Anda di halaman 1dari 11

BAB I

DASAR TEORI
A. PONDASI TIANG PANCANG
Pondasi tiang pancang adalah konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya ke sumbu
tiang dengan jalan menyerap lenturan.
Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal
tiang pancang yang ada di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.
1. Penggolongan Pondasi Tiang
I. Penggolongan berdasarkan material dan cara pembuatannya yang dapat dilihat dalam
tabel berikut :
Jenis Bahan

Nama Tiang

Cara Pembuatan

Bentuk

Tiang kayu

Tiang pancang kayu

Alamiah

Tiang baja

Pipa baja
Tiang dengan flens lebar

Disambung secara eksentris


Diasah dalam keadaaan panas

Bulat segi
empat
Bulat
H

Tiang beton

Beton bertulang pracetak sentrfugal


Beton pratekan pra-cetak
Corinsitu tiang alas, tiang
beton dan raymer

Diaduk dengan gaya


Sistem penarikan awal dan
sistem penarikan akhir
Sistem pemancangan, sistem
pengeboran

Bulat segi
empat
Bulat
Bulat segi
empat

Dalam perhitungan digunakan tiang berupa beton bentuk bulat dengan sistem
pemancangan.
II. Berdasarkan penyaluran beban.
a. Point Bearing Pile (tiang tahanan ujung)
Pondasi yang menahan bebannya dengan tahanan ujung atau meneruskan beban
dari konstruksi di atasnya melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.
b. Friction Pile (tiang dengan gesekan kulit)
Pondasi ini meneruskan bebannya ke lapisan tanah keras melalui gesekan kulit.

2. Dasar-dasar Perencanaan
Gaya luar yang bekerja pada kepala tiang adalah berat sendiri pada bangunan di atasnya,
beban hidup, tekanan tanah dan tekanan air serta gaya luar yang bekerja langsung pada tubuh
tiang.
Pada waktu melakukan perencanaan, umumnya diperkirakan pengaturan tiangnya terlebih
dahulu. Dalam hal ini jarak minimal antara tiang adalah 1,5 3,5D. Waktu menentukan
susunan tiang dibuat seperti yang disebutkan di atas, agar dapat menahan beban tetap selama
mungkin. Hal ini juga berguna untuk mencegah berbagai kesulitan, misalnya perbedaan
penurunan yang tidak berguna. Tiang-tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang
memiliki diameter yang berbeda, tidak boleh dipakai untuk tiang yang sama.
3. Perincian perencanaan
a. Setelah dilakukan pemeriksaan tanah di bawah permukaan, penyelidikan di
sekelilingnya dan penyelidikan terhadap bangunan sekitar letak pondasi tiang,
maka diameter dan panjang tiang dapat diperiksa/diperkirakan.
b. Kemudian dihitung daya dukung yang diizinkan untuk satu tiang bagi kondisi
pembebanan. Daya dukung seyogianya diperiksa untuk peristiwa biasa ataupun
untuk waktu gempa.
c. Bila daya dukung untuk satu tiang sudah diperkirakan, maka daya dukukng untuk
seluruh tiang harus diperiksa. Harga akhir untuk gabungan tiang ini atau gesekan
tiang merupakan daya dukung yang diizinkan untuk tiang.
d. Berikutnya, hitung reaksi yang didistribusikan ke setiap kepala tiang. Juga
ditetapkan banyaknya tiang secara tetap. Hal ini juga berarti Vo. Mo, Ho bekerja
pada sekelompok tiang sebagai suatu kesatuan yang dapat dihitung dengan
memperkirakan tentang tumpuannya dan bagaimana pembagiannya ke masing
masing tiang. Berdasarkan pada susunannya dan jumlah tiang yang diperkirakan
semula, beban-beban yang bekerja pada masing-masing tiang dapat dihitung
kemudian diperiksa apakah beban itu masih termasuk kedalam daya dukung yang
diperkenankan, sedangkan Mo, Vo, Ho harus dihitung kembali dengan perhitungan
reaksi kepala tiang yang diganti.
e. Setelah beban pada kepala tiang dihitung, pembagian momen lentur atau gaya
geser pada kepala tiang dalam arah vertikal dapat dicari, lalu pengecekan yang
lebih mendetail pada bagian-bagian tiang dapat dilakukan dengan gaya pada dasar
tumpuan.
2

f. Jika detail pada perencanaan tubuh tiang telah selesai, tumpuan harus diperiksa
berdasarkan reaksi pada kepala tiang.
g. Hal-hal yang berkenan dengan bangunan khusus, misalnya pengerjaan kepala tiang
atau pemakaian alat penghubung yang dapat ditentukan selanjutnya.

B. ABUTMENT (KEPALA JEMBATAN)


Kepala jembatan (abutment) adalah suatu bangunan yang meneruskan beban (beban
mati dan beban hidup) dari bangunan atas dan tekanan tanah ke tanah pondasi. Bentuk
struktur dari kepala jembatan yang umum diperlihatkan pada gambar 1.1 dan hubungan antara
macam serta tinggi jembatan sebaiknya disesuaikan dengan gambar 1.2.

a. Kepala jembatan tipe


gravitasi

b. Kepala jembatan tipe


T terbalik

a. Kepala jembatan dengan


penopang

1.1 Bentuk umum kepala jembatan


Gaya keluar yang bekerja pada kepala jembatan umumnya tidak akan menimbulkan
persoalan bila hanya gaya-gaya pada perhitungan pada umumnya. Gaya inersia akibat gempa,
dan pada jembatan jalan kereta api, gaya sentrifugal atau beban kejut perlu juga
diperhitungkan, lagipula melihat kenyataan bahwa dalam perencanaan kepala jembatan
dengan bentuk umum seperti yang disebutkan di atas, perhitungannya dibuat untuk pias 1
meter sehingga sebaiknya gaya luar yang bekerja dinyatakan dalam ton/meter.
Perencanaan kepala jembatan secara praktis dapat dibuat seperti perencanaan tembok
penahan tanah, dengan memperhitungkan beban kerja dari bangunan atas. Pendekatan bagi

rencana kepala jembatan bervariasi sesuai dengan bentuk bangunannya, bentuk pondasinya
dan kondisi seperti yang disebutkan di bawah ini :
a. Untuk setiap kepala jembatan tipe gravitasi atau kantilever, tembok belakang hipotesis
dimana tekanan tanah yang bekerja adalah berubah-ubah, oleh karena itu sudut geser
permukaan tembok juga berubah.
b. Kriteria stabilitas bervariasi menurut bentuk pondasi. Untuk pondasi telapak (spread
foundation), diperlukan stabilitas terhadap guling, daya dukung geser, sedang untuk
pondasi tiang bila hanya stabilitas terhadap guling yang memuaskan, maka lebar pondasi
dapat diperkecil dalam banyak hal, karena tiang tersebut praktis stabil terhadap daya
dukung geser.
c. Kondisi tumpuan pondasi juga pelu diperhatikan agar reaksi dari bangunan atas dapat
berfungsi.
d. Beban kerja pada analisa stabilitas berbeda dengan beban untuk perencanaan bagianbagian bangun

C. PONDASI DANGKAL
1.1 Pengertian Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal sangat susah untuk didefinisikan. Pada umumnya definisi pondasi
dangkal ada beberapa penjelasan :

Apabila perbandingan antara kedalaman pondasi dan lebar pondasi lebih kecil atau
sama, maka konstruksi pondasi yang diletakkan pada dasar tanah tersebut dapat
dinamakan pondasi dangkal (lihat Gbr. 1.1).

Anggapan bahwa penyebaran tegangan pada struktur pondasi ke tanah di bawahnya


yang berupa lapisan penyangga (bearing stratum) yang kuat lebih kecil atau sama
dengan lebar pondasi.

Pada umumnya penentuan pondasi dangkal dapat dilihat secara fisik dari bentuk
konstruksi pondasi. Biasanya bentuk pondasi berupa : empat persegi panjang atau bujur
sangkar yang disebut juga pondasi tapak. Meskipun pondasi tapak dapat juga berupa pondasi
tapak menerus atau pondasi tapak lingkaran/bulat. Sedangkan pondasi dalam biasanya
berbentuk tiang hasil dipancang atau tiang berupa sumuran.
4

Df < B

B
B daerah pengaruh penyebaran beban (tegangan)

Gbr. 1.1 Pondasi dangkal menurut Terzaghi


1.2 Pengertian Stabilitas Pondasi Dangkal
Stabilitas dari suatu pondasi dangkal ditentukan oleh :
1. Kapasitas daya dukung tanah (bearing capacity) dimana konstriksi pondasi dangkal
diletakkan.
Kapasitas daya dukung tanah ini ditentukan oleh :
a. Macam pondasi dangkal
Termasuk dalam butir ini adalah dimensi dan letak pondasi.
b. Sifat-sifat tanah dimana pondasi dangkal diletakkan.
Sifat-sifat tanah, terutama yang ada hubungannya dengan karakteristik indeks dan
karakteristik struktur tanah antara lain :
(berat isi) tanah
c (kohesi)
(sudut geser dalam)

2. Penurunan (settlement) dari konstruksi pondasi dangkal yang terjadi akibat beban struktur
di atasnya.
Di dalam perhitungan penurunan dikenal :
a. Penurunan seketika (immediate settlement)
Penurunan yang diakibatkan oleh elastisitas tanah.
b. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement)
Penurunan yang diakibatkan oleh peristiwa konsolidasi, dimana yang dinamakan
peristiwa konsolidasi adalah peristiwa keluarnya air dari ruang pori partikel tanah.
Dengan melihat kriteria stabilitas dari suatu pondasi dangkall, maka di dalam
perancangan kedua kriteria tersebut perlu diperhatikan dan harus selalu dipenuhi
persyaratannya.
Kedua kriteria stabilitas yang disebutkan tadi adalah untuk perancnagan pondasi
dengan tujuan terhadap sistem pondasinya sendiri. Apabila pondasi terletak pada suatu lereng,
maka tinjauan perlu diperluas dan kriteria stabilitas di dalam perancanagan pondasi perlu
ditambah dengan satu kriteria lagi yaitu : memenuhi harga faktor keamanan tertentu terhadap
kemungkinan longsornya talud (tinjauan kemiringan talud/stability or slope).
Sehingga kalau disimpulkan suatu pondasi dangkal memenuhi kriteria stabilitas jika :
1. Kapasitas daya dukung qult > tegangan kontak yang diakibatkan oleh beban-beban luar.
2. Penurunan pondasi yang terjadi < penurunan yang disyaratkan.
Perlu diterangkan disini lebihlanjut mengenai permasalahan penurunan.
Melihat bentuk terjadinya, penurunan dibedakan atas :

Penurunan seragam (uniform) (Gbr. 1.2)

Penurunan tak seragam (non uniform) (gbr. 1.3)


Terdapat yang dinamakan perbedaan penurunan (differential settlement).
Dengan melihat pada bentuk penurunan yang terjadi maka :
Penurunan seragam
Penurunan yang terjadi Stotal < penurunan yang disyaratkan Ssyarat.
ST < ST Ijin
6

ST

Gbr. 1.2 Penurunan Seragam (uniform)


Penurunan tak seragam
Dua hal yang perlu yaitu penurunan total dan perbedaan penurunan, dimana kedua
penurunan harus memenuhi persyaratan :

Stotal < Ssyarat

; s < syarat

ST2
s
Gbr. 1.3 Penurunan tak seragam (non uniform)

D. TEMBOK PENAHAN TANAH


Tembok penahan tanah adalah suatu konstruksi yang berguna untuk mencegah keruntuhan
tanah yang curam atau lereng yang kestabilannya tidak dapat dipertahankan oleh lereng itu
sendiri.
Macam-macam tembok penahan jika digolongkan menurut cara menimbulkan
kesabilannya :
1) Penulangan tanah secara mekanis.
2) Tembok penahan gravitasi (gaya berat)
3) Tembok penahan kantilever.
4) Tembok penahan dengan jangkar.
Sedangkan menurut bahan yang digunakan :
1) Tembok penahan tanah dari pasangan batu
Tembok ini digunakan jika tekanan tanah aktif di belaknag tembok sangat kecil
sehingga mampu ditahan oleh tembok pasangan batu.
2) Tembok penahan beton tife gravitasi atau semi gravitasi.
Konstruksi ini bertujuan untuk memperoleh kestabilan dan menahan tekanan tanah
di belakangnya dengan berat sendiri dari dinding. Konstruksi ini digunakan jika
tembok digunakan jika tembok penahan tidak terlalu tinggi.
3) Tembok penahan dengan sandaran
Tembok ini merupakan tembok penahan tife kantilever, tapi sandaran diberikan pada
bagian belakangnya untuk memperkuat kestabilan dinding.
4) Tembok penahan tife kantilever.
Tembok penahan yang terdiri atas tembok beton yang berdiri di atas plat lantai.
Kestabilannya diperoleh dari berat sendiri dan tekanan tanah pasif yang berada di
atas tumit plat lantai.
5) Tembok penahan beton bertulang dengan penahan.
Tembok ini hampir sama dengan tembok penahan tifa kantilever, kecuali bahwa
tembok ini dibangun di bawah tanah tertekan untuk mengurangi gaya irisan yang
bekerja pada tembok memanjang dan plat lantai.

Perencanaan Tembok Penahan


Hal pertama dalam perencanaan tembok penahan adalah membuat jelas semua alasan
yang dituntut oleh tujuan yang direncanakan. Dalam mengamati perencanaan juga perlu
dipelajari apakah perencanaan itu dapat dilaksanakan dan dapat mengefisiensi dana
pelaksanaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Beban yang dipakai dalam perencanaan
Beban yang terutama dipakai dalam perencanaan tembok penahan adalah :

Berat sendiri tembok penahan.


Tekanan tanah.
Beban penekanan.
Beban lainnya, mis: gaya apung.
2) Kemantapan tembok penahan.
Kemantapan terhadap longsor/geser.
Dalam hal ini memenuhi :
n

EG
EH

Dimana :
EG

= Berat total konstruksi.

EH

= Tekanan total tanah.

Faktor keamanan.

3) Kemantapan terhadap guling.


Dalam hal ini memenuhi :
n

EG.a
EH .z

Dimana :
EG.a

= Momen total akibat Berat konstruksi.

EH.z

= Momen total akibat Tekanan tanah.

= Faktor keamanan
9

4) Kemantapan terhadap daya dukung pondasi


Dalam hal ini harus memenuhi :
t maks

G
6.e
1
. izin
A
B

Dimana :
tmaks

= Tegangan tanah maksimum.

izin

= Tegangan tanah izin.

= Luas pondasi

= Eksentrsitas

= Lebar dasar pondas

10

BAB II
LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN
1. Perhitungan koefisien tekanan tanah dengan cara Rankine.
2. Perhitungan tekanan tanah.
3. Perhitungan jarak lengan dan momen akibat tekanan tanah.
4. Perhitungan berat tanah dan konstruksi.
5. Perhitungan momen akibat berat tanah
6. Stabilitas dinding
7. Faktor keamanan terhadap dinding.
8. Kontrol terhadap guling
9. Eksentrisitas
10. Tekanan tanah sesungguhnya
11. Perhitungan tekanan tanah secara grafis dengan metode Culeman.
12. Perhitungan momen, geser, normal dan tegangan pada potongan

11

Anda mungkin juga menyukai