Anda di halaman 1dari 18

CARPAL TUNNEL SYNDROME

ANATOMI
Sebuah lorong dari pergelangan tangan ke tangan, terowongan
karpal terbuat dari tendon, ligamen dan tulang. Bagian bawah
tunnel terdiri dari deretan tulang, tulang-tulang karpal. Bagian
atas tunnel dibuat dari ligamen yang sangat padat, para
transcarpal ligamentum. Di dalamnya terdapat tendon yang
memungkinkan kita untuk melenturkan jari-jari dan satu nervus,
yaitu nervus medianus. Nervus medianus melewati terowongan
dan memberikan sensasi persarafan pada ibu jari, jari telunjuk,
jari tengah dan sisi ibu jari jari manis. Ketika nervus ini terganggu,
kita akan merasakan mati rasa dan kesemutan di ketiga jari kita.
Carpal tunnel terbentuk karena adanya retinaculum flexorum
Batas :
Posterior : 8 tulang carpalia
Anterior : Retinaculum flexorum yang melekat di medial pada os
pisiforme dan di lateral pada os naviculare ( scaphoideum ) dan
os trapezium pada proximal ossa manus
Didalam carpal tunnel terdapat Nervus medianus (C6-T1) berasal
dari gabungan funikulus medialis dan lateralis plexus brachialis.
Dalam perjalanannya ke distal ia tidak mempunyai cabangcabang pada lengan atas kecuali cabang artikular yang menuju
sendi siku. Ia berjalan diantara caput ulna dan humeri musculus
pronator teres lali menyelip dibawah tepi musculus flexor
digitorum sublimis. Pada lengan bawah nervus medianus
memberikan cabang muscular pada musculus pronator teres,
musculus carpi radialis dan musculus Palmaris longus dan
musculus flexor digitorum sublimis. Tepat distal setelah melalui
muskulus pronator teres ia mempunyai cabang muscular yang
penting yaitu nervus interosei anterior,yang mempersarafi sisi

ulnar musculus flexor digitorum profundus, musculus flexor


pollicis longus dan musculus pronator quadratus.

Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus
medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi
yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat
menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus
sehingga timbullah Carpal Tunnel Syndrome.

Fisiologi
Persarafan tangan terdiri atas saraf radialis, medianus, dan
ulnaris. Dari ketiga saraf ini hanya saraf medianus yang melewati
terowongan carpal, sehingga pada STK menimbulkan gangguan
fungsi saraf medianus dari terowongan carpal ke distal, walaupun
rasa nyerinya dapat dirasakan sampai ke arah proksimal di leher
tempat saraf medianus berasal. Selain fungsi motoris dan
sensoris, saraf medianus juga merupakan saraf simpatis,
sehingga ketiga fungsi ini dapat terganggu pada STK.

Patomekanisme
Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari STK. Sebagian
besar berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskuler
memegang peranan penting dalam terjadinya STK.
Sebagian besar STK terjadi perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan
pada pergelangan tangan yang terus-menerus sehingga terjadi
penebalan atau tenosinovitis pada fleksor retinakulum, yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang
berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian
tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein
sehingga terjadi edema epineural. Hipotesis ini menerangkan
bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam/ pagi hari akan berkurangsetelah tangan dikibaskan atau
diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada
aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut, akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan
saraf menjadi atrofi dan digantikasn oleh jaringan ikat yang
mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara
menyeluruh.
Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan
perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan
timbul iskemik saraf.

Patofisiologi
Tulang- tulang carpal dan ligamentum karpalis transversal
membentuk terowongan karpal yand dalam bahasa inggris
carpal tunnel . Inflamasi atau fibrosis pada selubung tendon
yang melintasi terowongan karpal ini bisanya akan
menyebabkan edema dan kompresi nervus medianus.

Neuropati kompresi ini mengakibatkan gangguan sensorik


dan motorik di daerah distribusi nervus.

Histologi

Sistem saraf tepi, selanjutnya disebut SST, tersusun atas aksonakson yang keluar menuju organ efektor dan diorganisasikan
menjadi saraf. Akson SST pada ummnya termielinasi, sehingga
terlihat berwarna putih.
Organisasi akson-akson saraf tepi menjadi berkas saraf
melalui jaringan pengikat
Saraf-saraf tepi terdiri atas serabut-serabut saraf (akson)
yang saling berkumpul bersama, dan disatukan melalui jaringan
penyambung, sehingga menghasilkan kumpulan serabut saraf,
disebut dengan fasikulus. Dalam satu fasikel pada umumnya
mengandung persarafan baik sensorik maupun motorik. Beberapa
fasikulus membentuk bundel berkas serat saraf. Bundel berkas
serat saraf ini diikat oleh Epineurium, yakni suatu jaringan ikat
yang padat, tidak beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan
sel-sel fibroblas. Epineurium menyelimuti beberapa fasikulus yang
bersatu membentuk saraf. Di epineurium pula bisa ditemukan
pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di

daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga


percabangan saraf-saraf ke arah distal.
Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus
yang tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun
secara kosentris, serta sel-sel fibroblas. Di bagian dalam
perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang
direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh lamina
basal yang menjadikan suatuba rrie r (sawar) materi bagi
fasikulus.
Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi
satu akson. Lapisan ini tersusun ats jaringan ikat longgar (berupa
serat retikuler yang dihasilkan oleh sel Schwann yang
bertanggung jawab untuk akson tersebut), sedikit fibroblas, dan
serat kolagen. Di daerah distal akson, endoneurium hampir tidak
ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler yang menyertai
basal lamina sel Schwann.
DIAGNOSA
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung
oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus
pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes
provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah :
Palpasi :
d.

Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara


maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes
ini menyokong diagnosa STK.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa STK.
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
Perkusi :
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Inspeksi :
i.

Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari


dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita
tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif
dan mendukung diagnosa.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang
positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada
beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31 % kasus STK.

b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten
motorik.
3. Pemeriksaan radiologis . Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat
membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos
leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT
scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium. Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita
usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif.

b. Terapi operatif.
Prinsip tindakan Medis
a. Terapi konservatif.
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg
8 atau metilprednisolon 20 mg 14 atau 40 mg 12 diinjeksikan ke
dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau
25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di
sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum
berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih.
Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum
memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah
satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka
menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3
bulan 1. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa
pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan
neuropati bila diberikan dalam dosis besar 1,5.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan
tangan.
b. Terapi operatif.
Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada
pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak
mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan
sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar 8. Pada STK bilateral

biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun
dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain 16 menyatakan bahwa
tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada
atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan
anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara
endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara
dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan
operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti
cedera pada safar 8,12,14. Beberapa penyebab STK seperti adanya massa
atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik
dioperasi secara terbuka 14.

GEJALA

1. Rasa kebas, dan parasthesia (seakan-akan terbakar dan bergetar) di ibu


jari, telunjuk, dan jari tengah, atau pada beberapa pasien terjadi di
telapak tangan.
2. Susah menggenggam dan mengepalkan tangan.
3. Sering menjatuhkan barang
4.
5.
6.
7.
8.

mati rasa dan kesemutan di tangan atau jari


Nyeri malam, yang dapat membangunkan individu
penurunan perasaan sentuhan di ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah
mengurangi kecekatan tangan atau jari
perasaan jari membengkak, bahkan tanpa adanya tanda-tanda visual
pembengkakan
9. Kekuatan mengurangi grip
10. terlihat pengurangan ukuran otot tangan, terutama oleh ibu jari
(tenar otot)

PROGNOSA
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pacta
umumnya prognosa baik 1,17. Secara umum prognosa operasi
juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada
penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan post
ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan
adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan
sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang
mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses
perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan
waktu 18 bulan 1.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh
perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut
ini 1,8 :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan
terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih
proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi
seperti akibat edema,perlengketan, infeksi, hematoma atau
jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi

1. Penggunaan pergelangan tangan yang sakit secara terus


menerus dapat meningkatkan inflamsi tendon, kompresi
dan iskemia neural sehingga terjadi penurunan fungsi
tangan
2. CTS yag tidak ditangani dengan baik menimbulkan
kerusakan saraf yang permanen disertai gangguan gerak
dan sensibilitas.

PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

Artritis reumatoid
Radang sendi atau artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid Arthritis, RA)
merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem
kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.
Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan
radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu,
lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun.

Gejala
Penderita RA selalu menunjukkan simtoma ritme sirkadia dari sistem kekebalan neuroindokrin.[1]
RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung selama minimal 6 minggu,
yaitu :
1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari
2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama di
kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan
5. Gejala-Gejala Konstitusional Beberapa gejala tersebut meliputi lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Bahkan terkadang kelelahan yang sangat hebat.
6. Poliatritis Simetris Terutama terjadi pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.Hampir semua sendi diatrodial dapat
terserang.
7. Kekakuan di Pagi Hari Kejadian ini terjadi selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoatritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari
satu jam.
8. Atritis Erosif Atritis erosif merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada
radiogram.

9. Deformitas Kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar
atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa. Pada
kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal.
PATOFISIOLOGI

Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang


merupakan hasil reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan
aktivasi dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon inflamasi ini
menyerang cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon,
serta jaringan lain di seluruh tubuh. Orang-orang yang menderita
penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang bermacammacam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan
sinovial, proses inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan
edema dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan
sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang
menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi lain, serta
mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya selsel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak
kartilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus
berlanjut dan tidak dikendalikan, permukaan sendi akan hancur,
dan secara bertahap terjadi fibrosis pada jaringan fibrosa kapsul
persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis pada tulang.
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah
destruksi akibat proses pencernaan oleh karena produksi
protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzimenzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada
sendi, serta dilepaskan bersama dengan radikal oksigen dan
metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam
cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon
autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. Kedua
adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus
reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang
terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke
sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan
proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus
tersebut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis reumatoid.
Beberapa hasil uji laboratoirum dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis
reumatoid. Sekitar 85% pasien artritis reumatoid memiliki autoantibodi di dalam serumnya
yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang
beraksi terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG). Keberadaan dari faktor reumatoid bukan
merupakan hal yang spesifik pada penderita artritis reumatoid. Faktor reumatoid ditemukan
sekitar 5% pada serum orang normal, insiden ini meningkat dengan pertambahan usia,
sebanyak 10-20% pada orang normal usia diatas 65 tahun positif memiliki faktro reumatoid
dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang tidak spesifik. Pasien
dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini
berarti bahwa LED dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.
Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan artritis rematoid
yang aktif melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon pada
pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang merasa kelelahan.
Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi, walaupun tidak ada
satupun temuan pada cairan sinovial spesifik untuk artritis reumatoid. Cairan sinovial
biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan
konsentrasi glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal. Hitung sel leukosit
(WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini
merupakan karakteristik peradangan pada artritis, walaupun demikian, temuan ini tidak
mendiagnosis artritis reumatoid.

2. Pemeriksaan Radiologi
Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
radiologis kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi, setelah sendi mengalami kerusakan
yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga
dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahanperubahan ini biasanya irreversibel.
3. Foto Polos
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah peradangan periartikular jaringan
lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial.
Nodul reumatoid merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan
ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya
terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini
berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit
lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.
4. CT Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam mendiagnosis artritis
reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna dalam memperlihatkan patologi dari tulang,
erosi pada sendi-sendi kecil di tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto
polos dan MRI.
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan memiliki kerugian dalam hal
radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi tulang dan
stabilitas tertinggi tulang secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang
belakang.
5. Ultrasonografi (USG)
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi digunakan untuk
mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik,
sedangkan hipertrofi pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai
cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat
sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik. Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti
tenosinovitis dan ruptur tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan
ultrasonografi. Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi
karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya yang tidak rata dan
lokasinya yang dalam.
Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid dengan tujuan
meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi konvensional. Ultrasonografi, terkhusus
dengan menambahkan amplitude color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi
klinis yang berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging telah diaplikasikan untuk
artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari hiperemia pada peradangan

jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan ciri patofisiologi yang fundamental untuk
artritis reumatoid.
6. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menyediakan gambaran yang baik dengan
penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi
tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis reumatoid.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
1. Edema
2. Perubahan warna , kulit akan terlihat memerah
3. Deformitas, perubahan bentuk dari normal bandingkan dengan keadaan normal
pergelangan tangan.
4. Ruang gerak terbatas, Bagaimana gerak pergerakan pergelangan tangan penuh atau tidak
Palpasi :
1. Pada saat palpasi Nyeri ketika di tekan
2. Perubahan suhu, biasanya suhu di sekitar daerah yang bengkak akan terasa hangat
atau panas karena peradangan akan dapat di ketahui ketika di palpasi

Anda mungkin juga menyukai