Unstable Angina Kasus 3
Unstable Angina Kasus 3
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status Pernikahan
Masuk ruang rawat inap
Keluar ruang rawat inap
: Tn. S
: Laki-laki
: 47 tahun
: Cikeusal
: Pedagang Sekoteng
: Islam
: Menikah
: 01 Juli 2015
: 02 Juli 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang memberat sejak 8 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan nyeri ulu hati
yang memberat sejak 8 jam SMRS.
Nyeri ulu hati dirasakan panas, seperti ditonjok, menjalar ke punggung, dada kanan
dan kiri, serta kedua lengan hingga siku.
1 hari sebelumnya, pasien merasakan keluhan serupa, dirasakan saat bangun
tidur. Kemudian pasien ke IGD dan hari itu juga dipulangkan karena gejala membaik.
Malam harinya pasien mengatakan nyeri berulang, bahkan terasa lebih parah. Paling
parah dirasakan pagi harinya sehingga pasien datang kembali ke IGD.
2 bulan SMRS, pasien mengatakan sering nyeri di bagian ulu hati saat bekerja
(mendorong gerobak), dan hilang saat pasien duduk selama 5 menit.
Pasien rutin mengontrol tekanan darah di Puskesmas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah mengalami keluhan serupa (+)
Riwayat sakit lambung (+)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat kencing manis (-)
: Tampak baik
: Compos Mentis
: 140/70 mmHg
: 80 x/menit (kuat, cukup, regular)
: 20 x/menit
: 37,0 0C
: 55 kg
: 155 cm
: 23 kg/m2 (normoweight)
Status Generalisata
Kepala
Bentuk
: Normal, simetris
Rambut
: Hitam dan tampak uban, tidak mudah rontok
Mata
: Perdarahan +/- Edema palpebra +/Konjungtiva anemis: sulit dinilai / - Sklera ikterik (-)
Reflex cahaya OD sulit dinilai, OS (+)
Visus OD sulit dinilai, OS 5/60
Telinga
: Normotia, simetris, sekret -/Hidung
: Sekret -/-, septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung -/Mulut
:T1-T1, tidak hiperemis. Parese N.XII (+)
Leher
Leher
Thorak
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo:
Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultas
-/
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Superior
Inferior
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Lengkap ( 08 Juni 2015)
LAB
RESULT
UNIT
NORMAL
WBC
9,08
103/uL
5.2 - 12.4
RBC
5,31
106/uL
4,2 - 6,1
HGB
14,0
g/dL
12 - 18
HCT
40,2
37 - 52
MCV
75,6
Fl
80 - 99
MCH
26,3
Pg
27 - 31
MCHC
34,7
g/dL
33 - 37
RDW
12,9
11,5 - 14,5
PLT
302
103/ul
150-450
Neutrophil
56,5
40 - 74
Limfosit
32.9
19 - 48
Monosit
4.5
3,4 - 9
Eosinophil
3,6
0-7
Basophil
0,4
0 - 1,5
Luc
2.1
0-4
RESULT
UNIT
NORMAL
WBC
5,05
103/uL
5.2 - 12.4
RBC
4,02
106/uL
4,2 - 6,1
HGB
9,0
g/dL
12 - 18
HCT
28,6
37 - 52
MCV
71,0
Fl
80 - 99
MCH
22,3
Pg
27 - 31
MCHC
31,4
g/dL
33 - 37
RDW
23,4
11,5 - 14,5
PLT
431
103/ul
150-450
Neutrophil
84,6
40 - 74
Limfosit
8,5
19 - 48
Monosit
4,1
3,4 - 9
Eosinophil
0,6
0-7
Basophil
0,4
0 - 1,5
Luc
1,7
0-4
Expertise Radiologi:
Cor
: Membesar ke lateral kanan dan kiri dengan apek tertanam di bawah
Pulmo
Kesan
E. DAFTAR MASALAH
Anemia Mikrositik Hipokrom
Diare Kronik
Anoreksia
TB paru
5
Kolitis Tuberkulosa
F. DIAGNOSIS BANDING
Chrons disease
Iritable Bowel Syndrome
`Ca Colon
HIV
G. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa: Bed rest
Transfusi PRC 3 labu
Diet tinggi kalori dan protein
Medikamentosa:
RL 20 tpm
Ranitidin 2 x 1 amp
Rifampisin 450 mg
Isoniazid 300 mg
Pirazinamid 1000 mg
Etambutol 1000 mg
Vit. B 6 3 x 1 tab
H. RENCANA PEMERIKSAAN
- Darah Lengkap
- Rontgen Thorax
- Kadar Gula Darah Sewaktu
- Elektrokardiografi
- Kolonoskopi
- Biopsi
- HIV rapid
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
J. FOLLOW UP
Tanggal
16/06/15
Leher
A: Anemia
P: Non Farmakologis : Bed rest
PRC 3 labu / 750 cc (1/3)
Rontgen Thorax
Farmakologis : IVFD RL 20 tpm
Ranitidin 2 x 1 amp
Metronidazol 2 x 1 amp
17/06/15
S/
18-06-15
S/
O : KU : Baik
Kesadaran: CM
T :90/60 mmHg
R: 20 x/menit
N : 100 x/menit
S : 36,7 0C
Kepala : Konj. anemis +/+ sclera ikterik -/ Leher
: KGB tdk teraba membesar
Cor
: BJ 1 & 2 normal reguler.
Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Vesikuler ka=ki
Rhonki -/- Wheezing -/ Abdomen : Datar, supel, BU +, nyeri tekan (-)
A: Kolitis TB + TB paru
P: Non Farmakologis : Bed rest
Farmakologis : IVFD RL 20 tpm
Ranitidin 2 x 1 tab
RHZE (450/300/1000/1000)
B6 3 X 1 tab
Ciprofloxacin 2 x 1 gram
19 /06/15
S/
O : KU : Baik
Kesadaran: CM
T :110/70 mmHg
R: 20 x/menit
N : 96 x/menit
S : 36,4 0C
Kepala : Konj. anemis +/+ sclera ikterik -/ Leher
: KGB tdk teraba membesar
Cor
: BJ 1 & 2 normal reguler.
Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Vesikuler ka=ki
Rhonki -/- Wheezing +/+
Abdomen : Datar, supel, BU +, nyeri tekan (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang dapat mengenai hampir semua bagian tubuh
namun paling sering menginfeksi paru-paru.3 Tahun 1882 Kock mengidentifikasi basil
9
tuberkel.4 Pada awalnya penyakit ini secara primer menjangkiti paru-paru, dan terbawa ke
saluran cerna melalui sputum yang tertelan. 1 Tuberkulosis yang menginfeksi traktus intestinal
dapat disebabkan oleh baik Mycobacterium tuberculosis ataupun Mycobacterium bovis.1
Mycobacterium tuberculosis menginfeksi sekitar 1/3 populasi dunia dan membunuh
sekitar 3 juta pasien setiap tahunnya dan oleh sebab itu menjadi penyebab kematian yang
paling sering di seluruh dunia.2,5 Namun tidak semua individu yang terinfeksi memperlihatkan
gejala klinis.5 Mycobacterium menyebabkan timbulnya penyakit apabila sistem imun
melemah seperti pada usia lanjut dan orang-orang dengan HIV positif.5
Diperkirakan sekitar 150 juta orang terinfeksi tuberkulosis.4 Terdapat 3 sampai 5 juta
kasus baru dan 600 kematian akibat penyakit ini tiap tahunnya. 4 Di tahun 2000-2020
diperkirakan sebanyak 1 milyar orang akan terinfeksi, 200 juta orang akan menunjukan gejala
penyakit dan 35 juta orang akan meninggal karena penyakit ini bila kontrol terhadapnya tidak
diperkuat.5
Proporsi tuberkulosis ekstrapulmonal lebih tinggi pada orang-orang dengan AIDS,
dibuktikan dengan adanya peningkatan frekuensi terjadinya tuberkulosis intestinal yang
dilaporkan pada individu ini.1 Orang dengan AIDS mempunyai penurunan ketahanan respon
imun seluler sel T terhadap invasi M.tuberculosis sehingga perkembangan penyakit ini lebih
cepat dibandingkan dengan orang yang sehat, memiliki lebih banyak penyakit paru-paru yang
berat dan lebih mudah menularkan bakteri M.tuberculosis ke orang lain.2 Sebagai tambahan,
M.tuberculosis yang resisten terhadap beberapa obat telah muncul di antara pasien-pasien
AIDS, orang-orang yang kontak erat dengan pasien AIDS dan petugas kesehatan. 2 Terdapat
kurang dari 200 kasus tuberkulosis intestinal yang dilaporkan di Amerika Serikat dari tahun
1950 sampai 1980, namun insidensinya, terutama di daerah urban menunjukkan peningkatan
yang stabil selama 20 tahun terakhir.1 Saat ini tuberkulosis peritoneal merupakan tempat
tersering terjadinya tuberkulosis ekstrapulmonal ke-enam di Amerika Serikat, diikuti oleh
limfatik, genitourinaria, tulang dan sendi, TBC milier dan keterlibatan meningeal.1
Ketika penyakit ini mengenai traktus intestinal, biasanya disebabkan oleh bakteri
yang menginfeksi paru-paru dan lokasi terseringnya adalah regio ileocecal. 1 Alasan dari
distribusi ini dikarenakan keberadaan kelenjar limfe yang berlebih pada area tersebut,
peningkatan stasis fisiologis dan peningkatan rata-rata absorbsi di usus proksimal. 1 Meskipun
kondisi ini paling sering terlihat di colon proksimal dan ileum, namun biasanya dapat
ditemukan pula keterlibatan usus segmental.1
10
11
lipid yang tebal maka pemanasan atau pemakaian detergen biasanya diperlukan untuk
menyempurnakan pewarnaan primer.6 (Gambar 2.1)7
Gambar 1. Pewarnaan Ziehl-Neelsen memperlihatkan M.tuberculosis sebagai batang-batang
berwarna merah (tanda panah)7
Doubling time mycobacterium sangat lambat yaitu 12-18 jam bila dibandingkan
dengan bakteri Escherichia coli.4 Dikarenakan mycobacterium tumbuh 20 sampai 100 kali
lebih lambat dibandingkan dengan bakteri, maka perlu sekitar 4 sampai 6 minggu untuk
membentuk koloni M.tuberculosis untuk kepentingan penelitian sensitivitas obat.2 Resistensi
terhadap obat antimikrobakterial terbaik yaitu rifampisin dan isoniazid terjadi karena mutasi
pada RNA polymerase dan katalase.2
Patofisiologi
M.tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif.6 Mycobacterium patogen tidak
memproduksi faktor virulen klasik seperti toksin, enzim proteolitik dan hemolisin.4
Kemampuan mycobacterium untuk menimbulkan penyakit terutama disebabkan oleh
kapasitas mycobacterium untuk bermultiplikasi dan bertahan di dalam makrofag.2,4 Basil ini
kemungkinan menyebar pertama kali melalui kelenjar limfe namun keberadaannya di dalam
jaringan menginisisasi respon imun inflamasi seluler tipe 5.2,4 Bila infeksi ini tidak dapat
dikontrol oleh respon imun seluler ini maka basil tuberkel akan bermultiplikasi sampai pada
titik dimana ia mendatangkan reaksi alergi nekrolisis lokal yang menyebabkan suatu proses
destruktif dengan karakteristik timbulnya penyakit kronis progresif.4
Patogenitas M.tuberculosis berhubungan dengan kemampuannya untuk lolos dari
makrofag dan menginduksi tipe hipersensitivitas delayed.2 Reaksi ini terbagi menjadi
beberapa komponen di dinding sel M.tuberculosis.2
permukaan glikolipid yang menyebabkan M.tuberculosis tumbuh pada serpentine cord secara
in vitro.2 Strain virulen M.tuberculosis mempunyai cord factor
pada permukaannya,
sedangkan strain avirulen tidak, dan menginjeksikan cord factor murni yang akan
menginduksi granuloma yang khas pada tikus percobaan. 2 Kedua adalah lipoarabinomannan
(LAM), sebuah stuktur heteropolisakarida yang mirip dengan toksin bakteri gram negative
yang akan menghambat aktivasi makrofag oleh interferon-. 2 LAM juga menginduksi
makrofag untuk mensekresi TNF- yang akan menimbulkan demam, penurunan berat badan
dan kerusakan jaringan, dan IL-10 yang menekan proliferasi mycobacterium-induced T cell.2
Ketiga komplemen yang teraktivasi di permukaan mycobacterium dapat mengopsonisasi
organisme dan menfasilitasi pengambilannya oleh reseptor komplemen makrofag tanpa
memicu respon berlebihdari system respirasi yang diperlukan untuk membunuh organisme
tersebut.2 Keempat, suatu heat-shock protein dengan sifat immunogenik yang sangat tinggi
yang dikandung oleh M.tuberculosis mirip dengan heat-shock protein manusia dan mungkin
mempunyai peranan dalam reaksi autoimun yang diinduksi oleh M.tuberculosis.2
Timbul dan berkembangnya hipersensitivitas yang dimediasi oleh sel atau tipe IV
tehadap basil tuberkel mungkin dapat menjelaskan kemampuan organisme untuk merusak
jaringan dan kepentingan resistensi terhadap organisme tersebut.2 Pada paparan awal terhadap
organisme ini respon inflamasi bersifat non-spesifik dan menghasilkan reaksi terhadap segala
macam bentuk invasi.2 Dalam 2-3 minggu bersamaan dengan timbulnya reaksi kulit yang
positif, reaksi selanjutnya menjadi pembentukan granuloma dan pusat granuloma ini
mengalami nekrosis perkejuan membentuk tuberkel lunak (gambar 2.2).2 Pola dari respon
penjamu tergantung dari apakah infeksi tersebut merupakan paparan pertama atau reaksi
sekunder pada penjamu yang telah tersensitisasi sebelumnya.2
13
Jalan masuk awal bagi basilus tuberkel ke dalam paru atau ke tempat lainnya pada
individu yang sebelumnya sehat menimbulkan respon peradangan akut yang non spesifik
yang jarang diperhatikan dan biasanya disertai dengan sedikit atau sama sekali tanpa gejala. 6
Basilus kemudian ditelan olah makrofag dan diangkut ke kelenjar limfe regional. Kemudian
mencapai aliran darah dan terjadi penyebaran yang luas.6 Kebanyakan, lesi tuberkulosis
diseminata menyembuh, sebagaimana lesi paru primer walaupun akan tetap ada fokus
potensial untuk reaktivasi selanjutmnya.6
Selama 2 sampai 8 minggu setelah infeksi primer saat basilus terus berkembang biak
di dalam lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada penjamu yang terinfeksi. 6
14
15
Tuberkulosis abdomen didapat sering kali karena mencerna M.bovis dalam jumlah
yang banyak yang biasnya terdapat pada susu sapi yang tidak dipasteurisasi. 4 Di Amerika
Utara dan negara-negara barat lainnya, eradikasi organisme tercapai dengan cara mengontrol
tuberkulosis pada hewan ternak dan pasteurisasi susu.4
Rute infeksi tuberkulosis terhadap saluran gastrointestinal dapat terjadi dengan cara
sebagai berikut5:
1. Penyebaran dengan cara menelan sputum yang terinfeksi pada pasien dengan TB paru
aktif terutama pada pasien dengan kavitasi pulmonal dan pemeriksaan sputum positif.
2. Penyebaran melalui rute hematogen dari fokus tuberkulosis di paru-paru menuju
kelenjar limfe submukosa.
3. Penyebaran lokal dari organ di sekitarnya yang terkena infeksi tuberkulosis primer
misalnya TB ginjal menyebabkan fistula ke duodenum atau limfadenopati TB
mediastinal melibatkan esophagus, KGB dan tuba falopii.
Diagnosis
Diagnosis memerlukan kecurigaan yang tinggi.1 Sebaiknya ketika suatu lesi pulmonal
dapat diidentifikasi maka perlu dipertimbangkan adanya tuberkulosis intestinal. 1 Tetapi hanya
sekitar 25% TB Abdomen yang disertai dengan TB paru. 8 Bakteri tahan asam jarang dapat
diidentifikasi dari tinja.1 Meskipiun tes tuberkulin positif dapat berguna namun tidak dapat
menegakkan diagnosis dengan pasti.1
16
Jumlah pasien
62 (86%)
53 (74%)
52 (72%)
26(36%)
24(33%)
23(32%)
23(32%)
21(29%)
18(25%)
18(25%)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya massa, biasanya di kuadran kanan bawah
abdomen.1 Pada keadaan yang jarang terjadi, dimana tuberkulosis menginfeksi rectum atau
anus, dapat timbul suatu striktur.1 Tergantung pada apakah lesi tersebut menyebabkan ulserasi
atau striktur, ia dapat menstimulasi terjadinya keganasan.1 Bahkan pada keadaan dimana
tidak ditemukan lesi paru-paru, ahli bedah biasanya akan melakukan operasi kanker pada
penyakit ini.1
Tuberkulosis abdomen mempunyai 4 tampilan klinis mayor, yaitu 4 :
17
1. Limfadenopati mesenterika
Penyakit dimulai perlahan dengan penurunan berat badan, demam tidak begitu
tingi yang hilang timbul, dan rasa lemas.4 Seiring dengan perjalanan penyakit yang
kian lama kian progresif, mulailah timbul pembengkakan pada abdomen yang
disebabkan baik karena akumulasi cairan di dalam rongga abdomen maupun karena
pembesaran kelenjar getah bening secara masif.4 Apabila penyakit ini terus
berkembang, maka akan timbul gejala tambahan berupa anemia, hipoalbuminemia
dan oedem perifer yang sering disertai dengan limfoedema. 4 Perkejuan masif pada
kelenjar limfe mesenterika muncul.4 Ruptur nodus merupakan komplikasi mayor pada
bentuk tuberkulosis ini dengan penyebaran basil ke dalam rongga abdomen sehingga
menyebabkan peritonitis tuberkulosis dengan tuberkel-tuberkel di permukaan
peritoneum.4
2. Daerah ileocaecal
Daerah gastrointestinal yang sering terlibat adalah daerah ileocaecal. TB pada
ileocaecal dan usus halus ditandai dengan massa yang teraba pada kuadran kanan
bawah atau didapatkan komplikasi berupa obstruksi, perforasi atau malabsorpsi,
terutama jika sudah terdapat striktur. Gejala yang sering muncul yaitu mual dan nyeri.
Nyeri mungkin disebabkan karena adanya obstruksi akibat striktur yang biasanya
terjadi di ileum terminal.4 Nyeri biasanya berlokasi di bagian tengah abdomen atau di
fossa iliaca dextra.4,5 Suatu massa mungkin dapat teraba di fossa iliaca dextra dan
biasanya sering timbul demam, diare dan penurunan keadaan umum. 4,5 Perforasi,
meskipun tidak biasa terjadi, dapat saja timbul dan dapat menyebabkan nyeri
abdomen yang luas yang mengarah kepada peritonitis.4,5,8
Gejala klinis lain yang jarang adalah dysphagia, odynophagia dan ulkus
esophagus pada TB yang mengenai esophagus, dyspepsia dan gastric outlet
obstruction pada TB Gastroduodenal, nyeri abdomen bagian bawah dan hematochezia
karena TB colon dan striktur rectum atau fistula perianal yang multiple dapat
disebabkan TB pada anus dan rectum.
3. Penyakit kolon dan anorektal.
Infeksi dapat terbatas sampai kolon bikla gejala yang muncul terdiri dari nyeri
kolik di kuadran bawah abdomen, perubahan kebiasaan buang air dan demam.4
Pembentukan striktur adalah komplikasi yang sering terjadi. 4 Tuberkulosis yang
terjadi di sebelah distal ileocaecal adalah suatu hal yang tidak biasa dan jarang
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila suatu proses penyakit berlokasi di
usus besar.5 Tuberkulosis juga terkadang mengenai kanalis ani dimana ia dapat
menyebabkan ulkus yang pada awalnya tidak dapat dibedakan dengan fissure ani
18
sederhana.4 Bila penyakit ini mengenai daerah perianal,maka dapat tertukar dengan
penyakit Chorns, aktinomikosis, fistula ani, colloid carcinoma, sarcoidosis dan
penyakit kulit lainnya.5 Fistula ani merupakan tampilan klinis yang paling sering dari
tuberkulosis anorektal (sekitar 80%-90%).5 Penyakit anorektal mungkin dapat
dipersulit oleh adanya pembentukan fistula dan abses.4 Suatu fistula tuberkulosis
harus dipertimbangkan bila pada lubang ke arah kulit terlihat kasar, dimana terdapat
tidak ada atau ada indurasi ringan dengan cairan yang encer.4
4. Peritonitis
Bentuk infeksi tuberkulosis ini mungkin terhitung sekitar 25-30% dari
penyakit tropis dan proporsinya hampir sama atau bahkan lebih tinggi pada pasien
imigran di negara berkembang.4 Sama seperti sebelumnya, onset penyakitnya bersifat
perlahan-lahan, biasanya berhubungan dengan demam dan penurunan kesadaran. 4
Keterlibatan peritoneal dapat menyebabkan asites yang progresif (tipe basah) atau
keterlibatan peritoneal yang meluas tanpa disertai asites tetapi disertai dengan adhesi
(tipe kering) dan tipe fibrosis dimana terdapat penebalan omentum, perlengketan yang
luas dan ascites yang terlokalisir.4,8 Kadang-kadang peritonitis dapat terjadi secara
tiba-tiba, biasanya berhubungan dengan ruptur masif dari kelenjar limfe abdomen yag
mengalami nekrosis perkejuan.4
Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan non-spesifik pada tuberkulosis abdomen mencakup laju endap darah,
anemia normokrom normositer dan hipoalbumin.4 Pemeriksaan tuberkulin mempunyai nilai
diagnostik yang terbatas dan memberikan hasil positif yang bervariasi mulai dari 30% sampai
100% dalam rangkaian yang berbeda.4 Pasien dengan tuberkulosis abdomen secara umum
memiliki hasil tes positif lemah dibandingkan dengan pasien dengan tuberkulosis paru-paru
yang aktif.4 Soluble Antigen Ab (SAFA) test dan enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA) yang biasanya positif pada tuberkulosis paru-paru juga positif pada 83% dan 94%
pada pasien yang diduga dengan tuberkulosis abdomen.4
Secara histologi, terdapat perpaduan beberapa granuloma yang terdiri dari sel-sel
epiteloid yang dikelilingi suatui zona fibroblast dan limfosit yang biasanya mengandung sel
Langerhans raksasa.2 Nekrosis perkejuan biasanya terjadi di pusat tuberkel.2 (Gambar 2.5)7
Jumlah tuberkel ini tergantung dari kepekaan pasien dan vitrulensi organisme.2
19
diklasifikasikan menjadi5 :
1. Bentuk tuberkulosis ulseratif, terlihat pada kira-kira 60% pasien. Ulkus superficial
multipel terdapat di permukaan epitel. Hal ini dipertimbangkan sebagai bentuk aktif
penyakit tersebut.
2. Bentuk tuberkulosis hipertropik, terlihat pada kira-kira 10% pasien dan terdiri dari
penebalan dinding usus dengan pembentukan jaringan parut, fibrosis dan massa yang
keras menyerupai karsinoma.
3. Bentuk tuberkulosis ulserohiperetropik, yang terlihat pada 30% pasien. Pasien ini
memiliki kombinasi bentuk ulseratif dan hipertrofik.
Pemeriksaan Imaging.
Pemeriksaan radiologik dapat berguna namun tidak menegakkan diagnostik dengan
pasti.1 Foto polos abdomen pada seorang pasien dengan obstuksi intestinal sebagai akibat
sekunder dari striktur atau massa dapat memperlihatkan tidak ada bayangan udara di fossa
20
iliaka dekstra atau distorsi caecum dan colon asendens.1 Perforasi dengan pneumoperitoneal
jarang terjadi.1 (Gambar 6)5
Gambart 6 Foto polos abdomen penderita tuberkulosis memperlihatkan kalsifikasi difus
limfadenopati mesenterik.5
adenopati, abses dan penebalan dinding usus.1 Yilmaz dan koleganya juga mengidentifikasi
perubahan non-spesifik pada CT pasien dengan tuberkulosis abdomen seperti asites,
limfadenopati intra dan ekstraperitoneal, penebalan dinding ileocaecal dan kalsifikasi
permukaan peritoneum.1 (Gambar 8)5 Namun penemuan ini hanya relevan bila dicurigai
pasien tersebut menderita tuberkulosis abdomen.1
Gambar 8 CT scan pada pasien HIV positif dengan tuberkulosis abdomen memperlihatkan
asites dan penebalan omentum.5
22
menebal dengan massa intraluminal dan ekstraluminal menyebabkan filling defects.5 Usus
memperlihatkan gambaran dilatasi aneurisma fokal yang tidak berhubungan dengan striktur.5
Yersiniosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Yersinia enterocolitica, yaitu suatu
batang gram negative.5 Tampilan klinis yersiniosis di usus kecil menyerupai tuberkulosis dan
biasanya juga mengenai ileum terminal.5
Penatalaksanaan
Untuk tuberkulosis abdomen yang tanpa komplikasi, penatalaksanaan optimal adalah
pemberian tiga obat antituberkulosis selama 10 bulan yaitu dengan isoniazid, rifampisin dan
pirazinamid.1,4 Pirazinamid digunakan hanya pada 2 bulan pertama terapi (table 2.3).4
Tabel 3 Regimen kemoterapi yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan
tuberkulosis abdomen.4
Obat
Durasi (bulan)
Dosis dewasa/hari
Dosis anak/hari
Rifampisin
10
600mg(>50kg)/
10mg/kgbb
450mg (<50kg)
Isoniazid
10
300mg
10mg/kgbb
Pyrazinamid
2g(>50kg)/
35mg/kgbb
1,5g(<50kg)
Ethambutol
2*
25mg/kgbb
Tidak diberikan
disetujui sebagai cara yang terbaik, namun abses perianal atau ischiorektal memerlukan
drainase dengan pembedahan sebelum dilanjutkan dengan penggunaan obat oral
antituberkulosis.4 Pembedahan untuk fistula juga diperlukan apabila penyembuhan dengan
terapi antituberkulosis tidak tercapai.4
DAFTAR PUSTAKA
25