Anda di halaman 1dari 19

STATUS BST THT 2011

STATUS MAHASISWA BAGIAN THT


RSUD dr. SLAMET GARUT

NAMA

: Tn. A

NO CM

: 0143XXXX

UMUR

: 51 tahun

TANGGAL

: 7 Oktober 2011

PEKERJAAN

: Buruh

KASUS KE

:2

SUKU BANGSA : Sunda


ANAMNESA

PEMERIKSA : Syarifah isra

: Autoanamnesa tanggal 7 Oktober 2011

KELUHAN UTAMA : Keluar darah dari kedua lubang hidung.

ANAMNESA KHUSUS :
Seorang laki-laki berumur 51 tahun datang ke IGD RSUD dr.slamet Garut
dengan keluhan keluar darah dari kedua lubang hidung 1 hari yang lalu. Darah keluar tibatiba 1 jam smrs. Sebelum darah keluar, pasien mengeluh pegal-pegal pada badannya,
pusing, mual dan merasa berat pada tengkuknya. Pada awal perdarahan darah yang keluar
berwarna merah terang, keluar terus-menerus dan banyak (sekitar satu gelas belimbing).
Perdarahan mengalir kedepan dan kebelakang tenggorokan. Keluhan tersebut diatas belum
pernah dirasakan pasien sebelumnya. Akibat adanya perdarahan tersebut, penderita
menjadi kesulitan bernafas lewat hidung. Saat ini pasien merasa sesak.
Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak kurang lebih satu tahun
yang lalu. Pada saat control terakhir tekanan darahnya sekitar 160/100 mmHg. Pasien baru
akan konsultasi kedokter jika merasakan tidak enak pada badannya. Obat yang diberikan
baru akan diminum jika pasien merasa tidak enak pada badannya. Pasien lupa kapan
terakhir kali minum obat yang biasa diminum.

Syarifah Isra (1102007272)

Page 1

STATUS BST THT 2011


Riwayat pernah terbentur, terpukul, atau kecelakaan yang mengenai hidung
disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal pernah merasakan nyeri di kedua hidung
dan sekitarnya. Selain itu pasien juga menyangkal sering mengorek-ngorek hidung baik
dengan alat ataupun tanpa alat. Riwayat darah sulit membeku disangkal pasien. Riwayat
penyakit kuning (liver), gula , ginjal, jantung, disangkal pasien. Batuk darah dan muntah
darah disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi
Riwayat penyakit Dalam Keluarga
Di dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti yang dirasakan
oleh pasien dan tidak ada yang memiliki tekanan darah tinggi

STATUS GENERALIS
Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan Umum

Tensi

: 150/100 mmHg

BB

Nadi

: 88 x/menit

Suhu : 36,7 C

Pernafasan : 24x/menit

Gizi

: 50 kg

: cukup

Kepala
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil +/+

Hidung : Krepitasi -/-, Nyeri tekan -/-, lihat status lokalis


Mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: Trakea Deviasi (-), pembesaran KGB (-)

Cor

: BJ I-II murni regular, murmur (-), Gallop (-)

Thorax

Syarifah Isra (1102007272)

Page 2

STATUS BST THT 2011


Pulmo

: Gerak hemithorak simetris, Vesikuler diseluruh lapang paru, ronkhi -/-,


wheezing -/-

Abdomen
Hati

: Tidak teraba pembesaran

Lien

: Tidak teraba pembesaran

Extremitas:
Superior : Aktifitas baik
Inferior : Aktifitas baik, tidak ditemukan udem tungkai pada kedua kaki pasien

STATUS LOKALIS
1. TELINGA
TELINGA KANAN

TELINGA KIRI

Daun telinga

: Normal

Normal

Liang Telinga

: Tenang, nyeri tekan (-),

Tenang, nyeri tekan (-),

Serumen (-), sekret (-)

serumen (-), sekret (-)

Gendang Telinga

: Intak, reflek cahaya (+)

Intak, reflek cahaya (+)

Daerah Retro Aurikuler

: Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

TEST PENALA

RINNE

: positif

positif

WEBER

: tidak ada lateralisasi

tidak ada lateralisasi

SCWABAH

: sama dengan pemeriksa

sama dengan pemeriksa

Syarifah Isra (1102007272)

Page 3

STATUS BST THT 2011


TEST BERBISIK

: tidak dilakukan

tidak dilakukan

AUDIOGRAM

: tidak dilakukan

tidak dilakukan

2. HIDUNG
2.1. Rhinoskopi Anterior

Hidung Luar

: simetris

Vestibuler

: siliar +/+, blood cloth +/+

Lubang Hidung

: blood cloth +/+

Rongga Hidung

: blood clooth +/+

Septum

: deviasi (-)

Konka Inferior

: oedema +/+, hiperemis +/+

Meatus Inferior

Pasase Udara

: blood cloth +/+


:

+/+

2.2. Rhinoskopi Posterior

Koana

Septum Bagian Belakang : deviasi (-)

Sekret

: serosanguinus

Konka

: hiperemis +, oedema +

Muara Tuba Eustachius

: tenang

Torus Tubarius

: tenang

Fossa Rosenmuller

: tenang

Adenoid

:-

: blood cloth +/+ , massa (-)

2.3. Transiluminasi (tidak dilakukan)


3. FARING

Syarifah Isra (1102007272)

Arkus faring

: hiperemis (-)
Page 4

STATUS BST THT 2011

Uvula

: tidak ada deviasi

Dinding Faring

: hiperemis (-),blood fresh (-)

Tonsil

: T1-T1, Kripta melebar -/-,


Detritus -/- , hiperemis (-)

Palatum

: gerak simetris

Post Nasal drip

: -

Reflek Muntah

: +

4. LARING
Laringoskopi Indirek

Epiglotis

: tenang, massa (-)

Plika Ariepiglotika

: tenang

Pita Suara Asli

: tenang, gerak simetris

Pita Suara Palsu

: tenang

Aritenoid

: tenang

Rima Glotis

: tenang

Fossa Piriformis

: tidak terlihat

Trakhea

: tidak terlihat

5. MAKSILOFASIAL

Edema (-) hiperemis (-) fluktuasi (-)


pada daerah sakus lakrimal

Parase N. VII (-)

Tidak ada pembesaran KGB

Massa (-)

6. LEHER DAN KEPALA

PEMERIKSAAN PENUNJANG

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Syarifah Isra (1102007272)

Page 5

STATUS BST THT 2011


Pemeriksaan lab Laboratorium rutin
Darah rutin:

Hb

: 11 g/dL

Ht

: 35%

Leukosit

: 12.100/mm3

Trombosit : 263.000/mm3

Eritrosit

(13-18 g/dL)
( 40- 52%)
( 3.800- 10.600/mm3)
( 150.000-440.000/mm3)

: 4,18 /mm3

( 3,5-6,5 juta/mm3 )

Kimia klinik
BTCT
Fungsi hemostasis
8. DIAGNOSA KERJA

: Epistaksis laten cavum nasi bilateral ec hipertensi

grade I

9. DIAGNOSA BANDING

: Epistaksis laten cavum nasi bilateral ec kelainan

hormon

10.PENGOBATAN
Medikamentosa

: Antibiotik
Antihipertensi

Non Medikamentosa

: Cefotaxim 2x1 gr (iv)


: Amlodipine 2x1

: Menghentikan perdarahan : pemasangan tampon Anterior


(lapisan kasa bervaselin) + lidocain 2%.
Bila perdarahan masih berlanjut, dapat dilakukan tampon
bellocq
Perubahan pola hidup yang lebih baik, seperti berolahraga
dan makan makanan sehat, rendah lemak, kaya vitamin
dan mineral

Syarifah Isra (1102007272)

Page 6

STATUS BST THT 2011


Rajin kontrol tekanan darah
9.

RENCANA OPERASI : Ligasi arteri Etmoid anterior


dan posterior dapat dilakukan bila perdarahan tidak
berhenti dan terus-menerus.

10. PROGNOSA
Quo ad Vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad malam

ICD : R04.0

PENILAIAN : A, AB, B, BC, C

INSTRUKTUR : Dr.H.W.Gunawan Kurneidi T.Sp.THT-KL

TANDA TANGAN :

PEMBAHASAN

Syarifah Isra (1102007272)

Page 7

STATUS BST THT 2011


Dari kasus diatas didapatkan penderita seorang laki-laki, berusia 51 tahun, keluar
darah dari kedua hidung.

Sebelum darah keluar, pasien mengeluh pegal-pegal pada

badannya, pusing, mual dan merasa berat pada tengkuknya. Pada awal perdarahan darah
yang keluar berwarna merah terang, keluar terus-menerus dan banyak (sekitar satu gelas
belimbing). Perdarahan mengalir kedepan dan kebelakang tenggorokan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present (vital sign) dan status generalis
dalam batas normal. Selanjutnya pada Hidung pada vestibulum nasi ditemukan blood cloth
Dan mukosa Konka Inferior ditemukan oedema dan hiperemis.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas, pasien didiagnosis Epistaksis laten
cavum nasi bilateral ec hipertensi grade I. Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu
gejala dan bukan suatu penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau
keadaan tertentu.
Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pada pasien ini diberikan terapi medika
mentosa antibiotik Cefotaxim 2x1 gr (iv) untuk mencegah infeksi, antihipertensi amlodipin
2x1 untuk menurunkan tekanan darah pasien.
Non Medikamentosa : menghentikan perdaraha pemasangan tampon Anterior (lapisan
kasa bervaselin) + lidocain 2%. Bila perdarahan masih berlanjut, dapat dilakukan tampon
bellocq. Perubahan pola hidup yang lebih baik, seperti berolahraga dan makan makanan
sehat, rendah lemak, kaya vitamin dan mineral. Rajin kontrol tekanan darah

TEORI
EPISTAKSIS
DEFINISI
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat berasal dari rongga hidung,
sinus paranasal dan nasofaring.Sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat
berhenti sendiri.Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari
suatu kelainain, dan dapat pula mengancam nyawa.
Syarifah Isra (1102007272)

Page 8

STATUS BST THT 2011


ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus
Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di
belakang

persambungan

mukokutaneus

tempat

pembuluh

darah

yang

kaya

anastomosis.Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan
sistemik.
1) Lokal
a. Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret
dengan

kuat,

bersin,

mengorek

hidung,

trauma

seperti

terpukul,

jatuh

dan

sebagainya.Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat
juga menyebabkan epistaksis.
b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma,
serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.
d. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).Pasien ini
juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal
dan/atau pembuluh darah paru.
e. Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.
Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi
perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi,
akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.
Syarifah Isra (1102007272)

Page 9

STATUS BST THT 2011


Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma
digital.Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan
kemudian perdarahan.
f. Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau
lingkungan udaranya sangat kering.
2) Sistemik
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri.Pada pasien
hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan
prognosisnya buruk.
a. Kelainan darah
Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP, diskrasia darah, obatobatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula mempredisposisi
epistaksis berulang.
b. Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis
kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.Epistaksis
akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
c. infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
d. Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadangkadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase
menstruasi.
e. Defisiensi Vitamin C dan K
f. Alkoholisme
g. Penyakit von Willebrand

Syarifah Isra (1102007272)

Page 10

STATUS BST THT 2011


PATOFISIOLOGI
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior.Pada epistaksis
anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan
biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior,
arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arterilabialissuperior.Pada epistaksis
posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior.
Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi,
arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang
berhenti spontan. Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya
dapat timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat
dilakukan.
Menentukan

sumber

perdarahan

amat

penting,

meskipun

kadang-kadang

sukarditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian
anterior danposterior.
1. Epistaksis anterior
Merupakan jenis epistaksis yang palingsering dijumpai terutama pada anakanakdan biasanya dapat berhenti sendiri.
Perdarahan pada lokasi ini bersumberdari pleksus Kiesselbach (little area),
yaituanastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di
ujungpostero superior vestibulum nasi.
Perdarahan juga dapat berasal dari bagian depan konkha inferior. Mukosa
padadaerah ini sangat rapuh dan melekat erat pada tulang rawan dibawahnya.

Syarifah Isra (1102007272)

Page 11

STATUS BST THT 2011


Gambar 1. Epistakis anterior
2. Epistaksis posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arterisfenopalatina dan arteri etmoid
posterior.Pendarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya.

Gambar 2 . Epistaksis posterior


Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien
dengan penyakit kardiovaskuler. Thornton (2005) melaporkan 81% epistaksis posterior
berasal dari dinding nasal lateral.
GAMBARAN KLINIS
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.Kebanyakan
kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung menahun
atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung berlebihan.
Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan
alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak
alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan
pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa
waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.
Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi
pembekuan secara bermakna. Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret
berdarah dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda

Syarifah Isra (1102007272)

Page 12

STATUS BST THT 2011


dengan pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah
menghentikan perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,
mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior harus diperiksa
dengan cermat.
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis
berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c) Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.
e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya
f) Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah
platelet dan waktu perdarahan.
g) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis
PENATALAKSANAAN

menghentikan perdarahan, tujuan lain penatalaksanaan epistaksis adalah mencegah


komplikasi dan berulangnya epistaksis serta mencari etiologi.

Mula-mula perhatikan keadaan umum pasien,

Syarifah Isra (1102007272)

Page 13

STATUS BST THT 2011

pastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan syok.

Jika ada riwayat telah terjadi perdarahan hebat, segera pasang infus, periksa Hb,
leuko dan trombosit.

Pemeriksaan fungsi pembekuan dan golongan darah dilakukan jika perlu transfusi
darah.

Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat-obat yang
diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum. Pasien atau orang tua biasanya dalam
keadaan panik sehingga perlu ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi suportif.

Jika pasien masih berada di rumah, dapat dianjurkan untuk memencet hidung
selama 10 menit dan pasien dianjurkan duduk dengan kepala dan leher agak tunduk
kedepan, Ini dapat menghentikan epistaksis anterior yang ringan.

Jika perdarahan tidak berhenti, pasien dianjurkan untuk datang ke dokter. Cara
tradisional dengan memasukkan daun sirih yang digulung ke dalam rongga hidung
dapat bermanfaat menghentikan epistaksis anterior.Yang tidak dianjurkan adalah pasien
tiduran, darah akan turun kefaring sehingga_dibatukkan dan dimuntahkan .menyebakan.
ansietas yang akan menaikkan tekanan darah sehingga akan makin berdarah

Pada perdarahan anterior yang berat, setelah darah dibersihkan, sumber perdarahan
dapat di kaustik dengan nitras argenti 20-30%, asam trikloroasetat 10% atau kauter
listrik.

Jika sumber perdarahan tidak ditemukan, pasanglah tampon sementara yaitu kapas
Pantokain-adrenalin selama 5-10 menit agar terjadi vasokonstriksi. Jika masih berdarah,
harus dipasang tampon kapas padat atau kasa yang dibubuhi vaselin yang dapat
dicampur dengan betadin atau salep antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kasa berbentuk pita dengan lebar 1/2 cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari
dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan daerah
asal perdarahan. Selanjutnya pasien dapat dirawat,diberi antibiotika oral dan obat
penenang jika diperlukan. Tampon diangkat setelah 2-3 x 24 jam.

Syarifah Isra (1102007272)

Page 14

STATUS BST THT 2011

Saat pengangkatan tampon, jika masih ada rembesan darah, pasang tampon
sementara Pantokain-Adrenalin 5-10 menit. Biasanya perdarahan berhenti.

Selanjutnya pasien dianjurkan untuk mencegah trauma pada hidung, dilarang


mengeluarkan ingus secara keras, memencet atau menggaruk hidung selama 1 minggu.
Pasien juga dilarang kerja berat dan olah raga selama 2 minggu. Tamponade hidung
dapat diulangi jika perdarahan masih mengalir selama 2-3 x 24 jam.

Jika perdarahan menetap setelah 2 kali tamponade ini, dipikirkan kemungkinan


melakukan ligasi arteri

Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan (pleksus

Kisselbach). Gulungan kapas yang telah dibasahi dengan anestetik lokal dan dekongestan
lalu dimasukkan dengan hati-hati ke dalam hidung.Bila perdarahan tidak berhenti,
pemasangan tampon diulangi, dan bila sumbernya telah terlihat, tempat asal perdarahan
dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-30%, atau dengan Asam Triklorasetat 10%, atau
dapat juga dengan elektrokauter.

Gambar 3 . Tampon anterior dan Tampon rol anterior


Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa berukuran 72 x 1/2 inci yang
diberi vaselin (boorzalf). Pemakaian vaselin pada tampon berguna agar tampon tidak
melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut. Tampon
dimasukkan melalui nares anterior dan disusun dari dasar hingga atap hidung dan meluas

Syarifah Isra (1102007272)

Page 15

STATUS BST THT 2011


hingga ke seluruh panjang rongga hidung hingga tampon dapat menekan tempat asal
perdarahan. Tampon ini dapat dipertahankan selama 1-2 hari, kadang 3-4 hari.

Perdarahan posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat

dan sulit dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi anterior.


Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pula tahap-tahap seperti pada
penanganan perdarahan anterior hingga dapat diketahui sumber perdarahannya. Bila
ternyata sumber perdarahannya berasal dari daerah posterior, maka dilakukan tampon
posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini harus tepat menutup koana (nares
posterior). Tampon Bellocq dibuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter
kira-kira 3 cm.
Untuk memasang tampon posterior ini kateter karet (satu kateter) dimasukkan
melalui salah satu nares anterior sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar melalui
mulut. Ujung kateter kemudian diikatkan pada salah satu benang pada tampon Bellocq,
kemudian kateter itu ditarik kembali melalui hidung. Ujung benang yang sudah keluar
melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk, tampon itu
didorong ke nasofaring. Jika dianggap perlu, bila masih tampak perdarahan keluar dari
rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon anterior ke dalam kavum nasi.
Benang yang keluar dari nares anterior itu kemudian diikat pada sebuah gulungan kain
kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak.
Benang yang terdapat di rongga mulut terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq,
dilekatkan pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk menarik tampon ke luar melalui mulut
setelah 2-3 hari
Untuk pengontrolan aliran perdarahan yang masif dapat pula dilakukan dengan
epistaxis balloon atau Foley catheter sebagai pengganti tampon posterior.
Obat hemostatik diberikan juga di samping tindakan penghentian perdarahan itu.

Syarifah Isra (1102007272)

Page 16

STATUS BST THT 2011


Gambar 4 . Tampon posterior dengan Kateter Foley
Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan
tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri.
a. Mencegah komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis sendiri atau sebagai
akibat dari usaha penanggulangan epistaksis.Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat
terjadi syok dan anemia.Turunnya tekanan darah mendadak dapat menimbulkan iskemi
cerebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menyebabkan
kematian.Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya.
Penelitian menunjukkan bahwa sumbatan jalan napas lengkap pada individu tertentu
mengarah pada peningkatan PCO2 dan penurunan PO2.Kombinasi keduanya pada pasien
dengan riwayat paru atau jantung dapat menimbulkan komplikasi bermakna, misalnya
IMA dan gangguan pembuluh darah otak.
Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan bahkan
septikemia. Oleh karena itu antibiotik haruslah selalu diberikan pada setiap pemasangan
tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Jika masih ada perdarahan
dapat dipasang tampon baru.
b. Kompilkasi pemasangan Tampon
Pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler, penyakit paru kronis dapat terjadi hipoksemia
arterial, untuk ini beri terapi humidifikasi oksigen 24-40% menggunakan mask dan
pemeriksaan astrup (analisa gas darah) Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya
sinusitis, infeksi telinga tengah dan lainnya. Keluhan pasien biasanya adalah kesulitan
menelan, nausea karena banyak darah yang tertelan. Jika tampon terlalu padat dapat terjadi
nekrosis dan perforasi septum. Tampon juga dapat terdorong ke nasofaring dan jatuh ke
faring. Kesimpulan bermacam-macam cara mengatasi epistaksis tergantung dari asal
perdarahan dan berat ringannya perdarahan telah dikemukakan. Namun dalam
penatalaksanaannya, pertu pula dicari faktor penyebab sistemik jika dicurigai
keberadaannya melalui berbagai pemeriksaan termasuk konsultasi ke ahli penyakit
dalam.Pasien/orang tua pasien biasanya dalam keadaan panik sehingga terapi suportif juga
pentinguntuk dilaksanakan. Jika penyebabnya suatu tumor, diagnosis dini merupakan suatu
tindakan yang harus dilaksanakan agar perluasan tumor dapat dihindarkan, namun tindakan
Syarifah Isra (1102007272)

Page 17

STATUS BST THT 2011


ini dapat berbahaya jika tumor tersebut merupakantumorpembuluhdarah. Umumnya semua
tindakan harus dilaksanakan dengan cermat, cepat dan tepat dengan memikirkan semua
kemungkinan penyebab epistaksis.
c. Medikamentosa
Selama pemasangan tampon (3-4 hari), kenyamanan pasien akan terganggu dan
untuk itu perlu pemberian sedatif dan analgesik untuk mengontrol rasa nyeri. Pertimbangan
untuk pemberian antibiotik broad spektrum adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
akibat kuman patogen selama pemasangan tampon.
PROGNOSIS
90% kasus epistaksis dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan atau tanpa
arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam,
Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta, Penerbit
EGC, 1997.
2. http://www.scribd.com/doc/30834586/EPISTAKSIS
3. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi Keenam, Jakarta FKUI, 2007, hal.155-159.
Syarifah Isra (1102007272)

Page 18

STATUS BST THT 2011


4. Boies, Lawrence dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta :1994.
5. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_PenatalaksanaanEpistaksis.pdf/15_Penatal
aksanaanEpistaksis.html
6. http://medicastore.com/penyakit/838/Perdarahan_Hidung_Epistaksis_Mimisan.htm
l

Syarifah Isra (1102007272)

Page 19

Anda mungkin juga menyukai