Anda di halaman 1dari 6

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TUBERKULOSIS PARU

DI RUANG DAHLIA 3 RSUP Dr. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi Ners

Disusun Oleh:
FAISAL ARDIAN OKTAVIA
13/362194/KU/16922

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2005

LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU ( TB PARU )
1. DEFINISI
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru, agen
infeksius utama adalah Mycobakterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan
problem kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang.
a.

ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /m dan tebal 0,3-0,6 /m. sebagian
besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid).
Sifat-sifat kuman:
1. Tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan fisik dan kimia karena
adanya lipid.
2. Bersifat aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya.
3. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
4. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu dalam sitoplasma
makrofag.

b.

PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru
lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.

Massa jaringan baru yang disebut granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bakteri dan makrofag
menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju, massa ini mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bateri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit
yang aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman, dalam kasus ini, tuberkel
Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki, bakteri kemudian
menyebar ke udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
2.

MANIFESTASI KLINIS
3. Demam
Biasanya sub febris menyerupai demam influenza, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41C, penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
4. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif,
keadaan lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.
5. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
6. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.

7. Maleise
Gejala maleise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, badan
makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
B. CARA DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Fisik
Pada apeks (puncak) paru, bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas,
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial, suara
nafas tambahan berupa ronkhi basah kasar dan nyaring.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila jaringan fibrotik amat luas, lebih dari
setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru-paru, meningkatnya tekanan arteri pulmonalis mengakibatkan cor pulmonal
dengan gagal jantung kanan seperti: takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular
lift, right atrial gallop, Graham-Steel murmur, bunyi P2 yang mengeras.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah
merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen
dengan densitas yang lebih pekat, dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas
dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Terdapat peningkatan laju endap darah, peningkatan jumlah leukosit, jumlah
limfosit di bawah normal.
b. Sputum
Pada pemeriksaan ini akan ditemukan kuman BTA, kriteria sputum BTA positif
adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan.
c. Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5. T.U (intermediate
strength), setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa

indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yaitu reaksi


persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.
C. PENATALAKSANAAN
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agen kemoterapi selama periode 6-12 bulan.
5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampin (RIF), Streptomisin (SM),
etambutol (EMB), dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa
adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA selama 4 bulan, dengan
INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
D. KOMPLIKASI
1. Hepatitis karena efek terapi obat-obatan
2. TB miliaris
3. Dermatitis
4. Gangguan GI
5. Hiperurisemia
6. Neuritis optika
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya sekresi bronkial
2. Hipertermia b/d proses penyakit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang
tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
5. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
b/d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaannya

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, EGC, Jakarta.
IOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
Mosby Year Book, USA.
IOWA Intervention Project, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby Year
Book, USA.
Nanda, 2005, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA
Price, A. Sylvia, 1995, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, EGC, Jakarta
Syamsuhidayat,R dan Wim,de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2, EGC,
Jakarta.
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai