Anda di halaman 1dari 3

Kelompok

:7

Anggota

: 1. M. Amin (RRA1E114005)
: 2. Septria Handayani (RRA1E114012)
: 3. Fardhatul Riani Putri (RRA1E114019)
: 4. Aulia Ulfa Fadhilah (RRA1E114027)
: 5. Nova Apritha Ericha M. Harahap (RRA1E114035)

Judul

: Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia


Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia memandang adanya perbedaan kelas

dalam hal biaya pendidikan. Lembaga pendidikannya pun dibeda-bedakan sesuai dengan kualitas
yang berpengaruh kepada biaya pendidikannya dalam semua jenjang pendidikan. Masalah yang
menyangkut biaya pendidikan di Indonesia dalam berbagai jenjang adalah pendidikan yang
berkualitas berarti mahal biaya pendidikannya. Masalah ini menyebabkan masyarakat yang
dirasa tidak mampu tidak dapat mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan yang berkualitas
sehingga masyarakat kurang mampu hanya dapat mengenyam pendidikan yang kurang
berkualitas di lembaga pendidikan biasa. Seharusnya pendidikan yang berkualitas di Indonesia
itu berlaku untuk seluruh warga negara tanpa terkecuali bukan hanya golongan-golongan atas
saja. Padahal Pendidikan di Indonesia merupakan Hak asasi yang harus dipenuhi dari lembaga
atau institusi yang menyelenggarakan pendidikan yang diberikan secara merata. Mengingat
pentingnya pendidikan untuk semua warga, sehingga posisinya sebagai salahsatu bidang yang
mendapat perhatian serius dalam konstitusi Negara kita, dan menjadi salah satu tujuan
didirikannya Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu Negara dalam hal ini pemerintah wajib
menyelenggarakan pendidikan secara murah dan bahkan gratis untuk masyarakatnya. Banyak
faktor penyebab mahalnya biaya pendidikan akibat kebijakan lembaga pendidikan ataupun
pemerintah yang harus ditangani agar terjadinya pemerataan pendidikan di Indonesia.
Dampaknyapun sangat serius bagi kualitas SDM di Indonesia sehingga harus adanya kebijakan
atau tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah biaya pendidikan yang tidak merata ini.
A. Faktor yang menyebabkan mahalnya biaya pendidikan
Pertama, penerapan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada
yaitu upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah atau Dewan

Pendidikan yang merupakan organ MBS ditandai dengan adanya unsur pengusaha. Dalam
hal ini pengusaha memiliki modal yang lebih luas dan besar. Hasilnya, setelah Komite
Sekolah terbentuk, pengusaha mengontrol sekolah dengan melakukan segala pungutan uang
selalu berkedok, atsa nama sesuai keputusan Komite Sekolah. Namun, pada implementasinya
ia tidak transparan karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah
orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi
legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan
tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kedua, Munculnya sekolah unggulan, sekolah plus, Sekolah Standar Nasional (SSN)
dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI), sekolah dapat leluasa meminta sumbangan ke
wali murid berkedok untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun SBI akhirnya dihapus
berkat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada pensatusan sekolah ini terjadi
diskriminasi antar sekolah dimana murid yang berasal dari sekolah inilah yang mudah
diterima di perguruan tinggi negeri dan sekolah-sekolah yang standar sangatlah susah
menembus perguruan tinggi negri. Wajar saja karena sekolah yang mempunyai status
unggulan mengenakan biaya pendidikan yang setimpal dengan kualitasnya dan banyak
dihuni oleh orang yang punya uang saja. Di sisi lain orang yang tidak mampu tersisihkan
dalam hal pendidikan di lembaga berkualitas, padahal banyak dari mereka mungkin
memeiliki potensi yang besar dalam pendidikan.
Ketiga, adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya
status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah
dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan
hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN).
B. Institusi yang bertanggung jawab
Lembaga atau Institusi yang bertanggung jawab pada masalah biaya pendidikan
adalah pemerintah, masyarakat atau pihak yang menyelenggarakan pendidikan itu sendiri.
Dalam UUD 1945 pasal 36 jelas disebutkan tentang masalah tersebut. Pada ayat 1 disebutkan
biaya penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah

menjadi

tanggungjawab

pemerintah.

pada

ayat

disebutkan

biaya

penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh


masyarakat menjadi tanggungjawab badan/perorangan yang meyelenggarakan satuan
pendidikan. Kemudian pada ayat 3 disebutkan bahwa pemerintah dapat memberi bantuan
kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Dalam uraian diatas bukan berarti biaya pendidikan dibebaskan dan di
tanggung semuanya oleh pemerintah, tetapi untuk yang ingin mengenyam pendidikan tetapi
juga harus disertai dengan tanggung jawab dari pihak masyarakat dalam hal ini khususnya
keluarga yang berkewajiban membayar biaya pendidikan. Namun, karena adanya wajib
belajar di Indonesia sampai sekolah menengan Pertama (SMP) maka pemerintah seharusnya
bertanggung jawab penuh dalam menangani biaya pendidikan sampai beres wajib belajar itu
dengan biaya gratis. Wajib belajara diselenggarakan sesuai dengan sesuai dengan UndangUndang no. 2 tahun 1989 bahwa ketentuan wajib belajar di negara kita sampai pada sekolah
menengah tingkat pertama.
C. Dampak biaya pendidikan yang mahal bagi bangsa
Sebenarnya yang faktor dapat menjamin masa depan adalah pendidikan yang
berkualitas. Seharusnya pendidikan berkualitas di negara indonesia diselenggarakan di semua
lembaga pendidikan tanpa terkecuali dan berlaku untuk seluruh warga negara. Sejatinya
seluruh warga negara mempunyai hak atas pendidikan yang berkualitas, tetapi kenyataannya
hanya golongan tertentu sajalah yang dapat menikmati pendidikan berkualitas tersebut
sehingga banyak orang yang kurang mampu hanya bisa menikmati pendidikan yang biasa
saja. Hal tersebut tentunya sangat berdampak terhadap kualitas SDM di Indonesia, sekarang
saja SDM Indonesia tidak merata atau tidak adanya keseimbangan antara yang memiliki
kualitas skill tinggi dan yang sebaliknya. Dengan hal tersebut output dari dunia pendidikan
untuk bangsa Indonesia masih sedikit untuk yang benar-benar berkualitas. Seharusnya jika
semua warga negara yang masih dalam tahap mengenyam pendidikan diberikan pendidikan
berkualitas juga. Lama kelamaan bangsa Indonesia akan terpuruk jika hal ini terus terjadi jika
dibandingkan dengan negara tetangga saja Indonesia masih kalah dalam hal output
pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut jelas di sebabkan karena adanya kualitas
pendidikan yang belum memadai karena biaya pendidikan yang mahal juga

Anda mungkin juga menyukai