Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

Pruritus pada Pasien Hemodialisis


Eva Roswati
Divisi Nefrologi dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRA
K
Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluhkan pruritus.
Pruritus didefnisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau
rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis
dan biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani dialisis. Penyebab pruritus belum diketahui jelas.
Pengobatan berupa mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi hemodialisis), mengobati anemia penyakit kronik, perbaikan
kadar mineral, terutama bila kalsium dan fosfat <55 mg/dL, emolien, antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB, dan/ atau
antagonis opiat.
Kata kunci: pruritus, hemodialisis, dialisis
peritoneal

ABSTRA
CT
Approximately 60-80% of dialysis patients (either hemodialysis or periotenal dialysis) complained pruritus. Pruritus is
defned as an itchy sensa- tion for at least 3 periods within 2 weeks which causes disorder or itchy sensation occured
regularly for more than 6 weeks. Pruritus is generally experienced around 6 weeks after the beginning of dialysis and
usually worsened proportionally with the duration of dialysis. The certain cause of pruritus is still unknown. Treatment
includes optimalization of dialysis dose (hemodialysis adequacy), treatment of chronic disease anemia, correction of
mineral level, especially if calcium and phosphate <55 mg/dL, emolient, antihistamin, topical capsaicin, UVB light, and/or
opiate antagonist.
Key words: pruritus, hemodialysis, peritoneal
dialysis

PENDAHULU
AN
Pruritus merupakan keluhan
yang
paling sering terjadi pada pasien
hemodialisis. Hampir 60-80% pasien
yang
menjalani
dialisis
(baik
hemodialisis
maupun
dialisis
peritoneal) mengeluhkan pruritus.1-6
Pruritus didefnisikan sebagai
rasa
gatal setidaknya 3 periode dalam
waktu 2 minggu yang menimbulkan
gangguan, atau rasa gatal yang
terjadi
lebih dari 6 bulan secara
teratur. Pruritus umumnya dialami
sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan
biasanya makin meningkat dengan
lamanya pasien menjalani dialisis.13
Kejadian pruritus tidak berhubungan
dengan usia, jenis kelamin, suku atau
penyakit
penyerta.
Pruritus
bisa

dikeluhkan
setiap
saat
(konstan), atau
hilang
timbul
(episodik).4-8
Beberapa
pasien
mengeluhkan pruritus di
bagian
tubuh
tertentu
(terlokalisasi),
sementara
yang lain di seluruh tubuh
(menyeluruh).
Bila
terlokalisasi,

biasanya di lengan atas dan punggung bagian atas.


Meskipun telah dilakukan penelitian, penyebab
yang jelas ataupun terapi yang tepat belum
diketahui. Kondisi kulit lain yang juga sering timbul
pada pasien hemodialisis (tabel 1) antara lain kulit
kering
(xerosis)
dan
diskolorasi
kulit
(hiperpigmentasi).3
Makalah ini hanya membahas
tentang pruritus.

ETIOLOGI
Uremia merupakan penyebab metabolik pruritus
yang paling sering. Faktor yang mengeksaserbasi
pruritus termasuk
panas, waktu malam hari
(nighttime), kulit kering dan keringat.
Penyebab
pruritus pada penyakit ginjal tidak jelas dan
dapat multifaktorial. Sejumlah faktor diketahui
menyebabkan pruritus uremik namun etiologi spesifk
pada umumnya belum diketahui pasti. Beberapa
kasus pruritus lebih berat selama atau setelah dialisis
dan dapat berupa reaksi alergi terhadap
CDK-203/ vol. 40 no. 4,
th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
heparin,
eritropoietin,
formaldehid,
atau asetat. Pada
pasien
tersebut,
penggunaan
gamma
raysterilized
dialiser,
diskontinuasi
penggunaan
formaldehid, mengganti
cairan
dialisat
bikarbonat
dan
penggunaan
dialisat rendah
kalsium dan magnesium dapat
menghilangkan rasa gatal. Reaksi
eksematosa terhadap
cairan
Alamat korespondensi

antiseptik,
sarung
tangan karet
atau
komponen
jarum
punksi, jarum punksi
atau
cellophane
sebaiknya
juga
dipertimbangkan.14, 15
Penyebab pruritus lain
termasuk di antaranya

adalah hiperparatiroid sekunder, dry


skin (disebabkan atrof
kelenjar
keringat), hiperfosfatemia
dengan
meningkatnya deposit kalsium-fosfat
di kulit dan pe- ningkatan produk
kalsium-fosfat,
dialisis inadekuat,
meningkatnya kadar
2mikroglobulin,
anemia
(atau
manifestasi defsiensi eritropoietin),
neuropati perifer,

email: er2411@gmail.com

CDK-203/ vol. 40 no. 4,


th. 2013

Tabel 1 Manifestasi kulit sekunder akibat penyakit


ginjal12, 13
Nonspesi
fik
Pruritus
Xerosis
Acquired ichthyosis
Pigmentary alteration
Pallor (secondary to anemia)
Hyperpigmentation
Dyspigmentation (yellow tint)
Infections (fungal, bacterial,
viral) Purpura

Borderli
ne
Acquired perforating
dermatosis
Calciphylaxis
Metastatic calcification
Blistering disorders
Porphyria cutanea
tarda Pseudoporphyria
Eruptive xanthomas
PseudoKaposis sarcoma

kadar
alumunium
dan
magnesium yang tinggi, peningkatan
sel mast, xerosis, anemia defsiensi
besi,
hipervitaminosis A
dan
disfungsi imun.
PATOGENESIS1-6,

8-

10, 12-15

Patofsiologi pruritus pada pasien dialisis


masih belum diketahui. Keluhan
pruritus diperkirakan berhubungan
dengan pelepasan histamin dari sel
mast di kulit. Persepsi pruritus dibawa
oleh sistem saraf pusat melalui jalur
neural yang berhubungan
dengan
reseptor opioid. Namun, mekanisme
uremia menginduksi pruritus belum
diketahui jelas,
mungkin karena
disekuilibrium metabolik.
Menarik
diperhatikan bahwa pruritus tidak
terjadi pada pasien gagal ginjal akut,
sehingga kadar blood urea nitrogen (BUN)
dan kreatinin bukan menjadi penyebab
satu-satunya pruritus.
Berikut
ini beberapa mekanisme
yang menyebabkan pruritus:

Xerosis
Xerosis merupakan masalah kulit yang
sering terjadi (60% - 90%) pada
pasien
dialisis yang
memicu
terjadinya pruritus uremia. Xerosis
atau dry skin akibat atrof kelenjar
sebasea,
gangguan fungsi sekresi
eksternal, dan
gangguan hidrasi
stratum korneum. Skin dryness pada
pasien
dialisis
yang
pruritus
mempunyai hidrasi lebih
rendah
dibandingkan pasien dialisis tanpa
keluhan pruritus (Morton et al)
Berkurangnya
eliminasi
transepidermal faktor pruritogenik
Secara teori, akumulasi senyawa

Spesifik
Nephrogenic systemic fibrosis
Dialysis-associated steal
syndrome Metastatic renal cell
carcinoma Dialysis-related
amyloidosis Arteriovenous shunt
dermatitis Uremic frost

pruritogenik yang tidak


terdiaisis
dapat
menimbulkan
efek
sensasi gatal di saraf
pusat
ataupun
di
reseptor.
Senyawa
pruritogenik
di
antaranya
vitamin A,
hormon
paratiroid
dan
histamin yang
berpotensi
menimbulkan pruritus.
Namun
tidak
ada
bukti
yang
mendukung
bahwa
senyawa-senyawa
tersebut
menyebabkan

Histamin, basofl, trombosit, dan sel mast


peritoneal serta bronkial telah dikenal sebagai

pemicu rasa gatal pada kulit yang


alergi.
Pelepasan
histamin
dipicu oleh
substansi P, neurotransmiter yang
terlibat
dalam sensasi rasa gatal.
Kadar histamin yang meningkat telah
dilaporkan pada pasien uremia, namun
hubungan antara kadar
histamin
dengan derajat
pruritus masih
belum jelas.
Reaksi flare
akibat
histamin
sangat
sedikit
pada
pasien uremia dibandingkan pasien
normal,
pruritus uremik.
Kadar plasma vitamin A
meningkat pada pasien dialisis, tetapi tidak ada
hubungan
antara kadar plasma vitamin A
dengan derajat
pruritus;
bahkan autopsi
menunjukkan
bahwa kadar
vitamin A di
organ-organ tubuh sama atau lebih rendah
pada pasien uremia dibandingkan pasien yang
tidak uremia. Senyawa pruritogenik lain adalah
interleukin-1, yang dikeluarkan setelah kontak
antara
plasma
dengan
membran
hemodialisis yang bioinkompatibel. Interleukin-1
mempunyai efek proinfamasi di kulit dan secara
teori dapat menyebabkan rasa gatal.
StaleBackdahl menyatakan hipotesa bahwa pruritus
uremik dapat disebabkan oleh proliferasi
abnormal serabut saraf sensorik yang dikenal
sebagai neuropati uremik. Stale menemukan
serabut saraf dan saraf terminal tersebar di
lapisan
epidermis pasien dialisis.
Namun,
laporan terbaru menyatakan
tidak
ada
perbedaan
distribusi serabut saraf sensorik
enolase-positip
antara pasien normal dengan
pasien uremik. Marker infamasi seperti C-reactive
protein dan interleukin-6 dilaporkan
juga
meningkat pada pasien pruritus uremik.

Hiperparatiroid
Hiperparatiroid dapat
menstimulasi sel mast
untuk melepaskan
histamin
dan dapat
menyebabkan mikropresipitasi
garam kalsium
dan magnesium di kulit. Namun, tidak semua
pasien hiperparatiroid berat mengalami pruritus.
Suatu studi pernah melaporkan pruritus dapat
hilang
sama
sekali
setelah
tindakan
paratiroidektomi.
Lebih lanjut diketahui tidak
ada hubungan antara kadar
PTH (parathyroid
hormone) plasma dengan proliferasi sel dermal,
juga tidak ada perbedaan jumlah sel mast atau
kadar
PTH antara pasien dengan atau tanpa
pruritus.

Hiperkalsemia
Hiperfosfatemia
Peningkatan kadar histamin

dan antagonis histamin biasanya tidak


efektif mengurangi pruritus uremik. Jadi,
sangat tidak mungkin bahwa histamin
berperan sebagai patogen utama pruritus.

Peningkatan kadar serotonin (5hidroksi- triptamin [5-HT3])


Masih menjadi perdebatan
dalam
terjadinya pruritus uremik.
Peningkatan proliferasi sel mast di kulit
Pada pasien uremia, jumlah sel mast
dermis meningkat, dan kadar histamin
dan triptase plasma lebih tinggi pada
pasien dengan pruritus uremik berat.
Neuropati sensorik uremik
Pruritus uremik merupakan sensasi
gatal dari
neuropati dan neurogenik.
Pruritus ditransmisikan melalui serabut
C di kulit. Stimulan serabut C meliputi
sitokin, histamin, serotonin, prostaglandin,
neuropeptida, dan enzim. Sensasi gatal
neuropati dapat berasal dari
kerusakan
sistem
saraf di
sepanjang jalur
afferen, contohnya neuralgia postherpetik dan infeksi HIV. Sensasi gatal
yang berasal
dari
sentral
tanpa
kerusakan neuron diistilahkan sebagai
neurogenik, contohnya kolestasis
dan
pemakaian opioid eksogen. Pada nyeri
neurogenik, dijumpai peningkatan tonus
opioidergik
akibat akumulasi opioid
endogen.11
Stahle-Backdahl
menyatakan
bahwa
pruritus uremik dapat disebabkan oleh
proliferasi abnormal serabut saraf
sensorik.
Studi lain atas 24 pasien
uremik
dan
10
subjek
normal
menunjukkan tidak terdapat perbedaan
antara kedua
kelompok
dalam
distribusi serabut saraf, namun diketahui
terjadi pengurangan jumlah
serabut
saraf terminal
kulit
pada pasien
uremik sehingga inervasi kulit secara
nonspesifk berubah pada kebanyakan
pasien gagal ginjal kronik, mungkin akibat
neuropati yang terjadi.

Tabel 2 Pilihan terapi pruritus


uremik 6
Topical treatment

Skin emollients

Capsaicin
Physical treatment

Phototherapy (Ultraviolet)

Acupuncture
Systemic treatment

Low-protein diet

Primrose oil

Lidocaine and mexiletine

Opioid antagonists

Active charcoal

Cholestyramine

Parathyroidectomy

Thalidomide

Nicergoline

Nalfurafine
Dyalisis-related treatment

Efficient dialysis

Erythropoietin

Kidney transplantation

Middle molecule theory: eksistensi


senyawa pruritogenik terakumulasi
karena
tidak terdialisis akibat ukuran
molekulnya.
Namun suatu studi
melaporkan bahwa pruritus lebih
sering terjadi pada pasien dialisis
dengan Kt/V
tinggi;
karena
perhitungan tersebut berdasarkan
bersihan (clearance) molekul kecil,
memberikan bukti terhadap middle
molecule theory.4

Teori
imunitas yang
mengemukakan bahwa pruritus uremik
adalah
suatu
penyakit
infamasi
sistemik dibandingkan kelainan kulit

lokal.14,
15

Teori lain adalah opioid dapat


menstimulasi serabut C. Hipotesis
sistem
opioid
adalah
bahwa
pruritus uremik disebabkan oleh
overekspresi reseptor opioid di sel
dermis dan limfosit.13
MANIFESTASI KLINIS DAN
DIAGNOSIS Pruritus sering
dirasakan di seluruh tubuh paling
dominan di punggung.
Pruritus
biasanya makin dikeluhkan selama
dialisis dan seperempat pasien
mempunyai keluhan saat dan pada
akhir dialisis.
Pruritus uremik merupakan diagnosis
eksklusi sehingga penyebab pruritus
lain pada pasien yang
menjalani
dialisis harus
dieksklusi terlebih
dahulu. Biopsi kulit pada pasien
pruritus
uremik biasanya
tidak
memuaskan. Ekskoriasi
akibat
garukan
berulang
dapat
menyebabkan kondisi
dermatologi
lain

seperti
likhen
simpleks,
nodularis
dan
papula
(folikulitis
perforatif )
hiperkeratosis folikular.

prurigo
keratotik
dan

Keluhan
pruritus
digolongkan
berdasarkan
derajat
keluhan,
frekuensi, dan distribusinya. Sistem
skor yang diperkenalkan oleh Duo,
kemudian
dimodifkasi
oleh
Mettang dan Hiroshige, seperti berikut
ini4,6:
Skor
derajat
pruritus:

skor 1: gatal tanpa


garukan
skor 2: gatal dengan garukan
tanpa ekskoriasi
skor 3: gatal dengan garukan
terusmenerus
atau
dengan
ekskoriasi

skor 4: gatal menyebabkan


kegelisahan total;
Skor
distribusi
pruritus:
skor 1: gatal di satu lokasi
tubuh
skor 2: gatal tersebar di beberapa
lokasi tubuh

skor 3: gatal
menyeluruh;
Skor
frekuensi
pruritus:
skor: setiap 4 episode (masingmasing episode <10 menit) atau
satu episode gatal (>10 menit)
mempunyai skor 1 poin, maksimal
4
poin.
Beberapa
peneliti
melaporkan
keluhan pruritus berdasarkan intensitas
(absen, ringan, berat) dan frekuensi
(absen, kadang-kadang, setiap hari).
Namun, kebanyakan keluhan pruritus
hanya dibedakan berdasarkan ada
atau tidaknya pruritus.
TERA
PI
Penyebab pruritus uremik pada
pasien penyakit ginjal kronik
dan
dialisis yang mirip kelainan kulit
primer (seperti
urtikaria, psoriasis,
dermatitis atopik), penyakit hepar
(seperti hepatitis), dan
kelainan
endokrin (seperti hipotiroid, diabetes
mellitus) sebaiknya dieksklusi terlebih
dahulu.
Pruritus
biasanya

mempengaruhi pola tidur pasien


dan status psikologis, sehingga

sebaiknya
diterapi
dengan adekuat.

Gambar 1 Perubahan kulit pada pasien pruritus uremik. (a) Garukan di lengan tempat fstula. (b) Luka
parut di bahu dan punggung seorang pasien wanita dengan hemodialisis. (c) Prurigo nodularis dengan
ekskoriasi dan superinfeksi di lengan atas seorang pasien dengan dialisis peritoneal. (d) Penyakit Kyrles di
punggung seorang pasien hemodialisis.

14

Terapi defnitif pasien dialisis dengan


pruritus uremik yang berat adalah
transplantasi
ginjal.
Penelitian
sebelumnya
melaporkan
pruritus
umum hilang setelah transplantasi
ginjal. Bagi
pasien yang
tidak
dapat melakukan transplantasi atau
masih menunggu, pengobatan yang
berhubungan ataupun

berfungsi sebagai mediator nyeri dan


impuls rasa gatal dari perifer ke
sistem saraf pusat. Efek farmakologik
terutama deplesi substansi P dari
neuron sensorik.
Dari
penelitian,
pemberian krim capsaicin 0,025 % lebih
efektif secara bermakna dibandingkan
plasebo.
dan/ atau
opiat.

antagonis

Pendekatan
berikut
bisa
menjadi
panduan
dalam
mengobati
pasien
dengan pruritus uremik
(Skema 1):

Skema 1 Penanganan
hemodialisis2, 14

pruritus

pada

pasien

tidak
berhubungan
dengan
prosedur dialisis dapat meringankan
keluhan pruritus. Pengobatan tersebut
di antaranya :4
Mengoptimalkan
dosis dialisis
(adekuasi hemodialisis):
Terapi dialisis yang optimal akan
memperbaiki efkasi dialisis dan status
nutrisi pasien yang selanjutnya akan
mengurangi
prevalensi dan derajat
keparahan
pruritus
uremik.
Penggunaan
membran
hemodialisis yang biokompatibel
juga
mempunyai
efek
menguntungkan. Kontrol konsentrasi
plasma kalsium
dan fosfor
yang
adekuat
dengan
penggunaan
konsentrasi
dialisat rendah kalsium
dan magnesium dalam jangka pendek
akan mengurangi
keluhan keluhan
pruritus di beberapa studi kecil.

Mengobati anemia penyakit


kronik
Perbaikan kadar mineral, terutama
mempertahankan serum kalsium dan
fosfat
<55mg/
dl.
Selain itu dapat diberikan emolient,
antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB,

Berikut akan dibahas mengenai efkasi masingmasing obat.

Antihistamin
Antihistamin mempunyai efkasi yang terbatas dan
tidak berbeda dibandingkan
emolien.
Antihistamin generasi terbaru belum pernah
diujicobakan pada pruritus uremik. Ketotifen (2-4
mg/hari), suatu penstabil sel mast dilaporkan
bermanfaat mengurangi keluhan pruritus uremik
dari suatu studi kecil.

Emolien
Emolien efektif pada pruritus uremik.
Dari
penelitian terhadap 21 pasien pruritus uremik,
pemberian emolien regular mengurangi keluhan
pada 9 pasien (43%). Terapi bath oil yang
mengandung polidokanol,
suatu campuran
komponen monoeter laurilalkohol dan makrogol,
nampaknya bermanfaat bagi beberapa pasien.

Capsaicin topikal4,7
Capsaicin (trans-8-metil-N-vanilil-6- nonenamida),
suatu
alkaloid alami
yang terdapat
di
berbagai spesies Solanacea, diekstraksi dari red chili
pepper dan telah banyak digunakan untuk terapi
pruritus.
Capsaicin efektif menghilangkan
pruritus uremik melalui inhibisi neuropeptida,
substansi
P.
Substansi
P
merupakan
neuropeptida yang

Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mengurangi
keluhan
pruritus melalui mekanisme yang
belum jelas. Penelitan 18 pasien pruritus
berat yang persisten
mendapatkan
keluhan
pruritus berkurang secara
bermakna pada pasien yang mendapat
sinar spektrum. Penelitian lainnya pada
14 pasien yang mendapat terapi sinar
UVB (panjang gelombang 280-315 nm)
selama
2
bulan,
8
pasien
melaporkan
pengurangan intensitas gatal sebesar
30%. Durasi efek antipruritus terapi
UVB
3
kali
seminggu bervariasi,
namun
dapat
bertahan selama
beberapa bulan. Penggunaan UVB
dalam jangka panjang dikontraindikasikan
pada pasien dengan kulit putih (skin
phototypes I dan II) serta efek karsinogenik
dari radiasi UV tetap harus menjadi
perhatian.
Antagonis opioid4,12-14
Nalfurafne
efektif menghilangkan
keluhan
pruritus.
Setelah
pemberian
nalfurafne selama
2-4 minggu, memberikan hasil keluhan
gatal, intensitas gatal dan gangguan tidur
menjadi berkurang. Studi terbaru pada
144 pasien, keluhan pruritus, ekskoriasi,
dan gangguan tidur berkurang secara
signifkan pada pasien yang mendapat
nalfurafne
IV
tanpa efek samping
yang berlebihan dibandingkan plasebo.
Naltrexone,
antagonis reseptor opiod,
juga efektif untuk terapi pruritus uremik
dari studi
15 pasien dialisis. Namun pada studi
yang
lebih
besar,
tidak
dijumpai
perbedaan efkasi yang bermakna terapi
naltrexone (50 mg/hari) selama 4 minggu
dibandingkan plasebo.
Butorfanol intranasal4
Suatu agonis reseptor kappa-opioid dan
antagonis reseptor
mu,
dilaporkan
efektif pada pruritus uremik.
Gabapentin11
Gabapentin, obat antiepilepsi, secara
struktur
berkaitan
dengan
neurotransmiter
g-aminobutyric
acid
(GABA), diketahui efektif untuk pruritus
uremik. Dari
25 pasien hemodialisis
yang mendapat gabapentin

selama 4 minggu dibandingkan


plasebo,
gabapentin
mengurangi
keluhan
pruritus secara bermakna
dari skor pruritus (8,4-1,2 vs
8,4-7,6 dibandingkan plasebo). Efek
samping: somnolen, dizziness, dan
fatigue.
Gabapentin
dieliminasi
terutama melalui ginjal dan saat
hemodialisis. Dosis rekomendasi untuk
pasien hemodialisis adalah
200300 mg setiap selesai dialisis. Dosis
dikurangi, jika diberikan dalam waktu
lama, karena
gabapentin dapat
terakumulasi dan menyebabkan efek
samping neurotoksik.
Meskipun
mekanisme kerjanya
belum jelas,
gabapentin
sepertinya mempunyai
efek pada kanal
ion kalsium
(voltage-dependent calcium-ion channels).
Hambatan infuks kalsium neuronal
menyebabkan gangguan
sensasi
pruritus pada uremia.

Primrose
oil
Suplemen oral dari -linoleic acid (GLA)
rich
primrose
oil
dilaporkan
bermanfaat.
Efek
primrose
oil
diperkirakan
dari
meningkatnya
sintesis
anti-infamasi
eikosanoid.
Efek yang sama dapat diperoleh
dengan menggunakan minyak ikan,
minyak
zaitun,
dan
minyak
safower.
Pada studi 16 pasien
dialisis yang diberi 2 g/hari primrose oil
sore hari, dilaporkan keluhan pruritus
uremik (serta masalah kulit

lainnya) berkurang
dibandingkan
sebelum diberi primrose oil.

didapatkan
mendukung.

Oral activated charcoal


Keluhan pruritus hilang total atau
berkurang secara bermakna
pada
pasien dialisis yang diobati dengan
activated charcoal (6 g/hari) selama 8
minggu. Senyawa yang murah dan
dapat ditolerir ini dapat menjadi
alternatif yang bermanfaat.

Antagonis
5hidroksitriptamin
Ondansetron, suatu
antagonis
selektif
5-HT3, bermanfaat pada suatu studi
pasien yang
menjalani dialisis
peritoneal.
Namun, studi acak
dengan subjek
yang lebih besar
tidak menunjukkan
superioritas
pemakaian ondansentron dibandingkan
plasebo.

Imunomodulator dan Imunosupresif


Pemberian talidomid selama 7 hari
mengurangi intensitas pruritus uremik
sampai 80% pada
29 pasien hemodialisis.
Namun
karena efek samping yang sangat
teratogenik,
talidomid sebaiknya
diberikan
pada pasien dengan
pruritus berat yang resisten.
Efek
samping talidomid, seperti neuropati
perifer dan kardiovaskular, membatasi
penggunaannya.

Salep
tacrolimus
Studi pada 25
pasien dialisis,
penggunaan salep tacrolimus (0,1%)
selama 6
minggu mengurangi
keluhan
pruritus secara signifkan.
Tacrolimus dapat ditolerir dan tidak
menyebabkan efek samping sistemik.
Namun, risiko
pemakaian jangka
panjang belum diketahui dan tidak
direkomendasikan sampai

data

yang

Lainlain
Meliputi heparin, kolestiramin,
asam
linolenat
topikal,
sauna,
nicergolin, akupunktur, diet rendah
protein,
lidokain
intravena,
dan
meksiletin. Pemberian agen-agen
tersebut dalam terapi pruritus uremik
belum diketahui secara jelas. 4
SIMPUL
AN
Pruritus uremik disebabkan
oleh
berbagai mekanisme:
masalah
psikologis,
gangguan
biokimia,
perubahan reaktivitas
lokal,
dan
sebagainya. Terapi terbaik
untuk
pruritus berat adalah kombinasi dari
dosis
dialisis yang
adekuat,
manajemen
anemia
dan
metabolisme
mineral yang efektif,
emolien, sinar UVB,
dan ( jika
diperlukan)
pemberian antihistamin
dan capsaicin topikal. Naltrekson dapat
berperan pada pruritus refrakter.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Giovambattista V. Pruritus in Haemodialysis Patients, http: //www.uninet.edu/cin2003/conf/virga/ virga.html.

2.

Mettang T, Weisshaar E. Pruritus: Control of Itch in Patients Undergoing Dialysis, 2012 SkinThearpyLetter,Last modifed: Thursday, 21-Jun-2012 16:53:26.

3.

Skin Problems and Dialysis, http://www.davita.com/k idney-disease/dialysis/life-on-dialysis/skin-problems-and-dialysis/e/5291.

4.

Henrich WL Uremic Pruritus, Uptodate version 19.3.

5.

Julia RN, Dirk ME. Dermatologic Manifestations of Renal Disease, http://emedicine.medscape. com/article/1094846.

6.

Narita I, Iguchi S, Omori K, Gejyo F. Uremic pruritus in chronic hemodialysis patients, J.Nephrol 2008; 21: 161-5.

7.

Atieh Makhlough, Topical Capsaicin Therapy for Uremic Pruritus in Patients on Hemodialysis, Iranian J. f Kidney Dis. 2010, 4:2.

8.

Ponticelli C, Bencini PL. Pruritus in dialysis patients: a neglected problem, Nephrol Dial Transplant 1995: Editorial Comments, p. 2174-6.

9.

Mathur VS, Lindberg J, Germain M, Block G, Tumlin J, Smith M,. A Longitudinal Study of Uremic Pruritus in Hemodialysis Patients, Clin J Am Soc Nephrol 2010; 5: 14109.

10.

Akhyani M, Ganji M-R, Samadi N, Khamesan B, Daneshpazhooh M. Pruritus in hemodialysis patients, BMC Dermatology 2005, 5:7.

11.

Ali Ihsan Gunal, Goksel Ozalp, Tahir Kurtulus Yoldas, Servin Yesil Gunal, Ercan Kirciman and Huseyin Celiker, Gabapentin therapy for pruritus in
haemodialysis patients: a randomized, placebo-controlled, double-blind trial, Nephrol Dial Transplant (2004) 19: 31379.

12. Thomas Mettang, Christiane Pauli-Magnus and Dominik Mark Alscher, Uraemic pruritusnew perspectives and insights from recent trials, Nephrol Dial Transplant (2002) 17:
155863.
13.

Ko CJ, Cowper SE. Dermatologic Conditions in Kidney Disease, Brenner & Rectors The Kidney 9th Edition Chapter 59, p.2 156-79.

14.

Evenepoel P, Kuypers DR. Dermatologic Manifestations of Chronic Kidney Disease, Comprehensive Clinical Nephrology, 4th ed, 2010,Ch. 84, p.1001-4.

15.

Harrisons Nephrology and Acid-Base Disorders, Uremic Pruritus, p. 124-6.

Anda mungkin juga menyukai