OLEH :
DIAN AMBAR KUSUMA
10/298857/KU/13821
I.
Otak menerima transmisi informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh
melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indera perasa bersifat spesifik.
Artinya, saraf sensoris dingin hanya dapat dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh
panas. Begitu pula dengan saraf sensoris lainnya. Ada dua tipe serabut saraf yang
menghantarkan stimulus nyeri yaitu serabut saraf tipe delta A dan serabut saraf tipe C.
Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan
ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau
temperatur yang berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri
diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus.
2). The intensity theory (Teori Intensitas)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap rangsangan
sensori mempunyai potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.
3). The gate control theory (Teori Kontrol pintu)
Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya bergantung pada
aktivitas serat saraf aferen berdiameter besar atau kecil yang dapat mempengaruhi sel
saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat
transmisi yang artinya pintu ditutup, sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil
mempermudah transmisi yang artinya pintu dibuka. Tetapi menurut penelitian
terakhir, tidak ditemukan hambatan presinaptik. Hambatan oleh presinaptik pada serat
berdiameter besar maupun kecil hanya terjadi bila serat tersebut dirangsang secara
berturut-turut. Oleh karena tidak semua sel saraf di substansia gelatinosa menerima
input konvergen dari sel saraf besar maupun kecil baik yang membahayakan atau tidak
makan peranan kontrol pintu ini menjadi tidak jelas.
mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek
analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
3). Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas
yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari
keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi
persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau
teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat
dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.
4). Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan
kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan
penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan
peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah
mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri
sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap nyeri saat ini.
5). Ansietas dan stress
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak
jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya
dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka
mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut
dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
F. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri:
1). Stimulasi Simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
Peningkatan heart rate
Vasokonstriksi perifer, peningkatan Blood Pressure
Peningkatan nilai gula darah
Diaphoresis
Peningkatan kekuatan otot
Dilatasi pupil
Penurunan motilitas GI
2).Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
Muka pucat
Otot mengeras
Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure
Nafas cepat dan irregular
Nausea dan vomitus
Kelelahan dan keletihan
Skala
Keterangan
Tidak nyeri
1-3
Nyeri ringan
4-6
Nyeri sedang
7-9
Sedangkan skala nyeri McGill (McGil scale) mengukur intensitas nyeri dengan
menggunakan lima angka, yaitu 0: tidak nyeri, 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang, 3: nyeri
berat, 4: nyeri sangat berat, 5: nyeri hebat. Selain kedua skala tersebut, ada pula skala
wajah, yakni Wong-Baker Faces Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak
mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk untuk anak-anak
yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan
kognisi dan komunikasi.
I. Hal-hal yang Perlu Dikaji Pada Pasien yang Mengalami Nyeri
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk
itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi
efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut,
maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri
bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten,
persisten atau terbatas.
3. Karakteristik nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri,
keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat
dilakukan dengan cara PQRST:
P : Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q : Quality atau kualitas dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
R : Region atau daerah, yaitu daerah perjalanan nyeri ke daerah lain
S : Severity atau keganasan adalah keparahan atau intensitas nyeri
T : Time atau waktu adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.
J. Upaya Mengatasi Ketidaknyamanan Atau Nyeri
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain
sebagai berikut:
1. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat
dilakukan diantaranya adalah
a). Bernapas lambat dan berirama secara teratur
b). Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
c). Mendengarkan musik
d). Mendorong untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan bimbingan yang
baik kepada klien untuk mengkhayal.
e). Massage (pijatan)
2. Teknik relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang
merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakit. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang
dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan
pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya,
salah satunya adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak
berisiko. Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/zikir
dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.
III.
dapat
memyebabkan
klien
mampu
memonitor
intensitas cemasnya
-
klien
dapat
mempertahankan
IV.