Anda di halaman 1dari 2

Lagu Natal yang Saya Dendangkan

Jinggle Bells Jinggle Bells Jinggle All The Ways

Percaya tidak, saya sudah mengenal lagu ini sejak masih balita. Meskipun saya
bukan penganut nasrani dan lebih banyak diajarkan lagu-lagu shalawat diba oleh
ibu saya, namun lagu itu sudah saya hafal di luar kepala. Yah meski hanya
bagian refferen saja. Pun demikian dengan lagu We wish you Merry Chrismast
and Happy New Year. Atau lagu O Chrismast tree yang bisa saya nyanyikan
dengan fasih. Demikian pula lagu Joy to the World the Lord is come.

Saat kecil, saya belum mengerti apa makna di balik lagu-lagu itu. Yang saya
ingat, karena liriknya yang mudah dan nadanya yang easy listening membuat
anak-anak yang mendengarnya bisa melantunkannya dengan baik. Apapun
agamanya. Lagu-lagu yang dikemas dengan aneka macam instrument dan
terdapat di aneka mainan anak-anak. Mulai dari kotak pensil berpiano, sepeda
roda tiga, mainan pancingan, hingga handpone mainan. Semuanya berlagu natal
selain lagu anak-anak lain seperti Twinkle-twinkle Little Star atau London Bridge
is Falling Down.

Saat ini memang saya tak seperti saat kecil dulu yang dengan polos
menyanyikan lagu-lagu natal. Tentunya dengan semakin mempelajari agama
saya lebih dalam lagi, lagu natal tak bisa saya dendangkan. Namun, saat
perayaan natal tahun ini, saya juga mau tak mau, suka tak suka juga ikut
mendengarkan lagu-lagu natal di berbagai kesempatan. Di balik lagu-lagu natal
tersebut, saya berpikir sebenarnya perayaan ini harus dilewati dengan sukacita
dan penuh semangat. Ya, terutama bagi yang merayakannya. Sesuka cita saat
saya merayakan Hari Raya Idul Fitri atau hari besar islam lainnya.

Tapi, kadang suasana suka cita ini dibumbui oleh hal-hal yang membuat
kebahagiaan itu terganggu. Terutama jika hal tersebut dibumbui aroma politik
atau aroma-aroma tak enak lain. Kalau sudah begini, kadang aneka nada-nada
sumbang pun ikut bergema diantara indahnya alunan lagu-lagu natal. Dan, saya
jadi berpikir dan bertanya bagaimana ya perasaan teman-teman, saudarasaudara yang sedang merayakan natal? Saat beranda jejaring sosial yang
semestinya dipenuhi nuansa natal seperti gambar-gambar sinterklas, pohon
natal, kado, dan aneka pernak-pernak lainnya kini dipenuhi aneka sumpah
serapah, aneka argumen pribadi yang menyerang pihak tertentu. Saya mengerti
memang ini masalah akidah tapi kadang saya cukup menyesalkan cara
penyampaian yang kurang berkenan. Bukankah sesauatu yang disampaikan

dengan cara yang baik dapat dilakukan terlebih dahulu? Saya jadi berpikir, kirakira kalau saya hidup di negara yang mayoritas bukan agama yang saya anut
lalu sebagian besar masyarakat berpolemik masalah hari raya agama saya
dengan cara yang tidak baik, bagaimana ya perasaan saya? Mungkin saya akan
terus bersedih saat mengucapkan takbir Idul Fitri. Sesedih teman-teman dan
saudara saya yang sedang melantunkan lagu-lagu natal.

Kadang kita merasa benar, merasa pintar dan merasa lebih dari yang lain. Tapi,
bukankah kita hidup di tengah-tengah keberagaman. Keyakinan memang tidak
bisa dipaksakan dan memang tegas melarang jika ada penyimpangan. Tapi,
berpolemik dengan cara yang tidak baik juga bukanlah hal yang diajarkan. Oleh
agama apapun.

Selamat bermalam natal bagi yang merayakan.


Selamat bermalam liburan bagi anda semua.
Mohon maaf jika ada kesalahan. Salam.
Mungkin anda suka : Apapun Hari Rayanya, Nasi Kuning Hantarannya

Anda mungkin juga menyukai