Anda di halaman 1dari 5

TUGAS REVIEW ORGANISASI INTERNASIONAL II

Nama : Sri Rezeki


NPM :0806322962
Sumber : H.G. Nicholas, The United Nations As A Political Institution; Fifth Edition
(London: Oxford University Press, 1975)hlm. 76-101.

UPAYA “DEMOKRATISASI” PBB DAN PERAN PBB SEBAGAI INSTITUSI


POLITIK

Dari semua organ yang ada di dalam PBB, tidak ada yang menunjukkan perbedaan
yang besar antara janji dan kenyataan selain dewan keamanan. Dalam perkembangannya,
dewan keamanan dijelaskan oleh piagam PBB ke dalam struktur dan tugas dewan, harapan
decade 1945an banyak yang tertunda. Dalam hukum, paksaan adalah bentuk layanan hukum,
dan bahkan hukum itu sendiri diharuskan untuk melayani bukan untuk menolak focus utama
keadaan pasca perang yaitu perdamaian dan keamanan. British official berkomentar dalam
Dumbarton Oak Proposals dimana dia menyebutkan bahwa “Kekuatan yang diberikan kepada
Dewan Keamanan adalah lebih besar daripada yang pernah diberikan kepada sebuah badan
internasional.
Ini adalah tindak lanjut dari pernyataan rasa bangga ketua delegasi Amerika Serikat di
San Fransisco ketika dia melapor kepada presiden dengan menyebutkan bahwa “dewan
keamanan adalah tanpa adanya pendahulu, berbeda dengan aliansi tradisional dan tidak juga
seperti dewan pada Liga Bangsa-Bangsa. Seorang penulis Foreign Affairs pada oktober 1945
menunjukkan sebuah ekspektasi ketika persetujuan speesial tentang anggota mana yang
menyediakan kekuatan berenjata, perbantuan dan fasilitas. Dalam hal tidak mengurangi
ketegasan aspek keamanan dari peran dewan, dia menambahkan “Dewan mempertimbangkan
atau tidak, hasilnya akan dilaporkan kepada Majelis dan Majelis yang mengumumkan”.
Sekarang sangat sulit untuk berharap dan berasumsi hal yang sama kepada dewan
keamanan dekade ini. Salah satu yang disadari nyata adalah kegagalan dewan dalam
menjalan harapan para pendirinya. Tidak diragukan lagi, ketika yang ada adalah kebenaran
mengenai gagalnya dewan keamanan, membuat banyak negara yang mulai hanya berharap
saja kepada dewan ini, dan ada juga yang masih yakin bahwa dewan ini bekerja secara benar.
Pusat dari peran dewan keamanan adalah asumsi kesatuan Great Power. Ketika bekerja
dalam dewan, tidak diragukan lagi masing-masing big-five dapat menjalin hubungan yang
lebih erat di dalam dewan.

1
Dalam big-five ini ada veto yang sejauh ini menurut Great Powers beberapa hak
istimewa ditolak oleh mereka pada masa Liga atau asosiasi keamanan lainnya. Dalam veto ini
terdapat tekad kebulatan suara dimana ditujukan agar tidak ada negara yang satu mengatur
negara yang lain. Jadi sesama big-five mereka harus saling mencapai kebulatan suara. Dan
walaupun dari satu pandangan bahwa kekuatan veto adalah sebuah instrumen untuk
menyetop aksi internasional. Sedangkan dari pandangan lain, veto dalam hal ini menjamin
bahwa hanya Dumbarton Oak dan San Fransisco Proposals yang didukung oleh Great
Powers. Seperti yang Dr. Philip Jersup ungkapkan ”veto adalah bentuk yang aman dalam
mencegah PBB dari pengambilalihan komitmen dalam ranah politik dimana di dalamnya
kurang power untuk mencukupi.
Menurut mantan dewan keamanan Liga Bangsa-Bangsa, untuk mengurangi tingkat
concert dari dewan keamanan PBB maka ditambahlah jumlah anggota dewan keamanan PBB
dengan status ”sementara”. Konsensi ini kemudian dilaksanakan dengan tujuan ”demokrasi”
atau ”perwakilan”. Sebenarnya terdapat perdebatan mengenai konsensi ini apalagi dengan
sistem perwakilan satu kawasan atau blok tertentu, diasumsikan bahwa belum tentu ide atau
sentimen yang ditunjukkan si perwakilan ini mewakili suara mayoritas dari kawasannya
ataupun bloknya. Namun dibalik perdebatan apakah memang sedemokratis itu dengan adanya
perwakilan masing-masing kawasan di dewan keamanan tidak tetap PBB, sebagian tetap
berpendapat bahwa dengan adanya wakil masing-masing kawasan di dewan keamanan PBB
setidaknya akan ada suara kolektif(terutama bagi negara-negara less power) untuk
mengekspresikan kepentingan mereka sekaligus untuk mengurangi tingkat kekuasaan dewan
keamanan tetap PBB secara tidak langsung.
Berdasarkan pasal 42 dan 43 Piagam PB, maka dewan keamanan PBB dapat
menyediakan aksi kolektif militer melalui sebuah Komite Staf Militer. Ketua dari Komite ini
adalah dewan keamanan tetap PBB, mereka juga berfungsi sebagai pengatur strategi perang
dan pemegang komando. Sedangkan negara anggota lainnya membantu dalam menyediakan
fasilitas dan bantuan-bantuan lainnya. Namun dalam perannya kemudian, kekuatan paksaan
lebih banyak ditunjukkan oleh Amerika Serikat sedangkan negara lain seperti Uni Soviet,
Cina, Perancis, dan Inggris kurang pengaruhnya. Hal inilah yang kemudian dipermasalahkan
oleh Uni Soviet, dia merasa bahwa harus ada penegasan persamaan, jadi tidak boleh ada satu
negara yang mempunyai peran lebih dibandingkan negara lain, khususnya Amerika Serikat.
Sebagai agen yang bertugas untuk menjaga perdamaian dunia, tentunya ada banyak
harapan dalam terciptanya pedamaian dunia, apalagi memang tugas dari dewan keamanan
PBB adalah untuk mempertahankan perdamaian dunia. Cara PBB untuk mempertahankan

2
perdamaian dunia yaitu melalui peace keeping operation, PKO ini adalah merupakan bentuk
kehadiran PBB dan pengawasan dalam setiap konflik dan berusaha untuk menyelesaikan
setiap konflik yang ada melalui resolusi mereka.1
Karena masalah hubungan antara dua negara pemegang hak veto ini-Amerika Serikat
dan Uni Soviet-kemudian dewan keamanan menjadi rentan, banyak konflik-konflik yang
tidak terselesaikan, apalagi jika konflik tersebut menyangkut kepentingan mereka. Hingga
pada dekade 1960an, prosedur dari ”Uniting for Peace” mulai ditransfer yang semula
merupakan agenda dewan keamanan menjadi agenda majelis umum. Pada intinya, dewan
keamanan adalah hanya sebagai badan yang merekomendasikan. Sesuai dengan pasal 33
Piagam PBB, cara penyelesaian konflik adalah dengan negosiasi, enquiry, mediasi, konsiliasi,
arbitrasi, penyelesaian secara yuridis, berdasarkan penelusuran agen-agen kawasan, dan
pilihan perdamaian lainnya.
Setelah periode tahun 1960an, penurunan peran dewan keamanan mulai berkurang.
Terbukti dengan berhasilnya dewan keamanan PBB mengambil alih kasus Kongo-Siprus,
Kuba-Santo Domingo dan India-Pakistan tahun 1965. Namun tetap saja, kasus Rhodesia-
Afrika Selatan, kasus Timur Tengah, jalan buntu yang dihadapi oleh majelis umum terhadap
kasus Kongo, kelemahan dalam menghadapi ”financial veto” pada bagian Uniting for Peace
Resolution adalah semuanya merupakan batasan ”demokratisasi” PBB. Terlepas dari ini
semua, terdapat kemungkinan untuk memperlihatkan nilai pembelajaran kepada anggota tetap
dan masih meragukan apakah konstitusi ini merupakan agen yang terbaik untuk keamanan
dan perdamaian.
Menurut penulis demokratisasi PBB dengan menambah jumlah anggota dewan
keamanan PBB adalah baik, agar terjadi keseimbangan peran dalam menjaga dan
mempertahankan perdamaian dunia sebagai cita-cita pendirian PBB. Dari pengalaman sejarah
memang kontrol dan pengaruh Amerika Serikat sebagai salah satu anggota tetap dewan
keamanan lebih menonjol daripada peran negara lainnya. Hal inilah yang kemudian ditentang
oleh Rusia (Uni Soviet dulu). Dalam buku Representing America karya Linda M. Fasulo,
terlihat bagaimana Rusia khawatir atas peran lebih Amerika di PBB. Rusia menuntut adanya
2
kesamaan peran. Jadi tidak ada satu negara yang lebih dominan dari negara lain dalam
perannya.

1
Departemen Informasi Publik, Basic Facts About The United Nations (New York: United Nations Department
of Public Information) hlm. 27.
2
Linda M. Fasulo, Representing America; Experiences of U.S. Diplomats at The UN (USA: Praeger Publisher,
1984) hlm. 38.

3
Sebagai dewan yang membidangi peace keeping operation, dewan keamanan PBB
dapat dibilang lebih mempunyai power dan pengaruh lebih dibandingkan majelis umum. Hal
ini juga dikarenakan dewan keamanan dihuni oleh negara-negara superpower. Namun
sayangnya hubungan kelima negara tersebut tidak terlalu baik, terutama pada saat perang
dunia dan perang dingin. Kepentingan masing-masing big-five ini pada akhirnya lebih banyk
diutamakan dalam kebanyakan resolusi yang dikeluarkan. Mungkin karena hal ini pula,
banyak kasus yang pada awalnya merupakan tugas dewan keamanan kemudian dilimpahkan
kepada majelis umum.
Hal ini kemudian membuat, ekspektasi banyak orang kepada PBB khususnya dewan
keamanan semakin melemah hingga banyak yang menilai sampai pada titik ekstrim yaitu
”kegagalan PBB”. Namun tetap ada yang optimis terhadap kinerja PBB khususnya dewan
keamanan. Mereka tidak mau menghakimi PBB dengan mengatakan bahwa PBB gagal.
Seperti yang Papp uraikan dalam pandangannya mengenai PBB, ”The United Nations’
success or failure as an international peace keeping agency can not be judged in black-and-
white terms”.3
Kritik yang baru-baru ini dialamatkan kepada dewan keamanan PBB berasal dari
presiden Libya, Muammar Qaddafy dalm pertemuan majelis umum PBB baru-baru ini,
Qaddafy menyuarakan reformasi dewan keamanan PBB dengan menambah lagi jumlah
anggotanya karena menurut Qaddafy kekuasaan dewan keamanan PBB, khususnya dewan
keamanan tetap PBB lebih banyak memihak kepentingan mereka sendiri dan dengan vetonya
seakan-akan menguasai dunia. Qaddafy mengungkapkan “Itu mestinya tidak diberi nama
dewan keamanan tapi dewan terror”.4
Tidak salah jika Qaddafy menyuarakan adanya reformasi dewan keamanan PBB
apalagi jika menyangkut masalah kemanusiaan khususnya di Jalur Gaza. Serangan Israel
yang bertubi-tubi kepada Palestina semakin menjadi-jadi apalagi setelah veto yang
dikeluarkan Amerika Serikat pada resolusi PBB. Kasus kemanusiaan ini merupakan salah
satu alasan yang membuat Qaddafi menganggap PBB gagal menjalankan tugasnya dan
mendesak terjadinya reformasi PBB. Cita-cita reformasi PBB dengan penambahan jumlah
anggota dewan keamanan PBB sesuai dengan trend “demokratisasi” yang disuarakan.

3
Daniel S. Papp, Contemporary International Relations; Framework for Understanding ( United States of
America, Macmillan Publishing Company, 1991) hlm. 76.

4
Diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/10/02/05511114/Dewan.Keamanan.PBB.Menekan.Iran pada
tanggal 15 Oktober 2009, pukul 15.09.

4
KESIMPULAN

Sebagai organisasi internasional yang menaungi hampir semua negara di dunia, PBB
memang akan selalu menjadi sorotan atas semua tindak tanduknya terutama yang
berhubungan dengan tugas utama PBB yaitu mempertahankan dunia. Akan selalu ada
tanggapan positif ataupun tanggapan negatif terhadap peran PBB umumnya dan peran dewan
keamanan khususnya sebagai dewan yang mendapat mandat untuk menjalankan tugas
menjaga perdamaian dunia. Saat isu “demokratisasi” PBB mulai disuarakan dengan
membawa reformasi anggota dewan keamanan di dalamnya, dengan harapan semakin
membaiknya kinerja dewan kemanan PBB dan agar wewenang PBB dalam mempertahankan
perdamaian dunia terwakili dengan baik. Disini dunia dihadapkan dengan kenyataan sulitnya
realisasi reformasi tersebut, namun reformasi sepertinya harus tetap dilakukan khususnya
pada dewan keamanan PBB, mengingat jumlah negara PBB telah berjumlah 192 negara,
namun jumlah anggota dewan keamanan tetap sama seperti saat PBB berjumlah 112 anggota.
Isu demokratisai ini mengundang pendapat dua pihak yaitu pihak pesimisme, yang pesimis
terhadap kinerja dewan keamanan, banyak yang menganggap kinerja dewan keamanan PBB
sangat buruk dan kebijakannya banyak dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara besar
pemegang hak veto sehingga pada akhirnya membawa citra buruk pada PBB. Sedangkan
pihak yang kedua adalah pihak yang optimis. Mereka yakin isu “demokratisasi” yang mulai
disuarakan ini merupakan angin segar. Mereka masih mengharapkan adanya perubahan yang
lebih baik bagi PBB sebagai salah satu institusional politik yang walaupun bukan badan
penguasa dunia, namun tindakannya dapat mempengaruhi dunia secara langsung maupun
tidak langsung.

Anda mungkin juga menyukai