Diagnosis penyakit pulpa didasarkan pada tanda dan gejala klinis oleh karena sedikit atau
tidak adanya korelasi antara data histologik penyakit pulpa dan gejalanya
A. Diagnosis Penyakit pulpa dengan Hipertensi
Obat antihipertensi dapat menginduksi serangkaian efek samping pada rongga mulut.
Pada situasi seperti itu, pasien dapat mengalami manifestasi dalam bentuk xerostomia, reaksi
yang
lichenoid,
sensasi
mulut
terbakar,
hilangnya
sensasi
rasa
atau
pada saluran darah menuju jantung dan akan menimbulkan bekuan. Bekuan akan
menghambat alian darah ke jantung, sehingga aliran nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan
menjadi terhambat yang akan menyebabkan serangan jantung.
Mekanisme
Bakteri dan mikroorganisme yang terdapat di lubang gigi maupun pada gusi yang rusak
dapat masuk ke dalam sirkulasi darah melewati gusi yang berdarah. Bakteri ini dengan mudah
menyerang katup jantung maupun otot jantung yang telah melemah. Bakteri yang masuk ke
sirkulasi darah dapat memproduksi enzim yang akan membuat keping darah (trombosit)
saling menempel. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah sehingga
terjadi penyumbatan pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Selain itu, bakteri dapat melekat pada lapisan lemak di pembuluh darah jantung sehingga
lapisan lemak akan semakin tebal. Kondisi ini akan menghambat aliran darah serta penyaluran
nutrisi dan oksigen ke jantung, sehingga jantung tidak dapat berfungsi semestinya .
C. penatalaksanaa penyakit pulpa dengan hipertensi dan kardiovaskular
Pasien hipertensi yang terkontrol dengan baik tidak memiliki risiko dalam praktek
klinis. Konsultasi dengan dokter umum disarankan untuk mengetahui tingkat kontrol
hipertensi dan obat yang dikonsumsi pasien. Pasien harus diinstruksikan untuk tetap
meminum obatnya seperti biasa pada saat perawatan gigi. Sebelum dilakukan perawatan gigi,
tekanan darah pasien harus diperiksa dan jika tekanan darahnya tinggi,perawatan harus
ditunda sampai tekanan darahnya normal. Lebih baik perawatan dilakukan di pagi hari.
Karena pada pasien dengan kecemasan yang besar, diperlukan untuk mengkonsumsi obat
anxiolitic (5-10 mg diazepam malam sebelumnya dan 1-2 jam sebelum perawatan). Teknik
anestesi lokal yang baik harus dilakukan, untuk menghindari injeksi intravaskular dengan
maksimum penggunaan 2 ampule anestesi dengan vasokonstriktor. Jika lebih anestesi
tambahan diperlukan, harus diberikan tanpa vasokonstriktor. Penggunaan benang jahit yang
dapat diserap harus tidak mengandung adrenalin. Selama perawatan, perubahan mendadak
dalam Posisi tubuh harus dihindari, karena dapat menyebabkan hipotensi ortostatik sebagai
efek
samping
dari
obat
penurun
tekanan-darah.
Ketika tekanan darah pasien tidak terkontrol, lebih baik pasien dirujuk ke dokter umum untuk
mengontrol tekanan darah sebelum perawatan gigi. Dalam kasus emergensi, pengobatan yang
dilakukan harus konservatif, dengan penggunaan obat analgesik dan antibiotik. Tindakan
operasi harus dihindari sampai tekanan darah terkontrol.
Obat-obatan
antiinflamasi
nonsteroid
(NSAIDs)
tertentu,
seperti
ibuprofen,
Cruz-Pamplona, Marta, dkk. Dental Considerations in patients with heart disease. J Clin Expt
Dent.2011;3(2):e97-105
Cotti,Elisabetta, Cristina,dkk. Can a chronic dental infection be considered a cause of cardiovascular
disease? A review of the literature. International Journal of Cardiologi . 2010.12803.no1-7
Standart Kompetensi Dokter Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006