Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN

GEOFISIKA EKSPLORASI
METODE GEOLISTRIK

Disusun Oleh :
Muchammad Yusrizhal Baharudin Syah
21100113120016

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
JUNI 2015

PEMBAHASAN
Dalam Praktikum Geofisika Eksplorasi kali ini membahas tentang pengolahan
data Metode Geolistrik yang menggunakan konfigurasi Schlumberger. Dalam
praktikum tersebut dilakukan pengolahan data yang telah didapatkan sebelumnya.
No.

AB/2 (m)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
11
12
13
14
15
16
17

1
1.5
2
2.5
3
4
5
6
7
10
10
12
15
20
30
40
45
60

K
2.89
6.815
12.31
19.375
28.01
49.99
78.25
112.79
153.61
313.75
61.55
89.182
140.05
249.95
563.95
1003.55
1270.45
2259.55

I(mA)
V(mV)
MN/2=0.5
19.9
216.1
19.9
46.6
19.9
14.6
19.9
5.48
19.9
2.98
49.9
2.66
49.9
1.09
49.9
0.66
49.9
0.46
49.9
0.13
49.9
0.7
49.9
0.43
49.9
0.25
49.9
0.23
49.9
0.08
49.9
0.6
49.9
0.05
49.9
0.009

R (m)
10.8593
2.3417
0.7337
0.2754
0.1497
0.0533
0.0218
0.0132
0.0092
0.0026
0.0140
0.0086
0.0050
0.0046
0.0016
0.0120
0.0010
0.0002

Rho (m)
31.38
15.96
9.03
5.34
4.19
2.66
1.71
1.49
1.42
0.82
0.86
0.77
0.70
1.15
0.90
12.07
1.27
0.41

Dalam pengerjaannya data tersebut harus dicari nilai R (m) terlebih dahulu,
yaitu dengan cara membagi antara V(mV) dengan I(mA) atau beda potensial dibagi
dengan arus. Selanjutnya kita cari nilai Rho (m). Untuk mencari nilai Rho (m)
yaitu dengan mengkalikan nilai K dengan nilai R (m). Setelah semua nilai tersebut
diketahui, kemudian dilakukan pengeplotan nilai AB/2 dan Rho (m) pada kertas
double log. Nilai AB/2 sebagai sumbu x, dan nilai Rho (m) sebagai sumbu y.
Setelah semua nilai terebut diplot pada kertas double log, maka akan didapatkan titik

titik yang memiliki kecenderungan membentuk kurva tertentu. Selanjutnya


hubungkan titik titik tersebut sehingga membentuk sebuah kurva. Pada saat membuat
kurva, kita dapat mengabaikan beberapa titik yang posisinya cukup menyimpang dari
titik yang lain. Setelah kita mendapatkan bentukan sebuah kurva, maka kita dapat
membaginya kedalam beberapa tipe garis. Pada pengerjaan laporan ini saya
membaginya kedalam 5 tipe lengkung, yaitu tipe Q, H, A, K, Q. Pengeplotan tipe tipe
lengkung tersebut dilakukan menggunakan metode Matching Curve. Setelah
dilakukan pengerjaan dengan Matching Curve maka akan didapatkan data seperti ini:
Koordinat
titik P
x
y

0.65

46

0.05

0.65

0.65

46

2.4

2.4

0.2

2.4

1.75

2.3

0.6

0.45

3.48

1.08

0.48

19

0.85

1.2

1.25

14.28

10.8

1.2

23

0.3

0.05

20

5.7

1.06

Tip
e

Keterangan

Parameter yang dicari


Dn
Hn
n

Litologi
Top Soil
Pasir
Lempungan
Lempung
Pasiran
Lempung
Pasiran
Lempung
Pasiran

N= nilai koreksi

K= nilai kurva

Hn = Ketebalan

n = Resistivitas

Dn = Kedalaman

Setelah didapatkan semua nilai tersebut, maka nilai n digunakan dalam


penentuan jenis litologi. Berikut merupakan table referensi dalam penentuan litologi
berdasarkan nilai tahanan jenisnya
No
1
2
3
4

Litologi
Top Soil
Pasir Lempungan
Lempung Pasiran
Pasir

Tahanan Jenis (m)


52.8-134
1.98-13.1
0.187-0.83
72.8-74.8

Setelah diketahui litologi apasaja yang terdapat di daerah tersebut


menggunakan nilai tahanan jenis, maka dapat dibuat penampang litologi seperti ini :

Gambar 1 Penampang Litologi

Dari jenis litologi yang ditemukan di daerah tersebut yaitu top soil, pasir
lempungan, dan lempung pasiran, maka hal ini menunjukkan bahwa di daerah
tersebut litologi bawah permukaannya didominasi oleh litologi berupa batuan
sedimen klastik berukuran halus. Berdasarkan litologi yang ada, dengan kondisi
litologi berbutir halus, maka dapat diinterpretasikan bahwa daerah yang dilakukan
pengukuran geolistrik berada di daerah dekat bagian hilir suatu sungai, atau daerah
dekat dengan pantai. Karena dilihat dari ukuran butir yang cukup halus, maka
mengindikasikan bahwa butiran tersebut berasal dari provenance yang telah
mengalami proses transportasi yang cukup jauh. Jadi pada awalnya terdapat sebuah
provenance yang mengalami pelapukan. Kemudian setelah hubungan antar butir dari
provenance tersebut melemah kemudian terjadilah proses erosi, dimana biasanya
media air dan angin yang menjadi penyebabnya. Setelah tererosi kemudian butiran
tersebut akan tertransport melalui aliran sungai. Pada saat proses transportasi tersebut
suatu butiran akan mengalami penghalusan permukaan butiran karena adanya gaya
gesek antara satu butir dengan butir lain. Kemudian setelah tertransport cukup jauh,
maka butiran tersebut menjadi berukuran halus seperti pasir atau lempung, dan pada
akhirnya mengalami proses sedimentasi, dan selanjutnya mengalami proses
diagenesis. Namun apabila dilihat dari litologi yang ditemukan yaitu berupa top soil,
maka dapat diinterpretasikan bahwa litologi sebelumnya yang telah mengalami proses
diagenesis, mengalami proses pelapukan kembali sehingga menjadi soil. Kemudian
untuk litologi berupa pasir lempungan maka berarti litologi tersebut merupakan
batupasir yang memiliki banyak matriks berukuran lempung. Sedangkan litologi
Lempung Pasiran, maka berarti litologi tersebut merupakan batulempung yang
terdapat beberapa fragmen pasir dalam jumlah yang lebih sedikit. Pada proses
pengendapannya, litologi lempung pasiran ini terendapkan terlebih dahulu dibanding
litologi pasir lempungan. Pada litologi lempung pasiran ini juga diketahui merupakan
litologi paling tebal dibandingkan dengan litologi yang lain. Ketebalannya mencapai
17.5m. Dengan kondisi tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa proses
pengendapan litologi lempung pasiran ini terjadi pada saat kondisi air yang memiliki

stream power yang rendah dalam kurun waktu cukup lama. Karena dengan kondisi air
yang memiliki stream power rendah yang dapat mengendapkan material berukuran
sangat halus Sedangkan litologi pasir lempungan memiliki ketebalan hanya 1.75m
saja. Sedangkan top soil hanya memiliki ketebalan 0.65m. Jadi total kedalaman yang
diukur menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger ini adalah
sekitar 20m.

Anda mungkin juga menyukai