Anda di halaman 1dari 11

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Migren merupakan gangguan nyeri kepala berulang, serangan berlangsung selama 472 jam dengan karakteristik khas : berlokasi unilateral, nyeri berdenyut (pulsating),
intensitas sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin, dan berhubungan dengan
mual dan fotobia serta fonofobia.
Migren adalah gangguan fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala unilateral
yang sifatnya mendenyut atau mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.
Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and Headache of
The World Federation Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan
karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan
lamanya bervariasi. Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan muntah.
Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan gangguan
perasaan hati.

II.2 Epidemiologi
Migren dialami oleh dari 28 juta orang diseluruh dunia. Diperkirakan prevelensinya
didunia mencapai 10%, wanita lebih banyak daripada pria. Berdasarkan beberapa studi
menunjukan bahwa prevelensi seumur hidup pada wanita sebesar 25% sedangkan pada pria
8% usia penderita terbanyak sekitar 25-55 tahun. Total biaya langsung dan tidak langsung
diperkirakan 5,6 hingga 17,2 milyar dolar amerika berdasarkan hilangnya waktu kerja dan
produktivitas akibat migren. Migren menduduki peringkat ke-19 diantara semua penyakit
penyebab hendaya atau cacat didunia, dan peringkat ke-12 diantara wanita diseuruh dunia.
Di inggris, migren diderita oleh lebih dari 14% (7% pria dan 18,3% wanita) populasi
lebih dari 6 juta orang. Sekitar 5,7 hari eefektif kerja hilang pertahun untuk setiap pekerja

atau pelajar penderita migren, dan pada setiap hari kerja hingga 90.000 orang tidak masuk
kerja atau sekolah karena migren. di amerika serikat sekitar 18% wanita dan 5% pria
menderita migren, prevalensi meningkat tajam.

II.3 Etiopatofisiologi
Ada banyak hipotesis tentang migren. Hipotesis neurovascular menyatakan bahwa
migren adalah kepekaam sistem trigeminal vascular yang diturunkan. Depresi menyebar
(spreading depression, SD) suatu bentuk self-propagating front of depolarization yang
dihubungkan dengan penurunan aktivitas biolektrik persarafan selama beberapa menit,
dikemukakan berperan penting dalam induksi fasr aura. SD tampaknya bertanggung jawab
menimbulkan nyeri dan gejala-gejala lain. SD dan aura dapat disebabkan

oleh kadar

glutamate abnormal pada individu rentan. Hal ini berbeda pada fase awal migren tanpa aura,
dimana platelet activating factor (PAF) dilepaskan dari platelet dan leukosit, menyensitasi
trigeminal vascular endings. riset terbaru membuktikan bahwa amina seperti tiramin dan
oktopamin berperan penting dalam pathogenesis migren. trace amine receptor (TAARs)
dijumpai diberbagai jaringan dan organ termasuk area otak yang spesifik seperti
rinensefalon, sistem limbic, amigdala, hipotalamus, sistem ekstrapiramidal, dan locus
coeruleus.
Mekanisme utama yang mendasari terjadinya migren meliputi teori biologis,
psikologis,

dan

psikofisiologis.

Teori-teori

biologis

berfokus

pada

mekanisme

serebrovaskular dan menekankan peran agen-agen biokimiawi (misalnya, serotonin,


histamin, dan katekolamin) yang berperan pada kejadian pemicu nyeri kepala. Teori-teori
psikologis memusatkan pada hubungan berbagai variebel psikologis (misalnya, kekhususan
emisional, factor psikodinamis, kepribadian, stress, kondisi kejiwaan, penguatan atau
reinforcement) dan kecenderungan terhadap migren. Teori psikofisiologis menekankan peran
potensial stress dan berusahan menjelaskan mekanisme spesifik stress yang memicu nyeri
kepala. Tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan terjadinya migren, teori yang
berlaku sekarang adalah berdasarkan suatu hyperexcitable trigeminovaskular complex
pada penderita yang secara genetis cenderung menderita migren.

Pemicu
Pemicu serangan migren akut bersifat multifaktorial, meliputi faktor hormonai
(menstruasi, ovulasi, kontrasepsi oral,penggantian hormon), diet (alkohol, daging yang
mengandung nitrat, monosodiumglutamat, aspartam, cokelat, keju yang sudah lama/basi,
tidak makan, puasa, minuman mengandung kafein), psikologis (stres, kondisi setelah
stres/liburan akhir minggu, cemas, takut, depresi), lingkungan fisik (cahaya menyilaukan,
cahaya terang, stimulasi visual, sinar berpendar/berpijar, bau yang kuat, perubahan cuaca,
suara bising, ketinggian, mandi keramas), factor yang berkaitan dengan tidur (kurang tidur,
terlalu banyak tidur), faktor yang berkaitan dengan obat-obatan (atenolol, kafein, simetidin,
danazol, diklofenak, estrogen, H2-receptor blockers, histamin, hidralazin, indometasin,
nifedipin, nitrofurantoin, nitrogliserin, etinilestradiol, ranitidin, reserpin), dan faktor lainnya
(trauma kepala, latihan fisik, kelelahan).
Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan
neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular,
sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor
pencetus timbulnya serangan migren yaitu :
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan meningkat
saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan serangan migren saat
menstruasi.Istilah menstrual migraine sering digunakan untuk menyebut migren yang
terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi
disebabkan penurunan kadar estrogen.
2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan, teh, cokelat,
dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan meningkatkan kewaspadaan dan
tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan
tidur, lekas marah, cemas dan sakit kepala.
3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi pelepasan
hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar gula darah.

4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan.
5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu tinggi akan
menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga berlaku untuk
penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia
normal.
6. Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada
wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat
perut kosong. Fenomena ini disebut Chinese Restaurant Syndrome.Aspartam atau pemanis
buatan pada minuman diet dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila
dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering terjaga tengah
malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit kepala tegang, sehingga
perbaikan dari mekanisme tidur ini akan membantu mengurangi frekuensi timbulnya
migren.
8. Faktor herediter
9. Faktor kepribadian

II.4 Manifestasi klinik


Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap
individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak
harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain (Aminoff, MJ et al, 2005) :
1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan
mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan,
menginginkan jenis makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini
muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda
kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat
berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura
visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum
terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil
yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapang pandang,
persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan
visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu
mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zigzag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti
dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa
periode laten.
3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar
secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa,
sedangkan pada anak-anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari
sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani
aktivitas sehari-hari
4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan
terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa segar atau euphoria setelah
terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa deperesi dan lemas.
5. Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada
penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri
kepala, dan fase postdromal
Serangan migren sering didahului oleh gejala-gejala peringatan (premonitory
symptoms) seperti: hiperosmia, menguap, perubahan mood, cemas, food craving, sexual
excitement, fatigue dan kelabilan emosi yang berlangsung dari beberapa menit hingga
berhari-hari. Selain itu, serangan migren juga berhubungan dengan kehilangan atau
berkurangnya selera makan, mual, muntah, dan sensitivitas terhadap sinar dan suara yang
makin memberat, dan seringkali melibatkan gangguan mood, motorik, dan sensorik
II.5 Kriteria diagnosis

Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura


a. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D
b. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan yang
tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
c.

Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik sebagai berikut:


1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat dengan kegiatan fisik

d. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:
1.

Mual atau dengan muntah

2. Fotofobia atau dengan fonofobia


e. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
1.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan


organik

2.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik tetapi
pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan
kelainan

Kriteria Diagnosis dengan Aura


a. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
b. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer
dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau
gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu gejala
aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval
bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang kadang dapat terjadi sebelum aura.
c. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:

1.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan


organik

2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi
pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan
kelainan.
Kriteria Diagnosis Migren Retinal
Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah ini:
a. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit, dan
dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan
gangguan lapangan penglihatan monokular selama serangan tersebut.
b. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak lebih dari
60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul
apabila penderita mempunyai jenis migren lain atau mempunyai 2 atau lebih keluarga
terdekat yang mengalami migren.
c. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan jantung dan darah.
Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial
a. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren
b. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imaging
c. Terdapat satu atau keduanya dari :
1.

Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intracranial

2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial


d. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang

II.6 Pemeriksaan Penunjang


Tidak

ada

pemeriksaan

penunjang

khusus

untuk

membantu

menegakkan

diagnosis.Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan struktural yang


mempunyai gejala seperti migren.
1. EEG. Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan aktifitas listrik,
peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala belakang, pada sisi nyeri kepala
kadang-kadang didapatkan gelombang tajam yang tidak spesifik (Notowardojo, Tinjauan
Neuropsikiatrik, 2005).
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging). (Igarashi, 1998), melakukan pemeriksaan MRI
pada 91 penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan lesi kecil di substansia alba pada 15
dari 51 penderita (29,4%), sedangkan pada kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini
mempunyai perbedaan bermakna.
3. PET (Positron Emission Tomography). Sachs membangkitkan serangan migren pada 5
penderita dengan injeksi reserpin subkutan, kemudian dilakukan pemeriksaan PET 1,5
jam setelah pemberian, terjadi penurunan yang bermakna pada metabolisme glukosa pada
penderita migren

II.7 TERAPI
Secara umum direkomendasikan tiga lini terapi. Pemilihan obat bergantung pada
indikasi, pengalaman klinisi, cost-eff ectiveness, efek samping, waktu paruh, keterjangkauan,
dan ketersediaan obat. Terapi lini pertama menggunakan antiemetik oral atau intravena,
parasetamol, asam asetilsalisilat (ASA), NSAID (ibuprofen, naproksen, diklofenak),
fenotiazin, dihidroergotamin (DHE) intranasal atau subkutan, naratriptan, rizatriptan, atau
zolmitriptan. Terapi lini kedua menggunakan antiemetik (intravena), NSAID (mis., ketorolak
intramuskular), sumatriptan (subkutan), ergotamin, haloperidol, lidokain intranasal, opiat
intranasal, kortikosteroid, fenotiazin, atau opiat. Terapi lini ketiga menggunakan sumatriptan
(intranasal), fenotiazin intravena, barbiturat. Tiga lini terapi migren di atas secara umum
dapat dikelompokkan lagi menjadi terapi akut nonspesifik dan terapi akut spesifik.
Terapi akut non-spesifik

Analgesik dan NSAID (non-steroidal anti inflammatory drugs) Analgesik dan


NSAID merupakan terapi akut lini pertama. Obat-obat golongan ini meliputi asam
asetilsalisilat (500-1000 mg), kalium diklofenak (50-100 mg), fl ubiprofen (100-300mg),
ibuprofen (400-2400 mg atau 200-800mg), naproxen (750-1250 mg), naproksen sodium
(550-1100 mg), parasetamol (1000mg), piroksikam SL (40 mg), dan asam tolfenamat (200400 mg). Kombinasi analgesik seperti: parasetamol, aspirin dan kafein, secara signifi kan
terbukti lebih efektif daripada plasebo33,34,42. Terkadang efikasi analgesik dilengkapi
dengan pemberian bersama metoklopramid (5 mg atau 10 mg oral) diberikan sebelum atau
bersamaan dengan analgesik oral); penambahan ini dapat meningkatkan absorpsi asam
asetilsalisilat, menurunkan mual, dan memperbaiki respons terapeutik.
Terapi akut spesifik
Triptan Sumatriptan, triptan yang pertama, pada mulanya tersedia dalam sediaan
subkutan. Enam triptan yang ditemukan setelah sumatriptan ialah almotriptan, eletriptan,
frovatriptan, naratriptan, rizatriptan, dan zolmitriptan. Onset tercepat dijumpai pada
pemberian sumatriptan subkutan. Eletriptan dan rizatriptan adalah triptan oral dengan aksi
paling cepat, yang efeknya terlihat setelah 30 menit. Almotriptan, sumatriptan, dan
zolmitriptan bekerja dalam waktu 45-60 menit. Yang paling memungkinkan untuk
keberhasilan terapi secara konsisten adalah almotriptan, eletriptan, dan rizatriptan. Efek
samping paling rendah dilaporkan pada almotriptan, eletriptan, dan naratriptan. Triptan lebih
efektif bila nyeri kepala masih ringan, tidak bermanfaat bila diminum sebelum onset nyeri
kepala, atau selama gejala-gejala premonitory atau aura. Kontraindikasi pemberian triptan
antara lain penyakit arteri yang tidak diobati, penyakit Raynaud, kehamilan, laktasi, gagal
ginjal berat, dan gagal hati berat. Triptan sebaiknya dihindari penderita dengan aura yang
tidak biasa atau memanjang, migren basilar, dan migren hemiplegik
Manajemen migren akut
Di IGD, untuk migren derajat ringan/sedang dan pasien belum minum obat, dapat
diberikan aspirin 900 mg dan metoklopramid 10 mg per oral. Untuk migren sedang hingga
berat, ada dua pilihan. Pilihan pertama, bila sudah diberi obat dokter, biasa minum obat, atau
disertai muntah, dapat diberikan metoklopramid 10 mg IM atau proklorperazin 12,5 mg IM
atau sumatriptan 6 mg SC. Pilihan kedua, untuk migren derajat sedang hingga berat (pada
situasi kegawatdaruratan), bisa digunakan klorpromazin 25 mg dalam 1.000 mL saline

10

normal IV, diberikan dalam 30-60 menit (diulangi bila perlu), atau proklorperazin 12,5 mg
IV atau sumatriptan 6 mg SC. Untuk mencegah penderita migren akut menjadi kronis,
diperlukan pula pendekatan psikosomatik yang meliputi penilaian fi sik dan mental,
contohnya autogenic training, biofeedback therapy, dan cognitive therapy. Hal ini perlu
dilakukan mengingat stres sosial dan psikologis serta gangguan ansietas dan depresi adalah
faktor terpenting dalam perjalanan dan pemeliharaan penderita migren.
Terapi pencegahan
Terdapat lima medikasi untuk pencegahan migren, yaitu metisergid, propranolol,
timolol, natrium divalproat, dan topiramat.42 Natrium divalproat dan topiramat adalah
neuromodulator untuk profilaksis migren pada pasien dewasa. Neuromodulator lain yang
terkadang digunakan ialah gabapentin, lamotrigin, levetirasetam, dan zonisamid. Bahan
alami untuk mencegah migren antara lain gingkolide B, suatu antiplatelet activating factor
(PAF) alami, ekstrak utama herbal ginkgo biloba. PAF adalah zat proinfl amasi yang kuat
dan agen nosiseptif yang dilepaskan selama proses infl amasi. Gingkolide B memodulasi
aksi asam glutamat (neurotransmiter eksitatorik utama pada sistem saraf pusat). Gingkolide
B efektif digunakan pada kasus migren dengan atau tanpa aura. Untuk profi laksis lini
pertama, obat-obatnya antara lain adalah amitriptilin, propranolol, dan nadolol. Untuk profi
laksis lini kedua, dapat digunakan topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan,
lisinopril, magnesium, butterbur, koenzim Q10, dan riboflavin. Untuk profi laksis lini
ketiga, dapat dipakai flunarizin, pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa pertimbangan
khusus sebelum dokter memberikan profilaksis meliputi ada tidaknya hipertensi atau
penyakit kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia inisial, kejang, obesitas, kehamilan, dan
toleransi rendah terhadap efek samping medikasi. Selain medikamentosa, penggunaan
migraine headache trigger diary (buku harian migren) juga dapat disarankan.

II. 8 komplikasi

11

a. Status Migrenosus
Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat pengobatan atau
tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk tidur) (Headache
Classification Comittee of International Headache Society ,2003).
b. Infark Migrenosus
Dahulu disebut migren komplikata.Adalah keadaan satu atau lebih gejala aura yang tidak
sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau didapatkan infark iskemik pada
konfirmasi

pemeriksaan

neuroimaging

(Headache

Classification

Comittee

of

IHS).Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah lama menderita
migren dengan aura.Patogenesis belum diketahui, tetapi faktor hiperaglutinasi dan
hiperviskositas mempunyai peran penting. Broderick dan Swanson (1987) , selama 4
tahun diantara 5000 pasien migren, didapatkan 20 pasien terkena stroke, 2 pasien stroke
ulang setelah 7 tahun kemudian, 14 pasien penyembuhan dengan gejala sisa, dan 4 pasien
sembuh sempurna.

Anda mungkin juga menyukai