Anda di halaman 1dari 14

Nama Peserta : dr.

Amalia Anita Hawas


Nama Wahana : RS PKU Muhammadiyah Gombong
Topik: Kasus jiwa; Konvulsi Disosiatif
Tanggal (kasus) : 1 Juni 2014
Nama Pasien : Ny. T
No. RM : 267773
Tanggal presentasi : Oktober 2014
Pendamping: dr. Nur Hidayani
Tempat presentasi: RS PKU Muhammadiyah Gombong
Obyek presentasi :
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Keilmuan
Diagnostik
Istimewa
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Lansia
Bumil
Dewasa
Deskripsi: Seorang pasien perempuan berusia 29 tahun, mendadak berteriak, seperti kejang,
kedua tangan dan kaki menjadi kaku, gelisah, nyeri kepala, merasa tidak bisa merawat bayinya
dengan baik .
Tujuan: menegakkan diagnosis penyakit kejiwaan
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
bahasan:
Cara

pustaka
Diskusi

Presentasi dan

E-mail

Pos

membahas:
diskusi
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/gambaran klinis: Seorang pasien perempuan berusia 29 tahun, agama
Islam, anak ketiga dari empatbersaudara, sudah menikah, memiliki 2 orang anak
perempuan yang berusia 5 tahun dan 4 bulan, dan tinggal bersama suami dan kedua orang
anaknya, pendidikan terakhir tamat SLTA.
Kejadian ini bermula sejak sebulan terakhir anak keduanya sering sakit dan kadang
muntah setelah diberi ASI. Pasien sering merasa dirinya belum bisa menjadi ibu yang baik
dan kadang menangis karena hal itu. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan menurut
keluarganya masih bisa beraktivitas serta berinteraksi dengan orang lain dengan wajar.
Sehari sebelumnya, anak pasien kembali muntah setelah diberi ASI. Pada malam harinya
pasien mendadak berteriak, seperti kejang, kedua tangan dan kaki menjadi kaku, gelisah,
dan terus menerus mengeluh nyeri kepala.
1. Riwayat pengobatan: pasien belum mendapatkan pengobatan sebelum tiba di RS,
riwayat mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang disangkal.
2. Riwayat kesehatan/penyakit: riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal, riwayat
trauma disangkal, riwayat kejang disangkal, riwayat penyakit jatung dan paru disangkal.
3. Riwayat keluarga: tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien
4. Riwayat pekerjaan: sebelum menikah pasien bekerja sebagai karyawan pabrik dan
berhenti bekerja setelah menikah.
5. Lain-lain: suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta di luar kota dan bertemu dengan
keluarga sebulan sekali.

Daftar Pustaka:
a. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa UNIKA Atmajaya.
b. Kaplan, H .I., Sadock, B. J., and Grebb, J. A. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku. Jakarta: Binarupa Aksara.
c. Tomb, David A. 2003. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC.
Hasil pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis gangguan jiwa
2. Memberikan penanganan pasien dengan gangguan jiwa

ALLOANAMNESIS
Diperoleh dari
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Status
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Hubungan

Tn. M
35 tahun
Laki-laki
Islam
Menikah
SMA
Karyawan swasta
Suami pasien

Tn. R
63 tahun
Laki-laki
Islam
Menikah
SMP
Pedagang
Ayah pasien

1. SEBAB DIBAWA KE RUMAH SAKIT


Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD karena pasien mendadak berteriak,
seperti kejang, kedua tangan dan kaki menjadi kaku, gelisah, dan terus menerus
mengeluh nyeri kepala. Keluarga sangat khawatir terhadap kondisi pasien dan segera
membawanya ke rumah sakit.
B. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Kejadian ini bermula sejak sebulan terakhir anak keduanya sering sakit dan
kadang muntah setelah diberi ASI. Pasien sering sedih dan merasa dirinya belum bisa
menjadi ibu yang baik dan kadang menangis karena hal itu. Dia ingin menjadi ibu
yang baik untuk anak-anaknya. Hal itu sering disampaikan pada suaminya. Seminggu
sebelum masuk rumah sakit anaknya lebih sering muntah setelah diberi ASI dan
pasien seringkali mengkhawatirkan hal tersebut.
Pada malam hari sebelum masuk RS, pasien tidur dengan anak pertamanya
setelah dia menidurkan anaknya yang berusia 4 bulan. Dini hari tiba-tiba pasien
bangun berteriak, seperti kejang tanpa lidah tergigit, kedua tangan dan kaki menjadi
kaku, gelisah, dan terus menerus mengeluh nyeri kepala. Pernapasan menjadi cepat
dan bunyi napas keras, sesekali bersuara mengeram. Suami pasien merasa khawatir
dengan kondisi istrinya dan langsung membawanya ke RS. Beberapa jam saat di RS
orangtua pasien datang dan menghampiri pasien. Reaksi yang dialami pasien semakin
menjadi dan kedua orangtua pasien berusaha menenangkannya.

C. HAL HAL YANG MENDAHULUI SAKIT


1. Psikiatri
Sebulan sebelum masuk RS pasien lebih bertingkah murung dan sedih
dibanding sebelumnya, merasa dirinya belum bisa menjadi ibu yang baik untuk
anak-anaknya. Nafsu makan dan berat badannya stabil. Sikap dan tingkah laku
saat berinteraksi dengan orang lain masih wajar dan sama seperti sebelumnya.
2. Faktor Organis
Trauma kapitis (-)
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan trauma pada
kepala.

Kejang (-)
Pasien tidak mempunyai riwayat kejang.

Panas tinggi yang lama (-)


Pasien tidak mempunyai riwayat panas tinggi sebelum sakit.

Keracunan (-)
Pasien tidak pernah keracunan.

3. Penyalahgunaan alkohol dan NAPZA


Pasien tidak mempunyai riwayat menggunakan alkohol dan NAPZA. Pasien
juga tidak merokok.
4. Faktor Psikososial
a. Faktor Predisposisi
1. Kepribadian premorbid
Pasien tergolong orang yang baik dengan anggota keluarga yang lain,
mudah bergaul dan senang bersosialisasi. Akan tetapi, pasien bukan tipe
orang yang terbuka apabila memiliki masalah. Jika ada masalah, pasien
enggan bercerita dengan orang lain termasuk keluarganya.
2. Kasih sayang
Pasien cukup mendapatkan kasih sayang dari keluarganya.
3. Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkecukupan. Bapak dan ibu pasien merupakan
pedagang di pasar. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang mengurus
dua orang anaknya di rumah. Sebelum menikah pasien bekerja sebagai
karyawan pabrik dan berhenti bekerja setelah menikah. Suami bekerja
sebagai karyawan swasta dan penghasilan tersebut sudah dapat memenuhi
kebutuhan keluarga.
b. Faktor Pencetus
Suami bekerja sebagai di luar kota dan bertemu dengan keluarga sebulan
sekali. Kadang pasien mengeluh merasa kesepian jika suaminya tidak sedang
berada di rumah. Sejak sebulan terakhir anak keduanya yang berusia 4

bulan sering sakit dan kadang muntah setelah diberi ASI. Pasien sering
merasa dirinya belum bisa menjadi ibu yang baik dan kadang menangis
karena hal itu. Sehari sebelumnya, anak pasien kembali muntah setelah diberi
ASI. Pada malam harinya pasien mendadak berteriak, seperti kejang, kedua
tangan dan kaki menjadi kaku, gelisah, dan terus menerus mengeluh nyeri
kepala.
D. RIWAYAT KELUARGA
a. Pola Asuh Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien dibesarkan dalam
keadaan kedua orang tua harmonis dan cukup mendapat perhatian.
b. Silsilah Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tidak ada keluarga pasien
yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien atau yang mengalami gangguan
jiwa.
5. RIWAYAT PRIBADI (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
6. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di rumah sakit, ditolong oleh bidan, cukup bulan, lahir
spontan, langsung menangis, dan tidak terdapat kelainan. Berat badan sekitar
3,2 kg. Pada saat bayi, pasien tidak pernah mengalami panas tinggi dan kejang
serta minum ASI cukup.
7. Masa Anak Anak Awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh keluarganya sendiri. ASI diberikan sampai umur 6
bulan. Perkembangan pasien pada masa anak - anak awal sesuai dengan
perkembangan anak seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol.
8. Masa Anak Pertengahan (3-11 tahun)
Pada usia 6 tahun pasien mulai masuk TK. Pada usia 7 tahun pasien
melanjutkan sekolah ke SD. Dalam pergaulan dengan teman main, teman
sekolah dan saudara-saudaranya dinilai masih wajar. Prestasi di sekolah dalam
rata-rata.
Orang tua menanamkan nilai-nilai budi pekerti dan agama tidak terlalu
ketat, dalam mengasuh mendapatkan kasih sayang yang cukup dan tidak
membedakan dengan adiknya.
9. Masa Anak Anak Akhir (11-18 tahun)
Pada usia 12 tahun pasien lulus SD dan melanjutkan ke SMP setelah itu
SMA. Pada saat SMA, pasien bersekolah di luar kota dan tinggal bersama tante
dari ayah. Pasien mampu bergaul dengan baik dengan teman-teman dan saudarasaudaranya.
5.

Perkembangan Jiwa

Pasien dibesarkan dalam keluarga harmonis, kasih sayang cukup,


mendapatkan pendidikan agama yang cukup dari kedua orang tuanya.
6. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Prestasi pasien dalam rata-rata.
10. Riwayat Pekerjaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Sebelum menikah sempat
bekerja sebagai karyawan dan memutuskan berhenti bekerja setelah menikah.
11. Riwayat Perkawinan/Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah dan memiliki dua orang anak perempuan yang
berusia 5 tahun dan 4 bulan.
12. Hubungan Sosial
Sebelum dan setelah terjadi perubahan perilaku, hubungan pasien dengan
keluarga, saudara, tetangga baik. Pasien terkadang keluar rumah dan mengobrol
dengan tetangganya dan teman sebayanya.
13. Kegiatan Moral Spiritual
Pasien adalah penganut agama Islam dan sejak kecil rajin melaksanakan
ibadah.
14. Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan yang merugikan kesehatan dan
menyebabkan kelainan otak seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang lainnya.
15. Gambaran Kepribadian
Sebelum dan setelah terjadi perubahan perilaku, pasien merupakan orang
yang pendiam dan jarang sekali menceritakan masalah pribadi kepada orang
lain. Pasien hanya menceritakan masalah pada orang terdekat yaitu suami dan
orangtuanya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A.

Status Internus
Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Vital Sign
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi napas
Suhu

:
:
:
:

130/90 mmHg
76 x/menit
28 x/menit
37,30C

Kepala

: mesocephal

Mata

: bola mata tampak sejajar, conjungtiva pucat (-/- ),


sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3/3 mm, refleks
cahaya +/+ normal

Mulut

: bibir sianosis (-), lidah tergigit (-), hipersalivasi (-)

Leher

: deviasi trakhea (-), struma (-)

Dada
Inspeksi
Palpasi

: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)


: P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari lateral LMCS
: P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru membesar ke caudolateral
: P/ vesikuler +/+, ST (-)
C/ S1-2 reguler, ST (-)

Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: tampak datar
: bising usus (+) normal
: timpani diseluruh lapang abdomen
: supel, NT (-), lien dan hepar tidak teraba

Status vegetatif

: inkontinensia urin (-)

Ekstremitas

: kekuatan motorik, tonus, trofi dalam batas normal.


Akral hangat +/+/+/+. Edema -/-/-/-

B. Status Neurologik
Nervus Cranial

: dalam batas normal

Reflek Fisiologis
* Reflek Patella
* Reflek Bisep
* Reflek Trisep
* Reflek Tendo Archiles

C.

: (+) normal
: (+) normal
: (+) normal
: (+) normal

Reflek Patologis

: (-)

Sensorik

: normal

Motorik

: normal

Status Psikiatrik
1. Deskripsi umum
Kesan Umum
Kesadaran
Perilaku

: penampilan dan perawatan diri cukup, tidak tampak sakit


jiwa, tampak tertekan.
: compos mentis
: diskinesia

Pembicaraan

: terus menerus mengeluh nyeri kepala, sesekali bersuara


mengeram, berteriak keras.
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
2. Keadaan afektif
Mood
Afek

: normomimik
: normoafek

3. Fungsi kognitif
- Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan
Tingkat kecerdasan sesuai dengan pendidikan dan intelegensia, mampu
berhitung dan menjawab pertanyaan-pertanyaan umum.
- Daya konsentrasi
: cukup
- Orientasi
Orang
: cukup
Waktu
: cukup
Tempat
: cukup
Situasi
: cukup
- Daya ingat
Jangka pendek
: cukup
Jangka menengah
: cukup
Jangka panjang
: cukup
- Kemampuan menolong diri sendiri
: cukup
4. Gangguan persepsi
- Halusinasi dan ilusi
Halusinasi visual
Halusinasi auditorik
Halusinasi olfaktori
Halusinasi taktil
Ilusi
- Depersonalisasi dan derealisasi
Depesonalisasi
Derealisasi

: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

5. Proses pikir
- Arus Pikir
Kuantitatif
Kualitatif
- Isi pikir
Preokupasi
Gangguan pikiran
o Waham bizzare
Siar pikir
Sisip pikir
Kendali pikir
Sedot pikir

: normal
: normal
: tidak ada

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

o Waham magic mistic


o Waham curiga
o Waham kebesaran
o Waham kejar
o Waham cemburu
o Waham bersalah
o Waham tak berguna
o Waham somatik
o Waham nihilistik
- Bentuk pikir

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: realistik

6. Pengendalian impuls
Pasien dapat mengendalikan diri saat pemeriksaan
7. Daya nilai
Penilaian realitas : derealistik (-), depersonalisasi (-)
8. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien ingin menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya.
9. Tilikan (insight)
Pasien merasa dirinya sakit.
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT

V.

: 13 g/dl
: 7510/ul
: 42,1 %
: 4,36x106/ul
: 329.000/ul
: 122 mg/dl
: 22 mg/dl
: 0,8 mg/dl
: 36 U/L
: 35 U/L

(N)
(N)
(N)
(N)
(N)
(N)
(N)
(N)
(N)
(N)

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien adalah seorang perempuan berusia 29 tahun, beragama Islam, anak ketiga
dari empat bersaudara, sudah menikah, tinggal bersama suami dan kedua orang anak
perempuan, pendidikan terakhir tamat SMA.
Kejadian ini bermula sejak sebulan terakhir anak keduanya sering sakit dan
kadang muntah setelah diberi ASI. Pasien sering sedih dan merasa dirinya belum bisa
menjadi ibu yang baik dan kadang menangis karena hal itu. Pada malam hari sebelum
masuk RS, pasien tidur dengan anak pertamanya setelah dia menidurkan anaknya yang

berusia 4 bulan. Dini hari tiba-tiba pasien bangun berteriak, seperti kejang tanpa lidah
tergigit, kedua tangan dan kaki menjadi kaku, gelisah, dan terus menerus mengeluh
nyeri kepala. Pernapasan menjadi cepat dan bunyi napas keras, sesekali bersuara
mengeram. Suami pasien merasa khawatir dengan kondisi istrinya dan langsung
membawanya ke RS. Beberapa jam saat di RS orangtua pasien datang dan menghampiri
pasien. Reaksi yang dialami pasien semakin menjadi dan kedua orangtua pasien
berusaha menenangkannya.
GEJALA YANG DIDAPAT
Kesan umum
Sikap dan tingkah laku
Afek dan mood
V.

: compos mentis, penampilan dan perawatan diri cukup,


tidak tampak sakit jiwa, tampak tertekan
: diskinesia dan kooperatif
: normoafek dan normomimik

TANDA YANG DIDAPAT


Setiap kali mendapat serangan, pasien tidak pernah sendirian, tetapi selalu kalau ada
orang, terutama yang terlibat dalam konflik emosionalnya.
Pasien tidak pernah terluka akibat serangan epileptik histeriknya, lidah tidak pernah
tergigit dan sebagainya.
Gerakan yang timbul sewaktu serangan memperlihatkan pola voluntar.
Serangan epileptik histerik tidak diawali oleh wajah yang pucat atau sianotik.
Serangan epileptik histerik tidak pernah menunjukkan adanya mulut yang berbusa
atau timbulnya inkontinensia urina.
Mata penderita epileptik histerik tidak melirik ke atas atau ke samping atas pada
awal serangan, tetapi ditutup keras. Bilamana dokter membuka kelopak matanya
untuk pemeriksaan, secara kuat pasien menahannya.
Setelah gerakan epileptik histerik berhenti, penderita berbaring dengan mata
tertutup. Kesadarannya tidak terganggu, tetapi penderita bertingkah laku seolah-olah
dalam koma. Pada kelopak mata yang ditutup tampak gerakan yang khas yang
diperlihatkan juga oleh orang yang pura-pura tidur.

VI.

DIAGNOSIS
Konvulsi Disosiatif

VII.

PEMBAHASAN
Gangguan konversi menurut DSM IV didefinisikan sebagai gangguan yang
ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (contoh paralisis, kebutaan, dan
parestesi) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang
diketahui. Di samping itu, diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis
berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala. Kriteria diagnosis gangguan
konversi menurut DSM IV :
1. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
2. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului konflik atau stressor
lain.

3. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
4. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
5. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
memerlukan pemeriksaan medis.
6. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
- dengan gejala atau defisit motorik
- dengan gejala atau defisit sensorik
- dengan kejang atau konvulsi
- dengan gambaran campuran
Menurut PPDGJ III, gangguan konversi atau disosiatif adalah kehilangan
(sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran akan
identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations),
dan kontrol terhadap gerakan tubuh. Kriteria diagnosis gangguan konversi menurut
PPDGJ III :
1. Ditemukan gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan
yang tercantum pada F44.F44.0 Amnesia disosiatif
F44.1 Fugue disosiatif
F44.2 Stupor disosiatif
F44.3 Gangguan trans dan kesurupan
F44.4 Gangguan motorik disosiatif
F44.5 Konvulsi disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptik dalam hal gerakannya akan tetapi
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan
men gompol, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan
keadaan seperti stupor atau trans.
F44.6 Anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif
F44.7 Gangguin konversi campuran
F44.8 Gangguan konversi lainnya
F44.9 Gangguan disosiatif (konversi) YTT
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala
tersebut
3. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang
jelas dengan problem dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita).
Takipneu histerik selalu bangkit jika ada orang di sekitar pasien, jarang atau tidak
pernah bila orang sakit sendirian. Hiperventilasnya diiringi suara mengeram, merintih
atau bunyi nafas keras tetapi tidak disertai sianosis atau tanda penyakit paru dan
jantung.
Epilepsi dan histeria dapat bergandengan. Pengenalan sifat keorganikan penyakit
sangat sulit, kecuali jika terdapat manifestasi yang mencirikan serangan epileptik,
yaitu :

a. Penderita terluka sewaktu mendapat serangan epileptik karena jatuh, lidahnya


tergigit atau terjadi luksasio salah satu anggota geraknya.
b. Kejang klonik-tonik yang tidak bertujuan.
c. Mulut berbusa dan inkontinensia urina.
d. EEG yang memperlihatkan pola epileptik yang jelas.
Serangan pseudo-epileptik histerik memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Setiap kali mendapat serangan, penderita tidak pernah sendirian, tetapi selalu
kalau ada orang, terutama yang terlibat dalam konflik emosionalnya.
b. Penderita tidak pernah terluka akibat serangan epileptik histeriknya, lidah tidak
pernah tergigit dan sebagainya.
c. Gerakan yang timbul sewaktu serangan memperlihatkan pola voluntar.
d. Serangan epileptik histerik tidak diawali oleh wajah yang pucat atau sianotik.
e. Serangan epileptik histerik tidak pernah menunjukkan adanya mulut yang berbusa
atau timbulnya inkontinensia urina.
f. Mata penderita epileptik histerik tidak melirik ke atas atau ke samping atas pada
awal serangan, tetapi ditutup keras. Bilamana dokter membuka kelopak matanya
untuk pemeriksaan, secara kuat penderita menahannya.
g. Setelah gerakan epileptik histerik berhenti, penderita berbaring dengan mata
tertutup. Kesadarannya tidak terganggu, tetapi penderita bertingkah laku seolaholah dalam koma. Pada kelopak mata yang ditutup tampak gerakan yang khas
yang diperlihatkan juga oleh orang yang pura-pura tidur.
h. EEG penderita epilepsi histerik tidak memperlihatkan pola epileptik.
Pada pasien tersebut memenuhi kriteria diagnosis konvulsi disosiatif baik
menurut PPDGJ III maupun DSM IV.
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan konvulsi disosiatif dengan menggali kondisi fisik dan
neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan
dilakukan pendekatan psikologis terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.
1. Terapi farmakologi. Terapi ini sanga baik untuk dijadikan penanganan awal
walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini.
Biasanya pasien diberikan resep berupa antidepresan dan anticemas untuk
membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Barbiturat kerja
sedang dan singkat seperti tiopental, natrium amobarbital, benzodiazepin misalnya
lorazepam 0,5-1 mg tablet. Obat yang diberikan pada pasien adalah 2 x tablet
clobazam 10 mg.
2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.
Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena
pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis.
3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi. Bentuk
terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara
tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu pasien
mengerti penyebab dari kondisi yang dialami.
4. Terapi kognitif. Terapi ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan perilaku yang
negatif dan tidak sehat, menggantikannya dengan perilaku yang positif dan sehat.
IX.

PROGNOSIS

: dubia ad bonam

Secara umum prognosis untuk konversi akut atau disosiasi adalah baik namun
kurang baik pada kasus kronik.

KASUS JIWA
KONVULSI DISOSIATIF

Disusun oleh :
dr. Amalia Anita Hawas
Dokter Internship RS PKU Muhammadiyah Gombong

Pendamping :
Dr. Nur Hidayani

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
KEBUMEN JAWA TENGAH
2014

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari

Oktober 2014 telah dipresentasikan kasus portofolio oleh :

Nama

: dr. Amalia Anita Hawas

Judul/topik

: Konvulsi Disosiatif

Nama Pendamping

: dr. Nur Hidayani

Nama wahana

: RS PKU Muhammadiyah Gombong

Daftar peserta yang hadir :


No.

Nama peserta presentasi

Keterangan

Tanda tangan

1.

dr. Amalia Anita Hawas

Presentan

2.

dr. Ary Nahdiyani Amalia

Dokter internship

3.

dr. Elok Nurfaiqoh

Dokter internship

4.

dr. Hadis Pratiwi

Dokter internship

5.

dr. Ira Safrilia Priwinda

Dokter internship

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan sesungguhnya.

Dokter Pendamping

dr. Nur Hidayani

Presentan

dr. Amalia Anita Hawas

Anda mungkin juga menyukai