Anda di halaman 1dari 3

Diagnosis Stroke

Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999


mengemukakan bahwa diagnosis dapat ditegakkan dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
1. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang
mengerti tentang penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan
dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit, misalnya waktu
kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor-faktor risiko yang
menyertai stroke.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik
umum (yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi,
anemia, paru dan jantung), pemeriksaan neurologis dan
neurovaskuler.
3. Pemeriksaan Penunjang
Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk
membedakan antara stroke hemoragik dan stroke iskemik
diantaranya : Computerized Tomograph scanning (CT Scan),
Cerebral angiografi, Elektroensefalografi (EEG), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium
dan lainnya.
Letak Kelumpuhan
1. Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparese Sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang menyebabkan
kelumpuhan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering
memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan
mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang
berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya
2. Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparese Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang menyebabkan
kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan
dalam komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori visuomotornya
sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat
diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih
banyak menggunakan body language (bahasa tubuh).
3. Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparese)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada dua sisi
yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain. Timbul gangguan
psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegi dupleks,
sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk
digerakkan dan mengalami hiperaduksi.

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap hidup dengan
harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi pendarahan maka
terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan medis yang dilakukan
pada penderita stroke hemoragik meliputi :
1. Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di daerah
superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal. Penentuan waktu untuk
operasi masih bersifat kontroversial. Berdasarkan data mortalitas pasca operasi,
disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah antara 7-9 pasca perdarahan.
Tindakan operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan tindakan berbahaya
karena terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu
tindakan operasi yang dini dapat menimbulkan komplikasi iskemi otak.
2. Tindakan Konservatif
a. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.
Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut adalah
pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan
meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena
apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam iskemia dan kerusakan neuron.
Obat yang di anjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta bloker atau
obat yang mempunyai aksi beta dan alfa bloking (misalnya labetolol), diberikan
secara intravena di kombinasikan dengan deuretika.
Kejang biasanya terjadi pada perdarahan obar sehingga pemberian anti konpulsan
secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikemia tidak diajurkan untuk diberi
difenilhidantoin karena glukosa darah akan meninggi dan kejang tidak terkontrol.
Secara umum antikonfulson yang dianjurkan adalah difenilhidantoin (bolus intravena)
dan diazepam.
b. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial.
Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi, diuretika,
dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling efektif untuk menurunkan hipertensi
intrakranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk mencapai tingkat
hipokapnia antara 25-30 mmHg. Urea intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum
dipakai manitol (0,25-1,0 gr/Kg BB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering
diberikan bersama-sama dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang
mengancam.
Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran
a. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
b. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang

c. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan,
33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan
d. Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada
ukuran hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma
yang massive biasanya bersifat lethal
e. Jika infark terjadi pada spinal cord prognosisnya bervariasi tergantung keparahan
gangguan neurologis dan jika kontrol motorik dan sensasi nyeri yang terganggu
prognosisnya jelek

Anda mungkin juga menyukai