relatif mahal seperti whey dan casein. Pemanfaatan sumberdaya alam dari limbah
pemintalan benang sutera berupa pupa ulat sutera (Bombyx mori) sebagai sumber
protein pangan yang tinggi belum dilakukan.
Menurut Sarwar, Jumat (12/8), melalui surat elektronik kepadaKompas, penelitian ini
dirumuskan berdasarkan potensi sumberdaya alam dari hasil ikutan pengolahan
benang sutera berupa pupa ulat sutera yang layak dikembangkan sebagai sumber
protein pangan. Pemanfaatan hasil ikutan pupa ulat sutera (Bombyx mori) sebagai
bahan fortifikasi protein, akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani/peternak
yang tergabung dalam industri pemintalan benang ulat sutera.
"Selain itu, pengaplikasian isolat protein tepung pupa sebagai bahan fortifikasi susu
bubuk, diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi susu bubuk tanpa banyak
mempengaruhi karakteristik sensori produk. Selain karakteristiknya yang baik, isolat
protein pupa merupakan bahan fortifikasi yang aman untuk dikonsumsi, tidak seperti
beberapa kasus yang telah ditemui yaitu dengan penambahan melamin yang sangat
membahayakan kesehatan konsumen," ujarnya.
Pembuatan isolat protein pupa terdiri atas dua tahap utama, yaitu pembuatan tepung
pupa dan ekstraksi protein. Pembuatan tepung pupa diawali dengan proses perebusan (
100 derajat Celcius selama 15 menit) terhadap pupa yang telah terlepas dari sisa
lapisan kokon.
Perebusan pada suhu tinggi ini, bertujuan untuk membunuh mikroba patogen yang ada
pada pupa. Setelah itu dilakukan proses pengeringan menggunakan oven bersuhu 60
derajat Celsius selama 24 jam, sehingga kadar air dalam pupa akan jauh berkurang
dan mencegah terjadinya pembusukan pupa.
Kemudian, pupa yang sudah kering melalui proses pemblenderan sehingga
terbentuklah tepung pupa yang lebih mudah disimpan dan diaplikasikan.
Kualitas tepung pupa dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti bahan baku pupa, proses
pembuatan bubuk, dan penyimpanan bubuk. Pupa ulat sutera memiliki nilai gizi yang
baik,
Hasil analisis terhadap komposisi nutrisi tepung pupa menunjukkan, bahwa kandungan
protein kasar pada tepung pupa sangat tinggi berkisar antara 60.06 - 61.47 persen. Nilai
ini lebih tinggi dari protein kedelai yang hanya mengandung 39-41 persen. Kandungan
protein dalam tepung pupa ini lebih rendah dari kandungan protein tepung pupa hasil
penelitian sebelumnya, sebesar 76,95 persen.
Pemasakan awal memengaruhi kandungan protein karena adanya denaturasi protein
dan juga reaksi Maillard. Tepung pupa ulat sutera ini kemudian diaplikasikan pada susu
dengan cara mengisolat protein yang terkandung dalam bubuk pupa. Isolat protein yang
berhasil didapatkan memiliki rendemen 12.25 persen dengan kadar protein dalam
aplikasi pencampuran.
Penambahan isolat protein tepung pupa ke dalam susu menunjukkan adanya
peningkatan kadar protein pada susu bubuk sebesar 4,83 persen padahal susu segar
mengandung protein sebesar 2,7 persen. Setelah diproses dengan pengeringan, susu
bubuk terbentuk dengan kandungan protein sebesar 23 persen. Dengan fortifikasi isolat
protein pupa ulat sutera meningkatkan kandungan protein susu bubuk menjadi 28,32
persen.
Berkat karyanya ini, M. Sarwar dan kawan-kawan, termasuk peneliti muda IPB yang
menjadi perwakilan Indonesia dalam Tri University International Join Seminar and
Symposium di JiangSu-China pada Oktober 2011 nanti.
Editor
: Agus Mulyadi