.P. Turnip          (2065050060)

Agnes Agustina                                  (2065050084)

Vanessa Livina Pentury                      (2065050104)

Andre William                                    (2065050155)

Pembimbing:

dr. Desy Ria Simanjuntak, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 30 MEI – 09 JULI 2022

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi.

Diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi feses lebih cair dengan
frekuensi >3 kali sehari, kecuali pada neonatus (bayi < 1 bulan) yang mendapatkan ASI
biasanya buang air besar dengan frekuensi lebih sering (5-6 kali sehari) dengan konsistensi
baik dianggap normal. Prevalensi diare menurut gejala dihitung dengan menggabungkan
kasus diare baik diagnosis maupun hanya memiliki gejala. Pada bayi usia 0-28 hari 
(neonatus), dikatakan kasus diare  jika responden mengaku didiagnosis diare oleh tenaga
kesehatan atau jika pernah mengalami gejala diare meliputi diare meliputi BAB > 6 kali
perhari dan dengan konsistensi lembek atau cair. Selain neonatus jika responden menjawab
lebih dari 3 kali dengan konsistensi lembek/cair, maka dianggap diare.

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare
301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi
423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008
terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.). Case fatality rate
(CFR) ditentukan dengan membagi jumlah kematian akibat diare dengan jumlah kasus
terkonfirmasi diare. Berdasarkan penelitian systematic review yang dilakukan oleh Regina et
al. pada tahun 2015 mengenai hubungan kebersihan tangan dengan kejadian diare,
didapatkan hasil negara yang tergolong Low middle income countries (LMICs) memiliki
persentasae sebesar 30%, terutama negara yang berasal dari wilayah Asia. Sedangkan
menurut RISKESDAS 2018 menunjukan bahwa kabupaten Kepulauan Seribu (13,09%)
merupakan kabupaten/kota di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang menepati urutan teratas
sebagai daerah dengan prevalensi diare tertinggi, diikuti oleh Kota Jakarta Selatan (5,96%),
Kota Jakarta Timur (4,77%), Kota Jakarta Pusat (6,20%), Kota Jakarta Barat (6,35%), dan
Kota Jakarta Utara (5,82%).

Oleh karena itu, kami sebagai mahasiswa kepaniteraan klinik ilmu kesehatan
masyarakat ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara kejadian diare dengan
perilaku cuci tangan pada penghuni indekos di Kelurahan Cawang dikarenakan masih
sulitnya menjaga konsistensi perilaku cuci tangan dalam jangka panjang untuk mencegah
terjadinya seorang individu terkena masalah pencernaan salah satunya diare.

I.2               Rumusan Masalah

1. Bagaimana karateristik penghuni indekos di kelurahan cawang pada tahun 2022?

2. Apakah terdapat insidensi diare pada penghuni indekos di kelurahan cawang pada
tahun 2022?

3. Adakah hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada penghuni
indekos di kelurahan cawang tahun 2022.

I.3               Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kejadain diare dengan perilaku cuci tangan pada
penghuni indekos di kelurahan cawang tahun 2022

I.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui karateristik penghuni indekos di kelurahan cawang pada tahun
2022.
2. Mengetahui hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada
penghuni indekos di kelurahan cawang tahun 2022.

I.4               Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi Peneliti


Penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menambah pengetahuan,
pengalaman, dan sebagai sarana belajar lebih dalam berkaitan dengan judul yang
diteliti.

I.4.2 Bagi Institusi

Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan acuan pengembangan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare.

I.4.3 Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan bacaan ilmiah dan sumber informasi pentingnya
menjaga kebersihan tangan untuk mencegah terjadinya diare.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia dengan angka


kesakitan dan kematian yang masih tinggi. Lingkungan yang tidak sehat dan perilaku tidak
higienis sangat erat kaitannya dengan penyakit diare. Diare adalah Buang Air Besar (BAB)
encer atau bahkan dapat berupa air saja (mencret) biasanya lebih dari 3 kali dalam sehari.
Diare merupakan kondisi ketika pengidapnya melakukan buang air besar (BAB) lebih sering
dari biasanya. Di samping itu, feses pengidap diare lebih encer dari biasanya. Hal yang perlu
diwaspadai, meski diare bisa berlangsung singkat, tapi bisa pula berlangsung selama
beberapa hari. Bahkan dalam beberapa kasus bisa terjadi hingga berminggu-minggu.

Sedangkan menurut Kemenkes (2014) Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi pada tinja yakni lebih lembek atau lebih cair serta
frekuensi buang air besar lebih banyak dari biasanya. Diare merupakan penyebab kematian balita
nomor dua di dunia (16%) setelah pnemonia (17%). Kematian pada anak-anak meningkat sebesar
40% tiap tahunnya yang disebabkan diare (WHO, 2009 dalam zainul, 2017).

2.2 Etiologi Diare

Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit) alergi, malabsorpsi,
keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar penyebab diare. Pada balita, penyebab
diare terbanyak adalah infeksi virus terutama Rotavirus (Permatasari, 2012). Sebagian besar dari
diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna
antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara klinis penyebab
diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebakan oleh bakteri, virus atau
infestasi parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (DEPKES
RI, 2011). Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain seperti
racun, alergi dan dispepsi (Djamhuri, 1994).
 Virus

Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus,
Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,41), Small bowel structure virus, Cytomegalovirus.

 Bakteri

Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC). Enteroaggregative E.coli


(EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC), Enterohemorragic E.coli (EHEC), Shigella spp.,
Camphylobacterjejuni (Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan V. Cholera 0139, salmonella (non-
thypoid).

 Parasi

Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium coli, Cryptosporidium,


Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.

 Heliminths

Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria philippinensis, Trichuris trichuria.

 Non Infeksi

Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imonodefisiensi, obat dll.

2.3 Klasifikasi Diare

A. Berdasarkan Etiologi

 Infeksi
 Faktor psikologis
 Faktor malabsorbsi
 Faktor makanan

1. Infeksi
a) Virus
 Terbanyak oleh Rotavirus (40-60% diare, terutama dibawah usia 5
tahun)
 Enterovirus
 norovirus (berpotensi menjadi lethal), astrovirus, adenovirus,
calicivirus, dan cytomegalovirus
b) Parasit
 Entamoeba histolytica : Disentri
 Giardia lamblia*
 Cryptosporidium parvum*
 Microsporidium
 Isospora belli
 Cyclospora cayetanensis
c) Bakteri
 Escherichia coli (EPEC, EHEC, ETEC, EIEC, EAEC) 
bakteri penyebab diare tersering
 Campylobacter spp.
 Salmonella spp.
 Shigella spp. : Disentri
 Vibrio cholera
 Clostridium difficile  diare sekunder terhadap pemberian
antibiotik
 Aeromonas spp.
 Pleisiomonas spp.
 Yersinia spp

2. Faktor Psikologis
 Takut
 Cemas
3. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat (disakarida, monosakarida)
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi Protein
4. Faktor Makanan
 Logam Berat
 Keracunanan makanan
 Alergi terhadap makanan
B. Berdasarkan Lamanya Diare
• Akut : 7 hari - 14 hari

• Kronik : > 14 hari dengan etiologi non-infeksi

• Persisten : > 14 hari dengan etiologi infeksi

C. Berdasarkan Tingkat Dehidrasi


 Tanpa dehidrasi : Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat

 Dehidrasi Ringan atau Sedang : Terdapat dua atau lebih tanda:


Rewel, gelisah
Mata Cekung
Minum dengan lahap, haus
Cubitan kulit kembali lambat

 Dehidrasi Berat : Terdapat dua atau lebih tanda:


Letargis/tidak sadar
Mata Cekung
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)

2.4 Patofisiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh salah satu atau lebih penyebab antara lain adalah sebagai berikut

1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi atau disebut sebagai diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan karena adanya peningkatan tekanan osmotik


intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obatan/zat kimia yang bersifat
hiperosmotik contohnya seperti MgSO4, Mg(OH)2, serta malabsorbsi umum dan
defek dlam absorbsi mukosa usus, misalkan pada malabsorbsi glukosa/galaktosa
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi atau disebut sebagai diare sekretorik

Diare tipe ini umumnya disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit usus, menurunnya absorbsi. Umumnya tanda khas yang ditemukan pada tipe
diare ini adalah volume tinja yang banyak seklai. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan/minum, penyebab dari tipe ini antara lain karena
efek enteroksi pada infeksi vibrio cholerae atau escherichia coli, reseksi ilium
(gangguan absorbsi garam empedu dan efek obat laksatif)

3. Malaborbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle


empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di entrosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif


Na+K+ATP ase dientrosit dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal

5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal\

Diare tipe ini disebebkan hipermortilitas dan iregularis motilitas usus sehingga
menyebabkan absorbsi yang abnormal diusus halus.penyebab gangguan motilitas
antara lain: diabetes militus,pasca vagotomi, hipertiroid

6. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan


adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus

7. Inflamasi dinding usus

Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan
elektrolit kedalam lumen. Gangguan absorbsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus
halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (Kolitis ulseratif
dan penyakit Chorn)

8. Infeksi dinding usus atau diare infeksi


Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (merusak mukosa) dan invasif
(merusak ukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi
oleh bakteri tersebut, yang disebut bakteri toksigenik (kolera). Enterotoksin yang
dihasilkan kuman vibrio cholerae merupakan protein yang dapat menempel pada
epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik didinding usus yang
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation
natrium dan kalium. Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air,
natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium.
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi
secara aktif oleh dinding usus

2.5 Tatalaksana Diare

Penatalaksanaan pada pasien dewasa, umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh
cepat dengan sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan
evaluasi lebih lanjut. 

Terapi yang dapat diberikan:

1. Memberikan cairan dan diet adekuat


A Pasien tidak dipuaskan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi.
B Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
C Hindari minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
D Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas dan mudah
dicerna.
2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk mengurangi
gejala dan antimikroba untuk terapi definitif. Pemberian terapi antimikroba
diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s
diarrhea, dan imunosupresi. 

Obat antidiare, antara lain:

1. Golongan opioid : Loperamid atau Tinktur opium


2. Bismut Subsalisilat 
3. Obat pengeras tinja : atalpulgit 4x2 tablet perhari atau
4. Smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
5. Obat antisekretorik: Racecadotril 3x1. 

Antimikroba, antara lain:

1. Golongan kuinolon : Siprofloksasin 2x500mg perhari 5-7 hari, atau


2. Trimetroprim atau Sulfametoksazol 160mg atau 800mg 2x1 tablet perhari.
3. Jika diare diduga disebabkan oleh Giardia, Metronidazol dapat digunakan dosis
3x500mg perhari selama 7 hari.
4. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan etiologi.

Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan
langkah sebagai berikut:

1. Menentukan jenis cairan yang digunakan, pada diare akut ringan, dapat diberikan
cairan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gram glukosa, 3,5 gram NaCl, 2,5
gram Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan secara oral
atau selang nasogastrik. Cairan lain adalah ringer laktat dan NaCl 0,9% yang
diberikan secara intravena. 
2. Menentukan jumlah cairan yang diberikan.
3. Menentukan jadwal pemberian cairan
A Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial)
B Satu jam berikutnya per jam ke tiga (tahap kedua) oemberian diberikan
berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya.
C Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan insensible water loss,

Kondisi yang memelurkan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila ditemukan:

1. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebih lanjut.
2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam > 38,5 C, nyeri
abdomen yang berat pada pasien usia diatas 50 tahun
3. Pasien usia lanjut
4. Muntah yang persisten
5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
6. Pasien yang immnokompromais.

Penatalaksanaan pada Pasien Anak

Menurut Kemenkes Republik Indonesia, prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare). 

Program LINTAS DIARE yaitu :

1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah.

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dpaat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmoralitas rendah, dan jika tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti larutan air garam. Oralit merupakan cairan terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus. 

A Diare tanpa dehidrasi


 Umur < 1 tahun : ¼-½ gelas setiap kali anak mencret (50-100 ml)
 Umur 1-4 tahun : ½-1 gelas setiap kali anak mencret (100-200 ml)
 Umur diatas 5 tahun: 1-1 ½ gelas setiap kali anak mencret (200-300 ml)
B Diare dengan dehidrasi ringan sedang

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml/kgbb dan diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

C Diare dengan dehidrasi berat

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
diinfus.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok  setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak
lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.

2. Zinc

Diberikan selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan dari diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. 

Dosis pemberian Zinc pada balita :

 Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
 Umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet zinc : larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum suus
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan.

4. Antibiotik Selektif

Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Antibiotik hanya bermanfaat pada
penderita diare diare dengan darah dan suspek kolera. 

Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. 

5. Nasihat kepada orang tua atau pengasuh

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:

A Cara memberikan cairan dan obat di rumah.


B Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila:
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan atau minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah 
 Tidak membaik dalam 3 hari 

Kriteria Rujukan

1. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat inap dan pemasangan
intravena.
2. Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam 3 jam pertama penanganan.
3. Anak dengan diare persisten.
4. Anak dengan syok hipovolemik.

 2.6 Komplikasi dan Prognosis


1. Dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Dapat dikatakan dehidrasi ringan apabila
persentase dari cairan tubuh yang hilang kurang dari 5% BB, dehidrasi sedang apabila
persentasen cairan tubuh yang hilang 5-10% BB, sedangkan dehidrasi berat apabila
persentase cairan tubuh yang hilang lebih dari 5-10% BB. 
2. Hypokalemia dengan gejala yang muncul adalah meteorismus, hipotoni otot,
kelemahan, bradikardia, dan perubahan pada pemeriksaan EKG. Hypokalemia terjadi
karena kurangnya kalium (K) selama rehidrasi yang menyebabkan terjadinya
hypokalemia ditandai dengan kelemahan otot, peristaltic usus berkurang, gangguan
fungsi ginjal, dan aritmia. 
3. Hypernatremia yang biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah, ditemukan
bahwa 10,3% anak yang menderita diare akut dengan dehidrasi berat hypernatremia. 
4. Gangguan sirkulasi. Pada diare akut kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat, apabila kehilangan cairan lebih dari 10% BB Karena penderita dapat
mengalami syok atau pre-syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah
(hipovolemia). 
5. Gangguan asam-basa. Gangguan asam-basa ini dapat terjadi akibat kehilangan cairan
elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh, sebagai ganti biasanya tubuh akan bernafas
lebih cepat dari biasanya untuk membantu meningkatkan pH arteri. 
6. Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma tanpa sebab yang pasti atau
belum diketahui penyebabnya, yang kemungkinan dikarenakan cairan eksteseluler
menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga menjadi
edema otak yang mengakibatkan koma. 
7. Gangguan gizi. Biasanya terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta
sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi. 
8. Demam. Demam sering ditemui pada kasus diare, yang biasanya timbul jika penyebab
diare berinvasi ke dalam sel epitel usus. Bakteri yang masuk ke dalam tubuh dianggap
sebagai antigen oleh tubuh, bakteri tersebut mengeluarkan toksin lipopolisakarida dan
membrane sel. Sel yang bertugas menghancurkan zat-zat toksi atau infeksi tersebut
adalah neutrophil dan makrofag dengan cara fagosistosis. Sekresi fagosik
menginduksi timbulnya demam1.
Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,
mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik2.
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian metode analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian bertujuan untuk menguji hubungan korelasi
antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di indekos sekitar Kelurahan Cawang,
Jakarta Timur
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai dari 03 Juni – 25 Juni 2022

III.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni indekos
yang ada di sekitar kelurahan Cawang
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang akan diambil adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi.
Sampel diambil dengan cara Simple Random Sampling. Jumlah sampel akan
ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin setelah populasi penghuni di
indekos sekitar Kelurahan Cawang diketahui.
N
n=
1+ Ne ²
Sehingga didapatkan:
• N=Populasi=? e=margin of error=5%
?
• n=
1+ ?(0,1) ²
?
• n=
1+ ?
• n=?
• n~?

Sampel pada penelitian ini akan ditentukan dengan menggunakan


kriteria berikut:
a. Kriteria Inklusi
 Semua penghuni indekos yang berusia 18 – 25 tahun
 Responden yang bersedia ikut dalam penelitian ini

b. Kriteria Eksklusi
 Penghuni indekos yang berusia <18 tahun atau >25 tahun
 Responden yang tidak bersedia ikut dalam penelitian ini

III.4 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel independen: Perilaku kebiasaan mencuci tangan.
2. Variabel dependen: kejadian diare

III.5 Definisi Operasional


Tabel III.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1. Diare BAB dengan Kuesioner 1. Pernah mengalami Nominal
konsistensi cair diare paling tidak 1
yang lebih dari 3 bulan ke belakang
kali dalam sehari, 2. Tidak pernah
dan dapat disertai mengalami diare
lendir dan darah paling tidak 1
bulan ke belakang
2. Perilaku mencuci Kebiasaan mencuci Kuesioner 1. Bila perilaku baik Nominal
tangan tangan baik (jawaban “ya” >10)
sebelum maupun 2. Bila perilaku tidak
sesudah makan dan baik (jawaban “ya”
memegang benda- <10)
benda di sekitar

III.6 Metode Pengumpulan Data


Data didapatkan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden yang masuk
dalam kriteria inklusi.

III.7 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
a. Data Editing
Dalam kegiatan ini, peneliti akan memeriksa kelengkapan jawaban responden
pada setiap lembar kuesioner yang telah dikumpulkan. Namun, jika peneliti
menemukan data yang kurang lengkap, maka peneliti akan meminta responden
untuk melengkapinya di tempat pengumpulan data.
b. Data Coding
Kegiatan merupakan pemberian urutan kode numerik (angka) pada setiap
jawaban kuesioner yang telah terkumpul. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah menganalisis data.
c. Data Entry
Kegiatan ini dilakukan setelah mengumpulkan data dari lapangan, peneliti
memasukkan data dan kode jawaban yang sudah terisi dalam kuesioner ke
dalam program SPSS (Statistical Package for the Social Sciens) versi 21.
d. Data Cleaning
Pada proses ini, peneliti akan melakukan pengecekkan data yang telah
dimasukkan, untuk melihat ada tidaknya kesalahan.
III.8 Analisis Data
Data yang sudah didapatkan akan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Untuk analisis
bivariat dilakukan analisis korelasi dengan pearson dan kendall-tau b.
III.9 Alur Penelitian
1. Penulis menyerahkan proposal penelitian kepada pembimbing
2. Penulis melakukan survei lapangan untuk melihat populasi
3. Penulis menetapkan sampel yang masuk dalam kriteria inklusi, memberikan
penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan penulis dan memastikan semua
responden menyetujui untuk dijadikan sampel
4. Penulis akan memberikan kuesioner kepada para responden yang sudah setuju
untuk ikut dalam penelitian
5. Mengumpulkan data yang sudah didapatkan
6. Penulis mulai analisis data
7. Membuat hasil dan menetapkan simpulan

Anda mungkin juga menyukai