Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi krisis hipertensi karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan
hipertensi esensial.Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak,
penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot
jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat
yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia.
Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang
mencolok tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya
terjadi dalam waktu yang relatif pendek. Selain itu, dalam penatalaksanaan,
yang lebih penting daripada tingginya tekanan darah adalah adanya tanda
kerusakan akut organ target.Dengan pemakaian obat antihipertensi baru yang
bekerja jangka panjang dengan efek samping yang minimal, jumlah pasien
krisis hipertensi menjadi lebih sedikit, dengan angka prevalensi sekitar 1%
pada pasien hipertensi. Hal ini berbeda sekali jika dibandingkan dengan era
sebelum dipakai obat antihipertensi baru dengan insidens hipertensi maligna
sekitar 7% pada pasien hipertensi yang tidak diobati.Sebagian pasien krisis
hipertensi datang dalam keadaan gawat sehingga perlu dikenali dan ditangani
secara khusus. Penanganan yang dianjurkan oleh para ahli tidak selalu sama
dan dipengaruhi oleh pengalamannya dengan obat antihipertensi tertentu yang
lebih banyak daripada obat lain. Ketersediaan obat antihipertensi parenteral di

suatu negara juga merupakan faktor penting dalam cara penanggulangan yang
dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis penyakit krisis hipertensi?
2. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit krisis hipertensi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep medis penyakit krisis hipertensi
2. Untuk mengetahui bagaiamana asuhan keperawatan penyakit krisis
hipertensi

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Krisis hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah meningkat dan
menetap pada nilai yang tinggi, misalnya 120-150 mmHg atau lebih dan atau
disertai beberapa penyulit seperti: ensefalopati, payah jantung kiri akut,
perdarahan otak, dan hipertensi maligna (hipertensi disertai edema papilla
nervus optic). Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi
yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi.
B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Arteri, Arteriola, Kapiler, dan Venula.


Tekanan darah adalah gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh
darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait denyut jantung.
Tekanan darah paling tinggi terdapat pada arteri-arteri besar yang
meninggalkan jantung dan secara bertahap menurun sampai ke arteriol.
Akhirnya ketika mencapai kapiler, tekanan ini sedemikian rendah sehingga
tekanan ringan dari luar akan menutup pembuluh ini dan mendorong darah
keluar. Hal ini dapat dibuktikan dengan memberi tekanan ringan dengan
memberikan tekanan ringan pada kuku atau meletakkan sepotong gelas pada
kulit. (Untuk alasan ini, sangatlah penting untuk sering mengubah posisi pasien
yang harus tirah baring ditempat tidur, karena jaringan yang menanggung berat
badan hanya mempunyai sedikit darah yang bersirkulasi). Di dalam vena

tekanan darah ini bahkan lebih rendah lagi sehingga pada akhirnya pada venavena besar yang mendekati jantung terdapat gaya isap (suction), yakni tekanan
negative (bukan positif), akibat gaya isap yang dihasilkan jantung ketika
ruangan-ruangan di dalamnya relaksasi.
Tekanan pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini
paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah
ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).
C. Klasifikasi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas
pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi/emergency hipertension (darurat)
Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar
dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk
dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun
kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.
2. Hipertensi urgensi/urgency hipertension (mendesak)
Tekanan darah yang tinggi tapi belum disertai kerusakan organ. Tekanan
darah harus diturunkan dalam hitungan jam atau hari untuk mencegah
kerusakan target organ. Sama seperti Hipertensi darurat, tidak ada patokan
mutlak, namun sebagai patokan tekanan darah yang lebih dari 180/110
sudah dapat dikatakan tekanan darah urgency.

D. Etiologi

Ada tiga organ utama pengendalian tekanan darah yaitu otak, jantung dan
ginjal. Di otak terletak dalam medulla oblongata dan hipotalamus, di jantung
sebagai pengaturan fungsi jantung, tonus arterioler, di ginjal melalui
mekanisme metabolisme natrium dan air. Misalnya terjadi beberapa penyakit
penyulit hipertensi seperti :
1. Encefalopati hipertensif
Kenaikan tekanan darah yang melampaui batas autoregulasi otak
menyebabkan tekanan arteri meningkat

sehingga terjadi kerusakan

membrane endothelial menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh


darah otak terjadilah edema serebri
2. Hipertensi maligna
Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi
terutama di otak atau ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan
diastolic yang hebat serta kelainan retina terjadi kerusakan sel endothelial
sehingga menimbulkan robeknya retina maupun obliterasi ( cotton wool
exudates, perdarahan dan papil edema ). Pada ginjal ditandai dengan
proteinurea, hematuria, azotemia, sampai dengan gagal ginjal.
3. Perdarahn intra serebral
Terjadi karena pecahnya system vaskularisasi intraserebral yang disebabkan
terjadinya perubahan degenerative pembuluh darah, berlanjut menjadi
aneurisma oleh sebab lain misalnya arteriosklerosis. Mekanisme lain dapat
terjadi karena nekrosis pembuluh darah otak, thrombosis multiple atau
spasme pembuluh darah sebagai reaksi dari meningkatnya tekanan darah
secara tiba-tiba. Gejala klinis berupa kepala hebat mendadak disertai
penurunan kesadaran.
4. Diseksi aorta
Terjadi robekan tunika intima, hematoma di sekitar tunika media yang
lambat laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya
terjadi pada kelainan di tunika media, seperti penyakit arteriosklerosis,
koartasio aorta. Gejala klinisnya biasa berupa nyeri dada yang menyerupai
angina pectoris atau infark miokardium dengan perjalananke punggung,
perut sampai tungkai bawah serta adanya tanda-tanda insufisiensi aorta
5. Payah jantung kiri akut
Mekanisme terjadinya berupa :

a. Peningkatan tekanan vaskuler perifer akibat tekanan darah yang tinggi


sehingga terjadi kenaikan after load di ventrikel kiri.
b. Terjadi hipertrofi ventrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri
c. Terjadi retensi air dan garam pada seluruh system sirkulasi sehingga
menimbulkan pertambahan preload
d. Bila disertai infark miokardium maupun iskemi pembuluh darah koroner
dapat berakibat payah jantung kongestif.
e. Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema akut, yaitu sesak
nafas yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panic, sianotik kadangkadang batuk berdarah, ronki basah pada kedua paru.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya hipertensi:


a. Faktor keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi didapatkan riwayat hipertensi dalam
keluarga, khususnya ayah dan ibu klien. Apabila dalam suatu keluarga
terdapat riwayat hipertensi, maka kemungkinan seseorang dalam keluarga
itu untuk terkena hipertensi lebih besar. Dan juga banyak dijumpai pada
klien yang kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
hipertensi.
b. Faktor Lingkungan
Seperti stress, kegemukan/obesitas dan kurang olah raga juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Hubungan antara stress dan
hipertensi diduga karena aktivasi saraf simpatis, yang bekerja pada saat kita
beraktifitas. Peningkatan aktifitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermitten/tidak menentu. Bila stress berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Hubungan antara obesitas dan hipertensi adalah bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi dengan obesitas
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan
normal.
Olah raga dapat digunakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
obesitas dan mengurangi asupan garam kedalam tubuh yang akan
dikeluarkan melalui keringat oleh kulit.

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak pada pusat vasomotor pada medula di otak. Dari vasomotor tersebut
bermula pada saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di thorak dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menseksresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid linnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan
adanya sutu vasokonstriktor yang kuat. Hal ini merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal yang mengakibatkan peningkatan volume intravaskular. Semua
faktor tesebut cenderung menyebabkan hipertensi.
Pada lansia, perubahan struktur dan fungsi pada sistem pmbuluh perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi. Perubahan
tersebut meliputiaterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang akan
menurunkankemampuan distensi daya regang pembuluh darah. Hal tersebut
menyebabkan aorta dan arteri besar bekurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
sehingga terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
F. Manifestasi Klinis

Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala


hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis
hipertensi. Gejala-gejalanya berupa :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sakit kepala, pusing, sesak nafas.


Muntah , kardiomegali.
Gelisah , sianosis, dispneu, edema.
Berat badan turun, heptaomegali.
Keringat berlebihan, takikardi, ronki.
Murmur, epistaksis, bising jantung.
Palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuria.
Retardasi pertumbuhan.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glucosa :
Hiperglikemi
(DM
adalah
pencetus hipertensi)
dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
terdapat DM.
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP :
mengidentifikasikan
penyebab hipertensi seperti
:
Batu
ginjal,perbaikan ginjal.
5. Photo thorax : Menunjukan

destruksi

kalsifikasi

pada

area

katup,pembesaran jantung.
H. Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak

yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan


kemungkinan terbentuknya aneurisma. (Corwin, 2000)
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu
bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan
diri secara mendadak. (Novianty, 2006)
2. Infark Miokard
Dapat

terjadi

infark

miokardium

apabila

arteri

koroner

yang

arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau


apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan. (Corwin, 2000)
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus,
darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu
dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik. (Corwin, 2000)
4. Encefalopati (kerusakan otak)
Tanda gejala dari encefalopati diantaranya nyeri kepala hebat,
berubahnya kesadaran, kejang dengan defisit neurologi fokal azotermia,
mual dan muntah-muntah (Stein, 2001).

Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna


(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolap
dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).
5. PIH (Pregnancy-Induced-Hypertention)
Wanita yang PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat badan lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak
adekuat, dapat mengalami hipoksia dan asidosis apabila ibu mengalami
kejang selama atau sebelum proses Persalinan (Corwin, 2000: 360).
Hipertensi primer dijumpai pada satu sampai 3% dari seluruh kehamilan.
Hipertensi ini lebih sering dujumpai pada multipara berusia lanjut dan kirakira 20% dari kasus toksemia gravidarum. Sekitar 8-25% kehamilan disertai
komplikasi hipertensi. (Stein, 2001)
6. Retinopati hipertensip
Pemeriksaan funduskopi dapat menolong menilai prognosis dan juga
beratnya tekanan darah tinggi. Keith, Wgner & Barker menemukan pertama
kali bahwa penderita-penderita retinopati dengan golongan I (penciutan), II
(sklerosis), III (perdarahan dan eksudat), IV (pupil edema) bila tidak diobati
bisa bertahan lima tahun berturut-turut 85%, 50%, 13%, dan 0%. Penelitian
belakangan ini menduga bahwa retinopati hipertensif tingkat III & IV
berhubungan dengan prognosis jangka panjang yang jelek. Retinopati
hipertensif yang lanjut (golongan III & IV) ditemukan kurang 10% dari
semua penderita hipertensi dan merupakan indikasi untuk penelitian
diagnostik dan pengobatan yang agresif. (Ismudiati, 2003)
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat,

sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam


beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan
secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat
tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan
darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai
tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan
obat antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai
dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat
tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian
obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat
antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang
berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor
tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi,
kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya
hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat
dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Natrium Nitropusida
Nikardipin hidroklorida
Nitrogliserin
Enaraplirat
Hidralazin Hidroklorida
Diazoksid
Labatalol Hidroklorida
Fentolamin ( Mansjoer:522 )
Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek

samping segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki


efek vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak
digunakan pada awal klinis.

Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik.


Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler
pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini.
Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan
tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal.
( Brunner & Suddarth:908 )
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab
krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi,
tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan
didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan
keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama
48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting
aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun
TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali
pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD secara
bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
3. Diet sehat penderita krisis hipertensi
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan
empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak
terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan).

Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary


Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu
yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu
makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buah-buahan, sayuran, produkproduk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-bijian, dan
kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang
dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada
usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang
berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga
kali waktu makan (pagi, siang, malam).
BAHAN
MAKANAN
Karbohidrat
Lauk hewani
Lauk nabati
Sayuran
Buah buahan
Susu / yoghurt

PORSI SEHARI

UKURAN PORSI

3 5 piring
1 2 potong
2 3 potong
4 5 mangkuk
4 5 buah/potong
2 3 gelas

Kecil
Sedang
Sedang
Sedang

Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau
rendah lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan
sistolik rata-rata 6 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan
dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari
golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih.
Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita
hipertensi adalah daging kambing dan durian.
4. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang
lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure mean
arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan
khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap

bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan
dalam 12 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan
tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam
dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
J. Pencegahan
Hipertensi adalah masalah yang relatif terselubung (silent) tetapi
mengandung potensi yang besar untuk masalah yang lebih besar. Hipertensi
adalah awal untuk proses lanjut mencapai target organ untuk memberi
kerusakan yang lebih berat. Karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan
hipertensi.
Dibawah ini adalah beberapa gaya hidup untuk pencegahan hipertensi:
a. Turunkan berat badan jika berat badan mengalami kelebihan (IMT > 27,3
bagi perempuan dan > 27,8 bagi laki-laki) dengan mengurang kalori diet
dan berolahraga.
b. Tingkatkan olahraga aerobik (30-45 menit/ hari), misalnya jalan kaki agar
cepat sampai mencapai tingkat kesegaran jasmani yang sedang.
c. Mengurangi konsumsi garam.
d. Pertahankan konsumsi potasium/kalium dalam jumlah cukup (90 mmol /
hari). Lebih bagus yang berasal dari buah-buahan segar dan sayuran.
e. Pertahankan konsumsi kalium dan magnesium dalam jumlah cukup.
f. Berhenti merokok dan kurangi konsumsi lemak jenuh dan kolesterol untuk
kesehatan jantung secara menyeluruh.
g. Setelah 30 tahun periksa tekanan darah setiap tahun.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Meliputi : nama, umur, Jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, dan
bangsa.
b. Penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
agama, bangsa dan hubungan dengan pasien.
2. Pengkajian Primer
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
a. Airway, kaji :
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/ tidaknya jalan nafas
3) Distres pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing, kaji :

1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada


2) Suara nafas melalui hidung atau mulut
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation, kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembapan kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability, kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) GCS (Glasgow Coma Scale)
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e. Exposure, kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada.
3. Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala
: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala

: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner, penyakit serebrovaskuler.


Tanda: Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin.
c. Integritas Ego
Gejala
:Riwayat

perubahan

kepribadian,

ansietas,

depresi,

euphoria, Factor stress multiple.


Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, dan
peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala
: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
e. Makanan/cairan
Gejala
: Makananyang di sukai, yang dapat mencakup makanan
yang tinggi garam, tinggi lemak, dan tinggi kolestrol.
Tanda: Berat badan normalatau obesitas, adanya edema.
f. Neurosensori
Gejala
: Keluhan pusing/berdenyut, sakit kepala suboksipital.
Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
dan efek piker

g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala
: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, dan nyeri abdomen.
h. Pernapasan
Gejala
: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas.
Takipnea,ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal.
Batuk dengan/ tanpa pembenukan sputum
Riwayat merokok.
Tanda: Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan.
Bunyi napas tambahan
Sianosis
i. Keamanan
Gejala

: Gangguan koordinasi/cara berjalan


Episode parestesia unilateral transien
Hipotensi postural
j. Pembelajran/Penyuluhan
Gejala
:Factor-faktor resiko keluarga: hipertensi, penyakit
katup jantung, diabetes mellitus,penyakit ginjal.
Pertimbangan
: DRG mernunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2
hari
Rencana pemulangan: Bantuan dengan pemantauan diri TD
Perubahan dalam terapi obat
B. Diagnosa
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan terjadinya
vasokonstriksi.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan vaskular
serebral.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard.
Intervensi :
a. Pantau TD
Rasional
: Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskular.

b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.


Rasional
: Denyutan karotis, jugularis, radialis, dam femoralis
mungkin terpalpasi, denyut pada tungkai mungkin menurun.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional
: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertrofi atrium,perkembangan S3 menunjukkanhipertrofi
ventrikel dan kerusakan fungsi.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional
: Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler

lambat

mungkin

berkaitan

dengan

vasokonstriksi

atau

mencerminkan penurunan curah jantung.


e. Catat edema umum/tertentu.
Rasional
: Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan atau
vascular
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan terjadinya
vasokonstriksi.
Intervensi :
a. Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
Rasional
: Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK.
Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK.
b. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana.
Rasional
: Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
c. Pantau status neurologis secara teratur
Rasional
: Mencegah/menurunkan atelaktasis
d. Dorong latihan kaki aktif/ pasif
Rasional
: Menurunkan statis vena
e. Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin
Rasioanl
: Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat
menyebabkan penurunan volume sirkulasi
f. Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin
Rasioanl
: Menurunkan resiko trombofeblitis
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan vaskular
serebral.
Intervensi :
a. Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional
: Meminimalkan stimulasi/peningkatan relaksasi.
b. Berikan tindakan farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala

Rasional

: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan

memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan


sakit kepala dan komplikasinya.
c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Rasional
: Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan
sakit kepala.
d. Berikan cairan , makanan lunak, perawatan mulut yang teratur, bila
terjadi perdarahan hidungdan kompres hidung telah di lakukanuntuk
menghentikan perdarahan
Rasional
: Meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat
mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut,
menumbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membrane
mukosa.
Kolaborasi
e. Berikan obat Analgetik sesuai indikasi.
Rasional
: Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang
system saraf simpatis
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
a. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas.
Rasional
: Untuk mengetahui sampai sejauh mana kelemahan yang
dialami klien.
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan klien.
Rasional

: Memenuhi kebutuhan klien.

c. Observasi tanda-tanda vital.


Rasional

: Menilai perkembangan klien.

d. Bantu klien dalam melakukan aktivitas misalnya mengubah posisi tidur


klien.
Rasional

: Memenuhi kebutuhan klien.

e. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat


ditoleransi.
Rasional
: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Kaji tingkat pemahaman klien.

Rasional

: Mengetahui tingkat pemahaman klien dan untuk memilih

intervensi selanjutnya.
b. Berikan informasi dalam bentuk yang singkat dan sederhana.
Rasional

: Menurunnya rentang perhatian klien dapat menurunkan

kemampuan untuk menerima/memproses dan mengingat/menyimpan


informasi yang diberikan.
c. Instruksikan pada klien untuk melakukan ambulasi dini.
Rasional

: Membantu dalam meningkatkan normalisasi fungsi organ.

d. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan dan kembali ke


dokter untuk mengangkat jahitan.
Rasional

: Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program

terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaian.


D. Implementasi
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard.
Implementasi:
a. Memantau TD
b. Mencatat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
c. Mendengarkan tonus jantung dan bunyi napas.
d. Mengamati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
e. Mencatat edema umum/tertentu.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan terjadinya
vasokonstriksi.
Implementasi:
a. Memantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
b. Mengkaji respon motorik terhadap perintah sederhana.
c. Memantau status neurologis secara teratur
d. Mendorong latihan kaki aktif/ pasif
e. Memantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin
f. Memberi obat sesuai indikasi, misal : Caumadin
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan vaskular
serebral.
Implementasi:
a. Mempertahankan tirah baring selama fase akut
b. Memberikan tindakan farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala
c. Membantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

d. Memberikan cairan , makanan lunak, perawatan mulut yang teratur, bila


terjadi perdarahan hidungdan kompres hidung telah di lakukanuntuk
menghentikan perdarahan
e. Kolaborasi: Memberikan obat Analgetik sesuai indikasi.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Implementasi:
a. Mengkaji kemampuan klien dalam beraktivitas.
b. Mendekatkan peralatan yang dibutuhkan klien.
c. Mengobservasi tanda-tanda vital.
d. Membantu klien dalam melakukan aktivitas misalnya mengubah posisi
tidur klien.
e. Memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat
ditoleransi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Implementasi:
a. Mengkaji tingkat pemahaman klien.
b. Memberikan informasi dalam bentuk yang singkat dan sederhana.
c. Menginstruksikan pada klien untuk melakukan ambulasi dini.
d. Mendiskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan dan
kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan.
E. Evaluasi
1. Resiko penurunan curah jantung tidak terjadi
2. Perubahan perfusi jaringan perifer dapat teratasi
3. Gangguan rasa nyeri berkurang/hilang
4. Intoleransi aktivitas dapat teratasi
5. Mengetahui lebih banyak tentang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

Bakta

made,

dkk.1999.Gawat

Darurat

di

Bidang

Penyakit

Dalam.Jakarta:EGC
Brunner & Suddarth.2001.Keperwatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta: EGC
Doenges, EMarilynn.1999.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.Jakarta:EGC
Price, A Sylvia.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit,
Vol.2,Edisi 6.Jakarta: EGC
Purwadianto A, dkk.2000.Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan
praktik.Jakarta: Binarupa Aksara
Watson, Roger.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai