Anda di halaman 1dari 6

A.

Anamnesis
Umumnya secara klinik gejala hepatitis virus C akut
lebih ringan daripada hepatitis virus akut lainnya. Masa
inkubasi hepatitis virus C terletak antara hepatitis virus A
dengan hepatitis virus B yaitu sekitar 2-26 minggu, dengan
rata-rata 8 minggu. Mempunyai masa prodromal yang tidak
khas yang diikuti oleh tanda-tanda ikterus. Sebagian besar
kasus sekitar 40-75% tanpa gejala (asimptomatik). (Hadi,
2013). Biasanya pada anamnesis pasien mengeluhkan
manifestasi klinis hepatitis secara umum, yaitu penurunan
nafsu makan, mual muntah, nyeri sendi dan cepat lelah
(Sudoyo, 2009).
B. Pemeriksaan fisik
Pada hepatitis virus akut secara umum kelainan pada
pemeriksaan fisik biasanya baru terlihat pada fase ikterik.
Tampak penderita ikterik baik dikulit maupun di selaput
lendir. Selaput lendir yang mudah dilihat adalah daerah
sclera mata, palatum molle dan di frenulum linguae. Pada
perabaan biasanya terdapat nyeri pada arkus kostarum
kanan

penderita.

(Hadi,

2013).

Selain

itu

biasanya

ditemukan sedikit pembesaran hati (sekitar 2-3cm di


bawah arkus koste dan dibawah tulang rawan iga) dan
pelembekan limpa (Sudoyo et al, 2009). Tidak banyak
ditemukan kelainan kulit kecuali pada penderita yang
mengalami urtikaria yang umumnya bersifat sementara
(Hadi, 2013).
Demam ringan antara 38o dan

39o (100o-102o F)

biasanya jarang terjadi pada hepatitis C. Urin dan tinja


berwarna coklat dapat diperhatikan oleh pasien dari 1-5
hari sebelum timbulnya ikterus klinis. Dengan terjadinya
ikterus klinis, gejala prodromal konstitusional biasanya
berkurang tetapi dapat terjadi penurunan berat badan

pada beberapa pasien. Hal ini umym dan dapat terus


berlanjut selama fase ikterik (Fauci et al, 2008).
C. Pemeriksaan penunjang
1. Serologi
Metode uji imunologi dengan memeriksa

adanya

antibodi terhadap HCV pada serum darah. Jika hasil uji


adalah positif, maka harus dikonfirmasi dengan sebuah
tes lagi untuk memastikan dengan cara menentukan
kadar virus dengan pemeriksaan HCV RNA Polimerase
Chain Reaction (PCR) (Wilkins et al, 2010). Antibodi
terhadap VHC bertahan lama setelah infeksi terjadi dan
tidak mempunyai arti protektif. Walaupun pasien dapat
menghilangkan infeksi VHC pada infeksi akut, namun
antibodi terhaadap VHC masih terus bertahan bertahuntahun (18-20 tahun) (Sudoyo, 2009).
Deteksi antibodi terhadap VHC dilakukan umumnya
dengan teknik enzyme immune assay (EIA). Antigen
yang digunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah
antigen C-100 dan beberapa antigen non-struktural (NS
3,4 dan 5) sehingga tes ini menggunakan poliantigen
dari VHC. Antibodi terhadap VHC dapat dideteksi pada
minggu ke 4-10 dengan sensitivitas mencapai 99% dan
spesifisitas lebih dari 90%. Negatif palsu biasanya pada
pasien dengan defisiensi sistem kekebalan tubuh seperti
pada

pasien

HIV,

gagal

ginjal,

atau

pada

krioglobulinemia (Sudoyo, 2009).


2. Biopsi
Biopsi pada hepar memiliki resiko yang tinggi namun
dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan
hepar. Biasanya ditemukan adanya perubahan dan
kerusakan limfosit parenkim, folikel limfoid dan trias
porta. Jika terjadi fibrosis hepar, biopsi merupakan
metode yang tepat untuk mendeteksinya (Rosen, 2011).
3. Tinja

Pada waktu permulaan timbulnya ikterus warna tinja


sangat pucat. Analisis tinja menunjukkan steatoroe.
Apabila warna tinja kembali normal, berarti ada proses
kearah penyembuhan (Hadi, 2013).
D. Patogenesis
Pada umumnya cara penularan hepatitis virus C adalah
parenteral.

Semula

penularan

hepatitis

virus

dihubungkan dengan trasfusi darah atau produk darah,


melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan bentuk virus
dari hepatitis C, makin banyak laporan mengenai cara
penularan lainnya, yang umumnya mirip dengan cara
penularan hepatitis virus B (Hadi, 2013).
Terdapat dua cara penularan hepatitis virus C lainnya yaitu
(Hadi, 2013) :
1. Penularan horizontal
Terdapat tiga cara penularan horizontal yaitu :
a. Secara kontak
Banyak dilaporkan mengenai penularan

secara

kontak. Penularan secara kontak, erat hubungannya


dengan penggunaan bersama alat cukur, sikat gigi,
handuk di dalam keluarga. Dilaporkan penularan
intrafamilial yaitu terjadinya kontak antara orang
demi orang di dalam keluarga.
b. Transmisi seksual
Kontak langsung antara pasangan

suami-istri

penderita hepatitis virus C dapat terjadi. Dilaporkan


kejadian anti-HCV postif sebanyak 11% pada 140
individu

yang

mempunyai

kontak

seksual

atau

serumah dengan mereka yang menderita hepatitis


virus C atau mempunyai riwayat partner heteroseksual yang multipel.
c. Transmisi Sporadik (Non Parenteral)
Karena ditemukannya anti HCV pada donor darah
menunjukkan

bahwa

hepatitis

virus

dapat

ditularkan non parenteral. Penularan ini disebut juga

penularan secara sporadic (community acquired),


dimana tidak terdapat riwayat transfuse darah atau
penggunaan

obat-obat

intravena.

Penularannya

mungkin melalui transimis parenteral yang tidak jelas


melalui darah atau kontak seksual.
2. Penularan Vertikal
Penularan vertikal adalah penularan dari seorang ibu
pengindap atau penderita hepatitis virus C kepada
bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau
beberapa saat setelah persalinan. Dari pemeriksaan
serologis anti HCV selama 24 bulan. Terhadap 232
wanita partus di hongkong bersama 234 bayi mereka
dilakukan pemeriksaan. Dari hasil penelitian tersebut
ditemukan 17 dari 232 wanita tersebut (7,3%) dan 7
dari bayinya (3,0%) yang anti HCV positiif. Disini
mungkin terjadi transmisi vertikal dari seorang ibu
kepada bayinya.
Setelah terjadi penularan. Virus hepatitis C masuk ke sel
hati dan menduplikasi dirinya menggunakan genetic dalam
sel.

Setelah

terjadi

duplikasi

virus

hepatitis

ini

menginfeksi banyak sel lainnya. Sebagian kecil hepatitis C


adalah

akut

karena

secara

otomatis

tubuh

membersihkannya. Namun Sebagian besar infeksi hepatitis


C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati
sehingga terjadi penyakit hati menahun (Sudoyo, 2009).
E.Gambaran Histopatologi

Gambar 2.3 Gambaran Histopatologi Hepatitis C


Pada hepatitis virus C yang separuh kasus akan menjurus ke sirosis
hepatis, derajat hepatitis kroniknya dapat ditentukan dari derajat aktivitas
(nekrosis dan peradangan) dan tingkat fibrosisnya. Pada kasus ini nekrosis
dan peradangan menonjol, disertai pula steatosis. Gambaran hepatitis C
hampir sama dengan hepatitis B (Schiano & Paul, 2006). Gambaran
histopatologis pada infeksi kronik VHC sangat berperan dalam
menentukan prognosis dan keberhasilan terapi. Secara histopatologis dapat
dilakukan scoring untuk inflamasi dan fibrosis di hati sehingga
memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi pasien maupun komunikasi
antara ahli patologi (Sudoyo, 2009).
F. Terapi baru
Penatalaksanaan farmakologi baru menurut Bacon et al., 2011 adalah
sebagai berikut:
1. Ribavirin tidak efektif jika digunakan tunggal.
2. Ribavirin dengan Peginterferon untuk infeksi genotip 1.
3. Ribavirin dengan Peginterferon atau Ribavirin dengan Interferon
untuk infeksi genotip 2 dan 3.
4. Peginterferon tunggal bila kontraindikasi terhadap Ribavirin
5. Terapi untuk infeksi 1 dan 4 selama 48 minggu.
6. Terapi untuk infeksi 2 dan 3 selama 24 minggu.
G. Komplikasi
Tidak jarang
diakibatkan

virus

diperbolehkkan
diantaranya

seseorang
sudah

berobat

perjalanan

penderita

hepatitis

dinyatakan

jalan,

timbul

penyakitnya

yang

sembuh
relaps.

dari

dan

Bahkan

akut

dapat

menjadi kronis. Kelainan psikis dapat timbul pada seseoran


penderita
diberikan

karena

perawatan

dianggapnya

terlalu

dan

pengobatan

menyiksa

dirinya

yang
atau

perawatannya memakan waktu terlalu lama atau selama


perawatan banyak melihat penderita yang meninggal

(Hadi, 2013). Selain itu karena kebanyakan infeksi hepatitis


C menjadi kronis maka kerusakan dalam waktu yang lama
ini dapat menyebabkan terjadinya sirosis pada

hati,

stadium akhir penyakit hati dan kanker hati (Scherzer et al,


2008).
Daftar pustaka :
Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung : P.T. Alumni
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing
Scherzer, T.M., Reddy, K.R., Wrba, F., Hofer, H., Staufer, K., & SteindlMunda, P., et al. 2008. Hepatocellular carcinoma in long-term
sustained virological responders following antiviral combination
therapy for chronic hepatitis C. J Viral Hepat. Sep 2008;
15(9):659-65
Bacon B.R., Gordon, S.C., Lawitz, E., Marcellin, P., Vierling, J.M., &
Zeuzem, S., et al. 2011. Boceprevir for previously treated chronic
HCV genotype 1 infection. N Engl J Med. Mar 31 2011;
364(13):1207-17.
Rosen, H.R. 2011. Clinical practice. Chronic hepatitis C infection. The
New England Journal of Medicine. 364 (25): 242938.
Wilkins, T., Malcolm, J.K., Raina, D., & Schade, R.R. 2010. Hepatitis C:
diagnosis and treatment. American Famili Physician. 81 (11):
13517.
Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., & Hauser, S.L., et
al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. Philadelphia:
The McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai