Anda di halaman 1dari 10

KOMUNIKASI DAN EMPATI

Disusun oleh:

Yudanti Abigail
102013116
Kelompok A4
Email : Abigail_cholicz@yahoo.com

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Telp. (021) 5657867
Jakarta 2013

Kata Pengantar
Pertama-tama penulis memanjatkan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, ijin dan kuasa-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Komunikasi dan Empati. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA).
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, dalam bentuk berupa data,
petunjuk, bimbingan, saran, maupun dorongan moral dalam pembuatan makalah ini.
Penulis dengan senang hati akan selalu menerima kritik dan saran dari pembaca
terhadap makalah penulis. Akhir kata penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca. Maaf bila ada kesalahan dalam makalah ini. Terima kasih.

Jakarta, 5 Oktober 2013

Penulis

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Berkomunikasi antarpribadi, atau secara ringkas berkomunikasi, merupakan
keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta
menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah
kebutuhan didalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan oleh komunikasi dengan
sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk terampil dalam
berkomunikasi.
Selain berkomunikasi, manusia juga perlu berempati terhadap orang lain yaitu
mengenali dan memahami perasaan orang lain tanpa terbawa atau mengikuti perasaan
kepentingan orang lain. Diperlukan juga menghayati dan memposisikan diri sendiri di
tempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran, perasaan serta keinginan orang lain
sehingga dalam komunikasi empatif, apa yang dikomunikasikan dapat saling
memengaruhi dan respon yang diberikan pada komunikasi yang dilakukan dapat berjalan
dengan lancar.
B. Skenario A
Dalam mengunjungi panti werdha, seorang mahasiswa mendapat kesempatan
untuk mewawancarai seorang nenek berusia 80 tahun yang sudah sering lupa dan
pendengarannya sudah berkurang. Apa yang harus dilakukan mahasiswa itu?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah yaitu supaya dapat menguasai dan memahami
pembahasan mengenai Komunikasi Empati serta dapat menerapkannya dengan baik.

Bab II
Isi
A. Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui

Tidak ada
B. Rumusan Masalah
Cara seorang mahasiswa berkomunikasi dan berempati dengan nenek berusia 80 tahun
yang sudah sering lupa dan pendengarannya sudah berkurang.
C. Analisis Masalah
Wawancara nenek yang sering lupa dan pendengarannya berkurang

Komunikasi Empati

Upaya & merabarasakanan


Sifat

Verbal

Hal yang diperlukan

Non verbal

D. Hipotesis
Tindakan yang dilakukan mahasiswa terhadap seorang nenek yang berusia 80
tahun yang sering lupa dan pendengarannya sudah berkurang adalah dengan
menggunakan komunikasi yang empatif.

E. Pembahasan
Komunikasi Empati
Komunikasi berasal dari bahasa latin : commune. Istilah ini bersumber dari kata
communis yang berarti sama. Sama yang dimaksudkan adalah kesamaan makna atau
arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan

yang disampaikan oleh komunikator (pemberi pesan) dan diterima oleh komunikan
(penerima pesan).4 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti komunikasi adalah
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara
yang tepat sehingga pesan tersebut dapat dipahami.
Empati sebagaimana dikemukakan pertama kali pada 1909 berasal dari bahasa
Latin em dan pathos yang artinya feeling into. Lima puluh tahun kemudian hal tersebut
dibahas pada ilmu psikososial dan psikoanalitik, bagaimana seseorang dapat merabarasakan dirinya sebagai orang lain dengan tetap obyektif tanpa menyertakan emosi diri.
Sebagai dokter kita wajib berempati, mau dan mampu merabarasakan pikiran, pikiran,
sikap dan perilaku pasien, tanpa melibatkan emosi diri. Bayangkan apabila kita yang
menjadi pasien, merasakan fisik, pikiran, dan emosi tidak sehat, keinginan diperlakukan
dengan kasih sayang dan empati, pandangan, dan harapan tentang kesembuhan. Dengan
demikian komunikasi bukanlah hal yang mudah bagi dokter-pasien. Keterampilan
komunikasi dengan kesetaraan, dilandasi empati disebut komunikasi efektif.
Komunikasi tersebut lebih menjamin pesan (isi komunikasi) tersampaikan dan
dimengerti sehingga tujuan menggali informasi, menetapkan diagnosis, dan pengobatan
lebih tepat, efektif, dan efisien.1,3,5
Sifat Komunikasi
Sifat komunikasi dapat diidentifikasi berdasarkan cara pesan yang disampaikan.
Apakah disampaikan secara langsung atau melalui dia tertentu. Menurut Potter dan Perry
(1987) pesan dapat disampaikan melalui dua cara paling mendasar yaitu verbal dan
nonverbal. Komunikasi verbal yaitu komunikasi yang dilakukan melalui ucapan lisan
termasuk penggunaan tulisan. Sedangkan komunikasi nonverbal dapat dilakukan melalui
posisi tubuh tertentu, sentuhan tangan, pengaturan jarak, isyarat tertentu, ekspresi raut
wajah, gerakan tubuh, pakaian, dan perlengkapan atau perhiasan yang digunakan. (Potter
dan Perry, 1987; Kipling, 1994). Biasanya, dua cara tersebut sering dilakukan bersama
selama hubungan antarindividu berlangsung.2 Berikut ini kita akan lebih membahas
mengenai kedua masalah tersebut:
1. Komunikasi verbal
Potter dan Perry menyatakan bahwa komunikasi verbal termasuk penggunaan
kata-kata

atau

tulisan.

Bahasa

yang

digunakan

seseorang

biasanya

mengisyaratkan arti khusus yang kadang hanya dimengerti oleh komunitas


tempat individu berada. Sehingga dengan bahasa yang diucapkan, atau dituliskan,
kita dapat menebak seseorang berasal dari komunitas mana. Komunikasi verbal

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu denotative and connotative


meaning (Kemaknaan), vocabulary (perbendaharaan kata), pacing (kecepatan),
intonation (nada suara), clarity dan brevity (kejelasan dan keringkasan), dan
timing and relevance (waktu dan relevansi).2
2. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal merupakan perilaku yang diperlihatkan individu ketika ia
menyampaikan isi verbal yang meliputi ekspresi wajah, kontak mata, diam, suara
pengingat seperti uh huh, ruang, waktu, batasan, dan gerakan tubuh.
Komunikasi nonverbal dianggap lebih akurat. Komunikasi nonverbal meliputi
pikiran bawah sadar yang memperlihatkan emosi yang berhubungan dengan isi
verbal, situasi, lingkungan, dan hubungan antara pembicara dan pendengar.7
Komunikasi nonverbal terdiri dari:
a. Gerak-isyarat tubuh/gesture
Dapat berupa gerakan tubuh, gerakan mata, cara menatap, ekspresi wajah,
menjadi cermin dan sebagainya.
b. Posisis/potition
Dapat berupa jarak terlalu dekat/jauh, berhadapan, menyamping, siku dan
sebagainya.
c. Sikap tubuh
Dapat berupa santai, wibawa, tegang dan sebagainya.
d. Paralinguistik
Dapat berupa hembusan nafas, perubahan tinggi nada, perubahan keras
suara, kelancaran suara, senyum yang dipaksakan dan sebagainya.
Penting diperhatikan:
a. Kualitas suara
Kualitas suara dapat berupa keras, pelan, hangat, ramah dan kasar.
b. Sentuhan
c. Pakaian
d. Aroma tubuh
Knapp dan Hall (1992) membuat daftar cara pesan nonverbal menyertai pesan
verbal:
Aksen: sorot mata, gerakan tangan
Komplemen: pandangan aneh, mengangguk
Kontradiksi: mata berputar-putar untuk menunjukkan bahwa makna pesan

berlawanan dengan yang dikatakan


Pengaturan: mengambil napas dalam menunjukkan kesiapan berbicara,
menggunakan dan uh untuk menandakan keinginan melanjutkan

pembicaraan
Pengulangan: menggunakan perilaku nonverbal untuk menambah pesan
verbal, misalnya mengangkat bahu setelah mengatakan Siapa tahu?

Pengganti: gerakan tubuh yang ditentukan secara budaya, yang mewakili


kata-kata, misalnya menggerakkan lengan ke atas dan ke bawah dengan
tangan mengepal untuk menunjukkan keberhasilan

Dalam skenario A, mahasiswa tersebut selayaknya menggunakan komunikasi verbal


serta nonverbal seperti berbicara dengan intonasi yang naik dan mendekat ke telinga
atau posisinya mendekat ke nenek tersebut sambil menggunakan gerakan tangan dan
menampilkan ekspresi wajah untuk dapat memudahkan nenek tersebut dalam
memahami komunikasi yang disampaikan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan
baik dan lancar meskipun nenek tersebut mengalami pendengaran yang kurang dan
sering lupa.
Hal yang diperlukan sebagai dasar dalam komunikasi
Ada hal yang perlu kita jadikan sebagai dasar sebelum memulai suatu proses
komunikasi, yaitu:
1. Mendengar aktif
Dalam berkomunikasi dokter tidak hanya berbicara dan memberikan informasi saja
tetapi perlu juga mendengarkan yang diucapkan pasien sehingga terjadi komunikasi
dua arah. Untuk mencapai itu, seorang dokter perlu memahami seni mendengar.6
Hal yang diperhatikan dalam mendengar aktif, yaitu:
Mendengarkan masalah pasien
Memberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan

untuk dapat menerima masalah yang tidak bisa diubah


Membantu pasien mengungkapkan perasaannya
Memahami perasaan pasien
Membuka telingan dan menjaga pembicaraan

Dalam mendengar secara aktif, pendengar secara aktif mengkonfirmasikan


pemahamannya sebelum memberikan tanggapan.
2. Terampil berdialog
Terampil berdialog artinya kita menjalankan komunikasi secara dua arah dan terbuka.
Dalam terampil berdialog, kita harus dapat menghindari sikap menghakimi,
mengeritik, mengalihkan perhatian, menggurui, sok moralis dan menggunakan istilah
yang tidak dimengerti. Selayaknya kita bersifat netral terhadap apa yang di
sampaikan pembicara.
3. Memahami perasaan

Dalam berkomunikasi, kita harus dapat memahami perasaan diri sendiri dan lawan
bicara. Kita harus dapat memahami apa yang sedang dirasakan pasien. Apakah pasien
tersebut sedang gembira, sedih, kesal, marah atau yang lainnya.
4. Mengendalikan emosi
Mengendalikan emosi berarti kita harus sabar memberikan waktu kepada pasien
dalam berbicara sesuai irama berbicaranya, berpikir tentang apa yang akan
dibicarakan dan memberi waktu kepada pasien untuk hening sejenak.
5. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menghayati perasaan orang lain tanpa larut
didalamnya. Individu yang berhasil menumbuhkan empati dalam dirinya dapat
merasakan perasaan seseorang dan mampu memberikan respon yang sesuai.
Dalam skenario A, agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, mahasiswa perlu
belajar untuk mendengar aktif apa yang dikatakan nenek tersebut dengan cara memberi
kesempatan kepada nenek tersebut dalam menceritakan apa yang dirasakannya dan
mengerti apa yang dibicarakan nenek tersebut serta terampil dalam berdialog dengan
nenek tersebut dengan cara tidak mengkritik serta mengguruinya. Mahasiswa juga perlu
untuk memahami perasaan nenek serta senantiasa sabar dalam menunggu nenek tersebut
berbicara dan mau mengulangi perkataan atau pertanyaan yang sulit didengar nenek
tersebut karena keterbatasannya dalam hal mendengar dan mengingat. Oleh karena itu
mahasiswa tersebut perlu untuk berempati atau dengan kata lain berupaya menghayati
dan memposisikan diri di posisi nenek tersebut, sehingga dapat memberikan respon
yang sesuai dan memperlakukan nenek tersebut dengan baik.
Upaya Empati
Dalam berkomunikasi, diperlukan empati yang terdiri dari tiga upaya, yaitu:
1. Upaya/kemampuan kognitif: mengerti kebutuhan pasien
2. Upaya/kemampuan afektif: peka akan perasaan pasien
3. Upaya/kemampuan perilaku: memperlihatkan/menyampaikan empati kepada
pasien
Merabarasakan
Sikap merabarasakan yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menghormati
Sopan
Sabar
Ramah
Informatif
Tulus
Kasih sayang dan sebagainya

Dalam skenario A, mahasiswa perlu untuk memiliki kemampuan kognitif yaitu


mengerti apa yang dibutuhkan nenek tersebut dalam berkomunikasi seperti
kebutuhan akan perhatian yang penuh dan waktu untuk mendengar apa yang ia
katakan serta kebutuhan akan pengulangan terhadap pembicaraan yang kurang di
dengar nenek tersebut. Kemampuan afektif juga diperlukan mahasiswa untuk peka
akan perasaan nenek tersebut. Dengan peka akan perasaan nenek, mahasiswa dapat
menyesuaikan serta menjaga perasaan nenek agar tidak menyakiti hati nenek dan
memberikan respon yang diharapkan oleh nenek tersebut. Misalnya perasaan nenek
yang sedih karena keterbatasannya dalam mendengarkan dan mengingat. Sedangkan
kemampuan perilaku dapat diterapkan atau diperlihatkan oleh mahasiswa dengan
menghormati, sabar, kasih sayang, ramah, sopan kepada nenek dan menyampaikan
perasaannya yang empati dengan baik kepada nenek tersebut.

Bab III
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan kasus pada skenario A, dapat disimpulkan bahwa nenek yang berusia 80
tahun tersebut sering lupa dan pendengarannya berkurang. Oleh karena itu, dalam
melakukan proses wawancara, mahasiswa tersebut harus terlebih dahulu mengenal dan
memahami hambatan yang ada pada nenek dan brusaha mendekatkan diri kepada nenek
dengan komunikasi empati. Dengan melakukan komunikasi empati, nenek tersebut akan
merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan mahasiswa yang telah mengerti dan
memberikan respon yang sesuai/diharapkan oleh nenek tersebut sehingga tercipta
komunikasi yang lancar dan harmonis.

DAFTAR PUSTAKA
Ali M, Sidi, IPS (editor). 2006. Manual Komunikasi Dokter Pasien. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
Arwani. 2002. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC
Bensing J. Doctor-Patient Communication and the Quality of Care. Sos Sci Med.
1991;32(1):1301-10
Guntar N, Salmon JS, Desriaman S, Willem S, William G, Judin PT. 2001. Who am I,
Komunikasi Empati, Kom. Dokter-Pasien. Bahan Kuliah. Jakarta : FK UKRIDA
Majalah Kedokteran Indonesia, volum: 59, Nomor: 4, April 2009
Soetjiningsih. Modul Komunikasi Pasien-Dokter: Suatu pendekatan Holistik. Jakarta:
EGC.h.14
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.h.138

Anda mungkin juga menyukai