Anda di halaman 1dari 9

PANTASKAH ABORSI DILAKUKAN?

Definisi
Definisi aborsi menurut medis adalah pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan
sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sedangkan
menurut MUI, aborsi adalah pengguguran kandungan (janin) tanpa alasan medis
sebelum nafkhur ruh.
Hukum Aborsi
-

Hukum Islam
Menurut hukum Islam (fiqih), hukum aborsi adalah dilarang atau haram.

Karena, janin adalah makhluk yang telah memiliki kehidupan yang harus di hormati
(hayah muhtaramah), menggugurkannya berarti menghentikan (menghilangkan)
kehidupan yang telah ada.
Sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan (Allah) membunuhnya,
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar (QS Al-Isra :33).
Menurut Imam al- Ghazali dari kalangan mazdhab Syafii, jika nutfah (sperma) telah
bercampur (ikhtilath) dengan ovum dan siap menerima kehidupan, maka merusaknya
dipandang sebagai tindak pidana (jinayah), ini berarti haram melakukannya.
Sedangkan kaidah fiqhiyah membolehkan aborsi sebelum nafkh al ruh dapat
menimbulkan banyak dampak negatif, disamping dampak positif. Sebagaimana
kaidah dan fiqhiyah tersebut adalah:
Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan
kemaslahatan.
Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).

Ulama

Beberapa pendapat fuqaha tentang hukum aborsi sebelum nafkhi ar-ruh sebagai
berikut:
1. Boleh (mubah) secara mutlak (tanpa harus ada alasan medis) menurut ulama
Zaidiyah, sekelompok ulama Hanafi, sebagian ulama Syafii, sejumlah ulama
Maliki dan Hambali
2. Mubah karena ada alasan medis
3. Haram menurut pendapat Mutamad ulama Maliki
-

KUHP
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yaitu pada

undang-undang (UU) nomor 1 tahun 1946, negara melarang aborsi dan sanksi
hukumnya cukup berat. Bahkan hukumannya tidak hanya kepada wanita yang
bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan itu dapat dituntut,
seperti dokter, dukun bayi, tukang obat yang mengobati, atau yang menyuruh,
atau yang membantu atau yang melakukannya sendiri.
Klasifikasi Aborsi
1. Abortus spontan
Merupakan abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi tanpa disengaja
2. Abortus provocatus
Merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu. Sebagai
contoh, ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahu atau penyakit jantung yang parah, yang dapat membahayakan baik
calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas
pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
3. Abortus buatan/ disengaja

Pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu


tindakan yang disengaja dan disadari oleh ibu maupun si pelaksana aborsi
(dokter, bidan, atau dukun beranak).

Epidemiologi
Hasil survei menyatakan rata-rata kejadian abortus per jamnya sekitar 114
kasus. Sebagian besar dari studi yang telah dilakukan kejadian abortus spontan yang
terjadi sekitar 15-20 % dari keseluruhan kehamilan yang ditemukan. Kasus abortus
yang terjadi dari dulu jika dikaji lebih dalam dapat mencapai angka 50 %. Hal ini
disebabkan karena tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak diketahui
sekitar minggu ke 2 sampai minggu ke 4 setelah terjadinya konsepsi (Prawirohardjo,
2008).
Menurut WHO (2008) diperkirakan kejadian abortus di seluruh dunia itu
setiap tahunnya, dari angka 46 juta kelahiran setiap tahun terdapat 20 juta jumlah
kejadian abortus. Hampir 13 % dari jumlah total kematian pada ibu di seluruh dunia
itu diakibatkan karena adanya komplikasi abortus, dan 800 wanita diantaranya
meninggal karena adanya komplikasi dari abortus serta sekurangnya 95 % (sekitar 19
dari tiap 20 abortus) kejadian tersebut rata-rata terjadi di Negara berkembang.
Angka kejadian abortus di Amerika Serikat sekitar 10-20% dari jumlah
kehamilan. Angka kejadian pada tahun 2007 sekitar 23,7% di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Banyumas Unit II Purwokerto, kemudian pada tahun 2008 terjadi
peningkatan sebesar 30,70%. Sedangkan di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung,
prevalensi abortus sekitar 8-12% dari jumlah kehamilan (Dwilaksana, 2010).
Angka kejadian abortus pertahunnya untuk daerah Asia berkurang antara
tahun 1995 dan 2003 dari 33 kejadian menjadi 29 kejadian aborsi untuk hitungan per
1.000 wanita yang berusia sekitar 15 tahun hingga 44 tahun. Di Asia Timur angka

kejadian pada tahun 2003 di perkirakan sekitar 28 kejadian per 1.000 wanita
memasuki usia subur. Kemudian di Selatan Asia Tengah, tingkat aborsinya mencapai
27 kejadian per 1.000 wanita dimasa subur. Sedangkan Asia Tenggara merupakan
Negara dengan angka kejadian aborsi yang tinggi yaitu pada tahun 2003 yaitu 29 per
1.000 wanita usia subur. Serta tingkat aborsi paling rendah di Negara Asia Barat
sebesar 24 per 1.000 wanita usia subur (Guttmacher Institute, 2009).
Diperkirakan sekitar 2 juta aborsi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2000.
Perkiraan angka tahunan aborsi sekitar 37 kejadian per 1.000 perempuan dalam usia
reproduksi (15-49 tahun). Dari angka-angka tersebut bila dibandingkan dengan
Negara-negara lainnya yang berada di Asia, dalam skala regional sebesar 29 kasus
aborsi per 1.000 perempuan dalam usia reproduksi, ternyata perkiraan ini cukup
tinggi. Kebanyakan kasus aborsi yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh tenaga yang
tidak terlatih dan jumlah nya tidak diketahui untuk upaya melakukan pengguguran
sendiri. Setiap tahunnya sekitar 2 juta kasus aborsi yang diinduksi terjadi di Asia
tenggara dan Indonesia. Sekitar 14-16% dari semua kasus maternal kematian yang
disebabkan karena aborsi yang tidak aman (Guttmacher Institute, 2008)
Menggunakan tingkat aborsi (yaitu jumlah aborsi setiap tahun per 1.000
perempuan berusia 15 44 tahun) untuk membandingkan negara atau wilayah tanpa
memperkirakan ukuran relatif populasi, didapati tingkat aborsi tahunan di seluruh
dunia adalah sekitar 35 aborsi per 1.000 perempuan berusia 15 44 tahun. Jika
tingkat aborsi dievaluasi berdasarkan usia produktif wanita, didapati bahwa remaja
(kurang dari 20 tahun) dan wanita usia 40 atau lebih tua adalah yang paling mungkin
untuk melakukan aborsi jika mereka hamil. Dengan demikian, proporsi kehamilan
berakhir dengan aborsi adalah terbesar di awal dan akhir masa reproduksi wanita
(Henshaw et al. 1999).
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah
berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang

mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup)


sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah
kelahiran

prematur.

Istilah

abortus

dipakai

untuk

menunjukkan

pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar


kandungan. Abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu

Menurut para ulama bahwa janin, baik sebelum dan sesudah penyawaan (120 hari),
mempunyai hak layaknya seperti manusia yang tidak boleh dilanggar. Ia haruslah
dipelihara dan tidak boleh dihancurkan (diakhiri) kecuali dilakukan untuk suatu sebab
atau alasan yang benar. Meski demikian pendapat para ulama berkaitan dengan kasus
tertentu yang harus berakhir dengan aborsi sangat beragam, terutama saat sebelum
ditiupkannya ruh (penyawaan). Sedangkan pengguguran kandungan yang dilakukan
setelah penyawaan (setelah ruh ditiupkan pada usia kandungan 4 bulan atau 120 hari)
adalah dilarang atau haram mutlak, kecuali dalam keadaan darurat yang dapat
mengakibatkan meninggalnya nyawa seorang ibu. Ulama dari Madzhab Hanafiyah
dan Hanabilah membolehkan aborsi sebelum janin berusia 120 hari (4 bulan) dengan
syarat alasan-alasan yang logis dan rasional. Namun, sebagian lain membolehkan
aborsi sebelum kehamilan berusia 80 hari dengan alasan terjadi penciptaan pada tahap
mudghah. Jika terjadi pengguguran pada tahap mughdah, maka pelakunya dihukum
tazir.1 Ulama dari Madzhab Maliki sepakat bahwa aborsi secara mutlak
diharamkan, karena menurutnya kehidupan dimulai sejak konsepsi. Hal ini sejalan
dengan pendapat salah satu tokoh ulama Al-Ghazali (dari Madzhab Syafiiyah).4
Ulama dari Madzhab Syafiiyah memperbolehkan aborsi sebelum kehamilan berusia
42 hari, akan tetapi aborsi yang dilakukan mendekati 42 hari dianggap makruh (tidak
dilakukan) karena sudah mendekati masa penyawaan atau haram hukumnya jika
dilakukan. Di samping itu, juga mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak
(suami istri).4
Dalam konteks Indonesia, pengaturan aborsi ini ditetapkan dalam Keputusan
Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor:
I/MUNAS VI/MUI/2000
tanggal 29 Juli 2000 yaitu:
1. Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah
haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu;
2. Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh alruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang
dibenarkan oleh syariah Islam;

3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu atau mengizinkan


aborsi.
Alkitab tidak secara langsung membicarakan aborsi, namun prinsip Alkitab secara
jelas menyatakan tentang kekudusan hidup manusia, yaitu bahwa manusia itu
diciptakan segambar dan secitra dengan Tuhan, berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan (Kejadian 1:26- 27) dan tujuannya ialah supaya manusia memuliakan
Tuhan dalam kehidupannya (The sanctity of life). Tuhan yang membentuk manusia
sejak dalam kandungan ibunya dan menetapkan tujuan penciptaan manusia (Ayub
10:8- 12; Mazmur 139:13-16; Yeremia 1:5). Dengan demikian, janin dalam
kandungan ibu adalah selalu manusia dan bernyawa (Kejadian 25:21-22; Lukas 1:4144).5 Terkait dengan aborsi, upaya pengguguran kandungan itu sama saja dengan
membunuh. Alkitab secara jelas menuliskan perintah jangan membunuh (Keluaran
20:13; Matius19:18). Hukuman pengguguran kandungan sama saja dengan hukuman
orang yang membunuh manusia yang telah lahir dan sangat serius (Keluaran 21:2225).
Di Indonesia, sebuah penelitian mengenai perspektif pemuka agama Kristen dan
Katolik terhadap aborsi di Kota Yogyakarta tahun 2005, mengungkapkan sedikit
kelonggaran diperbolehkannya tindakan aborsi. Pemuka dari kedua agama sepakat
untuk tidak menyetujui aborsi, kecuali ada alasan medis kedokteran yang rasional,
seperti jika terindikasi bahwa kehamilan itu berisiko tinggi membahayakan
keselamatan nyawa ibu. Alasan medis ini pun harus hati-hati dan telah melewati
prosedur yang ketat pula.
Menurut mereka, jika harus memilih diantara ibu atau janin-nya, maka
diprioritaskan untuk menyelamatkan nyawa ibu karena keberadaannya dibutuhkan
bagi suami dan anak-anaknya yang telah lebih dulu ada. Walau demikian, mereka
tidak sepenuhnya menyetujui tindakan aborsi yang dilakukan karena alasan kegagalan
penggunaan KB, kemiskinan ekonomi, hubungan di luar pernikahan, kehamilan tidak
disetujui pihak lain, serta alasan mengganggu karier pekerjaan atau sekolah.7
Menurut agama Hindu, jiwa/roh dan segala materi yang membentuk fetus/janin
merupakan hasil proses konsepsi. Menurut doktrin reinkarnasi,
janin hasil konsepsi tersebut bukan berkembang menjadi seseorang, tapi justru
seseorang yang menjelma kembali dari tahap paling awal. Terdapat jiwa/ruh yang
terlahir kembali dan oleh karenanya harus diperlakukan dengan selayaknya. Sembilan
bulan kemudian, fetus berkembang mencapai kesadaran yang paling substansial.8
Ajaran etik Hindu bertolak pada prinsip ahimsa atau Tidak melakukan kekerasan.
Prinsip Hindu Dharma jelas-jelas tidak membenarkan pembunuhan (salah satu bentuk
kekerasan) sebagaimana terdapat dalam ucapan Baghavad Gita yang berbunyi
Ahimsa Paramo Dharma. Jadi ahimsa/emoh melakukan kekerasan adalah
kewajiban dharma yang tertinggi.

Hindu meyakini bahwa hidup itu adalah kudus, untuk dicintai dan dimuliakan, dan
oleh karena itu mempraktikkan ahimsa atau tidak melakukan kekerasan. Semua
kehidupan adalah kudus karena semua ciptaan di bumi adalah manifestasi Yang Maha
Kuasa.9 Dalam doktrin reinkarnasi Hindu, hidup itu dipandang seperti sebuah
siklus berulang dari saat lahir, kematian, dan kelahiran kembali. Dengan doktrin ini,
maka hal ini menjadi alasan untuk menentang aborsi, yaitu :
1. Jika janin di-aborsi, maka jiwa dalam janin tersebut akan mengalami kemunduran
karma yang sangat besar, sehingga akan menghalangi seseorang berkarma yang baik
dan menghambat proses perjalanan spiritual jiwa seseorang.
2. Aborsi akan menghalangi jiwa seseorang untuk mengalami kelahiran kembali.
3. Konsekuensi aborsi tidaklah seburuk yang dinyatakan agama lainnya dimana jiwa
seseorang memiliki satu kali kesempatan untuk dilahirkan kembali dan terhambatnya
seluruh kemungkinan kehidupan.8
Terkait dengan aborsi, ajaran Hindu berpendapat bahwa aborsi adalah
pelanggaran terhadap tugas menghasilkan anak-anak untuk meneruskan riwayat
keluarga dan menambah jumlah masyarakat dan ini tidak dibenarkan. Namun,
adakalanya pengguguran dapat diterima berdasarkan pertimbangan etis/medis,
misalnya menyelamatkan nyawa ibu .8 Oleh karena itu, sebaiknya keputusan aborsi
diserahkan kepada yang bersangkutan dibantu dengan ilmu kedokteran. Apalagi bagi
orang Hindu, penjelmaan itu merupakan salah satu dari tiga karunia yang disediakan
Widhi bagi manusia semata-mata untuk mencapai moksa. Namun, sebaiknya tidak
melakukan aborsi karena alasan ekonomi. Diperlukan kehati-hatian ketika
mengangkat masalah aborsi ke perundang-undangan, jangan sampai menghakimi atau
ada peluang disalahgunakan. 9
Inti ajaran paling mendasar dari Buddha dapat dikatakan sebagai berikut :
Tidak melakukan kekerasan, lakukan semua hal yang baik yang Anda bisa lakukan,
dan murnikan pikiran. Inilah yang menjadi tuntunan setiap pandangan Buddha
terkait hal kesehatan reproduksi. Oleh karenanya, setiap penganut Buddha didorong
untuk menerima tanggung jawab secara pribadi untuk segala hal yang mereka
lakukan dan segala konsekuensinya. Dalam ajaran Buddha, juga diajarkan adanya
kehidupan baru setelah kematian (reinkarnasi), dimana bentuk baru reinkarnasi akan
menanggung energy karma dari individu yang meninggal di masa lalu.10 Ada tiga

syarat terjadinya makhluk hidup, yaitu : (1) Mata utuni hoti atau masa subur seorang
wanita; (2) Mata pitaro hoti atau terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dalam
rahim; dan (3) Gandhabo paccuppatthito atau adanya gandarwa, kesadaran
penerusan dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta), kelanjutan dari kesadaran
ajal (cuti citta) yang memiliki energy karma. Pada saat di dalam rahim tersebut,
kesadaran manusia muncul pertama kali. Dari pandangan tersebut, maka ajaran
Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah
melanggar Pancasila Buddhis sila pertama, yaitu panatipata (adanya makhluk hidup).
Oleh karena itu, baik pelaku aborsi maupun ibu si bayi telah melanggar Pancasila
Buddhis dan mereka akan mendapat akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan
sekarang maupun yang akan datang atau yang disebut sebagai hukum karma / hukum
sebab akibat. Dalam Majjhima Nikaya 135, hukuman bagi mereka yang melakukan
pembunuhan kepada makhluk hidup ialah ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia
tapi tidak berumur panjang. Sedangkan bagi penyedia jasa aborsi tidak resmi serta
ketahuan pihak berwajib, maka akan mendapat ganjaran menurut hukum negara.11
Walau demikian, ajaran agama Buddha berpendapat bahwa keputusan
seseorang untuk melakukan aborsi atau tidak adalah sangat personal. Beberapa
meyakini bahwa keputusan tersebut dibuat dalam kondisi tertentu dan sejalan dengan
prinsip-prinsip Buddha seperti telah mengikutsertakan aspek kebijaksanaan dan
pemahaman tentang isu-isu etis, serta kerelaan untuk menerima konsekuensikonsekuensi akibat keputusan yang dibuat.
Hukum medis kedokteran dan hukum negara, juga mengatur masalah
aborsi, yang tertuang dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), Pedoman
Etik Obstetri dan Ginekologi (POGI), beberapa perangkat hukum, yakni KUHPidana
dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009. Keseluruhan perangkat peraturan ini
menyebutkan bahwa aborsi hanya dilakukan jika ada indikasi medis membahayakan
nyawa ibu dan atau janin.12 Kemudian UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
dalam pasal 72c menghormati hak perempuan menentukan yang terbaik bagi dirinya.

Namun demikian, aborsi pun dilarang kecuali alasan medis dan akibat perkosaan
yang dapat menyebabkan trauma psikologis (pasal 75).

1. Anshor, Maria U, Abdullah Ghalib. 2004. Fiqih Aborsi : Review Kitab Klasik dan
Kontemporer. Jakarta : Yayasan Mitra Inti, Fatayat NU, dan The Ford Foundation.
2. Grimes, David A., dkk. 2006. Unsafe abortion: The preventable pandemic. Lancet
2006; 368 : 1908-1919. [online] diunduh pada 17 Mei 2010.
3. Utomo B, dkk. dalam Sedgh G dan Ball H. 2008. Abortion in Indonesia : In Brief.
New York: Guttmacher Institute, No.2. (Lembar Fakta).
4. Winknjossastro, Gulardi H., dkk. 2002. Aborsi dalam Fiqh Kontemporer. Editor :
Maria Ulfah A,dkk. Cetakan 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dan Fatayat NU.
5. Alcorn, Randy. 2002. Abortion in the Bible and Church History. [online] diunduh
dari http://www.christiananswers.net/q-eden/edn abortioninthebible.html tanggal 20
Mei 2010.
6. Purwawidyana pr, J. Chr., (1999). Aborsi dan Agama. Agama dan
Kesehatan Reproduksi (Kumpulan Makalah). Editor: Elga Sarapung, dkk. Cetakan 1.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
7. Andari, Bekti D., dkk. 2005. Aborsi dalam perspektif lintas agama. Editor :
Basilica Dyah Putranti. Yogyakarta : Kerja sama Ford Foundation dan Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.
8. BBC. 2009. Hinduism and abortion. [online] diunduh dari
http://www.bbc.co.uk/religion/
religions/hinduism/hinduethics/abortion_1.shtml pada 17 Mei 2010.
9. Oka, Gedong Bagoes. 1999. Beberapa Catatan tentang Aborsi dari Sudut Agama
Hindu. Agama dan Kesehatan Reproduksi (Kumpulan Makalah). Editor: Elga
Sarapung, dkk. Cetakan 1. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
10. Jayasinghe, Yasmin., dkk. 2008. A Buddhist Perspective on Womens Health
Issues. O & G Magazine. Volume 10 No.2 Winter 2008.
11. Aborsi menurut pandangan agama Buddha. [online] diunduh dari
http://www.indonesiaindonesia.com/f/34612-aborsi-menurut-pandangan-agamabuddha/ pada 17 Mei 2010.
12. Kusmaryanto, CB. 2002. Kontroversi Aborsi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
13. Agama dan Aborsi. [online] diunduh dari http://www.aborsi.org/agama-aborsi.htm
pada 18 Mei 2010

Anda mungkin juga menyukai