LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
: Tn. S
Umur
: 28 tahun
Jenis kelamin
: Laki -laki
Alamat
: Warujayen, Nganjuk
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
: 22 November 2014
B. ANAMNESIS
Dilakukan auto-anamnesis pada tanggal 22 November 2014 pk. 09.30
WIB di ruangan Dahlia lantai 1 RSUD Nganjuk, dan didapatkan data
anamnesis sbb:
1. Keluhan Utama:
Nyeri tenggorok sejak 4 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri tenggorok dirasakan semakin lama semakin sakit dan terjadi terus
menerus. Nyeri tenggoroknya berkurang pada saat tidur. Nyeri teliga
dirasakan pada kedua teliga bersamaan dengan nyeri tenggorok. Pasien
juga mengeluhkan demam sejak 6 hari yang lalu, tetapi panasnya sudah
menurut sejak masuk rumah sakit. Makan dan minum pasien terganggu,
pilek (-), mual (-), muntah (-) dan batuk (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengalami penurunan pendengaran sejak 2 tahun yang lalu.
Penurunan pendengaran dirasakan pada kedua teliga. Teliga kanan dan
kiri juga terasa grubuk-grubuk. Pasien juga sebelum tidak ada trauma
kepala, cairan (-), darah (-), corpus alienum (-). Pasien juga pernah nyeri
tenggorok kurang lebih 1 tahun yang lalu tapi tidak sesakit sekarang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala yang sama dengan
pasien.
5. Riwayat Kebiasaan
Merokok (+), meminum alkohol (-), minum es (+), makan gorengan (+)
6. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Belum pernah berobat sebelumnya
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan umum
: Tampak sakit
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda-tanda vital
: TD : 130/80 mmHg
N : 96x/mnt
S :38oC
RR : 18x/mnt
d. Kepala
: Dalam batas normal
e. Leher
: Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : tidak dilakukan sehingga tidak
diketahui apakah ada pembesaran KGB
f. Thorax
: Dalam batas normal
g. Abdomen
: Dalam batas normal
h. Ekstremitas
: Dalam batas normal
2. Status Lokalis THT
a. Telinga
Deformitas daun telinga (-/-),
Nyeri tekan mastoid (-/-),
MAE : Hiperemi (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-)
Tes garpu tala tidak dilakukan karena kondisi ruangan tidak
memungkinkan
b. Hidung
Inspeksi :
Deformitas (-/-)
Deviasi septum (-),
Epistaksis (-/-)
Palpasi :
Krepitasi (-/-)
Rinoskopi Anterior :
Sekret (-/-)
Vestibulum
Kanan
:Lapang, Rambut (+), mukosa hiperemis (-),
Kiri
Konka inferior
Kanan
: Oedem (-), Hiperemi (-)
Kiri
: Oedem (-), Hiperemi (-)
Konka media
: (sulit dievaluasi)
Konka superior
: (sulit dievaluasi)
Rinoskopi Posterior
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Sinus Paranasal
Nyeri tekan : Pipi (-/-), dahi (-/-), pangkal hidung (-/-)
c. Mulut
Sianosis (-)
Bibir kering (-)
Uvula : miring ke kiri, hiperemis (+)
Dinding faring : hiperemis (+), granulasi(+), detritus (+), massa
(-)
Tonsil : T1-T1, kripta ka/ki melebar, detritus +/+, hiperemis +/+
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap.
E. RESUME
BAB 2
ANATOMI FARING
A. ANATOMI FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak
pada bagian anterior kolum vertebra.
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga
mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan
esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih
14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Faring
terbagi
atas
nasofaring,
orofaring
dan
laringofaring
seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi
mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen
jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal
saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan
foramen laserum dan muara tuba Eustachius.
Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah
palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah
rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang
terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine,
fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.
Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah
valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets) sebab pada
beberapa orang, kadang kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk
omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang
kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya.
Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman
atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan
ke esophagus.
Ruang Faringeal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang
penting untuk proteksi.
Otot
Otot otot faring tersusun dalam lapisan melingkar ( sirkular) dan
memanjang ( longitudinal ). Otot otot yang sirkular terdiri dari muskulus
konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak sebelah
luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dan tiap bagian bawahnya tertutup
sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan otot-otot ini
bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat yang
disebut rafe faring ( raphe phariyngitis). Kerja otot konstriktor untuk
mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersyarafi oleh nervus vagus
(N.X).
Otot-otot yang longitudinal adalah musculus stilofaring dan musculus
palatofaring. Letak otot-otot ini disebelah dalam. Musculus stilofaring
gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,sedangkan musculus
palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikan bagian bawah
faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua
otot itu penting pada waktu menelan. Musculus stilofaring dipersyarafi oleh
nervus IX sedangkan musculus palatofaring dipersyarafi oleh nervus X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu
dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu musculus levator veli palatine,
musculus tensor veli palatine,musculus palatoglosus, musculus palatofaring
dan musculus azigos uvula.
Musculus levator veli palatine membentuk sebagian besar palatum
mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar
ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersyarafi oleh nervus X.
Musculus tensor veli palatina membentuk tenda palatum mole dan
kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka
tuba Eustachius. Otot ini dipersyarafi oleh nervus X. Musculus palatoglosus
membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring.
Otot ini dipersyarafi oleh nervus X.
Musculus palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini
dipersyarafi oleh nervus X. Musculus azigos uvula merupakan otot yang
kecil, kerjanya memperpendek dan menaikan uvula ke belakang atas. Otot
ini dipersyarafi oleh nervus X.
10
Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna ( cabang
faring assendens dan cabang fausial ) serta dari cabang arteri maksila interna
yakni cabang palatine superior.
Persyarafan
Persyarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari nervus
vagus,cabang dari nervus glosafaring dan serabut simpatis. Cabang faring
dari N.vagus berisi serabut mototirk. Dari pleksus faring yang ekstensif ini
keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali musculus stilofaring
yang dipersyarafi langsung oleh cabang N.glosofaring (N.IX).
Kelenjar Getah Bening
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yakni superior,
media dan superior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah
bening retfrofaring dan kelenjar getah bening servical dalam atas. Saluran
limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar
servical dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar
getah bening servical dalam bawah.
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah M.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut
kutub atas ( upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fosa
supra tonsil.. fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan
tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh
fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring,dan disebut kapsul yang
sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.
Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsil faringal ( adenoid ), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga
tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil
palatine yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa
kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar
11
12
BAB III
TONSILOFARINGITIS
A. DEFINISI
Tonsilofaringitis merupakan peradangan pada faring atau tonsil
ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri dan juga oleh virus ditandai
dengan keluhan nyeri tenggorok
B. ETIOLOGI
Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis akut terutama pada
anak berusia 3 tahun. Virus penyebab penyakit respiratori seperti
adenovirus, rhinovirus, dan virus parainfluenza dapat menjadi penyebabnya.
Streptococcus beta hemolitikusgrup A adalah bakteri terbanyak penyebab
penyakit faringitis atau tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 1530%
pada
anak
sedangkan
pada
dewasa
hanya
sekitar
5-10%
14
15
16
glomerulonefritis
akut,
miokarditis,
arthritis
serta
4. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik adalah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca , kelelahan fisik dan penobatan tonsillitis akut yang
tidak adekuat. Kuman penyebabnya sma dengan tonsillitis akut tetapi
kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.
Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jarinagn limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. Pada anak prose ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.
Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa
ada yang mengganjal ditenggorokan , dirasakan kering ditenggoroakn
dan napas berbau
Terapi
Terapi local ditunjukan pada hygene mulut dengan berkumur atau obat
isap.
Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah
sekitarnya berupa rhinitis krinik, sinusitis atau otitis media secara
percontinuitatum. Kompliaksi jauh terjadi secara hematogen atau
limfogen dan dapat timbul endocarditis, arthritis, miositis, nefritis,
uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
Indikasi tonsilektomi
The American Academy of Otolaryngology Head and Surgery Clinical
Indicator Compendium tahun 1995 menerapkan:
1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
18
19
20
dan
dianjurkan
pasien
untuk
berkumur-kumur
dengan
dengan
dosis
60-100mg/kgBB
dibagi
dalam
4-6
kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan
melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti
atau dengan listrik (electro cauter ). Pengobatan simptomatis diberikan obat
kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran.
Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis
kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk
faringitis kronik atrofi hanyaditambahkan dengan obat kumur dan pasien
disuruh menjaga kebersihan mulut.
21
22