pengikutnya membawa perlengkapan beserta alat-alat pertanian dan bibit tanaman untuk
ditanam di tempat yang baru.
Sesampainya ditempat yang dituju, Rsi Markandya beserta para Pandita atau para
Rsi melakukan yoga samadhi, weda samadhi, melakukan upacara Dewa Yadnya dan Bhuta
Yadnya serta Pratiwi Stawa disertai doa penolak seluruh hama. Selesai melakukan upacara
lalu beliau memerintahkan pengikutnya mulai merambas hutan, menebangi kayu-kayu
mulai dari sebelah selatan menuju ke utara.
Ketika dirasa sudah cukup luas, kemudian Rsi Markandya memerintahkan
pengikutnya menghentikan perambasan. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada
pengikutnya untuk dipergunakan sebagai: sawah,tegalan dan pekarangan rumah.
Demikianlah pengikut Rsi Markandya yang berasal dari Desa Aga ( penduduk
lereng Gunung Rawung Jawa Timur ) menetap di tempat itu sampai sekarang. Ditempat
bekas dimulainya perambasan hutan itu oleh Sang Rsi/Yogi Markandya menanam kendi
(caratan) berisi air disertai 5 jenis logam yaitu: emas, perak, tembaga, perunggu dan besi
yang disebut Panca Datu dan permata Mirahadi ( mirah yang utama ) dengan disertai
sarana upakara selengkapnya dan diperciki Tirta Pangentas ( air suci ). Tempat menanam 5
jenis logam itu diberinama Basuki yang artinya selamat. Kenapa disebut demikian, karena
pada kedatangan Rsi Markandya yang ke dua beserta 4000 pengikutnya selamat tidak
menemui hambatan atau bencana seperti yang dialami pada saat kedatangan beliau yang
pertama. Ditempat itu kemudian didirikan palinggih. Lambat laun di tempat itu kemudian
didirikan pura atau khayangan yang diberi nama Pura Basukian. Pura inilah cikal-bakal
berdirinya pura pura yang lain di komplek Pura Besakih. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa pembangunan pura ditempat itu dimulai sejak Isaka 85 atau tahun 163 Masehi.
Pembangunan komplek pura di Pura Besakih sifatnya bertahap dan berkelanjutan disertai
usaha pemugaran dan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dari masa kemasa.
3.2 Gambaran Umum Pura Agung Besakih
Pura Agung Besakih terletak di Desa Besakih Kecamatan Rendang, Kabupaten
Karangasem. Pura ini berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, oleh
umat Hindu di Indonesia dipandang sebagai pura terbesar dan pusat pemujaan untuk umat
Hindu di Indonesia. Luas kawasan Pura Agung Besakih tidak kurang dari 12 Km 2 dan
terdapat 18 pura pakideh (termasuk Pura Pasar Agung di Selat), 4 Pura Catur Lawa, 13
Pura Pedharman dan 13 Pura Dadia/Paibon. Pura Agung Besakih juga sering disebut
sebagai pusat Kahyangan Jagat karena 4 diantara 18 Pura Pakideh disebut sebagai Pura
Catur Lokapala sebagai wujud kekuasaan Tuhan di empat arah penjuru. Pura Penataran
Agung dipandang sebagai titik tengah dengan palinggih Padma Tiga sebagai sthana Dewa
Ciwa.
Berbagai upacara di Pura Agung Besakih, khususnya di Pura Pakideh didasarkan
atas perputaran waktu sasih, purnama-tilem yang disebut Aci dan Usaba. Upacara
upacara ini ditutup dengan upacara Ngusaba Kadasa, sering disebut dengan Ida Bhatara
Turun Kabeh yang dilaksanakan pada Purnama Kadasa.
3.2 Fasilitas Sanitasi Pura Agung Besakih
Kondisi fasilitas yang dinilai sanitasinya pada Pura Agung Besakih pada saat
wawancara dan observasi yaitu meliputi : bangunan pura, tempat pembuangan sampah,
toilet, air bersih dan tempat penjualan makanan.
a. Bangunan Pura
Bangunan Pura Agung Besakih pada Pura Penataran Agung kondisinya masih
baik dengan bangunannya yang klasik serta sakral terbuat dari batu paras. Pada Pura
Penataran Agung terdapat banyak bangunan yang berbentuk meru dan Pura berada
pada lokasi yang cukup tinggi sehingga untuk menuju Pura harus melewati anak
anak tangga yang cukup banyak. Pada anak tangga belum adanya besi pengaman di
sisi kiri kanannya dan tangga terbuat dari batu, sehingga pada saat hujan tangga akan
menjadi licin. Hal ini cukup berbahaya apabila pengunjung tidak berhati hati dalam
melewati anak tangga. Untuk tetap menjaga kelestarian dan keamanan bangunan pura
perlu dilakukan perawatan secara berkala.
b. Tempat Pembuangan Sampah
Tempat pembuangan sampah di Pura Agung Besakih ketersediaannya sudah
memadai dan sudah diletakkan pada lokasi lokasi strategis. Tempat sampah ini
merupakan punia dari hotel, pemerintah propinsi dan DKP. Pengangkutan sampah
dilakukan oleh DKP. Namun, pada saat observasi kami melihat masih banyak sampah
yang berserakan di Jaba Pura. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran pemedek
dan pengunjung pura untuk ikut menjaga kebersihan pura dengan membuang sampah
di tempatnya. Walaupun sudah adanya pengelolaan sampah yang baik dari pengelola,
permasalahan mengenai sampah ini tetap saja masih terjadi.
Fasilitas kesehatan yang terdekat dari areal Pura Agung Besakih yaitu
Puskesmas pembantu yang berada di Desa Manik Mas dan Puskesmas yang berada di
Kecamatan Rendang. Khusus pada saat ada pujawali, ada P3K yang bergantian berjaga.
P3K ini berasal dari Puskesmas se-Kabupaten Karangasem, dan Rumah Sakit Rumah
Sakit swasta di Bali. Untuk Poliklinik belum tersedia di areal Pura.
Berdasarkan hasil observasi pada fasilitas sanitasi, sistem keamanan yang disediakan
serta fasilitas penunjang lainnya sudah memenuhi syarat. Keseluruhan aktifitas serta fasilitas
yang disediakan berdampak terhadap kesehatan pemedek, pengunjung serta masyarakat
disekitarnya. Oleh karena itu upaya kesehatan wisata sangat penting untuk diperhatikan oleh
para pengelola pura maupun para pemedek dan pengunjung dalam memanfaatkan fasilitas
yang tersedia. Karena permasalahan kesehatan di tempat wisata dapat bersumber dari
fasilitas-fasilitas yang tidak memenuhi syarat sehingga menimbulkan penyakit yang terjadi
karena perjalanan wisata sesuai dengan International Travel and Health 2001 yang
diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) seperti gangguan kesehatan utama
yang dapat diantaranya Gangguan kesehatan karena lingkungan:Travel sickness, Bathing /
diving, Altitude, Heat and humidity, Insect dan Accident serta adanya gangguan kesehatan
karena makanan dan minuman :Diarrhoea dan Viral Hepatitis type A salah satunya oleh
karena tempat sampah yang terbuka.
.
BAB V
Perawatan bangunan pura agar dilakukan secara berkala, sehingga pura dapat tetap
terjaga kelestariannya dan aman bagi pemedek dan pengunjung.
2. Pada fasilitas fasilitas yang masih kurang sesuai agar bisa ditambahkan agar
dapat lebih menjamin keamanan dan kesehatan pemedek dan pengunjung. Seperti
ketersediaan pengaman di sisi kiri dan kanan tangga, sabun dan tisu atau handuk
pada tempat cuci tangan, dan ketersediaan poliklinik.
3. Adanya penertiban bagi penjual makanan agar tidak berjualan di areal parkir dan
mengharuskan pedagang untuk dapat tetap menjaga kebersihan makanan yang
dijual.
4. Adanya sosialisasi dan pemberitahuan bagi pemedek dan pengunjung untuk
membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan. Pemberitahuan bisa
dilakukan dengan pemasangan papan papan larangan dan adanya pengawasan
dari pengelola.
DAFTAR PUSTAKA
Soebandi Ktut. Sejarah Berdirinya Pura Besakih [Internet]. [cited 2015 May 14].
Available from: http://www.senaya.web.id/sejarahpurabesakih.php
Pusat Informasi Pura Besakih. Sekilas Pura Agung Besakih [Leaflet]. 2013