DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
1. MAWADDATUN HASANAH : E1M020040
2. RABIYATUN HIDAYAT : E1M020049
3. RISALATUL SULISTIYA : E1M020054
4. SARRI ILHAM : E1M020060
5. WIDIAWATI : E1M020069
A. Latar Belakang
Kumis kucing dengan nama latin Orthosiphon aristatus telah dikenal oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat yang memiliki khasiat bagi kesehatantubuh. Tanaman
kumis kucing termasuk tanaman family lamiacea. Secara umum Orthosiphon stamineus bunganya
berwarna putih atau ungu pucat. Mereka memiliki benang sari yang memanjang dari mahkota
dengan panjang lebih dari 2 cm.
Varietas putih memiliki bentuk belah ketupat dengan ujung daun yang meruncing,
pangkal daun tumpul tapi tanpa bintik-bintik warna dan urat-urat berwarna hijau mudapada
umumnya. Selain itu, dilihat dari kedua batangnya memiliki bentuk yang serupa namun
memiliki warna yang berbeda. Batang dari dua varietas memiliki bentuk persegi namun
untuk warna dari varietas putih yaitu berwarna hijau dan varietas ungu berwarna merah
kehijauan dan memiliki ruas yang lebih panjang daripada varietas putih.
Dari berbagai manfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit, tanaman kumis
kucing juga bisa dimanfaatkan untuk penderita Hipertensi atau penyakit darah tinggi.
Hipertensi merupakan suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
darah pada dinding pembuluh darah arteri. Daun kumis kucing dapat digunakan sebagai
antihipertensi karena mengandung oleh Methylripariochromene yang memiliki aktivitas
terhadap tekanan darah tinggi seperti aktivitasvasodilatasi, diuretik, dan penurunan
denyut jantung.
B. Rumusan Masalah
A. Klasifikasi Tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Bangsa : Lamiales
Suku : Lamiaceae
Marga : Orthosphon
Jenis : Ortosiphon stamineus
B. Sinonim
Orthosiphon aristatus (Blume), Orthosiphon longiflorum Ham., Orthosiphon
grandiflorumet aristatum B1., Orthosiphon spiralis Merr., Orthoshipon grandiflorus Bold.
Clerodendranthus spicatus (Thumb). C. Y. Wu ex H. W. Li., dan Trichostemma spiralis
Lour.
C. Nama Daerah
Kumis kucing, semet meong, kumis ucing, remujung, songot koceng, sesalaseyan
(Indonesia), java tea (Inggris), misai kucing (Melayu), yaa nuat maeo (Thailand), kabling
gubat (Philipin), mao xu cao (Cina), neko no hige (Jepang), katzenbart (Jerman).
D. Morfologi Tumbuhan
Terna, tumbuh tegak, pada bagian bawah berakar di bagian buku-bukunya, tinggi
sampai 2 m, batang bersegi empat agar beralur, berambut pendek atau gundul. Helai daun
berbentuk bundar telur atau belah ketupat yang dimulai dari pangkalnya, lancip atau
tumpul, panjang 1-10 cm, lebar 7,5 mm-5cm, urat daun sepanjang tepi berambut tipis atau
gundul, kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang sangat banyak,
panjang tangkai 3 cm. Perbungaan berupa tanndan yang keluar di ujung cabang, panjang 7-
29 cm, ditutupi oleh rambut pendek berwarna ungu yang kemudian menjadi putih, gagang
berambut pendek dan jarang, panjang 1-6 mm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan
pangkal berambut pendek dan jarang sedangkan di bagian paling atas gundul. Bunga bibir,
mahkota berwarna ungu pucat atau putih, panjang 13-27 mm, di bagian atas ditutupi oleh
rambut pendek yag berwarna unngu atau putih, panjang tabung10-18 mm, panjang bibir
4,5-10 mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari lebih panjang dari tabunng bunga dan
melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1,75-2 mm.
E. Kandungan Kimia
Senyawa kima utama yang terkandung dalam Orthosiphon staminneus adalah
polimetoksiflavonoid (conto: sinensetin dan eupatorin) dan derivatif asam kafeat (contoh:
asam rosmarinat). Senyawa kimia lain yang terdapat pada Orthosiphon stamineus adalah 1-
okten-3-ol, asam 2,3-dikafeoiltartarat, 2-O-deasetilorthosiphol j, 3- hidroksi-5,6,7,4’-
tetrametoksiflavon, 3-O-deasetilorthosiphol 1,4’,5,6,7tetrametoksiflavon, 4’-hidroksi-5,6,7-
trimetoksiflavon, 5,6-dihidroksi-7,4’- dimetoksiflavon, 5,7,4’-trimetilpigenin, 5,6,7,4’-
tetrametoksiflavon, 5,7,3’,4’- tetrametilluteolin, 5-hidroksi-6,7,3’4’-tetrametoksiflavon, 6-
hidroksiorthosiphol B, 6- hidroksi- 5,7,4’-trimetoksiflavon, 7,3’4’-tri-O-metilluteolin, 7-O-
deasetilorthosiphol B, 14-deokso-14-O-asetilorthosiphol Y, α-cadinol, α-huulena, β-
bourbonena, β- caryophyllena, β-elemena, β-pinena, β-sitisterol, β-carryophylena, asam β-
hidroksibetulinat, γ-kadinena, asetovanillkromena, aurantiamida asetat asam betulinat,
borneol, bornil asetat, asam kafeat, asn kafeat depsida A-C, kamfena, kamfer, karonol,
karvon, cis-karyofilena, karyofilena oksida, asam sikorat, sisimaritin, eugenol, hederaginin,
ladanein, limonena, luteolin, metilripariokromena A, neoorthosiphol A-B,neoorthosiphon A,
norstaminol AC, norstaminolakton A, nororthosiphonolida A, norstaminon A, asam
oleanolat, orthokromena A, orthosiphol A-Z, orthosiphonon A- D, pillion, Quersetin,
salvigenin, sekoorthosiphol A-C, siphonol A-E, staminol A-D, staminolakton A-B,
tetrametilskutellarina, asam trans-ozat, asam ursolat, vomifoliol, asam 16-hidroksi betulinat.
F. Khasiat dan Kegunaan
Manfaat yang diperoleh setelah mengkonsumsi Orthosiphon stamineus ini berasaldari
senyawa-senyawa kimia tersebut. Beberapa penelitian menyatakan bahwa Orthosiphon
stamineus mempunyai banyak manfaat, diantaranya yaitu sebagai kemopreventif, eupatorin
secara kuat menghambat proliferasi sel MDA-MB-468 pada konsentrasi submikromolar
sebagai hasil dari penghambatan CYP1 (yang merupakan target kemoterapi kanker pada
proses diferensiasinya dan selektif ekspresi pada sel tumor). Hal ini menunjukkan bahwa
eupatorin merupakan senyawa kemopreventif untuk sel kanker payudara yang
mengekspresikan enzim CYP1. Diuretik, 50% ekstrakmethanol dari Orthosiphon stamineus
ditemukan dapat menghambat pertumbuhanKristal kalsium oksalat, yang merupakan salah
satu komponen utama gagal ginjal, menggunakan metode modified gel slide.
Kemampuannya meningkatkan volume urin akan meningkatkan kelarutan kalsium oksalat
dan kristal garam lainnya, seperti asam urat, yang diketahui dapat menginduksi epitaksikal
deposisi kalsium oksalat.Peningkatan laju ekskresi urin dan volumenya (diuresis) akan
menghilangkan dan mengurangi kesempatan tumbuhnya kristal atau agregasi kristal. Efek
diuretik ini dipengaruhi oleh adanya senyawa semi-polar pada Orthosiphon stamineus,
contohnya senyawa golongan flavonoid.
Isolasi Sinensetin
Serbuk simplisia daun kumis kucing sebanyak 200 g diekstraksi dengan maserasi
menggunakan 1 L pelarut etanol 96% selama 24 jam, proses ekstraksidilakukan 3 kali
pengulangan. Terhadap maserat yang diperoleh dilakukan proses pemekatan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 50°C dan uapkandi atas penangas air untuk
mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak yang sudah pekat ditimbang dan dihitung %
rendemen.
• Partisi daun kumis kucing Ekstrak kental sebanyak 24,834 g ditambahkan air 100 mL.
Ekstrak air dimasukan ke dalam corong pisah dan dilakukan penambahan n-heksan
dengan perbandingan 1:1. Setelah itu dikocok dan didiamkan hingga kedua pelarut
terpisah sempurna, proses ini dilakukan sebanyak 3 kali. Lapisan air kembali
dimasukkan ke dalam corong pisah untuk selanjutnya ditambahkan etil asetat (1:1)
kemudian dikocok dan didiamkan hingga terpisah, diulangi hingga 3 kali. Lapisan air,
etil asetat dan n-heksan diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga mendapatkan
fraksi kental. Dari ketiga fraksi yang diperoleh kemudian diuapkan dengan penangas air
hingga menghasilkan fraksi kental.
BAB III
METODE PENELITIAN
C. Prosedur Kerja
1. Pengumpulan dan pengolahan sampel
Daun Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dicuci hingga bersih, dirajang dengan
ukuran kecil, diangin-anginkan sampai kering. Tujuan Pengeringan ini untuk
menghilangkan kadar air, mencegah timbulnya jamur, dapat disimpan dalam jangka
waktu panjang dan tidak merusak komponen senyawa kimia yang terkandung di
daun Kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Setelah itu dihaluskan menggunakan
blender sehingga diperoleh serbuk halus daun Kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
sebanyak 100 gram.
2. Ekstraksi dan Fraksinasi sampel uji Fitokimia
Sampel berupa serbuk halus daun Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Tahap Maserasi dilakukan
selama 1 jam, kemudian dilakukan penyaringan. Tahap selanjutnya, ekstrak metanol
dipartisi dengan pelarut n-heksana, diperoleh fraksi n-heksana dan metanol.
Masingmasing fraksi diuji fitokimia.
3. Uji Fitokimia
Daun Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) diuji fitokimia untuk melihat
kandungan metabolit sekunder. Uji Fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid,
terpenoid, uji flavonoid, dan saponin.
a. Uji Alkaloid
Ekstrak kental methanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) sebanyak 3
mL ditambahkan 4 tetes reagenMayer. Bila terbentuk pengendapan kuning
keputihan menandakan adanya alkaloid.
b. Uji Flavonoid
Ekstrak kental methanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) 3 mL
dilarutkan dengan menggunakan 10 mL n-heksana. Residu (bagian yang tidak
larut ditambahkan dengan etanol, lempengan Mg dan larutan HCl pekat.
c. Uji Saponin
Ekstrak kental methanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) 3 mL
ditambahkan 5 mL udara aquades, dipanaskan. Hasil positif menunjukkan
saponin bila terbentuk busa.
d. Uji Tanin
Ekstrak kental methanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) 3 mL
ditambahkan dengan 5 tetes larutan FeCl3 hasil positif bila terjadi perubahan
warna bir atau hijau kehitaman.
e. Uji Steroid dan Terpenoid
Ekstrak kental methanol daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) 3 Ml
ditambahkan 0,5 mL kloroform, 0,5 mL asam asetat glasial, dan 2 mL asam
sulfat pekat. Hasil positif terpenoid menunjukkan jika terbentuk cincin cokelat,
merah atau jingga diantara batas larutan dan positif steroid bila terbentuk cincin
berwarna biru kehijauan.
4. Sampel Isolasi
Simplisia kering daun Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) diekstraksi dengan
cara maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Tahap Maserasi dilakukan selama 3
x 24 jam, kemudian dilakukan penyaringan dan dimaserasi kembali dengan
memakai n-heksana yang baru. Maserat yang diperoleh disatukan dan dievaporasi
pada suhu ruang dengan meletakkan maserat di lemari asam. Maserat ditutupi
dengan aluminium foil yang telah di lubangi agar pelarut dapat menguap sehingga
diperoleh ekstrak kental n-heksana daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus).
BAB IV
Penelitian membahas tentang isolasi dan identifikasi senyawa metabolit tanaman kumis
kucing. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder
pada tanaman kumis kucing dan efektivitasnya terhadap penyakit hipertensi. Persiapan
sampel daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dilakukan dengan menggunakan jaringan
tumbuhan berupa daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) yang masih segar sebanyak 500
gram, dibersihkan dan dikeringkan anginkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko
rusaknya komponen kimia dalam daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Daun kumis
kucing (Orthosiphon aristatus) yang sudah dikeringkan kemudian dibelender hingga menjadi
serbuk daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) untuk memperluas permukaan sehingga
lebih mudah terekstraksi karena bidang sentuh oleh pelarut menjadi lebih luas.
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam
tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi
pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan
penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Saragih, D.
E., & Arsita, E. V. 2018). Skrining fitokimia menggunakan pelarut methanol, karena methanol
merupakan pelarut universal yang dapat menarik semua senyawa metabolit sekunder. Hasil
ekstraksi 10 gram serbuk daun kumis kucing dengan metanol diperoleh ekstrak encer
berwarna hijau muda. Ekstraksi ini dilakukan untuk mengambil komponen senyawa metabolit
sekunder dari sampel daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Komponen yang terdapat
dalam ekstrak metanol Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dianalisis golongan
senyawanya dengan tes uji warna dengan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid.
Uji fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak
melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat memisahkan antara bahan alam
yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki
kandungan fitokimia tertentu. Uji fitokimia untuk tanaman obat sangat diperlukan, biasanya
uji fitokimia digunakan untuk merujuk pada senyawa metabolit sekunder yang ditemukan
pada tumbuhan yang tidak digunakan atau dibutuhkan pada fungsi normal tubuh. Namun
memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peranan aktif bagi
pencegahan penyakit (Saragih, D. E., & Arsita, E. V. 2018). Uji fitokimia dilakukan untuk
memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Senyawa
metabolit sekunder diproduksi oleh tumbuhan salah satunya untuk mempertahankan diri dari
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti suhu, iklim, maupun gangguan hama
dan penyakit tanaman. Uji fitokimia yang dilakukan dari hasil ektraksi metanol daun kumis
kucing menggunaakan senyawa metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi beberapa
golongan berdasarkan stuktur kimianya yaitu uji alkaloid, uji flavonoid, uji saponin, uji tanin,
uji steroid dan uji terpenoid.
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
mengandung berbagai jenis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, fenolik,
saponin, tanin, steroid dan terpenoid. Ini didukung oleh perubahan warna yang terjadi karena
penyediaan reagen untuk mengekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus).
Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) positif mengandung berbagai jenis
senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, tannin, dan saponin. Namun tidak pada
metabolit sekunder dengan pelarut H2SO4 pekat pada uji steroid dan terfenoid serta pada
pereaksi yang mengguanakan reagen mayer pada uji alkaloid. Metabolit sekunder yang
terdapat dalam daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dapat digunakan sebagai bahan
kimia nonnutrisi yang mengendalikan spesies biologis di lingkungan atau dengan kata lain
metabolit sekunder memainkan peran penting pada spesies khususnya dalam bidang
pengobatan. Pada penelitian ini dinyatakan bahwa daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
mengandung senyawa kimia aktif yang dapat berfungsi sebagai bahan untuk pengobatan.
Senyawa kimia aktif yang terkandung dalam daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) ini
termasuk senyawa flavonoid, tannin, dan saponin. Hasil yang ada diperoleh melalui
pengamatan solusi uji terhadap perubahan yang terjadi selama pemeriksaan ulang seperti
perubahan warna, kehadiran sedimen (endapan), atau munculnya busa.
Kandungan senyawa kimia aktif ini memang menunjukkan bahwa pada daun kumis
kucing (Orthosiphon aristatus) dapat digunakan sebagai bahan obat untuk beberapa penyakit.
Namun penyajian senyawa kimia aktif tidak diketahui secara pasti karena pengujian hanya
terbatas pada pengujian kualitatif melalui pengujian fitokimia (Saragih, D. E., & Arsita, E. V.
2018). Pengamatan ini dilakukan dengan akurasi tinggi terhadap perubahan perubahan yang
terjadi pada larutan uji, seperti perubahan warna, adanya endapan berwarna dan munculnya
busa.
Kehadiran senyawa Flavonoid dalam tes ini ditandai dengan terjadinya perubahan
warna dalam larutan uji. Senyawa ini adalah sekelompok senyawa alami dari banyak senyawa
fenolik sebagai pigmen tumbuhan. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui jenis
antioksidan yang terkandung dalam tanaman kumis kucing. Flavonoid termasuk antosianin,
flavonol, dan flavon. Pola distribusi flavonoid yang digunakan dalam studi taksonomi spesies
tanaman. Tanaman tingkat tinggi memiliki flavonoid baik di bagian vegetatif khususnya pada
bunga. Flavonoid sebagai pigmen bunga memainkan peran penting dalam menarik burung dan
serangga penyerbuk. Fungsi lain dari flavonoid mampu menyerap sinar ultra violet untuk
mengarahkan serangga, pengaturan tanaman, pengaturan fotosintesis, anti mikroba dan kerja
anti virus dan sehingga dapat bekerja pada serangga. Efek flavonoid pada banyak organisme
sangat banyak dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid
digunakan dalam pengobatan tradisional. Selain itu kandungan flavonoid dapat bekerja sebagai
inhibitor pernapasan yang kuat, menghambat reaksi oksidasi enzimdan nonenzim. Kandungan
gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air
(Saragih, D. E., & Arsita, E. V. 2018). Aktivitas antioksidan flavonoid dapat menjelaskan
komponen aktif tanaman yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi
hati.
Flavonoid juga dapat menghambat ACE. Diketahui ACE memegang peran dalam
pembentukan angiotensin II yang merupakan salah satu penyebab hipertensi. Angiotensin II
menyebabkan pembuluh darah menyempit, yang dapat menaikkan tekanan darah. ACE
inhibitor menyebabkan pembuluh darah melebar sehingga darah lebih banyak mengalir ke
jantung, mengakibatkan penurunan tekanan darah. Selain itu, flavonoid dapat meningkatkan
urinasi dan pengeluaran elektrolit, yang mana berfungsi layaknya kalium, yaitu mengabsorbsi
cairan ion-ion elektrolit seperti natrium yang ada di dalam intraseluler darah untuk menuju
ekstraseluler memasuki tubulus ginjal. Glomerular filtration rate (GFR) yang tinggi akibat
adanya aktivitas flavonoid menyebabkan ginjal mampu mengeluarkan produk buangan dari
tubuh dengan cepat (Nadila Fadia. 2014). Pada uji ini, sampel daun kumis kucing positif
mengandung senyawa metabolit sekunder. Adanya positif dalam uji ini karena adanya
perubahan warna setelah ditambahkan dengan HCI pekat. Penambahan HCI pekat kedalam uji
flavonoi digunakan utnuk menghidrolisis favonoid menjadi aglikonnya. Hasil setelah
ditambahkan larutan tersebut, sampel berbusa dan berwarna orange juga terdapat endapan
berwarna kuning. Warna endapan tersebut membuktikan bahwa uji flavonoid positif
mengandung senyawa metabolit.
Kehadiran senyawa tanin dalam tes ini menandai terjadinya perubahan warna menjadi
kehitaman dalam larutan uji. Pada uji tanin berfungsi untuk mengikat dan mengendapkan
protein. Sehingga dalam kesehatan tanin berfungsi untuk mengobati diare, mengobati ambeien,
menghentikan peradangan dan juga dapat sebagai alternatif alami membersihkan gigi tiruan.
Senyawa ini dapat bereaksi dengan protein untuk membentuk kopolimer padat yang tidak larut
dalam air. Tannin diketahui memiliki beberapa sifat seperti astringen, antidiare, antibakteri dan
antioksidan. Tanin pada daun kumis kucing(Orthosiphon aristatus) berperan sebagai
pendenaturasi protein serta mencegah proses pencernaan bakteri. Mekanisme kerjanya dalam
menghambat bakteri dilakukan dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel
bakteri dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel. Senyawa ini mampu
melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak. Terjadinya kerusakan pada membran sel
mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesa enzim- enzim spesifik yang diperlukan
dalam reaksi metabolisme dan kondisi ini yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada
bakteri (Saragih, D. E., & Arsita, E. V. 2018). Pada uji tanin, sampel daun kumis kucing
ditambahkan dengan FeCI3 5 tetes. Penambahan FeCI3 untuk menentukan apakah sampel
mengandung gugus fenol. Hasil dari penambahan larutan tersebut adanya perubahan warna
yaitu hitam kehijauan. Perubahan warna tersebut membuktikan bahwa pada uji tanin positif
mengandung metabolit sekunder.
Kandungan saponin pada daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) memiliki kualitas
yang dapat bekerja melawan sel kanker. Secara khusus, beberapa jenis saponin memiliki efek
antioksidan dan dapat langsung menjadi racun bagi sel kanker. Selaput sel kanker memiliki
senyawa tipe kolesterol. Saponin mampu mengikat senyawa ini dan mengganggu proliferasi
sel kanker (Saragih, D. E., & Arsita, E. V. 2018). Uji saponin bertujuab untuk mengidentifikasi
senyawa saponin pada tanaman kumis kuicng, dengan penambahan aquadest ke dalam larutan
ekstrak, kemudian dikocok secara vertikal selama 10 detik. Apabila teridentifikasi positif jika
timbul busa stabil selama 10 menit. Menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam Journal of
Nutrition, saponin dari dapat memperlambat pertumbuhan sel kanker. Penelitian lain telah
melaporkan bahwa saponin telah menyebabkan kematian sel kanker dan memperlambat
pertumbuhan tumor. mekanisme yang sama di mana saponin dapat menurunkan kolesterol,
mengikat asam empedu. Benar-benar dapat mengurangi risiko kanker usus besar. Menurut
Institut Linus Pauling, beberapa asam empedu sekunder memicu kanker usus besar. Bakteri di
usus besar dapat menghasilkan asam empedu sekunder untuk asam empedu primer. Dengan
mengikat asam empedu primer, saponin mengurangi jumlah asam empedu sekunder yang dapat
diproduksi oleh bakteri di usus. Hal ini akan mengurangi risiko kanker usus besar (Saragih, D.
E., & Arsita, E. V. 2018). Pada uji saponin ini ditambahkan dengan 5 ml aquadest. Tujuan dari
penambahan aquadest ini adalah untuk mengencerkan suatu zat dengan konsentrasi tinggi
karena banyak reaksi biokimia dapat berlangsung hanya dalam larutan aqudest. Hasil dari uji
tersebut sampelnya berbusa dan berwarna hijau lumut. Adanya muncul busa maka uji saponin
positif mengandung metabolit sekunder. Munculnya busa tersebut karena saponin merupakan
suatu glikosida yang memiliki aglikon berupa sapogenin. Saponin dapat menurunkan
tegangang permukaan air, sehingga akan mengakibatkan terbentuknya buih pada permukaan
air setelah dikocok.
Diantara hasil penelitian yang dilakukan bahwa nilai RF ialah sebesar 0,52 Nilai RF
ditujukkan adanya perbedaan selisih signifikan dengan noda standard saponin. Dimana nilai
noda standar saponin ialah sebesar 0,565.
KESIMPULAN
Uji fitokimia yang dilakukan dari hasil ektraksi metanol daun kumis kucing
menggunaakan senyawa metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi beberapa golongan
berdasarkan stuktur kimianya yaitu uji alkaloid, uji flavonoid, uji saponin, uji tanin, uji steroid
dan uji terpenoid. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa daun kumis kucing (Orthosiphon
aristatus) mengandung berbagai jenis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,
fenolik, saponin, tanin, steroid dan terpenoid.
Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) positif mengandung berbagai jenis senyawa
metabolit sekunder seperti flavonoid, tannin, dan saponin. Namun tidak pada metabolit
sekunder dengan pelarut H2SO4 pekat pada uji steroid dan terfenoid serta pada pereaksi yang
mengguanakan reagen mayer pada uji alkaloid. Senyawa kimia aktif yang terkandung dalam
daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) ini termasuk senyawa flavonoid, tannin, dan
saponin.
Kandungan senyawa kimia aktif ini memang menunjukkan bahwa pada daun kumis kucing
(Orthosiphon aristatus) dapat digunakan sebagai bahan obat untuk beberapa penyakit.
Pengamatan ini dilakukan dengan akurasi tinggi terhadap perubahan perubahan yang terjadi
pada larutan uji, seperti perubahan warna, adanya endapan berwarna dan munculnya busa.
Uji KLT yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa nilai RF ialah sebesar
0,52 Nilai RF ditujukkan adanya perbedaan selisih signifikan dengan noda standard saponin.
Dimana nilai noda standar saponin ialah sebesar 0,565.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, F., Subehan, S., & Musthainah, L. (2020). Isolasi dan karakterisasi senyawa steroid
dari ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Jurnal Fitofarmaka
Indonesia.7(2): 6-11.
Muyassar, A. M., Ariosta, A., & Retnoningrum, D. (2019). Pengaruh Ekstrak Daun Kumis
Kucing (Orthosiphon Aristatus) Terhadap Fungsi Hepar Tikus Wistar Yang Diinduksi
Plumbum Asetat. Jurnal Kedokteran Diponegoro (DIPONEGORO MEDICAL
JOURNAL). 8(2): 596-605.
Nadila Fadia. (2014). Antihypertensive Potential Of Chayote Fruit Extract For Hypertension
Treatment. J Majority. 3(7): 34-38.
Nisak, K., & Rini, C. S. (2021). Effectiveness of The Antibacterial Activity onOrthosiphon
aristatus Leaves Extract Against Proteus mirabilis and Staphylococcus saprophyticus.
Medicra (Journal of Medical Laboratory Science/Technology). 4(2): 72-77.
Novita. Dian., dan Falyani. Silvy. A. (2021). Uji Potensi Antioksidan Kumis Kucing
(Orthosiphon Aristatus)dengan Pendekatan In Vitro dan In Silico. Jurnal Kesehatan
Islam. 10(2): 53-56.
Salasa, A. M., & Abdullah, T. (2021). Kandungan Total Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus B.). Media Farmasi. 17(2): 162-
167.
Saragih, D. E., & Arsita, E. V. (2018). Kandungan fitokimia Zanthoxylum acanthopodium
dan potensinya sebagai tanaman obat di wilayah Toba Samosir dan Tapanuli Utara,
Sumatera Utara. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON. 5(1): 71-76.
Surahmaida, S., & Umarudin, U. (2019). Studi Fitokimia Ekstrak Daun Kemangi Dan Daun
Kumis Kucing Menggunakan Pelarut Metanol. Indonesian Chemistry and Application
Journal. 3(1): 1-6.
Zaini. Muhammad., dan Shofia. Vivi. (2020). Skrining Fitokimia Ekstrak Carica Papaya
Radix, Piper Ornatum Folium dan Nephelium Lappaceum Semen Asal Kalimantan
Selatan. Jurnal Kajian Ilmiah Kesehatan dan Teknologi. 2(1): 15-28.
LAMPIRAN