Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala (head to too) Sistem Pernafasan

1.2.1 Inspeksi Dada Posterior dan Anterior


Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa faktor.
a.

Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk mendeteksi
bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada
ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan antara sianosis
perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung
atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah
pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan
bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan
oksigen. Pernapasan bekerja adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk
mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata
dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang
jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya
adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.

b. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari
depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada
penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres paru.
Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah
mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan
mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan
menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetapmengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
c.

Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke
satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari
yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung sedikitnya

15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per
menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.
d. Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien
bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila
pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan
Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila
pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan
berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan
napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1 kali
panjang inspirasi.
e.

Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal
kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal.
Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat
diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi dimana
ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah dan
observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi paru
difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada
ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang
disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti fraktur
iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal
yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus
(biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila
selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien
biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu
menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi)
selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal. Biasanya
ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu
napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.

f.

Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum
seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

1.2.2 Palpasi Dada Posterior dan Anterior


Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta
pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu,
vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada
peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil
ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru
pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau
pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien
mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus
taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan
palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat
diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.
1.2.3 Perkusi Dada Posterior dan Anterior
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada
mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara
pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan
(bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang
lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian
tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan
pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa.
Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.
1.2.4 Auskultasi Dada Posterior dan Anterior
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di
atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas dan

menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik
napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun
karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop
dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau
atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara
melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma
toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan
pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa,
cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi
napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a.

bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;

b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;


c.

bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga,
keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih
rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan
ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe
bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar
pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga
terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas
bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan
E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang
mendengar dengan stetoskop dan pasien mengatakan E apa yang didengar orang tersebut
secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila pasien
berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah (1)
terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan
oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.

a.

Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang
terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia,
gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat
terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan
pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi
padajalan napas besar.

b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum pada
banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan
tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks
(udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea
mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c.

Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin ditemukan
pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM).
Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat
bronkus besar oleh tumor atau benda asing.

d. Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan oleh
asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya
pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya
berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau
pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas
setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.

Anda mungkin juga menyukai