Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

MENGHIAS TAS DENGAN KAIN FLANEL UNTUK KLIEN KONSUMEN SEHAT


JIWA HDR DAN ISOS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners Departemen Keperawatan


Jiwa Puskesmas Bantur

Disusun Oleh:
Trijati Puspita Lestari
105070207131003

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITASBRAWIJAYA
MALANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN

MENGHIAS TAS DENGAN KAIN FLANEL UNTUK KLIEN KONSUMEN SEHAT


JIWA HDR DAN ISOS
DI DESA SUMBERBENING KECAMATAN BANTUR

Diajukan Untuk Memenuhi Kompetensi Praktek Profesi Departemen CMHN

Oleh :
Diah Kristianisah Rahayu
105070200111047

Telah diperiksa kelengkapannya pada :


Hari

: Sabtu

Tanggal

: 6 Juni 2015

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Perseptor Klinik

Ns. Soebagijono, S.Kep., M.Kes


NIP. 19681009 1999003 1003

Perseptor Akademik

Ns. Retno Lestari, S.Kp, MN


NIP. 19800914 200502 2001

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk holistic dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dan
lingkungan dari luar dirinya baik itu lingkungan keluarga, kelompok dan komunitas. Dalam
berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang
efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat
menghasilkan perubahan individu diantaranya perubahan nilai budaya, perubahan system
kemasyarakatan, pekerjaan, serta akibat ketegangan antar idealism dan realita yang dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan mental emosional. Tidak semua orang dapat
menyesuaikan diri dari perubahan tersebut, akibatnya akan menimbulkan ketegangan atau
stress yang berkepanjangan sehingga dapat menjadi factor pencetus dan penyebab serta
juga mengakibatkan suatu penyakit. Faktor yang dapat mempengaruhi stress adalah
pengaruh genetic, pengalaman masa lalu dan kondisi saat ini (Suliswati, 2005).
Penyebab gangguan jiwa salah satunya karena stressor psikologis. Yang
merupakan suatu keadaan atau suatu peristiwa yang menyebabkan adanya perubahan
dalam kehidupan seseorang hingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi dalam
mengulangi stressor tersebut. Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik sering kali
hanya berdiam diri dirumah tanpa melakukan kegiatan apapun. Hal ini yang dapat
menyebabkan pasien dikucilkan dalam masyarakat, pikiran terbawa dalam baying-bayang
dari dalam pikiran sehingga menyebabkan halusinasi.
Salah satu terapi aktivitas yang dapat diberikan pada pasien gangguan jiwa
dengan harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok dengan membuat kerajinan
bros dan jepit rambut dengan bahan pita. Aplikasi kerajinan atau handcraft berbahan dasar
flannel beraneka macam, salah satunya adalah kreasi flannel untuk toples maupun kotak
serbaguna.

1.2

Tujuan
Tujuan umum TAK menghias tas dengan kain flanel yaitu peserta dapat meningkatkan
kemauan dalam melakukan aktivitas dan merangsang kembali kemampuan motorik halus.
Tujuan khususnya adalah :
1. Peserta mampu memperkenalkan diri dengan orang lain
2. Peserta mampu menghias tas dengan kain flanel
3. Peserta mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK yang
telah dilakukan.

1.3

Manfaat
1.3.1
Manfaat Bagi Klien
Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan agar mempunyai
1.3.2

kemauan dalam melakukan aktivitas dan merangsang kembali kemampuan klien.


Manfaat Bagi Terapis
Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara holistik

Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan strategi


1.3.3

pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan klien


Manfaat Bagi Institusi Pendidkan
Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan
kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa ilmu keperawatan sebagai aplikasi dari

1.3.4

pelayanan Mental Health Nurse yang optimal pada klien.


Manfaat Bagi Ponkesdes Bantur
Sebagai masukan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik pada
pasien sehingga diharapkan keberhasilan terapi yang optimal.

BAB II
2.1.

TINJAUAN TEORI
Harga diri rendah
2.1.1. Definisi
Harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan
tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Harga diri rendah disertai oleh
evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri. Harga diri
rendah adalah kesadaran dimana individu mengalami atau beresiko mengalami

evaluasi diri negatif tentang kemampuan atau diri (Carpenito : 2000).


Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai

dengan ideal diri (Struart & Sunden, 1998).


Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan
diri

seseorang

yang

sebelumnya

mempunyai

evaluasi

diri

positif.

(Wilkinson,2007).
2.1.2. Rentang Respon

a. Respon-respon maladaptif meliputi :


o Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman yang sukses
o Konsep diri positif individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
perwujudan dirinya.
b. Rentang respon yang berada antara rentang respon adaptif dan maladaptif
meliputi :
o Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko
mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri.
c. Rentang respon maladaptif meliputi :
o Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspekaspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan kepribadian pada
remaja yang harmonis.
o Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan merasa asing
dengan diri sendiri, yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan
kegagalan dalam ujian realitas. Individu mengalami kesulitan membedakan
diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing
baginya ( Struart, 2007).
d. Kepribadian yang sehat mempunyai konsep diri sebagai berikut :
o Konsep diri posistif
o Gambaran diri yang tepat dan positif
o Ideal diri yang realistis
o Harga diri yang tinggi

o Penampilan diri yang memuaskan


o Identitas yang jelas
2.1.3.

PENYEBAB
a. Faktor predisposisi
o Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan orang tua,harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang
o

tidak realistis.
Faktor yang mempengaruhi performa peran, adalah steriotif peran gender,
tuntutan peran kerja,dan harapan peran budaya. Nilai-nilai budaya yang tidak

dapat diikuti oleh individu


Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi, meliputi ketidak percayaan

orang tua, tekanan dari kelompok sebaya,dan perubahan struktur sosial


b. Stresor Pencetus
o Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal
o Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
o

peristiwa yang mengancam kehidupan


Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada 3 jenis transisi peran :
- Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan
dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-

nilai, serta tekanan untuk meyesuaikan diri.


Transisi peran situasi terjadi dengan berambah atau berkurangnya

anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.


Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat
ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh : kehilangan bagian
tubuh,

perubahan

ukuran,bentun,penampilan

atau

fungsi

tubuh,

perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal,


prosedur medis dan keperawatan (Stuart, 2002).
c. Teori penyebab
o Situasional
Yang terjadi trauma secara tiba tiba misalnya pasca operasi, kecelakaan
cerai, putus sekolah, Phk, perasaan malu karena terjadi (korban perkosaan,
dipenjara, dituduh KKN). HDR pada pasien yang dirawat disebabkan oleh :
- Privacy yang kurang diperhatikan, misal pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak spontan (mencukur pubis
-

pemasangan kateter).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tecapai karena

dirawat atau sakit atau penyakitnya.


Kelakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misal berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan berbagai tindakan tanpa

pemeriksaan.
Kronik
Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit

atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit
yang dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Menurut
Ericson, masa balita adalah kemandirian yang ragu dan malu anak belajar
mengendalikan diri dan kepercayaan diri, sebabnya bila banyak dikendalikan
o

dari luar maka akan timbul bibit keraguan dan rasa malu yang berlebihan.
Faktor Presipitasi
- Ketegangan peran Stress yang berhubungan dengan frustasi yang
-

dialami dalam peran atau posisi


Konflik peran Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
Peran yang tidak jelas Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
Peran yang berlebihan Menampilkan seperangkat peran yang kompleks

2.1.4. Tanda dan Gejala


o Mengkritik diri sendiri dan orang lain
o Penurunan priduktivitas
o Destruktif yang diarahkan pada orang lain
o Gangguan dalam berhubungan
o Rasa diri penting yang berlebihan
o Perasaan tidak mampu
o Rasa bersalah
o Mudah tersinggung atau marah berlebihan
o Perasaan negatif tentang tubuhnya sendiri
o Ketegangan peran yang dirasakan
o Pandangan hidup yang pesimis
o Keluhan fisik
o Pandangan hidup yang bertentangan
o Penolakan terhadap kemampuan personal
o Destruktif terhadap diri sendiri
o Pengurangan diri
o Menarik diri secara sosial
o Penyalahgunaan zat
o Menarik diri dari realitas
o Khawatir
2.1.5. Mekanisme Koping
a. Jangka pendek
o Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis dentitas
o

(misal : konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif)


Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara (misal :

ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok, atau geng)
Aktivitas sementara menguatkan perasan diri (misal : olah raga yang

kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas)


Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misal :

penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
o Punutupan identitas ; adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
yang penting bagi individu tanpa memperlihatkan keinginan, aspirasi, dan
o

potensi diri individu tersebut.


Identitas negatif ; asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima
oleh nilai dan harapan masyarakat.

Mekanisme pertahanan ego:


Penggunaan fantasi
Disosiasi
Isolasi
Projeksi
Pergeseran ( displasement )
Peretakan ( splitting )
Berbalik marah pada diri sendiri
Amuk
2.1.6. Penatalaksanaan Harga Diri Rendah
a. Chlorpromazine ( CPZ )
: 3 x100 mg
i. Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
o

realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
ii.

sosial dam melakukan kegiatan rutin.


Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya

sistem ekstra piramidal.


iii. Kontra indikasi
iv. enyakit hati, penyakit
ketergantungan
v.

obat,

darah,
penyakit

epilepsi,
SSP,

kelainan

gangguan

jantung,

febris,

kesadaran

yang

disebabkan CNS Depresi.


Efek samping
o Sedasi
o Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
o

kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).


Gangguan ekstra piramidal ( distonia akut, akatshia, sindrom

o
o
o

parkinsontremor, bradikinesia rigiditas ).


Gangguan endokrin ( amenorhoe, ginekomasti ).
Metabolik ( Jaundice )
Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang

b. Halloperidol ( HP ) : 3 x 5 mg
i. Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
ii.

pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.


Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif,
skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping itu halloperidol juga
mempunyai daya anti emetik yaitu dengan menghambat sistem dopamine
dan hipotalamus. Pada pemberian oral halloperidol diserap kurang lebih
6070%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan
menetap 2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi

berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan


sebagian kecil melalui empedu.
iii. Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen

tanpa

agitasi,

penderita

yang

hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan koma.


iv. Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi
gangguan percernaan dan perubahan hematologik ringan, akatsia,
dystosia,

takikardi,

hipertensi,

EKG

berubah,

hipotensi

ortostatik,

gangguan fungsi hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem,


retensio urine, hiperpireksia, gangguan akomodasi.
c. Trihexypenidil (THD) : 3 x 2 mg
i. Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal
ii.

berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.


Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua
neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf
pusat asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan
kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin disekat

pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.


iii. Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma,
ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung
kemih, anak di bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
iv. Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur,
disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan,
amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik,
hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah,
distres epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis
supuratif. Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria,
kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti
depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.

2.1.7.

POHON MASALAH

2.2.

Isolasi Sosial
2.2.1. Pengertian
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, tidak
ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain
(Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).
Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993
dalam Fitria, 2009).
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2000 dalam Fitria, 2009).
Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan.
kesulitan

dalam berhubungan

secara

spontan dengan

Klien mengalami
orang lain

yang

dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup
berbagi pengalaman (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).

2.2.2. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala (Fitria, 2009)
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f.
Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i.
Retensi urin dan feses
j.
Aktivitas menurun
k. Kurang energi/ tenaga
l.
Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya


rendah sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan peruabahan
persepsi sesori: halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan
lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan
intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan
untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga
diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan
masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal
(koping individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong
klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem
pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung
seseorang memiliki harga diri rendah (Fitria, 2009).

Rentang respons
Respons adaptif
Menyendiri
Otonomi
Bekerja sama
interdependen

Respons maladaptif
Merasa sendiri
Depedensi
Curiga

Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Curiga

Gambar 1. Rentang respons isolasi sosial (Stuart, 2006; Townsend, 1998 dalam Fitria,
2009)
Respons yang terjadi pada isolasi sosial (Fitria, 2009).
a. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masi dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut masih dalam
batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk
respons adapatif:
i. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
ii.

terjadi di lingkungan sosialnya


Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan

perasaan dalam hubungan sosial


iii. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
iv. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
b. Respons maladaptif
c. Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di
suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif:
i. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
ii.

terbuka dengan orang lain


Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga

tergantung dengan orang lain


iii. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
iv. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
Faktor predisposisi (Fitria, 2009)
a.
Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Stuart,
2006; Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009)

Tahap
Perkembangan
Masa bayi
Masa bermain
Masa pra sekolah
Masa sekolah
Masa pra remaja
Masa remaja

Tugas
Menetapkan rasa percaya
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Belajar berkompetisi, bekerja sama dan
berkompromi
Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung pada orang tua

Masa dewasa
muda

Menjadi saling bergantung antara orang tua


dan teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan ketertarikan
dengan budaya

Masa tengah baya


Masa dewasa tua

b. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi
sehingga meninmbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan di mana
seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
c.

berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.


Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh normanorma yang salah dianut oleh keluarga, di mana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari

lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel dalam limbik dan daerah kortikal.
Faktor presipitasi (Fitria, 2009)
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal
seseorang. Faktor stresor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial
budaya seperti keluarga
b. Faktor internal
Contohnya adalah stresor

psikologis,

yaitu

stres

terjadi

akibat

ansietas

yang

berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk


mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

2.2.3. Terapi Aktivitas Kelompok


a. Definisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan yang lain,
saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (stuart dan Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus
ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif,

kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam stuart dan
laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika
anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai
interaksi yang terjadi dalam kelompok.
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada
pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu
sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang
baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa
dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya oleh anggota kelompok yang lain.
c. Jenis Terapi Kelompok
1. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu.
Fokus

terapi

kelompok

adalah

membuat

sadar

diri

(self-awareness),

peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.


2. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis,
tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok wanita hamil
yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal.
Banyak kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-group.
Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
a. mencegah masalah kesehatan
b. mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
c. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling
membantu dalam menyelesaikan masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual,
rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang serta
meningkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang digunakan sebagai
erapi didalam kelompok yaitu membaca puisi, seni, musik, menari, dan literatur.
Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita, dan terpi aktivitas kelompok Stimulasi
Sensori.
Terapi

aktivitas

kelompok

stimulasi

kognitif/persepsi

melatih

mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulud yang pernah dialami,


diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi
adaptif. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori digunakan sebagai stimulus
pada sensori klien. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita melatih klien
mengorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien. Terapi aktivitas

kelompok Stimulasi Sensori untuk membantu klien melakukan Stimulasi


Sensori dengan individu yang ada disekitar klien.

BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK HARGA DIRI RENDAH DAN
ISOLASI SOSIAL
3.1 KARAKTERISTIK KLIEN DAN PROSES SELEKSI
Karakteristik klien
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Klien yang bersedia mengikuti TAK


Klien yang tenang dan kooperatif
Klien yang tidak mengalami gangguan fisik
Klien dengan harga diri rendah
Klien dengan isolasi sosial
Klien yang mudah dan mampu di ajak berinteraksi
Klien yang mempunyai emosi yang terkontrol dan koperatif

Proses Seleksi
a. Mengobservasi klien dengan riwayat harga diri rendah
b. Mengobservasi klien dengan riwayat isolasi sosial
c. Megumpulkan keluarga klien yang termasuk dari karakteristik masalah harga diri rendah
dan isolasi sosial untuk mengikuti TAK.

3.2 TUGAS DAN WEWENANG


1. Tugas Leader dan Co-Leader
-

Memimpin acara: menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.

Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien

Memberikan motivasi kepada klien

Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan

Memberikan reinforcemen positif terhadap klien

2. Tugas Fasilitator
-

Ikut serta dalam kegiatan kelompok

Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien

Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung

Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif

Memberikan reinforcement terhadap keberhasilan klien lainnya

Membantu melakukan evaluasi hasil

3. Tugas Klien
-

Mengikuti seluruh kegiatan

Berperan aktif dalam kegiatan

Mengikuti proses evaluasi

3.3 PERATURAN KEGIATAN


1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir

2. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan


3. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
-

Peringatan lisan

3.4 TEKNIK PELAKSANAAN


TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Tema

: Menghias Tas dengan menggunakan Kain Flanel untuk Klien


Konsumen Sehat Jiwa HDR dan Isos

Sasaran

: Pasien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial

Hari/ tanggal : Senin, 30 Maret 2015


Waktu

: 45 menit

Tempat

: Di Balai Desa Sumberbening

Terapis

:
1.
2.
3.
4.
5.

Leader
Co Leader
Fasilitator 1
Fasilitator 2
Observer

: Trijati Puspita Lestari


: Dyana Lidyahari W
: Shofi Khaqul Ilmy
: Tiara Gita Putri
: Farida Agustiningrum

Tahapan Sesi:
Sesi 1 : Memperkenalkan diri
Sesi 2 : Menghias Tas dengan menggunakan Kain Flanel
A.

Tujuan
Sesi 1: Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan: nama lengkap, nama

panggilan
Sesi 2: Menghias Tas dengan menggunakan Kain Flanel
B. Sasaran
1. Klien dengan HDR dan ISOS yang kooperatif
2. Klien dengan HDR dan ISOS yang tidak terpasang restrain
C. Nama Klien
1. Ny. Karmisah
2. Ny. Subekti
3. Ny. Sumini
4. Ny. Endang
D.

E.

Setting
Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang
MAP

L
K

C
Keterangan :
L : Leader
C: Co Leader
O: Observer
F : Fasilitator
K : Klien
F.

Alat dan Bahan


Tas kain
Benang
Gunting
Kain Flanel
Pita
Karet rambut
Peniti bros
Lem Tembak
Jarum tangan

G.

Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab

H.

Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Memberi salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak: Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu memperkenalkan diri

3. Tahap kerja

SESI 1
a. Peserta memperkenalkan diri sendiri, meliputi : nama
b. Memberi pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk
tangan
c. Membagikan nametag kepada peserta

SESI 2
a. Membagikan tas kain, kain flannel, pita dan gunting yang sudah disediakan oleh
terapis.
b. Menginstruksikan peserta untuk menggunting benang, kain flannel, dan pita yang
c.

sudah diukur dan disediakan oleh leader sesuai pola sebelumnya.


Memberi pujian untuk setiap anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi
Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
Memberikan kesempatan klien untuk saling member tanggapan terhadap karya ynag
dibuat oleh peserta lain
b. Rencana tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota kelompok melakukan kegiatan tersebut secara berkala
c. Kontrak yang akan datang
Menyepakati kegiatan berikutnya
Menyepakati waktu dan tempat

BAB IV
HASIL EVALUASI
a. Kemampuan verbal

No.

Aspek yg dinilai

1
2
4

Menyebutkan nama lengkap


Menyebutkan nama panggilan
Menyebutkan hobi

5
6
8

Menanyakan nama lengkap


Menanyakan nama panggilan
Menanyakan hobi
Jumlah

Nama klien

b. Kemampuan nonverbal

No.
1
2
3
4
c.

Aspek yg dinilai

Nama klien

Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan bahasa tubuh yg sesuai
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
Jumlah

Kemampuan Menghias tas dengan Kain Flanel

No.
1

Nama klien
Aspek yg dinilai
Menggunting pola kain flanel

2
3

Menempelkan pola kain flanel pada tas


Menjait kain flannel
Jumlah

Keterangan :
: menyebutkan
X : tidak menyebutkan

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan
Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang
Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan,
Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
edition, Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition,
Mosby, St.Louis.

Contoh gambar hasil kreasi Kreasi Box Serbaguna Berbahan Dasar Kain Flanel

Anda mungkin juga menyukai