Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik
Pada dasarnya, antibiotik diresepkan berdasarkan pengalaman dengan kata lain
dokter gigi tidak mengetahui mikroorganisme apa yang menyebabkan terjadinya
peradangan, karena kultur pus (nanah) atau eksudat tidak umum dibuat. Oleh karena
itu, antibiotik spektrum luas yang umum diresepkan.2
Rongga mulut manusia mengandung berbagai mikroorganisme. Namun
demikian, tidak semua mikroorganisme berpotensi patogen pada manusia, beberapa
jenis bakteri yang berhubungan dengan peradangan oral di antaranya bakteri kokus,
basil, organisme gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob.2

2.1.1 Definisi antibiotik


Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba atau jasad renik yang tidak
termasuk parasit, khususnya mikroba yang merugikan manusia.9 Sedangkan
antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara
sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan mikroorganisme.10
Dalam praktek sehari-hari, antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk
mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai
antibiotik.9
Selain dari hasil metabolisme mikroorganisme, antibiotik juga dapat dibuat dari
bahan alam yaitu dari beberapa hewan dan tanaman, serta dapat pula dibentuk
antibiotik baru secara sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik.
Dari beribu-ribu jenis antibiotik yang telah ditemukan, hanya sebagian kecil yang
dapat dipakai untuk tujuan terapeutik. Hanya antibiotik yang mempunyai kadar
hambatan minimum (KHM) in vitro lebih kecil dari kadar yang dapat dicapai dalam
tubuh dan tidak toksik, yang dapat dipakai.10

2.1.2 Prinsip kerja obat antibiotik


Idealnya, antibiotik memperlihatkan toksisitas secara selektif. Toksisitas
selektif bersifat relatif daripada absolut yang berarti bahwa suatu obat dapat merusak
bakteri dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi oleh inang atau hospes. Toksisitas
selektif bergantung pada proses hambatan biokimia yang terdapat di dalam atau
esensial untuk parasit tetapi bukan untuk inang.11 Berdasarkan mekanisme kerjanya,
antibiotik umumnya dibagi menjadi lima kelompok yaitu:
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
Bakteri memiliki dinding sel, yang mengelilingi sitoplasma membran sel, yang
lebih kaku bila dibandingkan dengan sel hewan.11 Tekanan osmotik dalam sel bakteri
lebih tinggi daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan
menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri
yang peka. Dinding sel mengandung polipeptidoglikan.9,11 Lapisan peptidoglikan
jauh lebih tebal pada dinding sel bakteri gram positif daripada dinding sel bakteri
gram negatif.11 Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja ini secara berturut-turut
dari yang paling dini menghambat sampai yang kurang menghambat yaitu sikloserin,
basitrasin, vankomisin, penisilin dan sefalosporin. 9,11
2. Antibiotik yang menghambat permeabilitas atau fungsi membran sel
Membran sitoplasma bakteri dan jamur tertentu lebih mudah dirusak oleh agen
tertentu daripada membran sel hewan.11 Antibiotik yang mengubah tegangan
permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba.9
Akibatnya, aktivitas kemoteraupetik selektif dapat terjadi. Antibiotik yang berperan
dalam menghambat fungsi membran sel yaitu azoles, polien, dan polimiksin.11
Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid
membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap bakteri Gram-positif karena
jumlah fosfor bakteri ini lebih sedikit. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur
sterol pada membran sel. Oleh karena itu, bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik
polien, karena tidak memiliki struktur sterol pada membran selnya.9

3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba


Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA.9
Perbedaan tipe ribosom, komposisi kimiawi, dan spesivitas fungsional antara sel
bakteri dan sel mamalia berbeda sehingga dapat menerangkan antibiotik dapat
menghambat sintesis protein di ribosom bakteri tanpa menunjukkan efek nyata pada
ribosom mamalia.11 Aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida atau eritromisin,
kloramfenikol, dan linkomisin terbukti dapat menghambat sintesis protein melalui
kerja pada ribosom bakteri. 9,11
Streptomisin dan tetrasiklin berikatan dengan komponen ribosom 30S
menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein
sehingga akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba.
Gentamisin, kanamisin, dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama tetapi
potensinya berbeda. Eritromisin, likomisin, dan kloramfenikol berikatan dengan
ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam
amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang
karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang
baru.9
4. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba
Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprim,
p-aminosalisilat acid (PAS) dan sulfon. Antibiotik ini bekerja dengan efek
bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.9
Bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari para amino benzoic acid
(PABA). Sulfonamida bersaing dengan PABA dalam pembentukan asam folat
sehingga mencegah bergabung ke dalam folat. Trimetoprim

bekerja dengan

menghambat enzim dihidrofolat reduktase (FAH2) sehingga asam dihidrofolat tidak


dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat (FAH4) yang berfungsi.9,12 PAS adalah
analog PABA yang menghambat asam folat pada Mycobacterium tuberculosis.9
Sulfonamid adalah analog struktur PABA dan menghambat dihidropteroat sintetase.11
Sulfonamida tidak efektif terhadap M.tuberculosis dan sebaliknya PAS tidak efektif
terhadap bakteri yang sensitif terhadap Sulfonamida.9

5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba


Kebanyakan antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat digunakan
sebagai obat antikanker ataupun sebagai antivirus karena sifat sitotoksisitasnya. Oleh
karena itu, obat antibiotik yang akan dipaparkan yaitu rifampisin, dan golongan
kuinolon.

Rifampisin

berikatan

dengan

enzim

polimerase-RNA

sehingga

menghambat sintesis RNA dan DNA. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA
girase pada bakteri yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi
bentuk spiral hingga dapat muat dalam sel bakteri yang kecil.9

2.1.3 Aktivitas dan spektrum kerja antibiotik


a. Berdasarkan toksisitas selektif
Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi dua jenis yaitu
antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas yang
membunuh mikroorganisme (bakterisidal) dan yang hanya menghambat pertumbuhan
mikroorganisme (bakteriostatik).1,9,11 Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid
antara lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (jika digunakan dalam dosis besar),
kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain.1 Antibiotik yang bersifat
bakterisidal dibutuhkan untuk penyembuhan pada kasus peradangan yang tidak dapat
dihilangkan oleh mekanisme inang (misalnya endokarditis infektif). Kasus
peradangan seperti ini juga tidak dapat diobati dengan menggunakan antibiotik
bakteriostatik, dimana penyakit akan kambuh kembali setelah penggunaan antibiotik
dihentikan.11
Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik, dimana penggunaanya
tergantung status imunologi pasien, contohnya antara lain sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol,

eritromisin,

trimetropim,

linkomisin,

klindamisin,

asam

paraaminosalisilat, dan lain-lain.1 Keberhasilan obat-obat ini bergantung pada


keterlibatan mekanisme pertahanan tubuh inang. Apabila obat dihentikan, organisme
akan tumbuh kembali, dan peradangan atau penyakit akan kambuh.11 Antibiotik
tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila
kadar antibiotiknya ditingkatkan melebihi KHM.9

b. Berdasarkan spektrum kerja


Sifat antibiotik dapat berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, Penisilin G
bersifat aktif terhadap bakteri Gram-Positif, sedangkan Gram-negatif pada umumnya
resisten terhadap Penisilin G. Streptomisin memiliki sifat berbanding terbalik dengan
Penisilin G, sedangkan tetrasiklin aktif terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif.9
Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi atas dua yaitu
spektrum sempit dan spektrum luas. Antibiotik yang termasuk dalam golongan
spektrum sempit di antaranya Penisilin G (benzil penisilin) dan streptomisin.
Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum luas di antaranya
tetrasiklin9, kloramfenikol9, dan karbapenem10.
Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu
seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat
terpilih untuk peradangan yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap
mikroba lain. Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh
bakteri atau jamur yang resisten. Di lain pihak, pada septikemia yang penyebabnya
belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu
hasil pemeriksaan mikrobiologik.9

2.1.4 Klasifikasi antibiotik


Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dibedakan atas beberapa kelompok
yaitu (1) Antibiotik -laktam yang terdiri atas golongan penisilin dan derivatnya,
sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam; (2) Antibiotik makrolida dan ketolida;
(3) Linkosamida; (4) Metronidazole; (5) Tetrasiklin; (6) Glisilsiklin; (7) Golongan
kuinolon/fluoro-kuinolon; (8) Golongan aminoglikosida; (9) Vankomisin; (10)
Streptogramin; (11) Oksasolidinon; (12) Sulfonamida; dan (13) Kloramfenikol.13
Di praktek kedokteran gigi, tidak semua jenis antibiotik digunakan, hanya
beberapa jenis saja yang umum digunakan di antaranya antibiotik golongan -laktam
(seperti amoksisilin, amoksisilin-asam klavulanat, ampisilin, sefadroksil, sefaleksin,
sefazolin, dan penisilin), linkosamida (seperti klindamisin), makrolida (seperti

azitromisin,

eritromisin),

kuinolon/fluorokuinolon

(seperti

siprofloksasin),

aminoglikosida (seperti gentamisin), dan metronidazole.


2.1.4.1 Antibiotik -laktam

Antibiotik -laktam menjadi antibiotik yang banyak digunakan karena aktivitas


spektrumnya luas dan toksisitasnya yang relatif kurang walaupun insiden terhadap
alergi relatif tinggi. Antibiotik jenis ini terdiri dari lima kelompok yang memiliki
nukleus -laktam berbeda, yaitu penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam,
dan karbasefem. Penisilin dan sefalosporin adalah antibiotik yang paling penting,
diikuti dengan karbapenem, monobaktam, dan karbasefem yang menjadi cadangan
pada kasus peradangan serius seperti peradangan nosokomial (yang didapat dari
rumah sakit). -laktam memiliki aktivitas antibiotik dengan spektrum yang terluas,
kecuali antibiotik dengan spektrum yang sangat sempit (seperti -laktamase-resistant
penicillin) dan spektrum yang sangat luas (seperti imipenem dan

beberapa

sefalosporin).13
Mekanisme kerja antibiotik -laktam dapat diringkas dengan urutan sebagai
berikut: (1) Obat bergabung dengan penicillin-binding proteins (PBPs) pada bakteri;
kemudian (2) Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses
transeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu; lalu (3) Terjadi aktivasi enzim
proteolitik pada dinding sel.14
1. Penisilin
Penisilin adalah istilah generik untuk kelompok antibiotik yang sama-sama
memiliki nukleus cincin -laktam.13 Obat ini efektif melawan sebagian besar bakteri
gram positif tetapi tidak aktif jika cincin -laktamnya dipecah oleh -laktamase.12
Modifikasi

penisilin

dapat

terjadi

karena

struktur

dasarnya

(asam

6-

amminopenisilanat) memungkinkan untuk penambahan berbagai rantai -laktam dan


cincin tiazolidin. Atas dasar modifikasi ini, penisilin dapat dibagi menjadi penisilin G
dan derivatnya, penisilin resisten -laktamase, penisilin spektrum yang diperluas
(Extended-Spectrum Penicillin), dan penisilin spektrum yang diperluas ditambah
inhibitor -laktamase (Extended-Spectrum Penicillin Plus -Lactamase Inhibitors).13

Penisilin memiliki efek bakterisid dengan menghambat pembentukan


mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Di antara semua
penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap mikroba Gram-positif
yang sensitif. Walaupun kelompok ampisilin memiliki spektrum antibiotik yang
lebar, tetapi aktivitasnya terhadap mikroba Gram-positif tidak sekuat penisilin G.
Namun demikian, kelompok ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba Gramnegatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral.14 Kombinasi penisilin
dengan asam klavulanat menjadi salah satu pilihan karena kerja antibiotiknya sangat
lemah, tetapi dapat menghambat penisilinase dari streptokokus dan -laktamase
berbagai mikroba Gram-negatif dengan mengikat pusat aktif enzim tersebut. Karena
itu asam klavulanat digunakan dalam kombinasi bersama antibiotik -laktam yang tak
stabil terhadap -laktamase.10
Pemberian antibiotik per oral lebih disukai pada perawatan pasien kedokteran
gigi karena lebih aman, paling tepat, dan cara yang paling murah. Sekarang ini,
penisilin V adalah antibiotik yang paling sering diresepkan yang ditujukan untuk
terapi peradangan yang berasal dari gigi,13 tetapi amoksisilin lebih unggul karena
diabsoribsi lebih baik, frekuensi dosis yang lebih sedikit (3 kali sehari bila
dibandingkan dengan ampisilin dan penisilin V yang 4 kali sehari), dan
penyerapannya tidak dihalangi oleh makanan.15

Pemberian penisilin G secara

parenteral digunakan untuk peradangan berat pada pasien atau situasi dimana
pemberian melalui oral tidak dapat dilakukan (seperti pada sindroma malabsorpsi dan
muntah).13 Penisilin digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk semua peradangan
yang mikrobanya peka dan selama tidak ada alergi terhadap penisilin karena
toksisitasnya yang hampir tidak ada dan kerjanya bersifat bakterisidal.10
2. Sefalosporin
Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium. Inti dasar
sefalosporin C ialah asam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA: 7-aminocephalosporanic
acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam.
Sefalosporin

resisten

terhadap

penisilinase,

tetapi

dapat

dirusak

oleh

sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang dapat


dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin.14
Berdasarkan aktivitas antibiotiknya, sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi
yaitu generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, dan generasi keempat.
Sefalosporin memiliki aktivitas yang baik untuk melawan patogen orofasial, tetapi
terbatas dalam melawan bakteri anaerob. Secara in vitro, sefalosporin generasi
pertama memperlihatkan spektrum antibiotik yang aktif terhadap bakteri Grampositif. Keunggulannya dibanding penisilin adalah aktivitasnya terhadap bakteri
penghasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus
aureus dan Streptococcus termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans,
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus anaerob, Clostridium perfringens,
Listeria monocytogenes, dan Corynebacterium diphteriae.14 Sefadroksil, sefaleksin,
dan sefazolin merupakan antibiotik sefalosporin generasi pertama, sedangkan
seftriakson termasuk generasi ketiga.14,16

2.1.4.2 Antibiotik makrolida


Senyawa ini didapat dari jenis Streptomyces, mempunyai sifat glikosida dan
mengandung cincin lakton makrosiklik, gula amino basa dan gula netral. Mekanisme
kerja yang diketahui yaitu antibiotik makrolida menghambat sintesis protein pada
fase pemanjangan dengan mempengaruhi translokasi.10
Makrolida digunakan untuk peradangan yang disebabkan oleh mikroba Grampositif yang resisten terhadap penisilin atau tetrasiklin, dipakai juga pada pasien yang
alergi terhadap penisilin.10 Yang termasuk dalam kelompok makrolida yaitu
eritromisin, azitromisin, dan sebagainya. Azitromisin memiliki aktivitas yang sangat
baik dengan Chlamydia. Kadar azitromisin yang tercapai dalam serum setelah
pemberian oral relatif rendah, tetapi di jaringan dan sel fagosit menjadi sangat tinggi.
Obat yang disimpan dalam jaringan ini kemudian dilepaskan perlahan-lahan sehingga
dapat diperoleh masa paruh eliminasi sekitar 3 hari. Dengan demikian obat cukup
diberikan sekali sehari dan lama pengobatan dapat dikurangi. Absorbsinya
berlangsung cepat tetapi terganggu bila diberikan bersamaan dengan makanan.17

2.1.4.3 Linkomisin
Yang termasuk kelompok linkomisin adalah linkomisin yang diisolasi dari
Streptomyces lincolnensis dan senyawa sintesis parsial turunannya yaitu klindamisin.
Kelompok linkomisin mempunyai spektrum kerja yang mirip antara yang satu dengan
yang lain, mekanisme kerjanya sama dengan antibiotik makrolida, sedangkan kerja
klindamisin 2-10 kali lebih besar dari intesitas kerja linkomisin. Yang penting adalah
kemampuan difusinya yang baik dalam tulang. Linkomisin dan klindamisin
digunakan untuk peradangan karena staphylokokus jika antibiotik lain tidak dapat
digunakan dan berguna pada peradangan karena bakteri anaerob.10 Selain itu,
klindamisin digunakan untuk pasien yang alergi dengan penisilin atau terjadi
kegagalan pengobatan dengan penisilin.16

2.1.4.4 Antibiotik aminoglikosida


Yang termasuk antibiotik golongan ini adalah streptomisin, neomisin,
kelompok kanamisin-gentamisin, dan spektinomisin. Senyawa ini merupakan
senyawa dengan struktur yang terdiri atas tri atau tetrasakarida, yang mengandung
streptamin atau turunannya sebagai rumus umum, terutama 2-desoksistreptamin.
Semua senyawa ini memiliki spektrum kerja yang luas dan kerjanya adalah
bakterisidal. Gentamisin adalah senyawa yang didapat dari filtrat kultur jenis
Mikromonospora, yang merupakan campuran dari 3 antibiotik spektrum luas
gentamisin C1, C1a, dan C2. Secara klinis gentamisin sangat berarti terutama karena
peranannya terhadap mikroba Gram-negatif penyebab peradangan tersebut.10

2.1.4.5 Kuinolon
Kuinolon memiliki atom fluor pada cincin kuinolon (karena itu dinamakan juga
fluorokuinolon). Golongan kuinolon secara garis besar dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kelompok kuinolon tidak mempunyai
manfaat klinik untuk pengobatan peradangan sistemik karena kadarnya dalam darah
terlalu rendah, daya antibakterinya lebih lemah, dan resistensi cepat timbul.
Indikasinya terbatas sebagai antiseptik saluran kemih. Sedangkan kelompok

fluorokuinolon memiliki atom fluor pada posisi 6 dalam struktur molekulnya. Daya
antibiotik fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama.
Kelompok obat ini diserap secara baik pada pemberian oral, dan derivatnya tersedia
juga dalam bentuk parenteral yang digunakan untuk penanggulangan peradangan
berat, khususnya yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, sedangkan terhadap
bakteri Gram-positif daya bakterinya relatif lemah. Yang termasuk golongan ini
adalah siprofloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan sebagainya.18

2.1.4.6 Metronidazole
Metronidazole adalah nitroimidazole buatan yang dibuat atau diisolasi dari
Streptomyces sp yang berguna dalam mengatasi berbagai peradangan akibat
protozoa.13 Obat ini juga efektif melawan bakteri anaerob yang bekerja dengan
mengganggu DNA bakteri sehingga menghambat sintesis asam nukleat.16 Spektrum
metronidazole terbatas pada bakteri anaerob obligat dan beberapa bakteri
mikroaerofilik,19 dan paling efektif melawan bakteri anaerob gram negatif yang
bertanggung jawab pada peradangan orofasial akut dan periodontitis kronis.13
Kombinasi metronidazole dengan antibiotik betalaktam pada

peradangan oral

diindikasikan untuk peradangan orofasial akut yang serious dan pada penatalaksanaan
periodontitis agresif.13

2.1.5 Dosis antibiotik di bidang kedokteran gigi

2.1.5.1 Penggunaan dosis antibiotik pada peradangan odontogenik

Tabel 1. Dosis antibiotik yang umum digunakan untuk kasus peradangan odontogenik
pada pasien dewasa 2, 16, 19-21
Substansi Obat Jalur Pemberian
Dosis
Amoksisilin
Amoksisilin-Asam
Klavulanat

po*
po

Klindamisin

po

500 mg/8 jam


250 mg amoksisilin+125 mg klavulanat/8 jam
500 mg amoksisilin+125 mg klavulanat/8 jam
ringan-sedang: 150-300 mg/6 jam

Substansi Obat

Jalur Pemberian

Dosis

berat: 300-450 mg/6 jam


Azitromisin
po
500 mg/24 jam 3 hari berurutan
Siprofloksasin
po
500 mg/12 jam
Metronidazol
po
500-750 mg/8 jam
Sefadroksil
po
500-1000 mg/12 jam
Eritromisin
po
250 mg/6 jam atau 500 mg/12 jam
Gentamisin
Im*** atau iv
240 mg/24 jam
Penisilin
im atau iv
1,2-2,4 juta IU/24 jam*** hingga
IU/24 jam**
Keterangan: *po: pemberian per oral; **iv: pemberian melalui intravena;
***im: pemberian melalui intramuskular.

24 juta

2.1.5.2 Penggunaan dosis antibiotik sebagai profilaksis antibiotik


Tabel 2. Dosis profilaksis antibiotik pada endokarditis bakterial pada prosedur oral 2,
21, 22

Antibiotik

Dosis

Pemilihan Waktu

Amoksisilin
Ampisilin
Klindamisin

2 g po
-1 jam sebelum
2 g im atau iv
jam sebelum
600 mg po
1 jam sebelum
600 mg po atau iv
jam sebelum
Sefaleksin atau Sefadroksil
2 g po
1 jam sebelum
Azitromisin atau Klaritromisin
500 mg po
1 jam sebelum
Eritromisin
500 mg po
1 jam sebelum
Sefazolin
1 g im atau iv
jam sebelum
Seftriakson
1 g im atau iv
1 jam sebelum
Keterangan: po: pemberian per oral; iv: pemberian melalui intravena;
im: pemberian melalui intramuskular.
2.1.6 Indikasi penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi
Peradangan akut dan kronis pada pulpa merupakan penyebab sakit gigi paling
banyak. Namun kebanyakan kasus peradangan lebih memerlukan perawatan
konservatif daripada pemberian antibiotik. Selulitis fasial baik yang disertai disfagia
ataupun tidak, harus diberikan antibiotik sesegera mungkin karena, jika tidak
diberikan, peradangan dapat meluas melalui limfe dan sirkulasi darah. Beberapa lesi

oral terlokalisir yang diindikasikan pemberian antibiotik yaitu abses periodontal,


gingivitis ulseratif nekrose akut, perikoronitis dan osteomyelitis.3,13 Selain itu,
antibiotik juga digunakan sebagai profilaksis.15
Umumnya, antibiotik digunakan di kedokteran gigi untuk dua tujuan yaitu
sebagai profilaksis antibiotik dan sebagai pengobatan kasus peradangan.2

1. Sebagai pengobatan atau terapi antibiotik


Pemberian antibiotik tidak terbatas pada kasus peradangan odontogenik saja,
melainkan juga pada kasus non-odontogenik. Untuk kasus peradangan odontogenik
sendiri, tidak ada kriteria tertentu dalam pemberian antibiotik. Pengobatan diberikan
dalam beberapa situasi peradangan odontogenik akut yang berasal dari pulpa
misalnya sebagai pendukung dalam perawatan saluran akar, gingivitis nekrotis
ulseratif akut, abses periapikal, periodontitis agresif, abses periodontal, dan
osteomyelitis.2,13 Pemberian antibiotik tidak disarankan pada kasus gingivitis.2
Perluasan inflamasi cepat dan berat sebaiknya dirawat dengan pemberian antibiotik,
sementara inflamasi yang ringan dan terlokalisir dimana drainase dapat dilakukan,
maka pemberian antibiotik tidak perlu.15
Abses peridontal sering dirawat dengan insisi dan drainase tanpa pemberian
antibiotik karena abses periodontal jarang disertai demam, malaise, limfadenopati,
dan tanda-tanda sistemik lainnya. Tetapi, abses periodontal perlu diberikan terapi
antibiotik ketika disertai tanda dan gejala sistemik, atau ketika insisi dan drainase
tidak dapat dilakukan. Hal ini berbeda pada terapi antibiotik untuk peradangan yang
berasal dari pulpa atau periapikal, dimana seharusnya lebih agresif karena lebih
cenderung meluas ke permukaan wajah. Terapi antibiotik untuk kasus abses
periodontal diberikan dalam dosis tinggi dan durasi yang singkat. Perawatan
osteomyelitis yaitu berupa terapi antibiotik dan pembedahan. Dikarenakan
keanekaragaman bakteri penyebabnya, pembuatan kultur dan tes sensitivitas sesegera
mungkin menjadi penting untuk mendapatkan terapi antibiotik yang paling tepat.13
Antibiotik turunan -laktam dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan,
asalkan tidak ada alergi. Namun, hanya sedikit obat dari kelompok ini yang dapat

diresepkan. Penisilin dan amoksisilin dapat menjadi pilihan pertama. Amoksisilinklavulanat lebih disukai, karena spektrum kerja yang luas, sifat farmakokinetik,
toleransi, dan dosis yang khas. Klindamisin juga menjadi obat pilihan karena
penyerapannya yang baik, kemungkinan bakteri menjadi resistensi rendah, dan
konsentrasi antibiotik yang dicapai dalam tulang lebih tinggi.2
Peradangan non-odontogenik yang termasuk peradangan spesifik dari rongga
mulut (TBC, sifilis, lepra), dan peradangan nonspesifik membran mukosa, otot dan
wajah, kelenjar ludah dan tulang. Proses ini membutuhkan perawatan yang panjang,
dan obat yang digunakan biasanya termasuk klindamisin dan flurokuinolon (seperti
siprofloksasin, norfloksasin, dan moksifloksasin).2

2. Sebagai profilaksis antibiotik


Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis telah diterima secara luas dan umum
digunakan di kedokteran gigi. Tujuan pengobatan ini yaitu sebagai pencegahan
endokarditis infektif yang diindikasikan pada pasien yang berisiko dalam hal
prosedur invasif dalam rongga mulut.2 Pasien yang menggunakan katup jantung
buatan, memiliki riwayat endokarditis, memiliki penyakit jantung kongenital seperti
penyakit jantung kongenital sianosis, menggunakan bahan atau alat jantung buatan
yang kurang dari 6 bulan, ataupun yang memiliki efek sisa pada tempat atau sekitar
tempat dipasangnya bahan atau alat buatan, serta penerima transplantasi jantung,
maka pada pasien tersebut diindikasikan pemberian profilaksis antibiotik untuk
prosedur dental.22 Pasien yang memiliki riwayat peradangan prostesis sendi dan pada
pasien yang menggunakan sendi buatan kurang dari dua tahun disertai defisiensi
imun, maka pasien tersebut beresiko tinggi terhadap prosedur invasif dalam rongga
mulut sehingga diperlukan pemberian profilaksis antibiotik.2
Profilaksis peradangan lokal digunakan untuk mencegah proliferasi dan
penyebaran bakteri di dalam dan dari luka operasi itu sendiri. Penggunaan antibiotik
profilaksis pada pasien yang sehat hanya dianjurkan dalam kasus pencabutan gigi
impaksi, bedah periapikal, bedah tulang, bedah implan, penyambungan tulang dan
operasi untuk tumor jinak. Pada pasien dengan faktor risiko berupa peradangan lokal

atau sistemiktermasuk pasien onkologi, pasien dengan kekebalan tubuh rendah,


pasien dengan gangguan metabolik seperti diabetes, dan pasien yang telah menjalani
splenektomiantibiotik profilaksis harus diberikan sebelum melakukan prosedur
invasif.2
Namun, profilaksis antibiotik tidak direkomendasikan pada prosedur dental
atau keadaan berikut yaitu anestesi topikal pada jaringan yang tidak meradang,
pengambilan radiografi gigi, penggunaan gigitiruan lepasan atau alat ortodontik,
penyesuaian alat ortodontik, penempatan braket ortodontik, dan pencabutan gigi
desidui serta perdarahan karena trauma di bibir dan mukosa.22
Tabel 3. Indikasi penggunaan antibiotik di kedokteran gigi 15, 21, 22
Keadaan
Pilihan obat
Obat alternatif
Penyakit periodontal
GUNA (gingivitis ulseratif
Penisilin V,
Metronidazole,
nekrose akut)
Amoksisilin
Tetrasiklin
Abses periodontal
Penisilin V
Tetrasiklin
Amoksisilin
ditambah
Localized
juvenile Doksisiklin,
metronidazole
periodontitis
Tetrasiklin
Augmentin (amoksisilin
ditambah klavulanat)
Periodontitis pada dewasa
Tidak
indikasi Klindamisin
antibiotik
Amoksisilin
ditambah
Rapid
advancing Doksisiklin,
periodontitis (RAP) atau Tetrasiklin,
metronidazole
Periodontitis agresif
Metronidazole
Peradangan Oral
Peradangan jaringan lunak Penisilin V
Doksisiklin
(abses, selulitis fasial, pasca- Amoksisilin
Klindamisin
bedah, perikoronitis)
Sefalosporin
Tetrasiklin
Osteomyelitis
Penisilin V
Klindamisin
Amoksisilin
Sefalosporin
Siprofloksasin
Eritromisin
Peradangan campuran yang tidak sensitif terhadap penisilin
Peradangan akibat bakteri Amoksisilin
Sefalosporin
aerob
Sulfonamid
Tetrasiklin

Keadaan
Pilihan obat
Peradangan karena bakteri Metronidazole
anaerob dan kronis
Klindamisin

Profilaksis
Mencegah
endokarditis
infektif
Pasien
dengan
penyakit Tidak alergi pada
jantung reumatik dan katup penisilin PO:
Amoksisilin
jantung buatan
Pasien
dengan riwayat
endokarditis infektif
Pasien
dengan
penyakit
jantung bawaan (misalnya
penyakit jantung sianotik)
Penerima cangkok jantung
Pada penderita valvulopati

Obat alternatif
Sefalosporin
Augmentin
Tetrasiklin
Metronidazole + pensilin
Pasien yang tidak dapat
diberikan PO, maka pemberian
melalui IV/IM:
Ampisilin
Sefazolin atau seftriakson
Pasien yang alergi dengan
penisilin
atau
ampisilin,
pemberian melalui PO:
Klindamisin
Azitromisin/ klaritromisin
Pasien yang alergi dengan
ampisilin atau penisilin dan
tidak dapat diberikan PO,
maka diberikan IV/IM:
Sefazolin atau seftriakson
Klindamisin

Profilaksis peradangan lokal


Pada pasien sehat (misalnya
kasus
pencabutan
gigi
impaksi, bedah periapikal,
bedah tulang, bedah implan,
penyambungan tulang, dan
operasi untuk tumor jinak)
Pada pasien dengan penyakit
sistemik (pasien onkologi,
pasien imunosupresan, pasien
dengan gangguan metabolik
seperti
diabetes
tidak
terkontrol, dan pasien yang
telah menjalani splenektomi)
Keterangan: PO: per oral; IV: intravena; IM: intramuskular
2.2 Resistensi terhadap Antibiotik

Resistensi terhadap antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme menjadi


kebal atau dapat melawan efek antibiotik, baik yang didapat mikroorganisme atau
secara alami.15 Resistensi terhadap antibiotik dapat dibagi menjadi beberapa hal,
yaitu:

1. Berdasarkan mekanisme terjadinya resistensi terhadap antibiotik


a. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba. Pada
bakteri Gram-negatif, molekul antibiotik kecil dan polar dapat menembus dinding
luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Bila
porin menghilang atau mengalami mutasi, maka masuknya antibiotik ini akan
terhambat. Mekanisme lain adalah bakteri mengurangi mekanisme transpor aktif yang
memasukkan antibiotik ke dalam sel (misalnya gentamisin). Selain itu, mikroba dapat
mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar antibiotik yang ada di dalam sel
(misalnya tetrasiklin).9
b. Inaktivasi obat. Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi
terhadap golongan aminoglikosida dan golongan -laktam karena mikroba mampu
membuat enzim yang merusak kedua golongan antibiotik tersebut.9
c. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antibiotik. Mekanisme ini
terlihat pada Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA) yang
mengubah Penicillin Binding Protein (PBP) 2a atau PBP 2 sehingga afinitasnya
menurun terhadap metisilin dan antibiotik -laktam lain.9,23 Resistensi terhadap
penisilin dapat timbul akibat adanya mutasi sehingga menghasilkan produksi PBP
yang berbeda sehingga bakteri membutuhkan gen-gen PBP yang baru.23
2. Berdasarkan sumber terjadinya resistensi antibiotik
a. Resistensi bawaan. Resistensi bawaan atau resistensi primer yaitu resistensi
yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
enzim

pengurai

antibiotik

pada

mikroorganisme

sehingga

secara

alami

mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Contohnya Staphylococcus dan


bakteri lainnya yang mempunyai enzim penisilinase yang dapat menguraikan
penisilin dan sefalosporin. Selain itu, resistensi bawaan dapat terjadi pada bakteri
yang memiliki struktur pelindung khusus dari paparan antibiotik, seperti
Mycobacterium tuberculosa yang memiliki kapsul pada dinding sel sehingga
resistensi terhadap obat-obat antibiotik.23
b. Resistensi dapatan. Resistensi dapatan atau resistensi sekunder dapat terjadi
melalui tiga mekanisme yaitu (1) diperoleh akibat kontak dengan agen antibiotik

dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga terjadi mutasi
pada mikroorganisme; (2) terjadi akibat mekanisme adaptasi atau penyesuaian
aktivitas metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat; dan (3) bakteri
memperkuat dinding sel mikroorganisme sehingga menjadi tidak dapat ditembus
(impermeabel) oleh obat dan perubahan sisi perlekatan pada dinding sel. Proses
terjadinya mutan yang resistensi terhadap antibiotik dapat terjadi secara cepat
(resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam waktu yang lama (resistensi
multi tingkat). Contoh resistensi satu tingkat adalah resistensi pada streptomisin, dan
rifampisin; dan contoh resistensi multitingkat adalah resistensi pada penisilin,
eritromisin, dan tetrasiklin.23
c. Resistensi episomal. Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di
luar kromosom (episom = plasmid di luar kromosom). Beberapa bakteri memiliki
faktor R pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memiliki kaitan
spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi.23

3. Berdasarkan penyebab klinis terjadinya resistensi terhadap antibiotik


Resistensi terhadap antibiotik dapat disebabkan oleh keadaan klinis sebagai
berikut: (1) Penggunaan antibiotik yang terlalu sering; (2) Penggunaan antibiotik
yang tidak tepat indikasi; (3) Durasi penggunaan antibiotik terlalu pendek atau lama;
dan (4) Penundaan pemberian antibiotik pada pasien dengan penyakit kritis.9,24

2.3 Efek Samping

1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes dan tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi
gejala dan derajat beratnya alergi dapat bervariasi.9 Prognosis reaksi alergi sulit
diramalkan walaupun terdapat riwayat reaksi alergi pasien. Seseorang yang memiliki
riwayat alergi, misalnya alergi terhadap penisilin, tidak selalu mengalami reaksi
alergi kembali ketika diberikan obat tersebut. Sebaliknya, seseorang tanpa riwayat

alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan kembali penisilin.9 Bentuk
reaksi alergi pada penisilin paling sering yaitu reaksi urtikaria pada kulit atau
maculopapular rash. Penisilin juga dapat menyebabkan reaksi syok anafilaktik.13
2. Reaksi Toksik
Antibiotik pada umumnya bersifat toksisitas selektif, tetapi sifat ini relatif.
Penisilin merupakan golongan antibiotik yang mungkin dianggap paling tidak toksik
sampai saat ini. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat
menyerang organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes. Beberapa contoh reaksi
toksik penggunaan antibiotik seperti pada golongan aminoglikosida pada umumnya
bersifat toksik terutama terhadap Nervus Vestibulokoklear (N.VIII). Golongan
tetrasiklin dapat menggangu pertumbuhan jaringan tulang dan gigi akibat deposisi
kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam dosis besar, obat ini bersifat
hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita hamil.9
3. Perubahan Biologik dan Metabolik
Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang meradang, terdapat populasi
mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikroflora tersebut
biasanya tidak menunjukkan sifat patogen. Penggunaan antibiotik, terutama spektrum
luas, dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba
yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen.9 Pada beberapa keadaan,
perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi, yaitu suatu peradangan baru yang
disebabkan oleh proliferasi mikroba berbeda dari penyebab peradangan primer yang
terjadi akibat terapi peradangan primer dengan suatu antibiotik.9,15 Mikroba penyebab
superinfeksi biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat
penggunaan antibiotik terutama spektrum luas, misalnya penggunaan tetrasiklin dapat
menyebabkan kandidiasis.9
Faktor yang mempermudah timbulnya superinfeksi di antaranya adanya faktor
atau penyakit yang mengurangi daya tahan pasien, penggunaan antibiotik terlalu
lama, dan luasnya spektrum aktivitas obat antibiotik. Tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi superinfeksi yaitu menghentikan terapi antibiotik yang sedang

digunakan, melakukan biakan (kultur) mikroba penyebab superinfeksi, dan


memberikan suatu antibiotik yang efektif terhadap mikroba tersebut.9

2.4 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.25 Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).25,26 Pengetahuan dapat diperoleh
secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan.26
Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu24,26:
1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, misalnya mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu.
2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
4. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai
dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari


formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan,
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada.
6. Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat
membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.25

2.5 Kerangka Teori

Penggunaan
Antibiotik

Antibiotik

Definisi

Prinsip
Kerja

Aktivitas
dan
Spektrum

Klasifikasi

Pengetahuan

Dosis

Resistensi
terhadap
Antibiotik

Efek
Samping

2.6 Kerangka Konsep


Tingkat Pengetahuan
Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik Departemen Bedah
Mulut

Penggunaan Antibiotik di
Bidang Kedokteran Gigi

Definisi dan klasifikasi

Indikasi

Dosis

Efek Samping

Resistensi

Anda mungkin juga menyukai