Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disini harus dijelaskan mengenai apa itu profesi
Lalu dilanjut ke profesi hukum
Diturunin lagi ke profesi polisi
Nah disitu baru dibahas case apa tentang polisi itu
Kode etik profesi

sebagai

pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam

melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari . Dengan demikian kode etik profesi
adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang
apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang
harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional.
Pengertian kepolisian dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah segala hal-ikhwal yang berkaitan
dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan[1]. Di
dalam pasal 4 Undang-Undang tersebut disebutkan mengenai tujuan kepolisian yang
berbunyi Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan
dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia[2]. Serta di pertegas dengan isi dalam pasal 30 ayat 4 Undang-Undang Dasar
1945, Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum[3].
Untuk dapat melaksanakan kewajiban serta mewujudkan sifat kepribadian sesuai
yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang
tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela serta
penyalahgunaan wewenang. Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi dari nilai-nilai
tri brata yang dilandasi dan dijiwai oleh pancasila serta mencerminkan jati diri setiap
anggota

kepolisian

tika pengabdian.[4]

dalam

wujud

komitmen

moral

yang

meliputi

Melihat hal-hal yang teoritis tersebut, terlihat sangat sempurna dalam kehidupan
polisi, namun tidak selamanya teori selalu benar dan terlaksana dengan sesuai. Dalam
implementasinya terutama pada zaman sekarang ini yang semakin modern dan segalanya
selalu mengikuti perkembangannya, justru terlihat semakin banyak oknum polisi yang
melenceng dari teori seperti yang dijelaskan sebelumnya, banyak perilaku menyimpang
dari norma-norma terutama kode etik profesi kepolisian. Hal-hal tersebutlah yang
menyebabkan banyak anggota polisi yang diberhentikan dari jabatannya, yang lebih dalam
lagi adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap polisi dalam pelaksanaan
tugasnya sebagai aparatur negara. Salah satu contoh pelanggaran tersebut adalah mengenai
kasus penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh seorang anggota polisi bernama
Martine Arizona Bin Kasmito .
B. Rumusan Masalah
1. Peraturan Perundang-undangan apa yang dilanggar oleh Martine Arizona dan Aulia
Rahman atas perbuatan pidana yang dilakukan keduanya

terkait dengan posisinya

sebagai anggota kepolisian ?


2. Bagaimana sanksi dan proses hukum Martine Arizona dan Aulia Rahman sebagai
anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana ?
3. Bagaimana efektifitas Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang pedoman
perilaku dan moral bagi anggota kepolisian dalam bertugas ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan apa saja Peraturan Perundang-undangan yang dilanggar oleh Martine
Arizona dan Aulia Rahman atas tindak pidana yang dilakukan terkait dengan posisinya
sebagai anggota kepolisian.
2. Menjelaskan sanksi dan proses hukum yang diberikan kepada Martine Arizona & Aulia
Rahman sebagai anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana.
3. Menjelaskan efektifitas Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang pedoman
perilaku dan moral bagi anggota kepolisian dalam bertugas

KASUS POSISI
Putusan Nomor : 121/ Pid.B /2012/ PT.TK
Dua anggota POLRI bernama Martine Arizona dan Aulia Rahman yang tergabung
dalam

Unit Tangkal Satuan Sabhara Polresta Bandar Lampung di putus bersalah oleh

Pengadiilan Negeri Tanjung Karang atas perbuatan pemerkosaan yang dilakukan keduanya
kepada seorang wanita ketika sedang melakukan patroli ruitin. Jabatann Martine Arizona dan
Aulia Rahman sebagai anggota korps POLRI membuat dia terancam hukuman ganda, selain
ancaman pidana dia juga terancam saksi pelanggaran kode etik kepolisian.
Kejadian ini berawal ketika Martine Arizona dan Aulia Rahman sedang melakukan
patroli rutin dikawasan Tanjung Karang. Pada saat melintasi jalan antara lapangan PKOR
dengan lapangan soft ball Jalan Sultan Agung Way Halim Martine Arizona dan Aulia Rahman
menemukan dua orang yang berlainan jenis yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan
sedang asyik berduaan dibawah pohon dan duduk diatas motor. Martine Arizona dan Aulia
Rahman kemudian berhenti dan menanyakan kepentingan laki-laki dan perempuan itu berada
di tempat tersebut. Karena tidak dapat memberikan alsan yang jelas dan tidak dapat
menunjukkan KTP. Akhirnya Sepasang sejoli terserbut diperiksa secara terpisah di lokasi
tersebut. Pasangan perempuan yang bernama Rini Hartati diperiksa oleh Martine Arizona dan
pasangan laki-lakinya diperiksa oleh Aulia Rahman.
Setelah terjadi percakapan singkat antara Martine Arizona dan Rini Hartati, terjadi
sebuah kesepakatan antara keduanya. Bahwa Rini Hartati mau untuk melakukan hubungan
seksual dengan Martine Arizona asalkan Rini Hartati tidak dibawa ke kantor polisi untuk
diperiksa, karena dia malu terhadap keluarganya. Terjadilah hubungan seksual tersebut di
semak-semak ditempat rini diperiksa. Setelah Martine Arizona puas melampiaskan nafsu
birahinya ia kembali ketempat semula untuk menemui rekannya Aulia Rahman yang sedang
memeriksa pasangan laki-laki. Ketika ditanyakan mengenai keberadaan pasangan wanita tadi
oleh Aulia Rahman si Martine Arizona menunjuk kearah semak-semak. Kemudian Aulia
Rahman menghampiri si pasangan wanita dan mendapati si wanita sedang memakai celana
jeans nya. Disitu Aulia Rahman menanyakan perbuatan apa yang dilakukan oleh rekannya
kepada dia. Si wanita mengatakan apa adanya bahwa dia baru saja melakukan hubungan

seksual dengan Martine Arizona. Setelah si wanita berkata tersebut Tanpa berpikir panjang
Aulia Rahman juga melakukan perbuatan yang sama kepada si wanita.
Setelah Martine Arizona dan Aulia Rahman

puas melampiaskan nafsu bejatnya

kepada si pasangan wanita. Mereka menyuruh pulang kedua sejoli tersebut. Kasus
pemerkosaan yang dilakukan anggota kops polisi ini terbongkar setelah ada pelaporan dari
korban kepada polisi.
Setelah kasus ini bergulir diranah peradilan Aulia Rahman dan Martine Arizona
diputus 1 tahun penjara dan dalam sidang kode etik kepolisian dipecat dari satuan kepolisian.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan Perundang-Undangan yang Dilanggar Dihubungkan Dengan Kasus
Kode Etik Kepolisian yang dilanggar ;
Pasal 6 ayat 1
Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menggunakan
kewenangan senantiasa berdasarkan pada norma hukum dan mengindahkan
norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Pasal 7 (F)
Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menhindarkan diri
dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan
organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa Melakukan
perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan.

Ditinjau dari motif pelaku dalam melakukan perbuatan perkosaan dapat dibagi atas:2
1. Seductive Rape
Pemerkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi dan ini bersifat
sangat subjektif. Biasanya tipe pemerkosaan seperti ini justru terjadi diantara mereka yang
saling mengenal. Misalnya pemerkosaan oleh pacar, teman, atau orang yang terdekat lainnya.
Faktor pergaulan atau interaksi sangat berpengaruh pada terjadinya pemerkosaan.
2. Sadictic Rape
Pemerkosaan yang dilakukan secara sadis dalam hal ini pelaku mendapat kepuasan seksual
bukan karean bersetubuh melainkan karena perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap
tubuh perempuan, terutama pada organ genetaliannya.
3. Anger Rape
Perkosaan yang dilakuakan sebagai ungkapan marahan pelaku. Perkosaan jenis ini biasanya
disertai tindakan brutal secara fisik. Kepuasan sex bukan tujuan utama dari pelaku, melain
melampiaskan rasa amrahnya.
4. Domination Rape

Dalam hal ini pelaku ingin menunjukkan dominasinya kep[ada korban. Kekerasan fisik
bukanlah tujuan utama pelaku, karena dia hanya ingin menguasai korban secara sexsual.
Dengan demikian pelaku dapat membuktikan pada dirinya bahwa dia berkuasa atas orangorang tertentu, misalnya korban perkosaan oleh majikan terhadap pembantunya.
5. Exploitation Rape
Perkosaan jenis ini dapat terjadi karena ketergantungan korban kepada pelaku, baik secara
ekonomi maupun sosial. Dalam hal ini tanpa menggunakan kekerasan fisikpun pelaku dapat
memaksakan keinginannya terhadap korban. Misalnya, perkosaan majikan terhadap
buruhnya. Meskipun ada persetujuan hal itu bukan karena ada keinginan seksual dari korban
melainkan ada ketakutan apabila dipecat dari pekerjaannya.
Hal yang mengecewakan dalam kasus ini adalah kenyataan bahwa tindak pidana
pemerkosaan ini dilakukan oleh oknum anggota kepolisian. Oknum anggota polisi ini
seharusnya menjadi sosok yang melindung dan mengayomi masyarakat di lingkungan
masyarakat serta bertanggungjawab atas perlindungan terhadap masayarakat. Namun dengan
keadaan yang abnormal, seorang oknum anggota polisi ini melampiaskan nafsu kelaminnya
terhadap warga sipil yang seharusnya mendapatkan rasa aman dari oknum anggota
kepolisian.3
Dalam Pasal 285 KUHP menyebutkan:
barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan dipidana dengan pidana penjara selamalamanya 12 tahun.
Rumusan pada Pasal 285 KUHP diatas diketahui bahwa perkosaan (pemerkosaan) memiliki
unsur memaksa dan dengan kekerasan. Tindak pidana dalam pasal ini mirip dengan tindak
pidana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 289 KUHP yang dirumuskan sebagai:
Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau
membiarkan dilakuakan perbuatan cabul, diancam dengan karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehermatan, kesusilaan dengan penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 285 KUHP mengatur mengenai tindak pidana perkosaan secara umum. Dalam pasal
tersebut ditegaskan bahwa barang siapa dengan kekersan atau ancaman.

kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan diancam
karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara selama-lamanya 12 tahun. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa perkosaan menurut konstruksi yuridis menurut peraturan
perundang-undangan di Indonesia (KUHP) adalah perbuatan memaksa seseorang wanita yang
bukan istrinya unutk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata
kata memaksa dan kekerasan dan ancaman kekerasan disini sudah menunjukkan betapa
mengerikannya kekerasan tersebut. Pemaksaan hubungan kelamin kepada wanita yang bukan
istrinya untuk bersetubuh dan tidak dikehendakinya akan mengakibatkan kesakitan hebat
terhadap wanita itu. Pasal 421 KUHP menyebutkan:
Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan,
tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun 8 (delapan) bulan.
Pejabat yang dimaksud adalah anggota oknum kepolisian yang melakukan tindak pidana
pemerkosaan dengan ancaman memaksa terhadap korban.
ke kantor Polresta Bandar Lampung. Setelah dari kantor Polres Bandar Lampung RH
langsung melakukan pemeriksaan di rumah sakit Abdul Moeloek yang saat itu di tangani oleh
dokter Laisa Muliati binti Makmun Derus. Dan hasil pemeriksaan (visum et revertum)
terhadap korban (RH) ditemukan selaput robek dan hasil pemeriksaan (visum et revertum)
menyimpulkan adanya unsur paksaan karena luka robeknya tidak beraturan (pemerkosaan).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik dan ingin menfokuskan untuk menulis
skripsi dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan oleh
oknum polisi

Anda mungkin juga menyukai