PENDAHULUAN
masih secara tradisional yang didasarkan pada dugaan dan pengalaman yang
obat–obatan yang sudah terkenal di dalam dan luar negri. Kumis kucing banyak
digunakam baik dalam bentuk tunggal maupun campuran dengan bahan lainnya.
Tumbuhan kumis kucing ini tumbuh secara luas di wilayah Indonesia. Terutama
dengan kondisi iklim tropis yang dimiliki oleh Indonesia. Kandungan kimia dari
polifenol. Selain itu, kumis kucing mengandung, kalium, minyak atsiri, minyak
karena belum ada industri yang mengisolasi dan memproduksi senyawa tersebut
diperlukan untuk tujuan analisis dalam pengawasan mutu (Gaedcke & Steinhoff,
2003).
1
Senyawa identitas adalah kandungan kimia simplisia yang dapat
identitas terus meningkat karena industri obat tradisional dalam pengawasan mutu
inframerah.
Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh metoda untuk isolasi dan
2
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
1.5 Hipotesis
Sinensetin dapat diisolasi dari kumis kucing dengan metoda yang telah
direncanakan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Divisi :Spermatophyta
Ordo : Lamiales
Kerajaan : Plantae
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Mao Xu Cao (Cina), Kabling Gubat (Filipina), Misai Kuching (Melayu). (J.R,
Hutapea, 1991).
yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea
plants/java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan
4
Jawa Timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman Kumis kucing berasal dari
Kumis kucing termasuk terna tegak, pada bagian bawah berakar di bagian
berbulu pendek atau gundul. Helai daun berbentuk bundar atau lojong, lanset,
bundar telur atau belah ketupat yang dimulai dari pangkalnya, ukuran daun
panjang 1 – 10cm dan lebarnya 7.5mm – 1.5cm. urat daun sepanjang pinggir
adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7 – 29cm.
Ciri khas tanaman ada pada bagian kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal
berbulu pendek dan jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga
bibir, mahkota yang bersifat terminal yakni berupa tandan yang keluar dari
ujung cabang dengan panjang 7-29 cm, dengan ukuran panjang 13 – 27mm, di
bagian atas ditutupi oleh bulu pendek berwarna ungu dan kemudian
menjadi putih, panjang tabung 10 – 18mm, panjang bibir 4.5 – 10mm, helai bunga
tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan
melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75
– 2mm. 2.3. gagang berbulu pendek dan jarang, panjang 1 mm sampai 6 mm (J.R,
Hutapea, 1991).
keluarnya air seni pada gangguan tanpa penyebab yang jelas, obat batu ginjal,
5
2.1.5 Kandungan Kimia
turunan asam organic. Ciri khas senyawa diterpenoid yang diisolasi dari kumis
kucing adalah mempunyai kerangka karbon jenis isopimaran yang terdiri dari tiga
cincin dan mengandung banyak gugus fungsi oksigen (utamanya pada C-1, 2, 3
dan 7). Cincin C mengandung gugus hidroksi tersier pada C-8 dan gugus karbonil
pada C-14 dan dapat pula mengandung gugus fungsi oksigen pada C-11, 12 dan
20. Gugus-gugus fungsi hidroksi ini seringkali teresterifikasi dengan asam asetat
dan benzoate.
dalam bahan alam dan dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) atau dapat juga disebut zat indikatif. Senyawa
6
2.2.1 Senyawa untuk identifikasi
identitas suatu simplisia tanaman tertentu. Hal ini dibuktikan dengan cara
sederhana yang cukup handal dan umum dilakukan yaitu kromatografi lapis tipis
(KLT) dari tanaman obat, dan juga untuk identifikasi suatu ekstrak atau bentuk
sediaan farmasi yang mengandung ekstrak. Dalam melakukan KLT, tidak cukup
hanya jika zona warna atau spot dari larutan yang timbul pada kromatogram
berada pada tingkat zat indikatif, tetapi juga harus dijelaskan nilai Rf dan ukuran
Senyawa atau zat tersebut hanya terdapat dalam simplisia atau produk yang
dibuat dari simplisia yang akan dievaluasi pada pemilihan zat atau senyawa
berbagai macam penyakit. Zat atau senyawa identitas yang ditemukan secara
dalam dunia tumbuhan. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang
7
difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang
struktur, mengandung 15 atom karbon dalam inti dasar yang tersusun dalam
bentuk konfigurasi C6-C3-C6, terdiri dari dua cincin aromatik yang dihubungkan
oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak berbentuk cincin ketiga (Markham,
kalkon, flavon, flavonol, flavonon, antosianidin, dan auron. Dari semua golongan,
8
flavon, flavonol, dan antosianidin adalah golongan yang paling sering ditemukan
karena sama-sama memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat.
Flavonoid yang pertama dihasilkan adalah kalkon yang terbentuk setelah kedua
flavonoid lebih lanjut akan terjadi pada tahap berikutnya, seperti : hidroksilasi,
metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi, pembentukan bisulfat, dan
yang terpenting adalah glikosilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid (Markham,
antosianidin. Kalkon dan auron mempunyai struktur dengan cincin yang terbuka
dan diberi penomoran yang berbeda dengan flavonoid lainnya. Kalkon dan auron
flavonoid yang banyak ditemui di alam adalah flavonol, isoflavon, flavon dan
(Harborne, 1987).
9
2.4.2 Flavonoid O-glikosida
tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau
lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Pengaruh glikosilasi
menyebabkan flavonoid menjadi kurang aktif dan lebih mudah larut dalam air
vakuola sel. Walaupun gugus hidroksil pada setiap posisi dalam inti flavonoid
ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga terdapat. Gula lain yang kadang-
kadang ditemukan ialah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat
serta galakturonat. Disakarida sering juga dapat terikat pada flavonoid dan
tumbuhan O-glikosida (dan metilasi) terjadi sebagai salah satu tahap akhir pada
biosintesa dan dikatalisis oleh enzim yang sangat khas. Ada kalanya glikosida
satu gugus hidroksil gula (atau lebih) yang berikatan dengan asam seperti asam
asetat atau asam farulat. Dalam hal ini, ikatannya ikatan ester, asam teresterifikasi
10
2.4.3 Flavonoid C-glikosida
dimana ikatan antara gula dengan aglikon adalah ikatan karbon-karbon. Jenis
aglikon flavonoid yang dijumpai sangat terbatas. Yang umum dijumpai adalah
flavon C-glikosida. Jenis gula yang terikat adalah glukosa, galaktosa, ramnosa,
xilosa, dan arabinosa. Ikatan C-glikosida lebih tahan asam dibandingkan ikatan
Flavonoid sulfat termasuk flavonoid yang mudah larut dalam air. Senyawa
ini mengandung satu atau lebih ion sulfat yang terikat pada hidroksi fenol atau
gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam kalium yaitu
flavon O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat pada bagian hidroksi fenol
mana saja yang masih bebas atau pada gula (Markham, 1988).
2.4.5 Biflavonoid
adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi
yang sederhana pada 5,7,4’ atau kadang-kadang 5,7,3,4’ dan ikatan antar
flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter. Monomer flavonoid yang
tergabung menjadi flavonoid dapat berjenis sama atau berbeda dan letak ikatannya
1988).
11
2.4.6 Aglikon flavonoid yang aktif optik
(Markham, 1988)
12
2.5 Sinensetin
disinensetis makhluk hidup (dalam hal ini tanaman) bukan untuk memenuhi
1. Sifat Fisika
Sifat fisika merupakan suatu materi yang dapat dilihat secara langsung dengan
indra. Sifat fisika antara lain wujud zat, warna, bau, titik leleh, titik didih
13
(547,8oC) massa jenis, kekerasan, kelarutan, dan ketebalan. Sifat fisik itu sendiri
2. Sifat Kimia
kecil, berada sekitar 2,1 µmol/gram (bunga ungu) dan 2,9 µmol/gram (bunga
Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah
Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami ini mentargetkan untuk
diyakini dan telah diteliti dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Antara lain manfaatnya dalam bidang pertanian, kesehatan dan pangan. Untuk
mengisolasi suatu senyawa kimia dari bahan alam hayati pada dasarnya
14
menggunakan metode yang sangat bervariasi, seperti yang diaplikasikan dalam
proses industri.
dengan kuantitas yang cukup banyak. Tetapi berbeda dengan senyawa bahan alam
hasil proses metabolit sekunder lainnya yang pada umumnya dengan kandungan
yang relatif kecil, maka metode-metode dalam proses industri tersebut tidak dapat
digunakan.
kuantitas sampel terbatas dan perlunya menetukan metode yang paling sesuai
tumbuhan sehingga untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu senyawa yang lebih
dominan dan salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu maka dapat
tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan
sebaliknya senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar
(Harborne, 1987).
2.5.1. Ekstraksi
menggunakan pelarut. Jadi ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
15
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium
1. Maserasi
ini baik untuk skala kecil maupun skala industrI. Proses yang paling sederhana
sempurna(Anonim, 2010).
2. Sokletasi
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2010).
2.5.2 Fraksinasi
senyawa dengan pelarut yang berbeda kepolarannya artinya senyawa yang polar
akan tertarik dengan pelarut polar dan non polar. Metoda ini didasarkan pada
diam (Hendayana, 2006). Fase diam yang digunakan pada umumnya adalah silika
gel (SiO2) dan Alumina (Al2O3). Untuk fase gerak dapat digunakan pelarut-
16
pelarut organik dengan berbagai tingkat kepolaran, dengan satu pelarut maupun
&Schwarting,1997).
senyawa yang ditemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa dari ekstrak
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
kemudian plat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
lapisan kaca, gelas, atau aluminium dengan ketebalan 250 µm. Lempeng KLT
telah tersedia di pasaran dengan berbagai ukuran dan telah ditambah dengan
lempeng KLT yang tersedia di pasaran sudah ditambah dengan reagen fluoresen
untuk memfasilitasi deteksi bercak solut. Di samping itu, lempeng KLT yang
tersedia di pasaran sudah ditambah dengan agen pengikat, seperti kalsium sulfat
(Gandjar, 2008).
17
a. Aplikasi (Penotolan) Sampel
Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan
sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam
prosedur kromatografi yang lain, jika sampel terlalu banyak maka akan
otomatis lebih dipilih daripada penotolan manual terutama jika sampel yang akan
ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan
bercak yang menyebar dan puncak ganda. Jika volume sampel yang akan
ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara
b. Pengembang
sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng
lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih
0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah
fase gerak sedikit mungkin. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya
bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas
kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses
18
c. Deteksi Bercak
biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah mereaksikan bercak dengan
suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara
untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika
senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator
yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar
senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fase padat
dan fase cair (pelarut organik), maka fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan
memperhatikan bahwa penjerap diaktifkan dulu dengan tepat. Jika kita melakukan
pemisahan memakai silika gel, kita harus memakai silika gel untuk kromatografi
paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-
19
OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu
membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat
polar.
Semakin polar solut maka semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika
jenuh) mempunyai afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya
interaksi dipol atau interaksi-interaksi yang diinduksi oleh dipol. Solut-solut polar,
terutama yang mampu membentuk ikatan hidrogen, akan terikat kuat pada
mengelusinya(Gandjar, 2008).
kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium oksida atau silika
gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung
setelah diisi divibrasi, diketok-ketok, atau dijatuhkan lemah pada plat kayu.
adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi, terutama jika zat ini dapat
aliran fase gerak yang dipercepat oleh gaya centrifugal. Kromatografi jenis ini
20
menggunakan rotor yang dimiringkan dan terdapat dalam ruang tertutup oleh plat
kaca kuarsa, sedangkan lapisan penyerapnya berupa plat kaca yang dilapisi oleh
silika gel. Plat tersebut dipasang pada motor listrik dan diputar dengan kecepatan
torak sehingga dapat mengalir dan merambat melalui lapis tipis karena gaya
sentrifugal. Untuk mengetahui jalannya proses elusi dimonitor dengan lampu UV.
Gas Nitrogen dialirkan kedalam ruang plat untuk mencegah pengembunan pelarut
pengelusi dan mencegah oksidasi sampel. Pemasukan sampel itu diikuti dengan
plat, pita2 akan terpuatr keluar dengan gaya sentrifugal dan ditampung dalam
Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan
2.5.7 Spektrofotometri UV
Serapan molekul di dalam daerah ultra ungu dan terlihat dari spektrum
21
orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein,
1986).
kerangka dasar senyawa flavonoid terdapat dua sistem konjugasi yaitu cincin A
menyebabkan adanya serapan pada daerah ultraviolet dan cahaya sinar tampak.
NaOMe
Natrium hidroksida adalah basa kuat yang dapat mengionisai semua gugus
pada pita I digunakan untuk mendeteksi gugus OH pada posisi 3 dan 4’.
Terbentuknya pita baru pada pita I digunakan untuk mendeteksi gugus OH pada
posisi 7.
Natrium asetat mengionisasi gugus OH yang sangat asam yang terdapat pada
posisi 7 yang nantinya akan memberikan efek batokromik yaitu bila terjadi
22
3. Pergeseran spektrum yang dihasilkan oleh natrium asetat dan asam borat
(NaOAc / H3BO3)
dengan gugus orto dihidroksi pada semua kedudukan dalam inti flavonoid kecuali
oada kedudukan C3 dan C6. Bila terjadi pergesaran batokromik sebesar 12-30nm
pada pita I akan menunjukkan adanya orto-diOH pada cincin B. dan apabila
4. Pergeseran spektrum yang dihasilkan alumunium (III) klorida dan asam klorida
(AlCl3/HCl)
yang stabil terhadap asam dan menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I
dan pita II. Sebaliknya gugus OH yang letaknya orto akan membentuk komplek
2.5.8 Spektrofotometri IR
dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 μm) diserap oleh sebuah
23
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai
garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
1986).
24
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
Juni 2013.
b. Identifikasi tumbuhan
Alat
neraca analitik, beker glas, lempeng silika gel (plat KLT), pipet kapiler, vial,
Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun kumis kucing, etil asetat destilasi, air
25
3.4 Cara kerja
selama 3 hari. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator pada
suhu 45-55oC. Dengan cara yang sama dilanjutkan maserasi terhadap ampas
masing tersebut diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 45-55oC. Ekstrak
26
Mula–mula suspensikan silika gel sebanyak 40 g sebagai fasa diam dengan
Tiap–tiap fraksi yang keluar ditampung dalam vial, dimonitor dengan KLT
nilai Rf yang sama digabung sehingga didapatkan 3 fraksi yaitu A ( 5-12), fraksi
dengan Kromatografi radial memakai silika gipsum sebagai fasa diam dan fase
ditampung dalam vial, dan dimonitor dengan KLT. Fraksi yang mempunyai nilai
inframerah.
27
1. Pemeriksaan organoleptis
klorida+asam klorida.
28
BAB IV
4.1. Hasil
metanol (5, 45 g). Dengan rendemen ekstrak tersebut yaitu (0, 802%),
329 nm, dengan pereaksi natrium hidroksida 314 nm dan 372 nm, dengan
pereaksi natrium asetat 221 nm dan 326 nm, dengan pereaksi alumunium
klorida 292 dan 329 nm, dengan alumunium klorida dalam HCl 213 nm
29
1420- 705 Regang C=O
1.2 Pembahasan
dengan cara maserasi, dimana sebelumnya sampel tersebut disortir dari pengotor
dilakukan dengan merendam sampel hingga terendam selama 3 hari dan dilakukan
2 kali pengulangan. Tujuannya adalah agar hasil metabolit sekunder yang berada
dalam tumbuhan bisa keluar dan terikat pada metanol sehingga dapat di isolasi.
(Handa, 2008)
didapat ekstrak kental untuk setiap fraksi. Cara ini menguntungkan karena dalam
keadaan vakum, tekanan uap pelarut akan turun dan pelarut akan mendidih pada
temperatur lebih rendah dari titik didihnya. Dengan demikian dapat mengurangi
30
Masing-masing sampel di kromatografi lapis tipis, kromatografi lapis tipis
sama banyak (1:1) dengan jumlah sampel yang akan dipisahkan. Campuran ini
dilarutkan dengan DCM dan setelah homogen pelarut yang ada diuapkan dengan
sampel dalam fasa diam dan memudahkan pada saat peletakkan sampel pada fasa
diam.
noda tetapi ada pengotor dan fraksi C (17-34) memiliki satu noda tetapi memiliki
pengotor . Hasil dari KLT menunjukkan pemisahan yang baik pada fraksi C,
31
namun hasilnya masih belum murni sehingga dilakukan kromatografi radial
aliran fase gerak yang dipercepat oleh gaya centrifugal. Kromatografi jenis ini
menggunakan rotor yang dimiringkan dan terdapat dalam ruang tertutup oleh plat
kaca kuarsa, sedangkan lapisan penyerapnya berupa plat kaca yang dilapisi oleh
silika gel. Plat tersebut dipasang pada motor listrik dan diputar dengan kecepatan
torak sehingga dapat mengalir dan merambat melalui lapis tipis karena gaya
UV. Kemudian ditampung dalam vial dan cek KLT, noda yang sama digabungkan
(Hostettmann, 1995).
dua senyawa murni vial no 28-38 (3 mg) dengan Rf 0.3 dan vial no 46-78 (5 mg)
menunjukkan panjang gelombang masksimum pita I pada 329 nm dan pita II pada
292 nm, ini diperkirakan termasuk pada panjang gelombang flavon. Gugus
32
Pada Penambahan pereaksi geser NaOH tidak terjadinya pergeseran gugus
gugus C5. Demikian juga dengan penambahan asam borat tidak merubah
adanya serapan pada bilangan gelombang 2925 cm-1 diduga berasal dari regang O-
H. Serapan pada 1724 cm-1diduga berasal dari regang CH. Serapan pada 1420
33
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Dari 500 g herba kumis kucing didapatkan senyawa hasil isolasi 5 mg.
sinensetin.
5.2 Saran
dan NMR agar diperoleh data-data yang mendukung untuk menentukan struktur
senyawa sinensetin yang diperoleh dari hasil isolasi. Dengan metoda yang lebih
34
DAFTAR PUSTAKA
Azis, V. 2007. Analisis Kandungan Sn, Zn, dan Pb dalam susu kental manis
kemasan kaleng secara spektrofotometri serapan atom. Skripsi. Jurusan ilmu
kimia, fakultas ilmu kimia dan ilmu pengetahuan alam. Universitas Islam
Indonesia. Jogjakarta.
35
Gandjar, 2008. pengantar kromatografi. Ed ke -2. Kosasih padmawinata.
penerjemah. Bandung: penerbit ITB. Terjemahan dari introduction to
chromatography.
36
Silverstein, et al, 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, Edisi IV,
Erlangga, Jakarta, hlm. 305-309
Sugati. S, Hutapea. J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia., Jilid I.,
Balitbang Kesehatan., Departemen Kesehatan RI. Jakarta, p.424-425.
37
Lampiran 1 : Skema kerja
(3 kg)
☺ Dikering anginkan dan grinder
Sampel kering 500 g
☺ Disaring
Ampas
Fraksi n-heksan
In vacuo Maserasi dengan DCM 5L (3 Hari)
Fraksi kental n-
heksan 4,01 g Fraksi
Fraksi DCM
DCM Ampas
kromatografi radial
38
Lampiran 2 : Foto sampel
39
Lampiran 3: Identifikasi tumbuhan
40
Lampiran 4: Data dari ekstrak kumis kucing
41
Lampiran 6 : Pola KLT
42
C2
C1
Gambar 5 : KLT hasil dari kromatografi radial pada vial no C1 (28-38) dengan Rf 0,3
Gambar 6. hasil dari kromatografi radial pada no vial 46-78 dengan Rf 0,4
43
Lampiran 7 : Profil spektrum UV Senyawa Hasil Isolasi
MeOH+NaOH
Metanol
44
MeOH+NaOAc+H3BO3
metanol
metanol
MeOH+AlCl3 +HCl
45
Lampiran 8: Data spektrum UV senyawa hasil isolasi
46
Lampiran 9 : Spektrum FT-IR
47
Lampiran 6: Senyawa identitas dan pembanding farmakope herbal
SENYAWA IDENTITAS
Kurzerenon Kurzerenon
Linalool Linalool
Luteolin Luteolin
Miristisin Miristisin
Momordisin Momordisin
Pinostrobin Pinostrobin
48
Piperin Piperin
Punikalin Punikalin
Rutin Rutin
Shogaol Shogaol
Shogaol Shogaol
Sinamaldehid Sinamaldehid
Sinensestin Sinensestin
Sineol Sineol
Skopoletin Skopoletin
ß-vetivon ß-vetivon
Terpinen-4-ol Terpinen-4-ol
Tetrahidroalstonin Tetrahidroalstonin
Tilirosida Tilirosida
Trans-anetol Trans-anetol
Verbaskosid Verbaskosid
Viteksikarpin Viteksikarpin
Xantorizol Xantorizol
Zedoaron Zedoaron
Zerumbon Zerumbon
Eugenol Eugenol
Falerin Falerin
Isodeoksielefantopin Isodeoksielefantopin
Isokuersitrin Isokuersitrin
Kaempferol Kaempferol
Kapsaisin Kapsaisin
Katekin Katekin
Kubebin Kubebin
Sineol Sineol
Skopoletin Skopoletin
Skopoletin Skopoletin
ß-sitosterol ß-sitosterol
Stigmasterol Stigmasterol
Terpinen-4-ol Terpinen-4-ol
Tetrahidroalstonin Tetrahidroalstonin
Tilirosida Tilirosida
49
Trans-anetol Trans-anetol
Viteksikarpin Viteksikarpin
Xantorizol Xantorizol
Zerubon Zerubon
Sinensetin Sinensetin
50