Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN


DI RUANG MELATI 2 RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Dasar

OLEH :
DIAN AMBAR KUSUMA
10/298857/KU/13821

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

I.

KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN


Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman dipersepsikan
berbeda pada setiap orang. Ada yang mempersepsikan bahwa hidup terasa nyaman bila
mempunyai banyak uang. Ada juga yang indikatornya bila tidak ada gangguan dalam
hidupnya. Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri. Nyeri merupakan
sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Klien merespon terhadap nyeri yang
dialaminya dengan beragam cara, misalnya berteriak, meringis, dan lain-lain.
A. Definisi Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum,
nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri
merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat
individual karena respons individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa
disamakan satu dengan lainnya. Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung
pada persepsinya. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak
menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya
suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita
yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain.
B. Penyebab Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikologis.
1). Fisik
Secara fisik misalnya penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lainlain. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri
karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas atau dingin. Trauma
kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat
menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor nyeri.
2). Psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan
karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya
terhadap fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus yang termasuk kategori
psikosomatik. Nyeri karena faktor ini disebut pula psychogenic pain.
C. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat,


sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a). Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit,
mukosa.
b). Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada
organ-organ visceral.
c). Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan
daerah asal nyeri.
d). Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat,
spinal cord, batang otak, talamus dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a). Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b). Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang
lama.
c). Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitasn tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih selama 10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
a). Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
b). Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
c). Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
a). Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa
nyeri mungkin akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit
arteriosclerosis pada arteri koroner.
b). Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini
polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam
pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas
dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri
kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa makin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan, misalnya
pada nyeri neoplasma.
D. Mekanisme Nyeri
Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Teori tersebut di
antaranya adalah the specificity theory, the intensity theory, dan gate control theory.
1). The specificity theory (Teori Spesifik)

Otak menerima transmisi informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh
melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indera perasa bersifat spesifik.
Artinya, saraf sensoris dingin hanya dapat dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh
panas. Begitu pula dengan saraf sensoris lainnya. Ada dua tipe serabut saraf yang
menghantarkan stimulus nyeri yaitu serabut saraf tipe delta A dan serabut saraf tipe C.
Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan
ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik, rangsangan kimia, atau
temperatur yang berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri
diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus.
2). The intensity theory (Teori Intensitas)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap rangsangan
sensori mempunyai potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.
3). The gate control theory (Teori Kontrol pintu)
Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya bergantung pada
aktivitas serat saraf aferen berdiameter besar atau kecil yang dapat mempengaruhi sel
saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar menghambat
transmisi yang artinya pintu ditutup, sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil
mempermudah transmisi yang artinya pintu dibuka. Tetapi menurut penelitian
terakhir, tidak ditemukan hambatan presinaptik. Hambatan oleh presinaptik pada serat
berdiameter besar maupun kecil hanya terjadi bila serat tersebut dirangsang secara
berturut-turut. Oleh karena tidak semua sel saraf di substansia gelatinosa menerima
input konvergen dari sel saraf besar maupun kecil baik yang membahayakan atau tidak
makan peranan kontrol pintu ini menjadi tidak jelas.

E. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


1). Etnik dan nilai budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi reaksi
terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, individu dari budaya tertentu
cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain
justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
2). Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan
mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak cenderung
kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang
dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain,
prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang

mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek
analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
3). Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas
yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari
keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi
persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau
teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat
dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.
4). Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan
kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan
penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan
peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah
mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri
sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap nyeri saat ini.
5). Ansietas dan stress
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak
jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya
dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka
mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut
dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
F. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri:
1). Stimulasi Simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
Peningkatan heart rate
Vasokonstriksi perifer, peningkatan Blood Pressure
Peningkatan nilai gula darah
Diaphoresis
Peningkatan kekuatan otot
Dilatasi pupil
Penurunan motilitas GI
2).Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

Muka pucat
Otot mengeras
Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure
Nafas cepat dan irregular
Nausea dan vomitus
Kelelahan dan keletihan

G. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri:


Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur).
Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir).
Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan).
Kontak dengan orang lain atau interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari
kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri) perhatian terhadap nyeri.
H. Cara Mengukur Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala
longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri)
dan ujung lainnya tercantum nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk
mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling
menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat
pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan
dipengaruhi oleh banyak hal seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi,
tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah
skala nyeri dengan beberapa kategori.
Skala nyeri menurut Hayward

Skala

Keterangan

Tidak nyeri

1-3

Nyeri ringan

4-6

Nyeri sedang

7-9

Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol

dengan aktivitas yang biasa dilakukan


10

Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

Sedangkan skala nyeri McGill (McGil scale) mengukur intensitas nyeri dengan
menggunakan lima angka, yaitu 0: tidak nyeri, 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang, 3: nyeri
berat, 4: nyeri sangat berat, 5: nyeri hebat. Selain kedua skala tersebut, ada pula skala
wajah, yakni Wong-Baker Faces Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak
mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk untuk anak-anak
yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan
kognisi dan komunikasi.
I. Hal-hal yang Perlu Dikaji Pada Pasien yang Mengalami Nyeri
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk
itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi
efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut,
maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri
bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten,
persisten atau terbatas.
3. Karakteristik nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri,
keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat
dilakukan dengan cara PQRST:
P : Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q : Quality atau kualitas dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
R : Region atau daerah, yaitu daerah perjalanan nyeri ke daerah lain
S : Severity atau keganasan adalah keparahan atau intensitas nyeri
T : Time atau waktu adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.
J. Upaya Mengatasi Ketidaknyamanan Atau Nyeri
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain
sebagai berikut:
1. Distraksi

Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat
dilakukan diantaranya adalah
a). Bernapas lambat dan berirama secara teratur
b). Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
c). Mendengarkan musik
d). Mendorong untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan bimbingan yang
baik kepada klien untuk mengkhayal.
e). Massage (pijatan)
2. Teknik relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang
merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakit. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang
dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan
pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya,
salah satunya adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak
berisiko. Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/zikir
dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.

III.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b.d agen cedera atau injury (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
2. Nyeri kronik b.d chronic physical/ psychososial disability
3. Cemas b.d perubahan status kesehatan
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa (Internasional Association for the Study of
Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
NOC: Kontrol nyeri
kriteria hasil:
-

- klien dapat menggambarkan faktor penyebab


- klien mengenali onset nyeri
- klien dapat melakukan tindakan pencegahan nyeri
NIC: Manajemen nyeri
Aktivitas:
1. Bina hubungan saling percaya.

2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri.
3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengkaji pengalaman dan respon
pasien terhadap nyeri.
4. Eksplor pengetahuan dan kepercayaan pasien tentang nyeri.
5. Tentukan dampak pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (seperti tidur,
aktivitas, pekerjaan dan tanggung jawab).
6. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin

dapat

memyebabkan

ketidaknyaman pasien (seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan).


7. Kurangi atau hilangkan faktor pencetus atau yang meningkatkan nyeri
(seperti takut, lelah dan kurang pengetahuan).
8. Ajarkan teknik non farmakologi (seperti teknik relaksasi, distraksi) sebelum,
setelah, dan jika mungkin selama nyeri, sebelum nyeri meningkat dan selama
tindakan lain untuk mengurangi nyeri.
9. Anjurkan untuk tidur atau istirahat yang adekuat untuk memfasilitasi
pengurangan nyeri.
10. Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyerinya.
2.

Nyeri kronik b.d chronic physical/ psychososial disability


Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa (Internasional Association for the Study of
Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat,
terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung >6 bulan.
NOC: Kontrol nyeri
kriteria hasil:
-

- klien dapat menggambarkan faktor penyebab


- klien mengenali onset nyeri
- klien dapat melakukan tindakan pencegahan nyeri
NIC: Manajemen nyeri
Aktivitas:
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus
nyeri.
3. Menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengkaji pengalaman dan
respon pasien terhadap nyeri.
4. Mengeksplor pengetahuan dan kepercayaan pasien tentang nyeri.

5. Menentukan dampak pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (seperti


tidur, aktivitas, pekerjaan dan tanggung jawab).
6. Mengkontrol faktor lingkungan yang mungkin dapat memyebabkan
ketidaknyaman pasien (seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan).
7. Mengurangi atau menghilangkan faktor pencetus atau yang meningkatkan
nyeri (seperti takut, lelah dan kurang pengetahuan).
8. Mengajarkan teknik non farmakologi (seperti teknik relaksasi, distraksi)
sebelum, setelah, dan jika mungkin selama nyeri, sebelum nyeri meningkat
dan selama tindakan lain untuk mengurangi nyeri.
9. Menganjurkan untuk tidur atau istirahat yang adekuat untuk memfasilitasi
pengurangan nyeri.
10. Mendorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyerinya.
3. Cemas b.d perubahan status kesehatan
Definisi: perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan
takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan
isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
NOC: Anxiety Self Control
Kriteria hasil:
-

klien mampu mengontrol respon


cemasnya

klien

mampu

memonitor

intensitas cemasnya
-

klien

dapat

mempertahankan

tidur yang adekuat


-

klien dapat menggunakan teknik

relaksasi untuk mengurangi cemas


NIC: Anxiety Reduction
Aktivitas:
1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan
2. Jelaskan kepada klien semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
3. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
4. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan dan prognosis
5. Dorong keluarga untuk menemani klien
6. Lakukan back atau neck rub jika memungkinkan
7. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
8. Identifikasi tingkat kecemasan klien
9. Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
11. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

IV.

12. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan


13. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan klien
DAFTAR PUSTAKA
Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep & Proses
Keperawatan, buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Bulechek, Gloria M; Butcher, Howard K; Dochterman, Joanne McCloskey. 2008. Nursing
Intervention Classification fifth edition. USA: Mosby.
Herdman, T. Heather. NANDA nursing diagnoses: definitions and classification 2012-2014.

Philadelphia: NANDA International.


Moorhead, Sue; Johnson, Marison; Maas, Meridean L; Swanson, Elizabeth. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA: Mosby.
Mubarak, Wahid Iqbal; Chayatin, Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori
& Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik
edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai