Yesica
NIM : 102013185
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
e-mail: yesica.ichaa@gmail.com
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
1.
2.
3.
Inspeksi (Look) : Terdapat pembengkakkan (edema) dan deformitas dimana regio femur desktra
pasien berada dalam posisi sedikit fleksi, adduksi dan internal rotasi. Lihat juga apakah bagian
kulit terbuka atau tidak sehingga nantinya bisa diambil tindakan pembedahan jika terjadi fraktur
tertutup atau terbuka.
Palpasi (Feel) : Dilakukan palpasi pada pasien dan ditemukan nyeri tekan (+) pada regio femur
desktra. Saat pemeriksaan ini dilakukan juga, tidak ditemukan krepitasi berupa derik tulang akibat
pergerakan fragmen tulang yang juga tidak ditemukan. Perlu diperiksa juga tekanan nadi pada
bagian distal untuk merasakan nadi dan sensasi.
Pergerakkan (Movement) : Bagian femur pasien dilakukan pemeriksaan dengan uji pergerakkan.
Hasilnya tidak ditemukan adanya bunyi krepitasi.1
pemeriksaan
CT Scan
Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan
membuat foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus.3,4
Gambar 2. Fraktur collum femur
MRI
Dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat
digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang.
Stadium 1 : Fracture incomplete atau fraktur impalsi vagus tanpa displaced tulang
Stadium 2 : Fracture complete tanpa displaced tulang
Stadium 3 : Fracture complete dengan displaced tulang sebagian dari bagian fragmen-fragmen
4.
Etiologi
Salah satu penyebab munculnya fraktur collum femur ialah kecelakaan atau suatu benturan, seperti yang tertera
pada skenario 5 ini dimana pasien itu terjatuh kepeleset dengan posisi menyamping dan posisi pangkal paha
kanannya membentur lantai. Sebagian fraktur juga terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kegagalan tulang
menahan tekanan membengkok, memutar dan menekan. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur bisa juga
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.5,6
Trauma Langsung
Trauma langsung disebabkan oleh tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Trauma Tidak Langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh.
Fraktur Patologis
Fraktur yang disebabkan trauma minimal atau tanpa trauma. Contohnya ialah osteoporosis,tumor
tulang, penyakit metabolik dan infeksi tulang.
Patofisiologi
Caput femoris mendapat suplai darah dari 3 sumber yaitu pembuluh intramedula pada collum femur
(arteri-arteri metafisial inferior), pembuluh servikal asendens pada retinakulum kapsular (arteri-arteri epifeal
lateralis) dan pembuluh darah pada daerah ligamentum kapitis femoris (arteri ligamentum teres). Pasokan dari
intramedula selalu terganggu oleh fraktur, pembuluh retinakular juga dapat terobek kalau terdapat banyak
pergeseran. Pada manula, pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat kecil dan pada 20% kasus tidak
ada. Itulah yang menyebabkan tingginya insidensi nekrosis avaskular pada fracture collum femur yang disertai
pergeseran.5
Komplikasi
Pasien yang mengalami fraktur collum femur, yang sebagian besar merupakan orang lanjut usia,
beresiko untuk mengalami komplikasi yang umum terjadi pada semua penderita fraktur, dimana mereka
mengalami imobilisasi yang cukup lama. Komplikasi umum tersebut ialah terjadinya deep vein trombosis,
emboli pulmonal, pneumonia, dan ulkus dekubitus akibat berbaring dalam jangka waktu yang lama secara terus
menerus.6
Walaupun saat ini penanganan paska operasi sudah sangat berkembang, angka mortalitas pada usia lanjut masih
mencapai angka 20%, yang terjadi dalam 4 bulan pertama setelah trauma. Pada pasien-pasien berusia lebih dari
80 tahun yang dapat bertahan hidup, hampir setengahnya tidak dapat berjalan seperti saat sebelum trauma.
Nekrosis caput femur akibat proses iskemik terjadi pada 30% pasien yang mengalami fraktur undisplaced.
Komplikasi ini belum dapat didiagnosis atau diketahui pada saat awal terjadinya fraktur. Setelah beberapa
minggu setelah terjadinya fraktur, melalui pemeriksaan bone scan, baru mulai tampak dan ditemukan adanya
gangguan vaskularisasi tersebut. Pada pemeriksaan X-ray, perubahan vaskularisasi ini bahkan baru dapat
terdeteksi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah diagnosis fraktur. Nekrosis ini akan menimbulkan keluhan
rasa nyeri dan hilangnya fungsi struktur tersebut yang bersifat progresif, semakin lama akan semakin memburuk
jika tidak ditangani.6
Penatalaksanaan Medika Mentosa :
Acetaminophen
Analgetik seperti acetaminophen atau NSAID ( Non Steroid Anti Inflammatory Drugs) dapat diberikan
pada fase akut dari fraktur. Golongan opiot juga dapat diberikan apabila jika pasien merasakan nyeri yang hebat.
Kontraindikasi yang timbul bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap aspirin ataupun NSAID ialah defisiensi
G6PD. Obat analgetik seperti acetaminophen diberikan pada nyeri ringan sampai sedang. Dosis acetaminophen
325-650 mg per oral setiap 4 6 jam atau 1000 mg 3 sampai 4 kali sehari. Untuk pasien anak 12 tahun 325- 650
mg per oral tiap 4 jam tidak lebih dari 5 kali selama 24 jam. Efek samping yang serius ialah munculnya demam
tinggi atau juga munculnya nyeri hebat terus menerus. Pada beberapa produk OCT, dosis acetaminophen bisa
sangat berlebihan sehingga perlu diperhatikan.7
Ibuprofen
Untuk nyeri ringan sampai sedang. Berfungsi menghambat reaksi inflamasi dengan menurunkan
sintesis prostaglandin. Dosis untuk dewasa 400-600 mg per oral tiap 4-6 jam selama gejala masih ada, tidak
melebihi 3,2 gram/ hari. Dosis untuk anak mengikuti dewasa. Kontraindikasi yang muncul ialah ulkus peptik,
insufisiensi renal, perforasi saluran cerna dan resiko pendarahan. Efek samping pada trimester III kehamilan,
menyebabkan hipertensi, menurunkan fungsi ginjal dan hati.7
Oxycodone
Analgesik dengan multiple aksi mirip morfin. Muncul konstipasi minimal, spasme otot polos dan
depresi refleks batuk yang lebih ringan dibanding pemberian morfin pada dosis yang sama. Dosis dewasa
oxycodone 5-30 mg per oral tiap 4 jam. Dosis anak-anak 0,05-0,15 mg/kg per oral, tidak melebihi 5 mg tiap 4-6
jam per oral. Interaksi obat dengan phenothiazine yang menurunkan efek analgesik, toksisitas meningkat
bersamaan dengan pemberian obat depresi SSP. Keamanan penggunaan saat kehamilan tidak tercatat. Efek
samping ialah masa aktif bagi pasien usia lanjut karena dapat mengakibatkan hepatotoksik. 7
Penatalaksanaan Non Medika Mentosa :
Cegah semua pergerakan tungkai dan lakukan imobilisasi. Penatalaksanaan fracture collum femur
harus dimulai secepat mungkin setelah terjadinya trauma. Hal ini sangat penting karena apabila kita mengangkat
pasien dalam posisi yang tidak tepat, maka dapat mengubah fraktur simple undisplaced menjadi fraktur
complete & displaced. Segera lakukan foto x-ray dengan posisi AP (antero-posterior) dan lateral.. Hasil x-ray
akan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kualitas dan menentukan apa yang akan dilakukan terhadap
fraktur. Bila memungkinkan, lakukan reduksi dan fiksasi pada fraktur yakni saat 12 jam pertama dan tidak lebih
dari 24 jam.7
Terapi operatif lebih disukai dan dipilih pada penanganan fraktur collum femur. Tipe spesifik dan terapi operatif
yang akan digunakan tergantung dari usia pasien dan karakteristik dari fraktur, seperti lokasi displaced atau
nondisplaced dan derajat comminution.
fraktur ini harus berdasarkan atas perfusi dan viabilitas dari caput femoris. Saat ini, hal yang biasa yang
ditentukan berdasarkan klasifikasi Garden atau menurut usia pasien. Venografi, pengukuran tekanan sumsum
tulang, skintigrafi dengan radionuklir dan angiografi disarankan untuk memprediksi viabilitas dan suplai darah
ke caput femur pada fraktur collum femur. Prosedur ini efektif dan sering digunakan.
Pada pasien usia muda, diperlukan reduksi dari fraktur collum femur secepat mungkin untuk menurunkan resiko
terjadinya nekrosis avaskular. Reduksi anatomik dan fiksasi adalah tujuan utama dari dilakukannya tindakan
operatif. Pada pasien usia muda biasanya dilakukan dengan reduksi tertutup atau terbuka, dengan peletkan
percutaneus 3 canul paralel dari lag screw. Prosedur ini dilakukan dalam posisi supine di meja fraktur. Canulasi
paralel lag screw
membuat kompresi ada lokasi fraktur dan mempertahankan reduksi ketika fraktur
6.7
menyembuh.
Prognosis
Prognosis fraktur collum dapat ditegakkan tergantung pada sifatnya. Displacedstress fracture pada
fracture collum femur dapat mengakibatkan kelumpuhan walaupun diterapi dengan baik. Diagnosis dan
penatalaksanaan awal dapat mencegah terjadinya displaced pada fraktur dan memperbaiki prognosis yang akan
terjadi.
Kesimpulan
Dari pembahasan didapatkan kesimpulan bahwa wanita yang terjatuh itu menderita fraktur pada collum
femur, dimana ini merupakan jenis fraktur yang umumnya dialami oleh wanita kebanyakkan dibanding pria.
Penatalaksanaan diberikan acetaminophen sesuai dosis dengan melihat hipersensitifitas mengurangi rasa nyeri.
Sesudah itu segera dilakukan foto tulang femur pandang AP-lateral agar langsung diberikan intervensi operatif.
Tatalaksana operasi yang sesuai dengan kebutuhan pasien ialah dengan segera melakukan internal fixation crew,
reduksi fiksasi ataupun arthroplasty untuk segera mengurangi trauma pada pasien. Terapi ORIF merupakan
pilihan tepat dan efektif untuk pasien dengan fraktur collum femur bagi segala jenjang usia.
Daftar Pustaka
1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif Watampone, Jakarta, 2009.
Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364.
2. AO Foundation. Open Complete Articular Multifragmentary Distal Femoral Fracture. [online]. 2009.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Fracture. 2009.
4. Chapman, M W. Chapmans Orthopaedic Surgery 3rd edition. Lippincolt William& Wilkins. 2001. Hal : 710.
5. Tornetta III P, Williams GR, Ramsey ML, Hunt III TR. Operative Technique in Orthopaedic Trauma
Surgery. 2011. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
6. Alpley A G. Appleys system of orthopaedics and fractures 9th edition. Butterworths medical
publications.2010.p687-90.
7. Sabiston. Buku ajar bedah. Edisi ke-2. Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta, 1994, Hal; 380-3.