DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN
7
7
15
Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
16
BAB I
1
PENDAHULUAN
Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan kehidupan. Namun pada era
modern ini, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, serta
berkembangnya transportasi, maka, kualitas udara pun mengalami perubahan yang disebabkan
oleh terjadinya pencemaran udara, atau, sebagai berubahnya salah satu komposisi udara dari
keadaan yang normal; yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel
kecil/aerosol) ke dalam udara dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama,
sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan tanaman (BPLH DKI Jakarta,
2013). Polusi yang diakibatkan dari kegiatan industri memberikan kontribusi gas berbahaya
seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida
(CO) dan debu. Polusi tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan hidup, namun juga
memberikan dampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Di Indonesia
permasalahan limbah selalu menjadi masalah yang sangat serius. Semakin berkembangnya
perindustrian di Indonesia, sudah selayaknya pemilihan serta penggunaan teknologi yang tepat
dalam mengatasi masalah limbah segera diterapkan. Senyawa-senyawa tersebut merupakan
penyebab utama terjadinya hujan asam, efek rumah kaca dan menjadi salah satu penyebab
menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu senyawa produk hasil pembakaran bahan bakar fosil
yang berbahaya adalah SOx (Sulfir Oksida). Senyawa sulfur di atmosfer terdiri dari H 2S,
merkaptan, SO2, SO3, H2SO4 , garam-garam sulfit, garam-garam sulfat, dan aerosol sulfur
organik. Dari cemaran tersebut yang paling penting adalah SO2 yang memberikan sumbangan
50% dari emisi total. Cemaran garam sulfat dan sulfit dalam bentuk aerosol yang berasal dari
percikan air laut memberikan sumbangan 15% dari emisi total. Untuk menanggulangi bahaya
penurunan kualitas lingkungan akibat pembakaran hidrokarbon, pengendalian gas-gas polutan
harus dilakukan.
BAB II
SOx DAN PERMASALAHANNYA
2
:
2SO2 +
O2 (udara)
2SO3
Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di
negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar gas SOx diudara meningkat. Reaksi antara
gas SOx dengan uap air yang terdapat di udara akan membentuk asam sulfat maupun asam sulfit.
Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan,
terjadilah apa yang dikenal denagn Acid Rain atau hujan asam . Hujan asam sangat merugikan
karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negara industri, hujan
asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak.
Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan semakin parah.
Pencemaran SOx diudara terutama berasal dari pemakaian baru bara yang digunakan pada
kegiatan industri, transportasi, dan lain sebagainya. Belerang dalam batu bara berupa mineral
besi peritis atau FeS2 dan dapat pula berbentuk mineral logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS,
ZnS, CuFeS2 dan Cu2S. Dalam proses industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilkan
SOx karena mineral-mineral logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses peleburan
sulfida logam diubah menjadi oksida logam. Proses ini juga sekaligus menghilangkan belerang
dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi sulfida
logam mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut :
2ZnS +
3O2
2ZnO +
2SO2
2PbS +
3O2
2PbO +
2SO2
Selain tergantung dari pemecahan batu bara yang dipakai sebagai bahan bakar, penyebaran gas
SOx, ke lingkungan juga tergnatung drai keadaan meteorologi dan geografi setempat.
Kelembaban udara juga mempengaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfat maupun
asam sulfit yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya akan jatuh sebagai hujan asam.
Hujan asam inilah yang menyebabkan kerusakan hutan di Eropa (terutama di Jerman) karena
banyak industri peleburan besi dan baja yang melibatkan pemakaian batu bara maupun minyak
bumi di negeri itu.
2.2 Sumber dan pola Paparan
Meskipun sumber alami (gunung berapi atau panas bumi) mungkin hadir pada beberapa tempat,
sumber antropogenik, pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur, mendominasi
daerah perkotaan. Ini termasuk :
Pola paparan dan durasi sering menunjukkan perbedaan daerah dan musim yang signifikan,
bergantung pada sumber dominan dan distribusi ruang, cuaca dan pola penyebaran. Pada
konsentrasi tinggi, dimana berlangsung untuk beberapa hari selama musim dingin, bulan musim
dingin yang stabil ketika penyebaran terbatas, masih terjadi pada banyak bagian dunia dimana
batu bara digunakan untuk tempat pemanasan. Sumber daerah biasanya mendominasi pada
beberapa peristiwa, hasil pada pola homogen konsentrasi dan paparan/pembukaan.
Sebaliknya, jarak peristiwa waktu-singkat dari menit ke jam mungkin terjadi sebagai hasil
pengasapan, penyebaran atau arah angin dari sumber utama. Hasil pola paparan bervariasi secara
substantial, tergantung pada ketinggian emisi, dan kondisi cuaca. Variabel sementara dari
konsentrasi ambient juga sering tinggi pada keadaan tertentu, khususnya untuk sumber lokal.
2.3 Dampak Pencemaran oleh Belerang Oksida (SOx)
4
Sebagian besar pencemaran udara oleh gas belerang oksida (SOx) berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil, terutama batu bara. Adanya uap air dalam udara akan mengakibatkan
terjadinya reaksi pembentukan asam sulfat maupun asam sulfit. Reaksinya adalah sebagai berikut
SO2
H2O
H2SO3
SO3
H2O
H2SO4
Apabila asam sulfat maupun asam sulfit tersebut ikut berkondensasi di udara dan kemudian jatuh
bersama-sama air hujan sehingga pencemaran berupa hujan asam tidak dapat dihindari lagi.
Hujan asam ini dapat merusak tanaman, terkecuali tanaman hutan. Kerusakan hutan ini akan
mengakibatkan terjadinya pengikisan lapisan tanah yang subur. Walaupun konsentrasi gas SOx
yang terdispersi ke lingkungan itu berkadar rendah, namun bila waktu kontak terhadap tanaman
cukup lama maka kerusakan tanaman dapat saja terjadi. Konsentrasi sekitar 0,5 ppm sudah dapat
merusakan tanaman, terlebih lagi bila konsentrasi SOx di Udara lingkungan dapat dilihat dari
timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Kalau waktu paparan lama, maka daun itu akan
gugur. Hal ini akan mengakibatkan produktivitas tanaman menurun. Udara yang telah tercemar
SOx menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasaannya. Hal ini
karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung,
tenggorokan dan saluran napas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SOx tersebut
menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena. Lapisan SO2 dan bahaya bagi kesehatan
SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis. dalam bentuk
gas, SO2 dapat mengiritasi sistem pernapasan; pada paparan yang tinggi (waktu singkat)
mempengaruhi fungsi paru-paru. SO2 merupakan produk sampingan H 2SO4 yang mempengaruhi
sistem pernapasan. Senyawanya, terdiri dari garam ammonium polinuklir atau organosulfat,
mempengaruhi kerja alveoli dan sebagai bahan kimia yang larut, mereka melewati membran
selaput
lendir
pada
sistem
pernapasan
pada
makhluk
hidup.
Aerosol partikulat dibentuk oleh gas ke pembentukan partikel ditemukan bergabung denganp
engaruh kesehatan yang banyak.Secara global, senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup
besar masuk ke atmosfer melalui aktivitas manusia sekitar 100 juta metric ton belerang setiap
tahunnya, terutama sebagai SO2 dari pembakaran batu bara dan gas buangan pembakaran bensin.
Jumlah yang cukup besar dari senyawa belerang juga dihasilkan oleh kegiatan gunung berapi
dalam bentuk H2S, proses perombakan bahan organik, dan reduksi sulfat secara biologis. Jumlah
5
yang dihasilkan oleh proses biologis ini dapat mencapai lebih 1 juta metric ton H2S per tahun.
Sebagian dari H2S yang mencapai atmosfer secara cepat diubah menjadi SO2 melaui reaksi :
H2S
3/2O2
SO2
H2O
HO
HS-
H2O
O2
HO-
SO
SO
O2
SO2
Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada konsentrasi tinggi dapat
membunuh jaringan pada daun. pinggiran daun dan daerah diantara tulang-tulang daun rusak.
Secara kronis SO2 menyebabkan terjadinya khlorosis. Kerusakan tanaman iniakan diperparah
dengan kenaikan kelembaban udara. SO2 diudara akan berubah menjadi asam sulfat. Oleh
karena itu, didaerah dengan adanya pencemaran oleh SO2 yang cukup tinggi, tanaman akan
rusak oleh aerosol asam sulfat. Kerusakan juga dialami oleh bangunan yang bahan-bahannya
seperti batu kapur, batu pualam, dolomit akan dirusak oleh SO2 dari udara. Efek dari kerusakan
ini akan tampak pada penampilannya, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut.
BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN SOx
6
Partikel lain yg mengotori air serta ikan & tanah, sampai 90%
Di dalam aplikasinya, penghilangan nitrogen oksida (NOx) tidak diperlukan, teknologi ini
dipasang tanpa komponen kontrol NOx. ECO-SO 2 absorber menghasilkan pengurangan yang
besar terhadap emisi sulfur dioksida (SO2), merkuri teroksidasi, dan partikulat. Proses ini juga
menghasilkan pupuk amonium sulfat sebagai produk samping yang dapat dijual
Gas buang dari boiler batu bara melewati sebuah electrostatic precipitator (ESP) atau kain
filter untuk menghilangkan sebagian besar partikulat.
Pada bagian bawah, nozel semprot mendistribusikan tetesan amonium sulfat (AS) cair
kedalam gas buang. Air menguap dari larutan AS, menjenuhkan dan mendinginkan gas
buang
Pada bagian atas scrubbing sistem, sulfur dioksida (SO 2) diserap ke dalam larutan
ammonia. Packing bertujuan untuk memperluas bidang
Setelah keluar dari bagian atas scrubbing sistem, gas buang memasuki electrostatic
precipitator basah (ESP). Aerosol, racun udara, dan partikulat halus ditangkap di sini dan
dikembalikan ke bagian bawah scrubbing sistem.
Menangkap gas buang, khususnya SO2, merkuri teroksidasi, dan partikel, dikeluarkan
melalui wet stack.
SO2 yang terserap adalah dalam bentuk SO3, sulfit. Udara diinjeksikan untuk
mengoksidasi sulfit menjadi sulfat, serupa dengan sistem oksidasi batu kapur secara
paksa.
Aliran amonium sulfat cair (AS), berisi garam AS terlarut, merkuri teroksidasi, dan
material partikulat, dikirim ke sistem filtrasi untuk menyaring abu, logam terlarut, dan
menangkap merkuri.
Produk samping AS yang telah bersih, bebas abu dan merkuri, bisa dijual dalam bentuk
cair atau dikirim ke crystallizer untuk menghasilkan kristal sesuai ukuran yang
dibutuhkan untuk dijual ke pasar pupuk.
Penambahan air secara berkala digunakan untuk membilas dinding ESP dan mengisi air
yang hilang akibat penguapan.
Amonia reagen ditambahkan untuk menjaga kondisi kimia proses sehingga dapat
menghasilkan tingkat penyerapan SO2 yang tinggi.
8
berkas elektron), unit pengumpul dan penyimpan produk samping, serta sistem
instrumentasi dan kendali. Sebelum memasuki instalasi pengolahan, gas buang yang
dihasilkan oleh ketel-uap (boilers) dilewatkan pada unit ESP (electrostatic precipitators)
untuk menghilangkan kandungan abu-layang. Selanjutnya gas buang dimasukkan ke unit
spray cooler, dimana akan terjadi proses evaporasi air pendingin. Sebagai akibat proses
ini, suhu gas buang menjadi lebih rendah hingga 65 80 oC dan kelembabannya naik
hingga 10 14% vol. Dalam teknik iradiasi berkas elektron untuk pengolahan gas buang,
amoniak adalah reagen proses utama yang dapat disimpan dalam bentuk amoniak cair.
Amoniak tersebut diinjeksikan ke dalam sistem dengan dua teknik
Amoniak dalam bentuk cair disemprotkan secara langsung ke dalam unit spray
cooler menggunakan sistem nozzles yang terpisah.
Bergantung pada kondisi proses, konsumsi atau keperluan amoniak dalam bentuk cair
dapat mencapai 150 600 kg/jam. Setelah injeksi amoniak, gas buang dialirkan ke dalam
bejana proses dan dalam bejana ini terjadi proses iradiasi dan reaksi utama. Energi
elektron mengakibatkan reaksi secara berturutan dan menghasilkan efek oksidasi pada
SO2 dan NOx , dan mengakibatkan terbentuknya aerosol ammonium sulfat dan
ammonium nitrat. Produk-samping aerosol tersebut dikumpulkan dengan menggunakan
unit ESP (electrostatic precipitator), dan setelah proses granulasi (pembentukan butiran)
dan disimpan, selanjutnya dikirim ke pabrik pupuk NPK. Produk samping tersebut
terutama terdiri dari ammonium sulfat dan ammonium nitrat. Selain itu juga terdapat
ammonium khlorida dan tak murnian lainnya seperti ammonium fluorida dan bagian yang
tak larut lainnya (sisa abu-layang). Kandungan tak murnian atau pengotor tersebut sangat
rendah sehingga produk samping mempunyai kualitas yang sangat baik untuk pembuatan
pupuk yang bermanfaat dalam bidang pertanian.
4. Pengendalian Pencemaran SO2 Dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
10
gas buang dengan plasma maka akan terbentuk radikal gas yang berbeda dengan awal gas
buang masuk reaktor plasma.
5. Flue Gas Desulphurization
Ada dua tipe Flue Gas Desulphurization yang umum digunakan pada berbagai jenis
boiler, yaitu tipe basah (Wet Flue Gas Desulphurization) dan tipe kering (Dry Flue Gas
Desulphurization). Untuk yang tipe basah, FGD menggunakan bahan baku air laut
sebagai media penyerap emisi sulfur. Flue gas yang keluar dari boiler, dialirkan ke
sistem Flue Gas Desulphurisation (FGD) dan disemprot dengan menggunakan air laut
sehingga terjadi reaksi kimia berikut:
SO2 + H2O H+ + HSO3Proses selanjutnya adalah proses oksidasi. Dengan menggunakan oksidation air blower,
udara dari atmosfer dimasukkan ke dalam tangki larutan campuran antara air laut dengan
hasil dari reaksi kimia sebelumnya. Pada fase ini terjadi reaksi kimia berikut:
HSO3- + O2 HSO4Dan pada akhir proses, terjadi reaksi kimia secara alami di naturalisation basin, yaitu:
HSO4- + HCO3- SO42+ + H2O + CO2
Dan seperti yang Anda lihat hasil reaksi kimia di atas merupakan zat-zat yang menjadi
penyusun alami air laut. Dan menurut hasil penelitian, penambahan zat-zat tersebut ke
dalam air laut masih tidak berpengaruh terhadap keseimbangan air laut.
12
industri, namun saat ini banyak digunakan untuk aplikasi penurunan SOx di kapal. Dalam
suatu kasus, emisi SOx menurun dari 497 ppm menjadi 48 ppm dengan pH water
scrubber menurun dari 8.01 menjadi 2.95, dari sifat basa menjadi sifat asam.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Polusi yang diakibatkan dari kegiatan industri memberikan kontribusi gas berbahaya
seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO) dan debu. Polusi tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan hidup,
namun juga memberikan dampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Salah satu senyawa produk hasil pembakaran bahan bakar fosil yang berbahaya adalah
SOx (Sulfir Oksida). Senyawa sulfur di atmosfer terdiri dari H2S, merkaptan, SO2, SO3,
14
H2SO4 , garam-garam sulfit, garam-garam sulfat, dan aerosol sulfur organik. Dari
cemaran tersebut yang paling penting adalah SO2 yang memberikan sumbangan 50%
dari emisi total
Beberapa
teknologi baru yang mulai diterapkan dalam skala industri adalah proses
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., SO2 NAAQS Designations Source-Oriented Monitoring Technical Assistance
Document, U.S. EPA, December 2013
Djyanti, S., Pengendalian Emisi Gas Buang Boiler Batubara Dengan Sistem Absorbsi, Jurnal
Ilmu Lingkungan, Departemen Perindustrian, Semarang, Vol.9, No. 1, April 2012
Djyanti, S., Perancangan Prototype Alat Pengendalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan
Teknologi Non Thermal Plasma, Jurnal Riset dan Teknologi Pencegahan Pencemaran
Industri,Balai Besar Teknologi Pencemaran Industri, Semarang, Vol.2, No.2, Desember 2012
Ismiyati, dkk., Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, Jurnal
Manajemen Transportasi & Logistik, Vol. 01 No. 03, November 2014
15
Mayasari,F., Analisis Perhitungan Eksternalitas Pada PLTU Muara Karang Dengan Penggunaan
Flue Gas Desulphurization,Jurnal Ristek,UNHAS, Makassar, Vol.2, No.1, Juni 2013
Sudjatmoko., Kajian Reduksi SO2 dan NOx Dalam Gas Buang Hasil Pembangkit Listrik
Batubara Menggunakan Radiasi Berkas Elektron, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah
Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, PTAPB-BATAN, Yogyakarta, Vol.8, Nopember 2012.
Zakaria, N., Analisis Pencemaran Udara (SO2), Keluhan Iritasi Tenggorokan dan Keluhan
Kesehatan Iritasi Mata Pada Pedagang Makanan di Sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya, The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Departemen Kesehatan Lingkungan,
UNAIR, Vol. 2, No. 1 Jan-Jun 2013: 7581
16