Anda di halaman 1dari 2

Ketika kebohongan menjadi suatu yang lumrah di negeri ini, bagaimanakah karakter generasi penerus

bangsa? Selama ini kita melihat, setiap tahun bangsa ini selalu disuguhi dengan pemberitaan di TV
bahwa mulai dari anak SD hingga SMA bahkan dalam ujian SMPTN banyak yang melakukan kecurangan
di dalamnya.
Mari sejenak kita renungkan, data yang menunjukkan Dunia pendidikan ternyata belum

mampu mengimbangi realitas yang terjadi saat ini. Kejujuran semakin tergadaikan dan bahkan
menjadi harga murah yang disepelehkan. Konsep pendidikan Indonesia justru memberikan
warna buram terhadap output yang dihasilkan. Hal ini dapat teramati dalam pelaksanaan Ujian
Nasional (UN). Proses UN memberikan peluang besar untuk melakukan kebohongan dan
kecurangan. Maraknya dugaan kebocoran soal, beredarnya kunci jawaban sebelum ujian, dan
bahkan kasus penyontekan masal kerap terjadi.
Terungkapnya kasus pada tahun 2011 yang lalu, merupakan sebuah cambuk dan sirine
dari krisis kejujuran yang tercipta. Sesuai dengan berita republika.co.id (Kamis, 16 Juni 2011)
Kasus contek massal bermula dari pengakuan Alif pada Siami pada 16 Mei tentang adanya
instruksi guru untuk memberikan contekan kepada teman sekelasnya selama Ujian Nasional SD,
10-12 Mei 2011. Siami kemudian mengadukan pengakuan tersebut kepada Komite Sekolah
setempat. Lantaran menilai tidak mendapat respon memuaskan, Siami kemudian melapor
masalah tersebut kepada Dinas Pendidikan. Masalah tersebut sempat diceritakan Siami ke sebuah
radio swasta lokal setempat. Pasca laporan tersebut, Pemerintah Kota Surabaya membentuk tim
independen untuk mengusut adanya kecurangan selama pelaksanaan UN di SD Gadel 2 pada
Jumat (3/6). Dari temuan tim tersebut, contek massal terbukti terjadi selama pelaksanaan UN di
SD Gadel 2.
Problematika UN juga terjadi di tahun berikutnya. Tandas Saleh Partaonan Daulay (Ketua
Umum PP Pemuda Muhammadiyah) dalam repblika.co.id. (17 April 2013) Setiap kali
dilaksanakan, UN tidak pernah sepi dari masalah. Pada tahun 2012 lalu, publik dikejutkan
dengan adanya pemberitaan tentang kebocoran kunci jawaban UN di Jombang, Jawa Timur.
Menyikapi hal itu, mendikbud kala itu hanya menyatakan akan segera menurunkan tim verifikasi
ke lapangan. Sementara hasil dari verifikasi itu tidak pernah disampaikan ke publik.
Belum lagi di tahun 2013 ini, carut marutnya pelaksanaan Ujian Nasional menandakan
ketidaksiapan penyelenggara, dalam hal ini pihak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Keterlambatan distribusi soal UN dan kurang tertatanya pelaksanaan UN
kali ini memberikan dampak psikologis yang buruk terhadap peserta UN. Jika diurai lebih dalam,
masalah ini sangatlah pelik dan justru menimbulkan banyak kontroversi.
Miris. Memang melihat kenyataan yang sangat memukul batin kita semua. Hal ini terjadi
kemungkinan, bagi sebagian orang persoalan ini bukanlah suatu yang perlu dikhawatirkan.
Namun, nyatanya kebohongan yang diajarkan telah mengakar hingga menjadi suatu kebudayaan
yang sangat susah dihilangkan. Lantas, siapakah yang harus merubah kondisi ini?

Guru adalah seseorang yang dapat mempengaruhi pola pikir peserta didiknya. Sehingga, menjadi
penting bahwa guru berkewajiban untuk mengubah.
Selama ini, kita hanya selalu berpikir bahwa dengan membantu peserta didik dalam ujian
nasional akan membantu mereka untuk dapat lulus atau mendapatkan nilai tinggi. Tapi,
sayangnya hal iniah yang membuat peserta didik manja dan tidak mau belajar. Dan pada
ujungnya melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Ujian nasional saja menyontek,
kenapa tidal untuk ulangan seperti ini seringkali kita mendengarkan

Anda mungkin juga menyukai