Bab 4 Rev 15
Bab 4 Rev 15
Karakteristik responden, tingkat efikasi diri, dan tingkat peran perempuan dalam
pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Slamet di Desa Melung disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi. Data karakteristik responden, tingkat efikasi diri, dan
tingkat peran perempuan dalam pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Slamet di
Desa Melung dapat dilihat pada tabel 4.1.
Pada tabel tersebut dapat terlihat karakteristik responden pada penelitian ini
meliputi umur, pendidikan, dan pekerjaan. Lebih dari setengah responden memiliki
umur pada dewasa awal yaitu 72 responden (62,1%). Pendidikan terakhir responden
Universitas Jenderal Soedirman
42
paling banyak pada pendidikan SD yaitu sebanyak 80 responden (69%) dan pekerjaan
responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang berjumlah 100 responden
(86,2%).
Pada tabel 4.1 juga menjelaskan tingkat efikasi diri perempuan di Desa Melung
dikategorikan dalam tingkat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat efikasi diri perempuan sebagian besar tinggi yaitu
berjumlah 84 responden (72,4%). Sama dengan tingkat efikasi diri perempuan, peran
perempuan dalam pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Slamet di Desa Melung
juga dikategorikan dalam tingkat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Menurut
hasil penelitian didapatkan lebih dari setengah responden (66,4%) memiliki peran
sedang dalam pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Slamet di Desa Melung.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden,
Tingkat Efikasi Diri, dan Tingkat Peran Perempuan dalam Pengurangan Risiko
Bencana Erupsi Gunung Slamet di Desa Melung
Variabel
Umur
Kategori
Dewasa awal (20-40)
Dewasa madya (41-60)
Frekuensi
72
44
Persentase (%)
62,1
37,9
Pendidikan
SD
SMP
80
36
69
31
Pekerjaan
Pegawai swasta
Wiraswasta
Ibu rumah tangga
4
12
100
3,4
10,3
86,2
Efikasi diri
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0
13
84
19
0
11,2
72,4
16,4
Peran perempuan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
5
77
33
1
4,3
66,4
28,4
0,9
43
4.2.2
Tingkat hubungan efikasi diri terhadap peran perempuan dalam pengurangan risiko
bencana eripsi Gunung Slamet di Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng
Kabupaten Banyumas seperti pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Tingkat Hubungan Efikasi Diri Terhadap Peran Perempuan dalam
Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Slamet di Desa Melung Kabupaten
Banyumas
Efikasi diri
r
p
n
Peran perempuan
0,421
0,000
116
44
Pada rentang usia dewasa, baik itu dewasa awal maupun dewasa madya memiliki
peran yang sama dan lebih produktif dibandingkan dengan usia perkembangan
yang lain. Dewasa awal dan dewasa madya juga memiliki efikasi diri yang sama.
Hal ini juga terlihat dari hasil peran perempuan menurut penelitian Rini
(2011) yang mengungkapkan usia dewasa yaitu antara 20 sampai 60 tahun
cenderung memiliki lebih banyak peran yang dilakukan dibandingkan dengan
perempuan usia lanjut. Hal tersebut karena pada usia dewasa dinilai lebih
produktif, sedangkan pada usia lanjut banyak kapasitas fisik dan kognitif yang
menurun.
Menurut Bandura dalam penelitian Wantiyah (2010) pada setiap tahap
perkembangan usia seseorang akan mengalami perubahan tingkat efikasi diri.
Seseorang mulai berfokus pada efikasi dirinya ketika memasuki usia dewasa.
Penelitian ini dilakukan pada perempuan dengan rentang usia dewasa yaitu
dewasa awal dan dewasa madya. Dewasa awal maupun dewasa madya memiliki
tingkat peran dan efikasi diri yang sama. Dewasa awal dan dewasa madya juga
memiliki tingkat peran dan produktifitas yang sama karena pada usia tersebut
seseorang memiliki tanggung jawab lebih dalam keluarga maupun masyarakat
sehingga pada usia tersebut seseorang mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat. Pada usia dewasa juga seseorang memiliki tingkat efikasi diri yang
tidak jauh berbeda dan rata-rata tinggi, karena pada usia dewasa seseorang mulai
fokus pada efikasi dirinya.
b. Pendidikan
Pada hasil distribusi karakteristik pendidikan responden, didapatkan hasil
sebagian besar perempuan memiliki pendidikan SD (69%). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Puspitasari (2014) yang dilakukan di Desa Melung. Sebagian
besar responden pada penelitian Puspitasari juga memiliki pendidikan SD, karena
di Desa Melung sebagian besar warga berpendidikan SD.
Menurut penelitian Udin (2010), melalui pendidikan sedikit banyak seseorang
akan memperoleh informasi tentang persoalan-persoalan tertentu. Semakin tinggi
pendidikan yang telah ditempuh akan diiringi oleh pengetahuan dan wawasan
yang luas dibandingkan dengan seseorang yang berpendidikan rendah.
45
Pengetahuan dan wawasan yang luas tersebut akan menumbuhkan dorongan dan
minat dalam diri seseorang untuk berperan dalam kegiatan di masyarakat.
Winarna & Murni (2007) juga mengungkapkan hal yang serupa. Penelitian
tersebut diungkapkan background berupa pendidikan akan berpengaruh terhadap
peran yang ditunjukkan. Pendidikan yang jalani akan menghasilkan sebuah
pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang didasarkan pada
tingkat pendidikan akan memiliki kemampuan memahami permasalahan sehingga
terbentuk peran sesuai dengan yang diharapkan.
Penelitian Rini (2011) menunjukkan pendidikan yang ditempuh merupakan
suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan kompetensi kognitif. Ketika
seseorang mememperoleh pendidikan, maka pendidikan tersebut akan menjadi
sarana untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan pengetahuannya yang
menjadi dasar pembentukan keyakinan diri.
Responden pada penelitian ini yaitu perempuan dengan tingkat mendidikan
SD dan SMP dimana pendidikan SD dan SMP merupakan jenjang pendidikan
formal tingkat dasar dan tergolong pendidikan rendah. Keadaan tingkat
pendidikan rendah tersebut akan diikuti oleh rendahnya tingkat pengetahuan dan
wawasan. Rendahnya pengetahuan dan wawasan akan berdampak pada peran
perempuan yang rendah. Pada penelitian ini sebagian besar perempuan memiliki
peran sedang dan tinggi, hanya sedikit perempuan yang memiliki peran rendah.
Hal tersebut karena pengetahuan dan wawasan tentang bencana erupsi tidak
hanya didapat melalui pendidikan formal. Perempuan juga dapat memiliki
pengetahuan dari informasi di media elektronik dan dari masyarakat sekitar.
Sama halnya dengan efikasi diri perempuan, rendahnya pendidikan
perempuan
akan
menyebabkan
rendahnya
kemampuan
kognitif
dan
46
sebagai ibu rumah tangga ataupun perempuan yang bekerja memiliki perbedaan
dalam peran dan efikasi diri.
Penelitian Ananda (2013) mengungkapkan perempuan yang bekerja memiliki
kepercayaan diri lebih tinggi dibandingkan perempuan yang tidak bekerja atau
sebagai ibu rumah tangga. Kepercayaan diri yang tinggi akan membuat seseorang
berani dan berinisiatif tinggi untuk melakukan suatu hal sehingga memiliki peran
lebih tinggi. Penelitian Udin (2010) juga mengungkapkan seseorang yang
berpekerjaan baik seperti pegawai negri sipil juga akan lebih banyak memiliki
kelonggaran secara materi maupun non-materi dalam berpartisipasi dalam
kegiatan kemasyarakatan yang ada.
Status pekerjaan juga akan berpengaruh pada efikasi diri. Seseorang yang
bekerja akan memiliki efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang
tidak bekerja. Status pekerjaan sangat berhubungan dengan aktualisasi diri
seseorang dan mendorong seseorang lebih percaya diri pada kemampuan yang
dimiliki (Wartiyah, 2010).
Pekerjaan perempuan berpengaruh terhadap peran perempuan dalam
pengurangan risiko bencana dan efikasi diri. Perempuan yang bekerja akan
memiliki rasa percaya diri lebih tinggi pada kemampuan yang dimiliki karena
memiliki aktualisasi diri yang baik. Selain memiliki rasa percaya diri pada
kemampuan yang dimiliki, perempuan yang bekerja juga akan memiliki
kepercayaan diri untuk berperan dan tanggung jawab lebih tinggi daripada
perempuan yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga saja. Kepercayaan
diri dan rasa tanggung jawab tersebut yang akan menumbuhkan keberanian dan
inisiatif untuk berperan dalam pengurangan risiko bencana. Perempuan yang
bekerja juga memiliki kelonggaran materi dan non materi untuk berperan dalam
kegiatan di masyarakat.
4.3.2
47
Penelitian ini menunjukkan tingkat efikasi diri perempuan di Desa Melung sebagian
besar tinggi. Tingkat efikasi diri perempuan tinggi yaitu sebanyak 84 responden
(72.4%). Efikasi diri perempuan tinggi ditunjukkan dengan para perempuan merasa
yakin atas kemampuan yang dimiliki untuk melakukan berbagai tindakan dalam
mengatasi masalah akibat erupsi Gunung Slamet.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mulyati et al (2010) yang
didapatkan hasil efikasi diri korban erupsi merapi sebagian besar pada tingkat sedang.
Korban erupsi merapi merasa biasa saja dengan kemampuan yang dimiliki untuk
melakukan tindakan terkait erupsi gunung. Para korban tidak merasa optimis dan juga
tidak merasa pesimis dengan kemampuan yang dimiliki. Menurut Mulyati et al, hal
tersebut dipengaruhi oleh pengalaman yang akan mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan yang biasanya dipengaruhi oleh kegagalan atau mungkin
keberhasilan pada pengalaman sebelumnya.
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Herdwiyanti & Sudaryono
(2013) di daerah dampak bencana Gunung Kelud. Penelitian Herdwiyanti &
Sudaryono didapatkan hasil bahwa pada daerah tersebut individu dengan efikasi diri
rendah lebih banyak daripada efikasi diri tinggi. Sebagian besar subjek di penelitian
tersebut tidak merasa optimis dalam melakukan kesiapsiagaan bencana karena belum
pernah mengalami peristiwa bencana alam sebelumnya.
Pada penelitian ini, sifat bencana dan dampak yang ditimbulkan pada erupsi
Gunung Slamet tidak sebesar dan separah bencana erupsi Gunung Merapi dan
Gunung Kelud. Erupsi Gunung Slamet yang terjadi tidak menimbulkan dampak yang
besar dan erupsi Gunung Slamet juga sering terjadi meskipun dengan intensitas yang
rendah sehingga perempuan yang bermukim di lereng Gunung Slamet sudah
memiliki pengalaman tentang erupsi Gunung Slamet. Pengalaman tersebut membuat
perempuan mampu mengendalikan diri dan menguasai keadaan ketika terjadi erupsi.
Sifat bencana dan pengalaman tersebut yang mempengaruhi tingkat efikasi
perempuan tinggi.
Selain karena faktor pengalaman dan sifat bencana, efikasi diri perempuan pada
penelitian ini tinggi juga dipengaruhi oleh umur perempuan. Umur merupakan salah
Universitas Jenderal Soedirman
48
satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat efikasi diri. Menurut Bandura dalam
penelitian Wantiyah (2010) pada setiap tahap perkembangan usia. Saat bayi
dilahirkan belum memiliki kepedulian terhadap dirinya. Pada anak-anak dan usia
sekolah, efikasi diri secara kognitif terbentuk dan berkembang dari lingkungan dan
teman bermainnya. Pada usia remaja, efikasi diri berkembang melalui pengalaman
yang dihadapi. Memasuki usia dewasa, seseorang mulai berfokus pada efikasi
dirinya. Efikasi diri pada lansia akan menurun karena berfokus pada menerimaan dan
penolakan pada kemampuannya seiring dengan kemunduran fisik dan intelektual
yang dialami.
Pada penelitian ini perempuan yang dipilih memiliki umur dalam tingkat dewasa
baik itu dewasa awal maupun dewasa madya. Pada usia dewasa efikasi diri sudah
terbentuk dan pada usia tersebut perempuan mulai berfokus pada efikasi dirinya. Hal
tersebut yang membuat tingkat efikasi diri perempuan pada penelitian ini sebagian
besar memiliki efikasi diri tinggi.
4.3.3
49
lingkup rumah tangga sedangkan laki-laki memiliki peran di ranah publik. Setiawati
& Zulkaida (2007) juga mengungkapkan di era kesetaraan gender masih ada pendapat
bahwa tabu hukumnya bagi perempuan untuk berperan di bidang publik, jika
perannya tidak sebangun dengan perannya dalam rumah tangga seperti mengasuh
anak dan mengurus rumah tangga.
Penelitian ini dilakukan di Jawa dengan responden usia dewasa yang bermukim di
wilayah pedesaan. Letak desa yang agak jauh dari kota memungkinkan perempuan
belum terpapar dengan perkembangan jaman sehingga masih mengikuti adat atau
budaya tentang peran perempuan.
Peran perempuan yang sedang juga dapat dipengaruhi oleh faktor pekerjan.
Penelitian Ananda (2013) didapatkan hasil perempuan yang bekerja memiliki
kepercayaan diri lebih tinggi dibandingkan perempuan yang tidak bekerja atau
sebagai ibu rumah tangga. Kepercayaan diri yang tinggi akan membuat seseorang
berani dan berinisiatif tinggi untuk melakukan suatu hal sehingga memiliki peran
lebih tinggi.
Penelitian ini dilakukan pada perempuan di daerah jawa dan sebagian besar
responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut dapat berefek
kepercayaan diri perempuan kurang dan menyebabkan kurangnya keberanian serta
inisiatif perempuan untuk melakukan peran dalam pengurangan risiko bencana.
Perempuan hanya aktif pada beberapa peran pada lingkup rumah tangga yang
menyangkut anak, keluarga, dan segala sesuatu yang berada di rumah. Perempuan
kurang aktif pada peran dalam lingkup masyarakat seperti sosialisasi dan kegiatan
lain tentang kebencanaan yang memerlukan partisipasi seluruh masyarakat.
4.3.4
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara efikasi diri dengan
peran perempuan dalam pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Slamet
(p=0,000). Efikasi diri merupakan keyakinan diri pada kemampun yang dimiliki
untuk melakukan suatu hal. Sedangkan peran adalah perilaku yang dimainkan oleh
Universitas Jenderal Soedirman
50
seseorang. Menurut teori Lawrence Green dalam Halimah (2010), efikasi diri
merupakan salah satu faktor perilaku yaitu predisposing factors (faktor dari diri
sendiri).
Pada penelitian Zulkaida et al. (2007) dikatakan bahwa efikasi diri akan
berpengaruh pada perilaku yang ditunjukkan. Keyakinan tentang kemampuan diri
akan mendorong individu untuk mengarahkan segala tenaga, usaha, dan perilakunya
untuk mencapai tujuan diharapkan.
Ferridianto (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan efikasi diri memiliki
peranan penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu.
Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi memiliki inisiatif dan akan timbul
keberanian mengambil keputusan serta bertindak sehingga persepsi efikasi diri akan
menentukan jenis perilaku dan usaha yang dilakukan.
Penelitian Arsanti (2009) didapatkan hasil efikasi diri berpengaruh signifikan
dengan peran dan kinerja seseorang. Efikasi diri akan mengatur fungsi di dalam diri
manusia melalui proses kognitif, motivasi, afektif, dan proses keputusan. Fungsi
dalam diri tersebut akan mempengaruhi perilaku individu dalam meningkatkan atau
menurunkan usaha.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Mulyati et al. (2010) yang
mengungkapkan individu yang berefikasi diri tinggi memiliki sifat-sifat antara lain
memiliki pandangan positif terhadap kegagalan dan menerima kekurangan yang
dimilikinya apa adanya, lebih aktif, dapat mengambil pelajaran dari masa lalu,
mampu
merencanakan
tujuan
dan
membuat
rencana
kerja,
lebih
kreatif
menyelesaikan masalah dan selalu berusaha lebih keras untuk mendaptkan hasil kerja
yang maksimal. Perempuan akan percaya dengan kemampuannya dan akan timbul
perilaku dan usaha untuk melakukan peran yang diharapkan melalui sifat-sifat
tersebut.
Tingkat efikasi diri perempuan berbanding lurus dengn tingkat peran dalam
pengurangan risiko bencana. Peningkatan efikasi diri perempuan akan diikuti
peningkatan peran dalam pengurangan risiko bencana. Hal tersebut karena efikasi diri
merupakan faktor dari dalam diri perempuan yang ketika efikasi diri perempuan
Universitas Jenderal Soedirman
51
meningkat, maka perempuan akan merasa percaya pada kemampuan yang dimiliki
sehingga ada dorongan dari dalam diri untuk melakukan suatu hal melalui perilaku
yang diharapkan seperti berperan dalam pengurangan risiko bencana.
Hubungan antara efikasi diri dengan peran perempuan dalam pengurangan risiko
bencana erupsi Gunung Slamet pada penelitian ini pada tingkat sedang. Hubungan
antara efikasi diri dengan peran perempuan sedang karena terdapat faktor lain yang
dapat mempengaruhi peran perempuan selain faktor efikasi diri.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi peran perempuan yaitu budaya atau adat
yang termasuk dalam enabling factors (faktor pemungkin) dan pekerjaan yang
termasuk dalam reinforcing factors (faktor penguat) dalam teori Lawrence Green
dalam Halimah (2010).
Penelitian Rahayu et al. (2010) dikatakan dalam masyarakat tradisional jawa,
perempuan memiliki peran di ranah domestik yang hanya berperan dalam lingkup
rumah tangga sedangkan laki-laki memiliki peran di ranah publik. Penelitian ini
dilakukan pada parempuan jawa dimana dalam masyarakat tradisional jawa,
perempuan memiliki peran dalam lingkup rumah tangga sedangkan peran di luar
rumah adalah peran laki-laki. Budaya atau adat tersebut yang menyebabkan
perempuan pada penelitian ini sebagian besar tidak bekerja atau sebagai ibu rumah
tangga sedangkan pekerjaan perempuan dapat mempengaruhi peran perempuan.
Penelitian Ananda (2013) berpendapat serupa. Pekerjaan seseorang dapat
mempengaruhi seberapa tinggi peran yang dilakukan. Seseorang yang tidak bekerja
memiliki kepercayaan diri lebih rendah dibandingkan perempuan yang bekerja.
Padahal kepercayaan diri tersebut membuat seseorang berani dan berinisiatif tinggi
untuk melakukan suatu hal sehingga memiliki peran lebih tinggi.
Penelitian Udin (2010) juga mengungkapkan seseorang yang bekerja memiliki
peran lebih di masyarakat. Hal tersebut karena seseorang yang bekerja lebih banyak
memiliki kelonggaran secara materi maupun non-materi dalam berpartisipasi di
kegiatan masyarakat.
Responden pada penelitian ini sebagian besar tidak bekerja atau menjadi ibu
rumah tangga. Perempuan yang tidak bekerja dapat memiliki kepercayaan diri yang
Universitas Jenderal Soedirman
52
kurang dan menyebabkan kurangnya keberanian serta inisiatif perempuan untuk
melakukan peran dalam pengurangan risiko bencana. Perempuan yang tidak bekerja
juga tidak memiliki kelonggaran materi maupun non-materi untuk kegiatan di
masyarakat seperti kegiatan masyarakat dalam rangka pengurangan risiko bencana.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian hubungan efikasi diri terhadap peran perempuan dalam pengurangan risiko
bencana erupsi Gunung Slamet di Desa Melung Kabupaten Banyumas ini memiliki
keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasanketerbatasan tersebut yaitu karakteristik responden berupa pekerjaan tidak homogen
dan adat atau budaya yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti sehingga dapat menjadi
bias.