Anda di halaman 1dari 47

TRAUMA SSP

CEDERA MEDULA SPINALIS

Oleh:
TRI PUSPITA NIRMALA (022010101029)
ROSITA DEWI (022010101086)

Kecelakaan lalu lintas


Kecelakaan industri
Jatuh
Olah raga
Medula Spinalis
Kerusakan tulang/ligamentum (+)
Kerusakan tulang/ligamentum (-)

CEDERA
TULANG BELAKANG

Tulang
Ligamentum
Radiks

48% fatal
15% multipel
Komplikasi
Angka kematian 4-17%

Lokasi CMS sering di:


C4-C7
T1
T11-T12
L1

Pergerakan penderita

pada cedera tidak stabil


Pertolongan pertama yang salah

CMS
(Keadaan kritis)

Resiko tinggi pada:


Peminum alkohol (25%)
Laki-laki (80-85%)

CMS
menjadi lebih berat

Perhatian khusus dari tempat kejadian-dirawat


Stabilitas tulang
Me survival:
- penyembuhan optimal
- komplikasi minimal
Perawatan neuro-intensif/bedah

Batasan
Trauma=Luka/cedera:
Hilangnya/terbukanya/rusaknya sebagian jaringan
tubuh.

Cedera Medula Spinalis:


Cedera yang merusak sumsum tulang belakang,

berkaitan dengan pergeseran kolumna vertebralis;


dapat disertai/tidak disertai kerusakan tulang/ligamen.

Epidemiologi
Demografi CMS Akut
48%: kasus fatal.
Angka kematian: 4-17%.
15% CMS akut:

cedera vertebra multipel


(cervical, thorakal, lumbal).

Umur
(tahun)

Prosentase
(%)

<11
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60
>60

10
20
25
15
10
10
10

Sumber: Bradley, 2004

Etiologi

(1)

Cedera traumatik:
Ledakan
fraktur,dislokasi,
menghancurkan,
menekan vertebra
Luka tembak
Luka tajam

Cedera non-traumatik:
Arthritis
Kanker
Gangguan pembuluh
darah/perdarahan
Radang/Infeksi
Degenerasi
diskus vertebra

Mempengaruhi serabut saraf yang melewati daerah cedera


Kelemahan sebagian/seluruh otot yang diinnervasi
& serabut saraf di bawahnya

Penyebab tersering CMS di AS:


1. KLL (kecelakaan mobil & sepeda motor-50%).
2. Tindak kekerasan (11%-terutama luka tembak).
3. Jatuh (>65 tahun-24%).
4. Olah raga & kecelakaan saat liburan
(OR berat & menyelam-9%).

Anatomi Medulla spinalis


Mulai perbatasan dgn medulla oblongata (decussatio pyramidum)
sampai setinggi vertebra LI.
31 segmen: 8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, 1 koksigeal
Masing2 segmen berhubungan dengan sepasang radiks saraf spinal
Bagian luar tersusun oleh substansia alba;
Substansia grisea di bagian dalam
Di dalam substansia alba berisi lintasan2 asenden & desenden
Di dalam substansia grisea pada daerah anterior terdapat motorneuron,
yg bertanggung jawab dalam penghantaran impuls motorik somatik
disebut anterior motor neuron

Tiap saraf spinalis akan keluar dari lubang yang disebut


foramen intervertebralis yang terletak diantara 2 tulang
vertebra, dan selanjutnya akan di distribusikan sebagai
saraf segmental tubuh.
Radiks semua saraf yang berjalan kaudal terhadap konus
terminalis ( dibawah L1 ) akan membentuk seutas saraf
yang disebut kauda ekuina ( ekor kuda ).

Medula spinalis juga mempunyai 3 lapis pelindung


( duramater, arakhnoid, dan piamater ), yang akan
berakhir dan bergabung dengan filum terminalis.
Potongan melintang medulla spinalis akan
memperlihatkan kanal kecil di sentral yang berisi likuor,
masa kelabu berbentuk H ( spt kupu-kupu ) dan masa
putih yang mengelilinginya.
Medula spinalis dibagi dua secara simetris oleh celah
yang dalam yg disebut fisura mediana anterior dan
septum yang disebut septum mediana posterior.

Pasangan kolum yg membentuk dua kaki vertical H


adalah kornu posterior yg mengandung serabut aferen
dan kornu anterior yg mengandung serabut eferen.
Kolom yg menghubungkan kedua kaki H disebut
komisura kelabu yg merupakan persilangan serabutserabut refleks.

Masa putih medulla spinalis banyak mengandung


serabut saraf bermielin dan tersusun oleh tiga pasang
kolom yg disebut funikulus.
Funikulus ini terdiri dari kolum ventral (anterior)
kolum dorsal ( posterior ) dan kolum lateral, serta area
komisural.

Tiap funikulus terdiri dari beberapa traktus yg disebut


fasikulus. Traktus asenden merupakan serabut
sensorik yg membawa impuls ke otak; traktus desendens
merupakan serabut motorik yg mentranmisikan impuls
otak turun melalui medulla spinalis ke neuron eferen.

Patofisiologi

Mekanisme Cedera stabil/tidak stabil

Stabilitas Cedera Medula Spinalis

Cedera spinalis cedera jaringan saraf:


1. Kompresi oleh tulang, ligamen,
benda
asing, hematoma.
2. Regangan jaringan (hiperfleksi) jaringan
robek.
3. Edema gangguan sirkulasi kapilar &
venous return.
4. Gangguan sirkulasi
(a. spinalis anterior & posterior) oleh kompresi
tulang/struktur lain.

Beberapa menit pasca cedera:


MS normal (makroskopik & mikroskopik).

Pemeriksaan mikroskopik:
30 menit pasca cedera: petechie di sentral masa abu-abu,
cornu anterior, sekitar kanalis sentralis
meluas ke kornu posterior & masa putih.
2 jam pasca cedera: invasi sel-sel inflamasi.
4 jam pasca cedera: hampir MS nekrotik.
6 jam pasca cedera: edema primer vasogenik.
dalam 48 jam: edema & nekrotik tempat cedera

Gangguan fisiologis:
2 jam pasca cedera: aliran darah
(40-50 20 ml/100 gr jaringan/menit)
kongesti vaskular ekstravasasi eritrosit & cairan
edema edema MS tekanan perfusi di MS
Tekanan O2 , tekanan CO2 hipoksia, iskemik, infark.

Patogenesis CMS
1.Primer:

Tenaga mekanis trauma


disrupsi & destruksi neuron, petekial, hematomielia.
Gambaran histologis:
Perdarahan & ekstravasasi protein di:
substansia grisea & di perbatasan substansia alba.
Nekrosis & skar glia di daerah trauma.
Edema: pada hari ke-3 & menetap 2 minggu.

2.Sekunder:

Aktivasi biokimia.
Nekrosis hemoragik progresif, edema, & inflamasi
kerusakan sekunder stasis vaskuler, spinal blood flow ,
kematian sel.

Respons Patofisiologis pada CMS

Disrupsi mekanik akson & neuron cedera primer.


Perubahan fisiologis & patologis progresif terjadi
pada cedera sekunder.

Cedera sekunder terjadi karena:


1.
2.
3.
4.

Radikal bebas.
Influks Ca>>> & eksitotoksisitas.
Eicosanoid & sitokin.
Programmed cell death (Apoptosis).

1. Radikal bebas
Cedera

terputusnya reaksi kimia RB


dinetralkan oleh SOD, katalase.
SOD
Superoksida
H 2O2
Katalase

H202

H 2O + O 2

Cedera:

- RB merusak lipid/protein RB .
- Pelepasan antioksidan endogen
(asam askorbat, glutation, vitamin E).
- Kerusakan SOD.

2. Influks Ca>>> & eksitotoksisitas

Cedera Ca++ ke IS aktifkan fosfolipase & protease.


Cedera Glutamat ke ES merusak neuron di tempat
masuknya Ca++ & Na.
Oleh karena itu:
Penghambat reseptor glutamat digunakan sebagai
neuroprotektif.

3. Eicosanoid & sitokin

Cedera membran sel pecah asam arakidonat


prostaglandin & leukotrien (mediator inflamasi)
sel bengkak.
Obat antiinflamasi me pelepasan eicosanoid.
Sel makrofag, monosit, & mikroglia melepas zat-zat yang
mengatur pemulihan cedera.
- Sitokin, TGF-beta, GM-CSF
- TNF-aplha, IL-1 beta, superoksida, NO

4.Programmed cell death (Apoptosis)

Kehilangan neurotropik, kadar K<<, sitokin, HIV,


hormon tertentu, cedera apoptosis.
Sel yang mati memerlukan sintesa protein baru
programmed cell death.
Apoptosis masuknya Ca & activated phosphatase>>>.
Glukostiloid & Phospatase inhibitor (cyclosporin A):
mencegah apoptosis.

Neuroprotektif yang mengganggu proses cedera sekunder:


Anti-oksidant.
Glutamate receptor blocker.
Cyclo-oksigenase inhibitor.
Imuno-supresant (cyclosporin A).

Perubahan Anatomi dan Fungsi


setelah Cedera

Destruksi serabut saraf motorik paralisis.


Destruksi serabut saraf sensoris
sensasi sentuhan, tekanan, temperatur, nyeri (-).
Refleks , kontrol BAK-BAB (-), disfungsi seksual,
kapasitas bernafas , kegagalan refleks batuk, & spastisitas.
1 minggu - 6 bulan pasca cedera beberapa fungsi dapat kembali.
>6 bulan kemungkinan pemulihan spontan .
Rehabilitasi long term disability .
Komplikasi (+).
Cedera kontusio: akson mielin di sekitar pusat MS tetap hidup/ kadang
kadang mielin hilang impuls saraf .
Central cord syndrome:
Keluhan ringan membaik setelah 6 minggu.
Cedera sekunder hilangnya mielin, degenerasi akson,
kematian sel saraf.

Regenerasi
Banyak peneliti sel saraf SSP mamalia
tidak dapat beregenerasi.
Tetapi penemuan-penemuan menunjukkan:
Sel saraf di otak & MS dapat tumbuh kembali.
MS melakukan mekanisme perbaikan.
Regenerasi terjadi setelah CMS.
Neuron di SSP+faktor tropik hidup & tumbuh.
Faktor tropik NGF diperlukan beberapa tipe sel
perifer.
(tidak jelas pada sel SSP).

Klasifikasi (ASIA & IMSOP 1990 & 1991)


I. Berdasarkan Fungsi:
Grade A - complete
fungsi motorik/sensorik (-) s/d segmen S4-S5.
Grade B - incomplete fungsi sensorik (-), fungsi motorik masih (+)

di bawah level cedera spinal s/d segmen S4-S5.

Grade C - incomplete

fungsi sensorik (+), motorik masih (+) di bawah level cedera


spinal & sebagian besar 10 otot ektremitas di bawah level
cedera spinal mempunyai kekuatan motorik <3.

Grade D - incomplete
Grade E - normal

idem grade C, tapi kekuatan motorik >3.


fungsi motorik dan sensorik normal.

II. Berdasarkan Tipe dan Lokasi:


Complete spinal cord injury: ASIA/IMSOP grade A:
a. Uni-level: no zone of partial preservation.
b. Multiple level: with zone of partial preservation.
Incomplete Spinal Cord Injury: ASIA/IMSOP grade B, C, dan D:
a. Cervico-Medulary Syndrome.
b. Central Cord Syndrome.
c. Anterior Cord Syndrome.
d. Posterior Cord Syndrome.
e. Brown-Sequard Syndrome.
f. Conus Medularis Syndrome.
Complete Cauda Equina Injury: ASIA/IMSOP Grade A.
Incomplete Cauda Equina Injury: ASIA/IMSOP Grade B, C, dan D.

Faktor Resiko
1. Laki-laki (80-85%).
2. Dewasa muda & orang tua.
16 tahun, 35 tahun, usia lebih tua.
Kecelakaan sepeda motor CMS pada
dewasa muda.
3. Atlet
Sepak bola, renang, menyelam, berkuda, dll.
4. Orang-orang yang memiliki faktor predisposisi:
arthritis/osteoporosis.
5. Pengguna alkohol (25%).

Gejala dan Tanda Klinis

Cedera spinal komplit di bawah lesi: gangguan sensorik & motorik.


Cedera spinal inkomplit tergantung bentuk & lokasi lesi.

Gejala klinik cedera spinal inkomplit (klasifikasi ASIA/IMSOP):

1. Cervico-Medullary Syndrome

Gangguan cervical bagian atas & batang otak.


Dapat meluas s/d C4/lebih bawah lagi & ke atas (pons).
Gambaran klinis:
Respiratory arrest, hipotensi, tetraplegia, & anestesia dapat meluas
C1 - C4
Gangguan sensibilitas wajah seperti kulit bawang (Dejerine pattern).
Dapat menyerupai sindroma medularis sentral
lengan lebih berat dari tungkai.

2. Central Cord Syndrome

Gangguan motorik ekstremitas atas lebih berat dari tungkai


+ gangguan sensibilitas yang beraneka ragam.
Terbanyak pada orang tua.
Hematomieli (-).
MRI: hiperintense.
Histologi: nekrosis (-), fase akut: edema primer.
Tidak perlu tindakan operasi, kecuali jika terjadi
kelemahan lengan berat.
Gangguan propioseptif (+) tindakan dekompresi.

3. Anterior Cord Syndrome

Gangguan paralisis komplit mendadak.


Hiperestesia pada tingkat lesi.
Di bawah lesi: rasa raba & propioseptik masih (+).
Perlu intervensi operasi dini.

4. Posterior Cord Syndrome

Sangat jarang.
Kelemahan dari batas lesi ke bawah & gangguan propioseptik.

5. Brown-Sequard Syndrome

Kerusakan 1/2 MS.


Gangguan motorik & propioseptik sisi ipsilateral.
Gangguan sensasi rasa suhu & nyeri sisi kontralateral.
Dapat terjadi pada cedera hiperekstensi/fleksi.
Segera/selang beberapa hari/berangsur-angsur setelah cedera.

6. Conus Medullaris Syndrome

Cukup sering terjadi karena conus medullaris terletak di daerah


T11-T12 & T12-L1 (lebih banyak bergerak).
Insiden 24%.
Gangguan lower motor neuron: paralisis flaksid tungkai & sfingter ani,
fase kronik + atropi otot-otot & spastisitas atau hiperefleksi dengan
respon plantaris.
Gangguan sensorik bervariasi: inkomplit retensi sensasi perianal
(saddle anesthesia).
Lesi berat gangguan defekasi & miksi prognosis kurang baik.

Penatalaksanaan
Hal terpenting:

Tentukan saat terjadinya CMS.


Penilaian klinis neurologis akurat.
Evaluasi radiologi terperinci.

Pemeriksaan penunjang
(patologi, elektrofisiologi, neuroimaging)
membantu menentukan
perjalanan penyakit, beratnya, & mekanisme cedera.

Tujuan penatalaksanaan cegah kerusakan MS.


Pertolongan yang salah CMS bertambah berat.

PENATALAKSANAAN UMUM
Rentetan terapi (5 aspek):
1. Terapi emergensi dengan memperhatikan
ABC, immobilisasi, & transfer pasien.
2.Terapi masalah umum:
gangguan respirasi, kardiovaskular, GIT.
3.Kesegarisan spinal (stabilisasi spinal).
4.Dekompresi bedah bila ada indikasi.
5.Program rehabilitasi.

Manajemen Awal

(1)

ABC
Lesi servikal: Mungkin perlu intubasi nasotrakheal/orotrakheal.

Sirkulasi yang adekuat


Syok neurogenik, hipotensi, & hipovolemia beri cairan memadai.
Syok neurogenik hipotensi phenylephrine.
Hipovolemia takikardi segera koreksi.

Kecurigaan CMS:
Nyeri vertebra, kesemutan, kelemahan ekstremitas,
tangan seperti terbakar.
Tentukan level cedera & lesi komplit/tidak komplit

memperkirakan prognosis.
Kecurigaan cedera servikal imobilisasi dengan
cervical collar.

Manajemen Awal (2)

Stabilitas:

vertebra membatasi displacement pada beban fisiologis.


faktor penting untuk evaluasi cedera.
Pemeriksaan radiologi (foto polos vertebra) CTScan/MRI.
Evaluasi CT (Denis's) penilaian stabilitas dengan melihat
kolumna (anterior, media, posterior).
Disrupsi ligamen Instabilitas.
Tentukan pula tingkat kompresi corpus vertebra.
Jika >50% dianggap tidak stabil.
Pikirkan kemungkinan multi-trauma.
Tegakkan diagnosa terapi segera.
Pertimbangkan tindakan operatif.
Bila indikasi (-) cukup neurointensive care.

Terapi Segera

Cegah hilangnya fungsi motorik permanen.


Pemberian steroid segera.
Kejadian sebelum 8 jam:
metil prednisolon do tinggi 30 mg/kgBB i.v.
perlahan 15 menit
45 menit kemudian infus 5,4 mg/kgBB selama 23 jam.
Jika cedera terjadi antara 3-8 jam infus berakhir s/d
48 jam.
Steroid tidak mengobati paralisis, tetapi
terbukti bermakna: perbaikan neurologi jangka panjang.
Manitol 0,25-1,0 gr/kgBB mengobati edema MS.
Gangguan pernafasan pada cedera servikal
perawatan ICU.
Sel-sel dengan cedera ringan mungkin melakukan
respons adaptif pemberian obat-neuroprotektif.

Manajemen Akut dan Subakut (1)

Perlu: ventilasi memadai, monitor kardiovaskular, &


cegah komplikasi.
Lesi setinggi cervical & thorakal risiko simpatis
vasodilatasi perifer hipotensi.
Lesi pada T3/di atasnya mempengaruhi tonus simpatis jantung
bradikardi.

Analgetik adekuat.
Terapi disotonomi: perbaikan volume sirkulasi.
Anemia transfusi darah, cairan koloid/kristaloid (NaCl fisiologis).
Hindari hipervolemia.
Hipotensi vasokonstriktor perifer (fenileprin)-infus dg titrasi.
Dopamin & dobutamin MABP 85.
Bradikardi simptomatis atropin.
Cedera pada C5/atas innervasi diafragma & n. Frenikus (-)
bantuan ventilasi: intubasi nasotrakheal/orotrakheal
& ventilasi mekanik TV 10 cc/kg, Fi02 cukup untuk p02 80 -100.
Perbaikan ventilasi (-) dalam 2 minggu tracheostomi.

Manajemen Akut dan Subakut (2)

Frekuensi batuk & tidak sanggup me ventilasi


atelektasis & pneumonia (tidak sanggup keluarkan sekret).
"pulmonary toilet terapi perkusi dada.
Profilaksis tromboemboli:
- antikoagulan mulai setelah 72 jam.
heparin 5000 u (2x sehari) s.c/antikoagulan oral.
Organ viseral: dipersyarafi thorakal & lumbal atas.
Otot-otot dinding abdominal: dipersyarafi T7-T12.
Lambung, usus halus, hati, pankreas, 2/3 proksimal kolon:
dipersyarafi T5-L2.
Cedera spinal pada level ini & di atasnya ileus
- Dekompresi lambung.
- Nutrisi parentral segera.
- Makanan enteral ditunda s/d motilitas gastrointestinal kembali.
Metoclopromide, eritromisin, & cisapride perbaiki motilitas.
H2 reseptor antagonist (sucralfate 1 g/6 jam) /antasid
profilaksis ulkus peptikus.

PENATALAKSANAAN KHUSUS (1)


1. Cedera cervical
a. Dislokasi Atlantooccipital:
Cedera langsung a. Vertebralis/medula oblongata fatal.
b. Fraktur Jefferson:
Benturan puncak kepala fraktur bilateral arcus posterior vertebra C1
foto AP cervical C1 (buka mulut).
Setinggi C1: letak medula cukup jauh dari vertebra C1 defisit neurologis
sering (-).
Sembuh dengan fiksasi halo-vest, kadang perlu fusi oksipital - C1 - C2.
C. Cedera Atlantoaxial, 4 kelompok:

Cedera ligament: Penyembuhan spontan sering tidak stabil fusi C1-C2.


Fraktur odontoid tipe I (tip fracture): stabilisasi halo-vest.
Fraktur odontoid tipe II (base fracture): mengganggu suplai darah ke odontoid
sulit sembuh fusi C1 - C2.
Fraktur odontoid tipe III (meliputi korpus vertebra C2):fiksasi halo-vest.

d. Fraktur Hangman: cedera hiperekstensi (kepala terbentur dashboard)


fraktur bilateral pedikel C2 & dislokasi vertebra C2-C3.
Sembuh dengan fiksasi.
e. Facet menyatu/bergeser (Locked or jumped facets) unilateral/bilateral.
Cedera letak tinggi traksi untuk mengembalikan kedudukannya.
Cedera letak rendah tindakan operatif.

PENATALAKSANAAN KHUSUS (2)


2. Cedera thorak: pada umumnya stabil
cukup dengan bedrest.
3. Cedera thorakolumbal:
korpus vertebra pecah pergeseran korpus
vertebra menekan MS (konus/qauda equina).
Bila cedera tidak komplit dekompresi untuk
perbaiki gangguan neurologis.
- pertahankan tetap extensi dengan memberi
gulungan handuk/bantalan di daerah lumbal
- transport px dalam prone position (pertahankan
extensi ringan spinal)

Intervensi Bedah
Pemulihan fungsi CMS dipengaruhi:
Immobilisasi sewaktu pemindahan.
Terapi segera.
Intervensi bedah perbaikan lingkungan fisiologis &
neurologis mortalitas & morbiditas rehabilitasi
segera dapat dilakukan.
Intervensi bedah komplikasi memperpendek
perawatan.

Intervensi bedah pada cedera vertebra yang tidak

stabil
kerusakan neuron
(meski belum ada studi yang membandingkan pengaruh
tindakan operatif & non-operatif terhadap status
neurologi).

Indikasi Operasi:

Perburukan progresif karena retropulsi tulang, diskus,


hematoma epidural.

Restorasi & re-alignment kolumna vertebra.


Dekompresi struktur saraf.
Vertebra tidak stabil.

Waktu intervensi bedah:


(1) Intervensi dini (<72 jam setelah cedera)

Minimalisasi cedera sekunder.


Perbaikan neurologis.

(2) Intervensi lambat (>5 hari setelah cedera)

Saat gangguan neurologi sudah menetap.


Perbaikan neurologis, terutama pada mielopati traumatik inkomplit.

Keluaran neurologis pada intervensi dini & lambat:

Tidak terdapat perbedaan bermakna pada:


- lama perawatan & rehabilitasi.
- perbaikan motorik.
tidak ada waktu terbaik untuk operasi,
kecuali bila terdapat perburukan neurologis progresif.

Perawatan Umum
1. Perawatan Kandung Kemih

Px dapat mengontrol refleks kandung kemih bebas infeksi.


Lakukan kateterisasi intermiten & berikan vitamin C 1 gram 4x/hari
cegah infeksi & batu kandung kencing.

2. Perawatan Rektum

Px dapat mengontrol defekasi.


Pada fase awal: distensi rektum berikan enema/rektal tube.
Jika peristaltik sudah timbul berikan obat pelemas faeces.
Jika rektum sudah aktif berikan supositoria.
Lakukan pemeriksaan rutin mencegah pengerasan faeces.

3. Perawatan Kulit

Cegah infeksi & dekubitus.

4. Nutrisi

TKTP.
Jika pasien tidak dapat makan makanan parenteral/tube nasogastrik.
Keseimbangan carian & elektrolit diawasi dengan ketat.

5. Kontrol Nyeri

Hindari pemberian narkotika.

6. Perawatan Psikiatri

Jika diperlukan obat anti depressant.

Rehabilitasi
1.Fisioterapi: masase & gerakan pasif sedini
mungkin, latihan khusus mengembangkan
grup otot tertentu.
2.Terapi kerja: menyiapkan tipe pekerjaan
untuk px sesuai kecacatannya.
3.Olah raga: basket dengan kursi roda,
berenang, dll.
4.Psikiatrik:
cegah depresi/ancaman bunuh diri.

Komplikasi
1. Masalah traktus urinarius
Inkontinensia urine.
Batu buli-buli & infeksi.
Pencegahan:
- vitamin C 1 gram 4x/hari keasaman urine me.
- mobilisasi dini.
- meningkatkan pengosongan urine.
2. Ulkus dekubitus
Pencegahan: mobilisasi pasif.
3. Spasme otot
Penanganan: diazepam, baclofen, dantrolene.
4. Gangguan sistem pencernaan
Gangguan kontrol bowel inkontinensia fekal.
5. Trombosis vena dan emboli paru

Prognosis
Di Amerika Serikat:
Sebelum PD II

Disfungsi tr. urinarius


Infeksi saluran nafas
Infeksi ulkus dekubitus

Px CMS meninggal

Kemajuan teknologi
Penemuan lateks/plastik
Prosedur perawatan lebih baik

Harapan hidup

Fasilitas rehabilitasi

Harapan hidup
Kecacatan

85% Px CMS yang tertolong &


bertahan dalam kondisi baik
dalam 24 jam I

Dapat bertahan hidup


s/d >10 tahun

Penyebab kematian pada CMS:


1.

Pneumonia (penyebab utama)


Dapat menjadi penyebab kematian tunggal beberapa tahun
setelah CMS pada semua kelompok laki-laki/perempuan,
kulit hitam/putih, & penderita tetraplegia.

2.

Kurang perhatian & perawatan, pembunuhan,


bunuh diri. (terbanyak: bunuh diri)

Terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai