Laporan Pendahuuan
Laporan Pendahuuan
2. Etiologi
a. Penyebab
Menurut ahli penyakit infeksi penyebab abses antara lain :
1) Infeksi Mikrobial : Jenis bakteri didapati sebagai agen infeksi pada abses adalah
Stapilococcus Spp, Esceriscia coli, Streptokokkus beta haemoliticus Spp,
Pseudomonas,
Mycobakteria,
Pasteurella
multocida,
Corino
bacteria,
Achinomicetes) dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes sp,
cClostridium, peptostreptokokkus,fasobakterium)
sering terjadinya abses. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi.
Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang
merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan
dinding sel. dimana bakteri ini masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara:
- Bakteri masuk kebawah kuit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
-
tidak steri
Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses
( Siregar, 2004)
2) Reaksi hipersensitivitas : Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang
menyebabkan jaringan rusak.
3) Agen Fisik : Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding
berlebih (frostbite).
4) Bahan kimia iritan dan korosif
jaringan dengan cara memprovokasi terjadinya proses radang, selain itu agen
infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung
menyebabkan radang
5) Nekrosis jaringan : Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan
berkurangnya makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian
jaringan yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi
sering memperlihatkan suatu respon radang akut. (Underwood,lC.E. 1999).
b. Faktor Predisposisi.
- Penurunan daya tahan tubuh.
- Kurang gizi.
- Anemia.
- Diabetes
- Keganasan(kanker)
- Penyakit lainya
- Higienis jelek
- Kegemukan
- Gangguan kemotatik
- Sindroma hiper IgE
- Carier kronik Staphilococcus Aureus.
- Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi,. ekscoriasis, scabies, pedikulosis.
(http//Imadeharyoga.com)
Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi ( Siregar,
2004)
3. Patofisiologi
Bakteri yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan
dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik
(sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan
endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi
bila ada perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun
yang merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan
kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi
merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang
terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor
terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi
secara sistemik.
Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi termoregulasi
pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi.
Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler,
kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah
didaerah zona plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi
emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase
hyperemia meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma
kedalam jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan
hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan
didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu
edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga
abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin,
dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap
reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema
akan mengganggu gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang
menyebabkan terganggunya mobilitas litas.
Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab
kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai
terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan
debris terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk
flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa
fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk
mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti
akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi
jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila
rangsang yang merusak hilang.
Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga
terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan
resiko penyebaran infeksi.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa :
1) Nyeri
2) Leukositosis
3) Nyeri tekan.
4) Teraba hangat disekitar abses
5) Pembengakakan
6) Kemerahan
7) Kenaikan suhu
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan
pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh
lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:
1) Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat
yang paling efektif.
2) Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis (15.000
- 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.
3) Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
4) Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit,
PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan
iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.
5) Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
6) Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam
hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.
antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah. Namun,
walaupun sebagian besar buku ajar kedokteran menyarankan untuk dilakukan insisi
pembedahan, sebagian dokter hanya menangani abses secara konservatif dengan
menggunakan antibiotik.
Salah satu terapi untuk mencegah perburukan abses adalah dengan debridement,
yaitu Pengertian Debridement yitu proses pengangkatan jaringan avital atau jaringan
mati dari suatu luka. Jaringan avital dapat berwarna lebih pucat, coklat muda atau hitam
dan dapat kering atau basah.
Terdapat 5 metode debridement, yaitu autolitik, mekanikal, enzimatik dan surgikal.
Metode debridement yang dipilih tergantung pada jumlah jaringan nekrotik, luasnya
luka, riwayat medis pasien, lokasi luka dan penyakit sistemik.
1) Debridement Otolitik
Otolisis menggunakan enzim tubuh dan pelembab untuk rehidrasi, melembutkan
dan akhirnya melisiskan jaringan nekrotik. Debridement otolitik bersifat
selektif, hanya jaringan nekrotik yang dihilangkan.
2) Debridement Enzymatik
Debridement enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang
debridement, seperti kolagenase. Seperti otolisis, debridement enzimatik
dilakukan setelah debridement surgical atau
Komplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan
yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). serta pnyebaran
infeksi ke sirkulasi ( Septikemia) akibat tidak tertanganinya sbses dengan tepat.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan
Secara teori pada kasus abses dapat ditarik beberapa diagnose keperawatan antara lain :
1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan pert the entri backteri
2) Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan regulasi temperatur.
3) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kesalahan
interpretasi informasi.
4) Nyeri berhubungan dengan regangan dan distorsi abses (kerusakan jaringan).
5) Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh (gangguan
neuromuskular).
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit. (Doenges, 2000 )
2. Rencana Intervensi
a. Resiko tinggi infeksi terhadap perkembangan infeksi oportunistik berhubungan
dengan peningkatan pert the entri backteri
Tujuan : Menunjukan penyembuhan luka seiring perjalanan waktu
Kriteria Hasil :
- Luka sembuh sesuai waktu penyembuhan luka
- Bebas dari sekresi purulen/drainase, atau eritema dan afebris.
- TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m,
S: 36- 37 C).
Intervensi
1) Berikan isolasi / pantau pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Isolasi luka / linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk
mengalirkan luka, sementara isolasi / pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk
melindungi pasien imunosupresi. Mengurangi resiko kemungkinan infeksi.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril.
Rasional : Mengurangi kontaminasi silang.
3) Batasi penggunaan alat / prosedur invasif jika memungkinkan.
Rasional :Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk
organisme.
4) Lakukan inspeksi terhadap luka / sisi alat invasif setiap hari, berikan perhatian
utama terhadap jalur hiperalimentasi
Rasional: Memberikan gambaran untuk identifikasi awal dari infeksi sekunder.
5) Gunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan
Rasional : Mencegah masuknya bakteri, mengurangi resiko infeksi nosokomial.
6)
c. Kurang
Ikut serta dalam program pengobatan, memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan dengan dapat penunjukkan prosedur yang diperlukan dan
Intervensi :
1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan.
2) Tinjau faktor resiko individual dan bentuk penularan tempat masuk infeksi.
Rasional : Menyadari terhadap bagaimana infeksi ditularkan akan memberikan
informasi untuk merencanakan/melakukan tindakan protektif.
3) Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, efek samping dan pentingnya
ketaatan pengobatan.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam
penyembuhan/profilaksis, dan untuk mengurangi resiko kambuhnya komplikasi.
4) Diskusikan kebutuhan input yang tepat dan seimbang.
Rasional: Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
5) Dorong periode istirahat adekuat dan aktivitas terjadwal.
Rasional : Mencegah kepenatan, penghematan energi, dan meningkatkan
penyembuhan.
6) Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional:Membantu pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah bakteri
patogen yang ada.
7) Diskusikan penggunaan yang tepat atau menghindari tampon sesuai indikasi.
Rasional: Tampon superabsorben/merupakan resiko potensial bagi infeksi
stpahilococcus aureus (sindrom syok toksik).
8) Identifikasi tanda / gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan infeksi akan memungkinkan
intervensi dan mengurangi resiko kearah situasi yang membahayakan jiwa.
9) Tekankan pentingnya imunisasi profilaktik / terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Penggunaan pencegahan terhadap infeksi. (Doenges, 2000 : 881)
tahanan.
Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai, kontraktur.
Ditandai:
-
kompensasi tubuh.
TTV dalam batas normal ( TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/m, RR: 16- 24x/m,
S: 36- 37 C)
Intervensi :
1) Bantu klien dalam beraktifitas bila tidak mampu
Rasional : dengan membantu aktivitas yang di perlukan pasien akan membantu
mengurangi resiko yang tidak di inginkan.
2) Tingkatkan aktifitas perawatan diri pasien setiap saat.
Rasional : aktivitas dapat meningkat jika memotivasi yang sesuai dengan
kondisi pasien.
3) Berikan alternative dengan periode yang cukup.
Rasional : aktifitas dapat meningkatkan istirahat yang untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh.
4) Pantau rtespon terhadap aktifitas
Rasional : meningkatkan kontrol terhadap situasi
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
- Trauma : Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka
bakar dalam).
Ditandai: Tak ada jaringan hidup.
Tujuan: Menunjukan regenerasi jaringan.
Kriteria Hasil
-
Intervensi
1) Kaji/ ukuran, wama, kedalaman luka , perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional:Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penambahan kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area luka.
2) Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi.
3) Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
Rasional: Mencegah kontaminasi dengan agent dan mencegah infeksi.
4) Siapkan/bantu prosedur bedah.
Rasional: Mempercepat penyembuhan abses.
f. Nyeri akut berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema./
Manipulasi jaringan cidera,debridement luka
Ditandai:
- Keluhan nyeri.
- Fokus menyempit, penampilan wajah nyeri.
- Perubahan tonus otot; respon autonomik.
- Perilaku distraksi, melindungi; ansietas / ketakutan.
Tujuan: Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
Kriteria Hasil
-
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi,
dan faktor presipitas.
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri, kolabrasi dengan dokter jika ada
komplain dan tindakan nyeri yang tidak berhenti
5) Ajarkan teknik non farmakologi, lbiotedback, leahsasi, distraksi, anagenh
administrasi
6) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum obat
7) Cek riwayat alergi
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat sesuai porgram
10) Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala efek samping
11) Laksanakan terapi dokter untuk pemberian obat