Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

KONSEP FRAKTUR
A. PENGERTIAN
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah,
dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2001).
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
- Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan,
terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
- Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
- Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
- Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).

3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :


a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen
5.

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).


a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1)

Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.

2)

Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

3)

Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak


ekstensif.

6.

Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :


a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
e.

Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang..

7.

Berdasarkan kedudukan tulangnya :


a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
- At axim : membentuk sudut.
- At lotus : fragmen tulang berjauhan.
- At longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

8. Berdasarkan posisi frakur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a.

1/3 proksimal

b.

1/3 medial

c.

1/3 distal

9. Fraktur Kelelahan

: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

10. Fraktur Patologis

: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Gambar . Tipe Fraktur

C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

D. ANATOMI FISIOLOGI FRAKTUR


1.

Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang
akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus)

terdiri dari batang tebal panjang yang

disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan
oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen,
dan

testosteron merangsang

pertumbuhan

tulang

panjang. Estrogen, bersama

dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang

memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum
tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan
luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya
patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah
sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam
osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler.

Dikelilingi

kapiler

tersebut

merupakan

matriks

tulang

yang

dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah,
dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship
(cekungan pada permukaan tulang).

Gambar. Anatomi Tulang Paanjang


Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam.
Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang
dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium
dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam
menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya
bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan
yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan
kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan
dan

penebalan

tulang.

Kecepatan

pembentukan

tulang

berubah

selama

hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap
berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan
berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit
atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk
tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk
suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai
kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang,
cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari
sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan
berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang
sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul
osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru.
Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru
yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas
osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari
fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara,
sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas
melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas
juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade
ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi
rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa
faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang
secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum
jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas
osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas
akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya
menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan
lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa

menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga


mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada

osteoblas

dan

secara

tidak

langsung

dengan

merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium


darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan
demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam
makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol
oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai
respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan
aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke
dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk
menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya
mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek

lain

Hormon

paratiroid

adalah

meningkatkan kalsium

serum

dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion
fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di
ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon
yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar
kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan
osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar
kalsium serum.
2.

Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru
tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan
pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada
daerah tersebut.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

4. CCT kalau banyak kerusakan otot.


5. Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa
otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di
otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan
hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada
otot. Gejala gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka,
rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen,
rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia.
Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang
hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi
dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup
dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.

d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu
kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya
sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan
hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi
yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka,
luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak,
pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat
patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
I. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada
lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

(anyaman

tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan


pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.

Gambar. Fase Penyembuhan Tulang


J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak
menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
- Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

Gambar. Pembidaian
- Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang
ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah :
o Immobilisasi dan penyangga fraktur
o Istirahatkan dan stabilisasi
o Koreksi deformitas

o Mengurangi aktifitas
o Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
o Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
o Gips patah tidak bisa digunakan
o Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
o Jangan merusak / menekan gips
o Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
o Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

Gambar. Gips
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi
eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a.

Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan
traksi antara lain :
- Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
- Traksi mekanik, ada 2 macam :
o Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

o Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki & mencegah deformitas
- Immobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
- Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

Gambar. Traksi
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahanpecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma
fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur
kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali.

Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat


ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
- Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
- Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
- Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
- Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
- Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang
tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi
otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan

1) FIKSASI INTERNA
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya
kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya
dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol
rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa
jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir
selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal
serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat
untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian
meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang
minimal,

tetapi

paling

sesuai

untuk

fraktur

transversal

tanpa

pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang
dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

Gambar. Fiksasi Internal


2) FIKSASI EKSTERNA
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat
dipasang.

Fraktur

dengan intramedullary

nail yang

yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.

Gambar. Fiksasi External

tidak

memberi

fiksasi

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali


Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat
gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b)

Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehariharinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa

membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi


komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c)

Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur

h) Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk
dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a)

Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12)

Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a)

Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:

(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time Normal > 3 detik
(2)Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(3)Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila

ada

benjolan,

maka

sifat

benjolan

perlu

dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar


atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah

melakukan

pemeriksaan

feel,

kemudian

diteruskan

dengan

menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada


pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
1)

Bayangan jaringan lunak.

2)

Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik


atau juga rotasi.

3)

Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

4)

Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1)

Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.

2)

Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh


darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

3)

Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena


ruda paksa.

4)

Computed

Tomografi-Scanning:

menggambarkan

potongan

secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase

(LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap


penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.

2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO

KEPERAWATAN

DX

DAN

KOLABORASI
Nyeri akut b/d spasme

TUJUAN (NOC)

NOC

INTERVENSI (NIC)

NC

otot, gerakan

v Pain Level,

Pain Management

fragmen tulang,

v Pain control,

- Lakukan pengkajian nyeri secara

edema, cedera

v Comfort level

komprehensif termasuk lokasi,

jaringan lunak,

Kriteria Hasil :

karakteristik, durasi, frekuensi,

pemasangan traksi,

- Mampu mengontrol

kualitas dan faktor presipitasi

stress/ansietas,

nyeri (tahu

luka operasi.

penyebab nyeri,
mampu

- Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi

menggunakan

terapeutik untuk mengetahui

tehnik

pengalaman nyeri pasien

nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
- Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan

- Evaluasi pengalaman nyeri masa


lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk

menggunakan

mencari dan menemukan

manajemen nyeri

dukungan

- Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)

- Kurangi faktor presipitasi nyeri


- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri

- Menyatakan rasa

- Tingkatkan istirahat

nyaman setelah

- Kolaborasikan dengan dokter jika

nyeri berkurang

ada keluhan dan tindakan nyeri

- Tanda vital dalam


rentang normal

tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Gangguan pertukaran

NOC :

NIC :

gas b/d perubahan

v Respiratory Status :

Airway Management

aliran darah, emboli,


perubahan membran
alveolar/kapiler

Gas exchange
v Respira0tory Status :
ventilation

(interstisial, edema

v Vital Sign Status

paru, kongesti)

Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan

- Buka jalan nafas, guanakan


teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya

peningkatan

pemasangan alat jalan nafas

ventilasi dan

buatan

oksigenasi yang

- Pasang mayo bila perlu

adekuat

- Lakukan fisioterapi dada jika

- Memelihara
kebersihan paru
paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
- Mendemonstrasikan

perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo

batuk efektif dan

- Berika bronkodilator bial perlu

suara nafas yang

- Barikan pelembab udara

bersih, tidak ada

- Atur intake untuk cairan

sianosis dan

mengoptimalkan keseimbangan.

dyspneu (mampu

- Monitor respirasi dan status O2

mengeluarkan

Respiratory Monitoring

sputum, mampu

- Monitor rata rata, kedalaman,

bernafas dengan

irama dan usaha respirasi

mudah, tidak ada


pursed lips)
- Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

- Catat pergerakan dada,amati


kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas, seperti
dengkur
- Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
- Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
- Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
- auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui

Gangguan mobilitas
fisik b/d kerusakan
rangka

NOC :

hasilnya
Latihan Kekuatan

v Joint Movement :

- Ajarkan dan berikan dorongan

Active

pada klien untuk melakukan

neuromuskuler,

v Mobility Level

nyeri, terapi

v Self care : ADLs

Latihan untuk ambulasi

restriktif

v Transfer

- Ajarkan teknik Ambulasi &

(imobilisasi).

performance
Kriteria Hasil :
- Klien meningkat

program latihan secara rutin

perpindahan yang aman kepada


klien dan keluarga.
- Sediakan alat bantu untuk klien

dalam aktivitas

seperti kruk, kursi roda, dan

fisik

walker

- Mengerti tujuan dari

- Beri penguatan positif untuk

peningkatan

berlatih mandiri dalam batasan

mobilitas

yang aman.

- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan

Latihan mobilisasi dengan kursi


roda
- Ajarkan pada klien & keluarga

kekuatan dan

tentang cara pemakaian kursi

kemampuan

roda & cara berpindah dari kursi

berpindah

roda ke tempat tidur atau

- Memperagakan
penggunaan alat

sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan

Bantu untuk

untuk memperkuat anggota

mobilisasi (walker)

tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga
untuk dapat mengatur posisi
secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga
untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram &
cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik
untuk program latihan.

Gangguan integritas
kulit b/d fraktur
terbuka,

NOC :

NIC : Pressure Management

v Tissue Integrity :

- Anjurkan pasien untuk

Skin and Mucous

menggunakan pakaian yang

pemasangan traksi

Membranes

(pen, kawat,

Kriteria Hasil :

sekrup)

- Integritas kulit yang


baik bisa
dipertahankan
- Melaporkan adanya
gangguan sensasi
atau nyeri pada
daerah kulit yang

longgar
- Hindari kerutan padaa tempat
tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya
kemerahan

mengalami

- Oleskan lotion atau minyak/baby

gangguan

oil pada derah yang tertekan

- Menunjukkan

- Monitor aktivitas dan mobilisasi

pemahaman dalam

pasien

proses perbaikan

- Monitor status nutrisi pasien

kulit dan mencegah

- Memandikan pasien dengan

terjadinya sedera

sabun dan air hangat

berulang
- Mampumelindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
5

Risiko infeksi b/d

NOC :

NIC :

ketidakadekuatan

v Immune Status

Infection Control (Kontrol infeksi)

pertahanan primer

v Risk control

- Bersihkan lingkungan setelah

(kerusakan kulit,

Kriteria Hasil :

taruma jaringan

- Klien bebas dari

lunak, prosedur

tanda dan gejala

- Batasi pengunjung bila perlu

invasif/traksi

infeksi

- Instruksikan pada pengunjung

tulang)

- Menunjukkan

dipakai pasien lain


- Pertahankan teknik isolasi

untuk mencuci tangan saat

kemampuan untuk

berkunjung dan setelah

mencegah

berkunjung meninggalkan pasien

timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit
dalam batas normal
- Menunjukkan
perilaku hidup
sehat

- Gunakan sabun antimikrobia


untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
- Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
- Tingktkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
- Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
- Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
6

Kurang pengetahuan
tentang kondisi,
prognosis dan
kebutuhan

NOC :

NIC :

v Kowlwdge : disease

Teaching : disease Process

process
v Kowledge : health

pengobatan b/d

Behavior

kurang terpajan

Kriteria Hasil :

atau salah

v Pasien dan keluarga

- Berikan penilaian tentang tingkat


pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini

interpretasi

menyatakan

berhubungan dengan anatomi

terhadap informasi,

pemahaman

dan fisiologi, dengan cara yang

keterbatasan

tentang penyakit,

tepat.

kognitif, kurang

kondisi, prognosis

akurat/lengkapnya

dan program

biasa muncul pada penyakit,

informasi yang ada

pengobatan

dengan cara yang tepat

v Pasien dan keluarga


mampu
melaksanakan

- Gambarkan tanda dan gejala yang

- Gambarkan proses penyakit,


dengan cara yang tepat
- Identifikasi kemungkinan

prosedur yang

penyebab, dengna cara yang

dijelaskan secara

tepat

benar
v Pasien dan keluarga

- Sediakan informasi pada pasien


tentang kondisi, dengan cara

mampu

yang tepat

menjelaskan

- Hindari harapan yang kosong

kembali apa yang

- Sediakan bagi keluarga atau SO

dijelaskan

informasi tentang kemajuan

perawat/tim

pasien dengan cara yang tepat

kesehatan lainnya

- Diskusikan perubahan gaya hidup


yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat
- Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

B. PATOFLOW

BAB III
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


INFECTED WOUND POST EXTERNAL FIXATION RIGHT
DISTAL FEMUR AND RIGHT PROXIMAL TIBIA
DI RUANG BEDAH ORTHOPEDY
PADA RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO
PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)
Nama/RM
JenisKelamin

: Tn. M.N
: Laki-laki

Umur
Ruangan

: 42 tahun
: Kamar 6 Bed 3
Data Pengkajian
S : 36,7OC, P : 24 x/m N : 116 x/m SaO2 : -

Tanggal : 5 Mei 2015 Jam : 14.30


WITA
Cara dengan :
TD : 110/60 mmHg
Jalan kaki
Kursiroda
Cara Ukur : Berdiri Berbaring Duduk
Brankard
Lainnya :
Datang melalui :
TB : 160 cm
BB :
IMT :
UGD
Poliklinik
OK
Lainnya :
Diagnosa Masuk : Infected wound post external fixation right distal femur and right proximal
tibia
Diagnosis Medis : Infected wound post external fixation right distal femur and right proximal
tibia
Keluhan utama : nyeri pada luka post operasi
Riwayat Alergi : Ada/ Tidak
Makananlaut :
Udaradingin
Lainnya :
Obat :
Debu
Penggunaanalat bantu : Ya/ Tidak
Kacamata/lensakontak
Alat bantu dengar
Lainnya :
Gigi palsu
Kruk/walker/kursiroda
RiwayatPasien
Riwayatpenyakit : Ya/tidak
Hipertensi :
PPOK :
Diabetes :

Kanker:
Penyakitjantung :
Asma :
Hepatitis :

Stroke:
TB :
Gangguan mental :
Lainnya :
Riwayatoperasi : Ya/tidak
Merokok : Ya/ tidak
Konsumsi alcohol : Ya/tidak
RiwayatPenyakitKeluarga
Hipertensi :
PPOK :
Diabetes :

Kanker:
Penyakitjantung :
Asma :
Hepatitis :

Stroke:
TB :
Gangguan mental :
Lainnya :
Psikososial/Ekonomi
Status pernikahan : belummenikah
Menikah
Janda/duda
Keluarga :
tinggalbersama
tinggalsendiri
Tempattinggal :
Rumah
Panti
Lainnya :

Pekerjaan :
PNS
Lainnya : Tukang kayu
Status emosi :
Kooperatif
Pengalamanhospitalisasi : Ya/ tidak

Wiraswasta

Pensiunan

Tidakkooperatif

Keterangan : pernah dirawat di RS di Palu.


Keluhan saat dikaji:
DS:
Pasien mengatakan :
- Pergerakan kaki kanannya terbatas.
- Nyeri pada daerah luka dirasakan kadang-kadang bila melakukan perubahan posisi.

Sumberinformasi : Pasien

MATA, TELINGA, HIDUNG

RESPIRASI

DO:
Terdapat luka pada kaki kanan nampak terpasang elastic verban pada daerah betis s/d paha.
Pergerakan kaki kanan (daerah fraktur); dapat dilakukan sendiri namun kadang dibantu oleh
keluarganya (adik).
Kaki kanan nampak disanggah dengan bantal
Terdapat keterbatasan pergerakan terutama kaki kanan (daerah fraktur)
Keluarga

Lainnya :

PemeriksaanFisik (Ceklistpadabagian yang tidak normal)


Gangguan Penglihatan : baik
Gangguan pendengaran : baik
Gangguan penciuman : baik
Kemerahan : Bengkak:Drainase:
Nyeri :Lesi:
Catatan:
Mata; simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sclera ictrus tidak ada, tidak ada
pembengkakan palpebra.
Telinga; simetris kiri dan kanan, tidak ada secret, tidak ada serumen
Hidung; tidak ada polip, dapat membedakan, tidak ada secret

Asimetri: tidak ada Takipnea : tidak ada Crackles : tidak ada


Kananatas/bawahKiriatas/bawah
Bentuk dada : normochest
Bradipnea : tidak ada
Sputumwarna : tidak ada
Batuk : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Wheezing: tidak Kananatas/bawahKiriatas/bawah Modulasi O2 : lpmvia
Catatan :
Tidak ada suara nafas tambahan (bunyi nafas vesikuler)

INTESTINAL GASTRO VASKULAR KARDIO


NUTRISI
NEUROLOGI GENITOURINARI/ GINEKOLOGI

Takikardi :
Iregular:
Tingling:
Bradikardi:
Murmur: Mati rasa :
Catatan :
Bunyi S1 dan S1 murni regular.

Edema:
Naditidakteraba:

Distensi
Hipoperistaltik :
Anoreksia Diare:
Inkontinensia
Rigiditas
Hiperperistaltik :
Disfagia
Ostomi
Diet khusus Intoleransidiit
Catatan :
Kembung tidak ada, nyeri epigastrium tidak ada.
BAB: 2 hari sekali, konsistensi lunak, warna kuning

Konstipasi

penurunan BB > 10% satubulanterakhir


Dekubitus : Stage 1/2/3/4
perubahannafsumakanlebihdari 3 hari
TPN/PPN/tube feeding
Diare-frekuensi :
/hari Malnutrisi
Catatan :
Pasien mengatakan selera makan menurun, kadang merasa mual saat makan, muntah tidak
ada,
Porsi makan tidak dihabiskan (hanya 4 sendok makan)
Minum 6-8 gelas/hari
Disuria
Hesitansi
Nokturia
Folley
Lendir
Frekuensi Inkontinensia hematuria Urostomy
Catatan :
Terpasang folley kateter, warna kuning muda, jumlah 350 cc

Menopause
Kehamilan

Konfusi Sedasi Pupil non reaktif vertigo Tremor


tidakseimbang
Koma
letargi afasia Sakitkepala mati rasa Paralise
Semi-koma Suaraserak Seizure Tingling Kelemahan
Catatan :
GCS 15. E4, M6, V5
Kesadaran ; composmentis

Bengkak Diaforesis
Lembab
prosthesis Warnakulit :
terabapanas
atrofi/deformitas turgor buruk terabadingin Drainase :
Gambaran area lukadanjelaskankarakteristikluka (Gambarkanlukanya)
INTEGUMEN

Luka terdapat dapat kaki kanan pada area tulang femur


dan tulang tibia dengan panjang 21 cm, masih terdapat
hecting.

NORTON SCALE (Skin Risk Assessment)

Catatan :
Luka terdapat dapat kaki kanan pada area tulang femur dan tulang tibia, tidak ada tanda
infeksi pada luka post operatif.

Kondisi
mental
Aktivitas

Mobilitas

Inkontinensia

1. Sangatbur
uk
1. Stupor
1. Ditempatt
idur

1. Tidakma
mpuberge
rak
1. Inkontine
nurindana
lvi

2. Buruk

3. Seda
ng
2. Konfusi 3. Apat
is
2. Kursirod 3. Jalan
a
deng
anba
ntua
n
2. Sangatte 3. Aga
rbatas
kterb
atas
2. Selaluin 3. Kad
kontinen
angurin
kada
ngin
konti
nenu
rin

Ket :
< 12 : resikotinggi decubitus, 12-15 resikosedang
decubitus, 16-20 : resiko rendah
Hasil : 15
Kesan : resiko sedang decubitus

4. Baik

4. Sadar

4. JalanSend
iri

4. Bebasberg
erak

4. Tidak
Inkontine
n

Skor

15

BARTEL INDEX (Functional Status Assassment)

Mengendalikanrangsa 1. Perlupenca
ng BAB
har
Mengendalikanrangsa 1. Pakaikatet
ng BAK
er/
takterken
dali
Membersihkandiri
1. Butuhbant
uan
Melepasdanmemakai 1. Tergantung
celana,
orang lain
membersihkan,
padasetiap
menyiramjamban
kegiatan
Makan
1. Tidakmam
pu

Berubahposisidariber
baringkeduduk

1. Tidakmam
pu

Berpindah/berjalan

1. tidakmam
pu
1. tergantung

Memakaibaju
Naikturuntangga
Mandi

1. tidakmam
pu
1. tergantun
g

2. Kadangpe
rlupencah
ar
2. Kadangta
kterkendal
i

3. Mandiri

3. Mandiri

2. Mandiri
2. Tergantu
ngpadabe
berapake
giatan
2. Perludiba
ntumemot
ongmakan
an
2. Dibantule
bihdari 2
orang
2. dengankur
siroda
2. sebagiand
ibantu
2. sebagiandi
bantu
2. mandiri

3. Mandiri

3. Mandiri

3. Dibantu 1 4. Mandiri
atau 2
orang
3. dibantu 1 4. mandiri
orang
3. mandiri
3. mandiri

Total Skor
Keterangan :
20 : Mandiri, 12-19 : ketergantunganringan, 9-11 : ketergantungansedang, 5-8 :
ketergantunganberat,
0-4 : ketergantungan total

FALL RISK

Kesan : pasien mengalami ketergantungan berat


Riwayatjatuh 3
bulanterakhir
Diagnosis
medisskunder> 1
Alat bantu jalan
Menggunakaninfus
Cara

Tidak = 0

Ya = 25

Tidak = 0

Ya = 15

Dibantu orang
=0
Tidak = 0
Bed rest = 0

Penopang = 15
Ya = 25
Lemah = 15

Furniture = 30

Terganggu =

25
0

berjalan/berpindah
Status mental

30
Orientasisesu
ai = 0

Orientasitidaks
esuai = 15

0
Total Skor

25

Keterangan :
0-24 : tidakberesiko, 25-50 : resikorendah, > 50 : resikotinggi

NYERI

Kesan : resiko jatuh rendah

Skalanyeri :
Skalaangka : 3
Face scale : 1
Lokasi : pada luka operasi
Onset :akut
Paliatif :
Kualitas : hilang timbul
Medikasi : sementara diberikan analgetik
Efeknyeri : tidak ada
Hubunganrelasi tidur
Nafsumakan aktivitas

MEDIKASI

Obat

Dosis/Rute

Tujuan

Ringer laktat

20 tts/menit IV

Digunakan untuk
menganti cairan
tubuh yang hilang

Ceftriaxone 1
gr/12 jam/IV

1 gr/IV

Menurunkan
resiko infeksi

Hypobac 300
mg/12 jam/iv

300mg/IV

Menurunkan
resiko infeksi

1gr/IV

Mengatasi nyeri

Santagesic 1g/8
jam/iv

Emosi

Lainnya :

Cara KerjaObat
Merupakan cairan kristaloit
yang menembus membrane
kapiler, dari intervaskular ke
interstisial kemudian di
distribusi ke semua ekstra
vascular
Sebagai anti bakteri dengan
menghambat sintesa
proteinnya
Menghambat sintesa protein
normal pada organism, dan
spesifik pada semua bakteri
anaerob
Menghambat rasa sakit ke
susunan saraf pusat ke perifer

PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tgl. 30/4/2015
Foto genu AP/Lateral
Kesan :
- Drain terpasang dengan tip setinggi os patella dextra
- Patela dan srews terpasang pada 1/3 distal os femur dextra dan 1/3 proksimal os tibia
dextra
- Tampak fraktur pada distal os femur dextra, fraktur komunitif pada 1/3 proksimal os
tibia dextra
- Fraktur komunitif 1/3 proksimal os tibia dextra, fraktur pada 1/3 proksimal osfibula
dextradan fraktur pada distal os femur distal

Pemeriksaan
Tgl. 5/5/2015
WBC (white blood
cell)
RBC
HGB
(Haemoglobin)
HCT
MCV

Hasil

Rentang normal

10,7 (103/ul)

4,00-11,00

3,10 (103/ul)
8,4 g/dl

4,50-5,50
13,0-16,0

24,2 %
78,1 fL

40,0-50,0
80,0-100,0

MCH
MCHC

27,1pg
34,7 g/dl

27,0-34,0
31,0-36,0

PLT (Trombosit)
RDW-SD
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
NEUT
LYMPH
MONO
EO
BASO
IG

337 (103/ul)
39,5
13,7
10, 3 fL
9,5 fL
20,7 %
0, 32 %
6,97 %
2,15 %
0,86 %
0,07%
0,02 %
0,04 %

150-450
37,0-54,0
10,0-15,0
10,0-18,0
9,00-13,0
13,0-43,0
0,17-0,35
50,0-70,0
20,0-40,0
2,00-8,00
1,00-3,00
0,00-1,00
0, 3

Tgl. 5/5/2015
KIMIA DARAH
Fungsi hati
Albumin

2,6 gr/dl

3,5-5,0

Interpretasi

Anemi
mikrostatik
Anemi
normokrom

GENOGRAM

ANALISA MASALAH KEPERAWATAN


Nama/RM
JenisKelamin
Umur
Ruangan

: Tn. M.N
: Laki-laki
: 42 tahun
: Kamar 6 Bed 3

NO
DATA FOKUS
1
DS:
Pasien mengatakan :
- Pergerakan
kaki
kanannya
terbatas
DO:
- Kaki kanan nampak terpasang
elastic verban
- Pergerakan kaki kanan (daerah
fraktur); dapat dilakukan sendiri
namun kadang dibantu oleh
keluarganya (adik)
2
-

ANALISA
Kerusakan integritas tulang

Keterbatasan pergerakan
ekstremitas bawah
(daerah fraktur)

Gangguan mobilitas fisik


berhubungan

MASALAH
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan
dengan kerusakan
muskuloskeletal

DS:
Kerusakan integritas tulang
Nyeri akut
Pasien mengatakan :

berhubungan dengan
Nyeri pada daerah luka dirasakan Aktivasi reseptor protease pada kerusakan jaringan
kadang-kadang bila melakukan
saraf sensoris
perubahan posisi
(rangsangan mediator kimia:
.
kinin, prostaklandin,
DO:
leucotrines)
Skala nyeri 3, face scale 1

Kaki kanan nampak terpsang


Pelepasan nociceptor
verban pada daerah betis s/d

paha
tanda-tanda inflamasi
Kaki kanan nampak disanggah
(rubor/kemerahan,
dengan bantal
hangat/kalor,
pembengkakan/tumor,
nyeri/dolor dan gangguan
fungsi/function laesa ).

Nyeri akut
Terdapat luka pada kaki kanan
Kerusakan integritas tulang
dan terpasang elastic verban dari

daerah betis s/d paha.


Aktivasi reseptor protease pada
saraf sensoris

Resiko infeksi,
faktor risiko : trauma
jaringan

(rangsangan mediator kimia:


kinin, prostaklandin,
leucotrines)

Pelepasan nociceptor

tanda-tanda inflamasi
(rubor/kemerahan,
hangat/kalor,
pembengkakan/tumor,
nyeri/dolor dan gangguan
fungsi/function laesa ).

Resiko infeksi
4

Terdapat keterbatasan pergerakan


terutama kaki kanan (daerah
fraktur)

Kerusakan integritas tulang

Keterbatasan pergerakan
ekstremitas bawah
(daerah fraktur)

Gangguan mobilitas fisik


berhubungan

Penekanan yang lama


pada satu sisi

Resiko gangguan integritas


kulit

Resiko gangguan
integritas kulit,
faktor risiko :
Immobilitas fisik

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama/RM
JenisKelamin
Umur
Ruangan
No
.
1

Diagnose
keperawatan
Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
muskuloskeleta
l

: Tn. M.N
: Laki-laki
: 42 tahun
: Kamar 6 Bed 3
Tujuan/
sasaran
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 48 jam
gangguan
mobilitas dapat
berkurang
dalam upaya
pemenuhan
kebutuhan
harian dapat
terpenuhi.

Intervensi
-

Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
Dampingi dan
Bantu pasien
saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
ps.
Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Monitoring vital
sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien
saat latihan
Konsultasikan
dengan terapi
fisik tentang
rencana
ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan
Ajarkan pasien
tentang teknik

Rasional

Evaluasi
Kriteria hasil:
- Klien
meningkat
dalam aktivitas
fisik
- Mengerti
tujuan dari
peningkatan
mobilitas
- Menyampaika
n perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah

Nyeri akut
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 48 jam
nyeri
pasien
dapat berkurang
/
tidak mengalami
nyeri.
-

ambulasi dengan
anjurkan pasien
untuk membantu
gerakan sesuai
kemampuan saat
dilakukan
mobilisasi
Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai
kemampuan

Lakukan
pengkajian
nyeri : lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan
faktor presipitasi
Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamana
n
Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan tentang

Kriteria hasil:
- Mampu
mengontrol
nyeri (tahu
penyebab
nyeri, mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakolog
i untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
- Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
- Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
- Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri

Resiko infeksi,
faktor risiko :
trauma jaringan

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 48 jam
pasien
tidak mengalami
infeksi.
-

teknik non
farmakologi:
napas dalam,
relaksasi
Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri: Santagesik
1 gr/8 jam/IV
Tingkatkan
istirahat
Berikan
informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri.
Pertahankan
teknik aseptif
dalam
melakukan
perawatan luka
Batasi
pengunjung bila
perlu
Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
tindakan
keperawatan
Tingkatkan
intake nutrisi
Berikan terapi
antibiotik:
Ceftriaxon 1
gr/IV
Hypobac 300
mg/IV
Monitor tanda
dan gejala
infeksi lokal
Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi

berkurang
Tanda vital
dalam rentang
normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur

Kriteria hasil:
- Klien bebas
dari tanda dan
gejala infeksi
- Menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
- Jumlah
leukosit dalam
batas normal

Resiko
gangguan
integritas kulit,
faktor risiko :
Immobilitas
fisik

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 48 jam
gangguan
integritas kulit
tidak terjadi.
-

Anjurkan pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
Hindari kerutan
padaa tempat
tidur
Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
Mobilisasi
pasien (ubah
posisi pasien)
setiap dua jam
sekali
Monitor kulit
akan adanya
kemerahan
Oleskan lotion
atau
minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan
Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
Monitor status
nutrisi pasien
Gunakan
pengkajian risiko
untuk memonitor
faktor risiko
pasien (Braden
Scale, Skala
Norton)
Inspeksi kulit
terutama pada
tulang-tulang
yang menonjol
dan titik-titik
tekanan ketika
merubah posisi
pasien.

Kriteria hasil:
- Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
- Mampu
melindungi
kulit dan
mempertahank
an kelembaban
kulit dan
perawatan
alami
- Status nutrisi
adekuat
- Sensasi dan
warna kulit
normal

Jaga kebersihan
alat tenun

CATATAN IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


Nama/RM
JenisKelamin
Umur
Ruangan

: Tn. M.N
: Laki-laki
: 42 tahun
: Kamar 6 Bed 3

1.Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal


Hari 1
Implementasi
Tgl. 5/5/2015
Jam: 14.50
- Mengkaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi.
Hasil: pasien hanya
melakukan/pemenuha
n kebutuhan harian di
tempat tidur (makan,

Implementasi
Tgl. 5/5/2015
Jam: 21.00
- Mengkaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi.
Hasil: pasien hanya
melakukan/pemenuha
n kebutuhan harian di
tempat tidur (makan,

Hari 2
Implementasi
Tgl. 6/5/2015
Jam: 08.50
- Mengkaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi.
Hasil: pasien hanya
melakukan/pemenuha
n kebutuhan harian di
tempat tidur (makan,

Implementasi
Tgl. 6/5/2015
Jam: 15.05
- Mengkaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi.
Hasil: pasien hanya
melakukan/pemenuha
n kebutuhan harian di
tempat tidur (makan,

eliminasi, personal
hygine).
Khusus daerah fraktur
(kaki kanan) saat
melakukan perubahan
posisi kadang dibantu
oleh keluarga (adik)
Jam: 14.55
- Mengajarkan pasien
untuk merubah posisi
dan berikan bantuan
jika diperlukan
Jam: 15.00
- Mengajarkan pasien
tentang teknik
ambulasi dengan
melakukan gerakan
sesuai kemampuan
saat dilakukan
mobilisasi

eliminasi, personal
hygine).
Khusus daerah fraktur
(kaki kanan) saat
melakukan perubahan
posisi kadang masih
dibantu oleh keluarga
(adik)
Jam: 21.05
- Mengajarkan pasien
untuk merubah posisi
setiap dua jam atau
bila diperlukan.

eliminasi, personal
hygine).
Khusus daerah fraktur
(kaki kanan) saat
melakukan perubahan
posisi kadang masih
dibantu oleh keluarga
(adik)
Jam: 09.10
- Mengajarkan pasien
untuk merubah posisi
setiap dua jam atau
bila diperlukan.
Jam: 09.15
- Mengajarkan pasien
tentang teknik
ambulasi dengan
melakukan gerakan
sesuai kemampuan
saat dilakukan
mobilisasi

eliminasi, personal
hygine).
Khusus daerah fraktur
(kaki kanan) saat
melakukan perubahan
posisi kadang masih
dibantu oleh keluarga
(adik)
Jam: 15.10
- Mengajarkan pasien
untuk merubah posisi
setiap dua jam atau
bila diperlukan.

2.Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan


Hari 1
Implementasi
Implementasi
Tgl. 5/5/2015
Tgl. 5/5/2015
Jam: 15.05
Jam: 21.10
- Melakukan
- Melakukan
pengkajian nyeri.
pengkajian nyeri.
Hasil: nyeri skala
Hasil: nyeri skala
3, face scale 1,
3, face scale 1,
lokasi pada luka
lokasi pada luka
operasi, kualitas
operasi, kualitas

Hari 2
Implementasi
Implementasi
Tgl. 6/5/2015
Tgl. 6/5/2015
Jam: 09.20
Jam: 15.15
- Melakukan pengkajian - Melakukan pengkajian
nyeri.
nyeri.
Hasil: nyeri skala 3,
Hasil: nyeri skala 3, face
face scale 1, lokasi
scale 1, lokasi pada luka
pada luka operasi,
operasi, kualitas hilang
kualitas hilang timbul
timbul terutama pada

hilang timbul.
Jam: 15.10
- Mengontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri : kebisingan
Hasil: lingkungan
tenang.
Jam: 15.15
- Mengajarkan
tentang teknik non
farmakologi:
napas dalam.
Jam: 15.20
- Mengobservasi
pemberikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri:
Santagesik 1 gr/8
jam/IV.
Hasil: obat telah
diberikan
Jam: 15.25
- Menganjurkan
pasien untuk dapat
beristirahat
dengan cukup.

hilang timbul.
Jam: 21.15
- Mengajarkan
tentang teknik non
farmakologi:
napas dalam.

terutama pada saat


digerakan.
Jam: 09.25
- Mengontrol
lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri :
kebisingan
Hasil: lingkungan
tenang.
Jam: 09.30
- Mengajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dalam.
Jam: 09. 35
- Mengobservasi
pemberikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri:
Santagesik 1 gr/8
jam/IV.
Hasil: obat telah
diberikan
Jam: 09.40
- Menganjurkan pasien
untuk dapat
beristirahat dengan
cukup.

3.Diagnosa Keperawatan : Resiko infeksi, faktor risiko : trauma jaringan


Hari 1
Implementasi
Implementasi
Implementasi
Tgl. 5/5/2015
Tgl. 5/5/2015
Tgl. 6/5/2015

saat digerakan.
Jam: 15.20
- Mengontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri :
kebisingan
Hasil: lingkungan
tenang.

Jam: 15.25
- Mengajarkan tentang
teknik non farmakologi:
napas dalam.
Jam: 15. 35
- Mengobservasi
pemberikan analgetik
untuk mengurangi nyeri:
Santagesik 1 gr/8
jam/IV.
Hasil: obat telah
diberikan

Jam: 15.40
- Menganjurkan pasien
untuk dapat beristirahat
dengan cukup.

Hari 2
Implementasi
Tgl. 6/5/2015

Jam: 15.30
- Melakukan tan
melakukan
perawatan dengan
mempertahankan
teknik aseptif.
Hasil: perawatan
luka telah dilakukan,
luka tidak ada tanda
infeksi dan telah
dibalut.
- Mencuci tangan
setiap sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
Jam: 15.35
- Menganjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake nutrisi
Hasil: pasien dapat
memnghabiskan
porsi makan.
Jam: 15.40
- Mengobservasi
pemberian terapi
antibiotik:
Hasil: obat telah
diberikan pada pagi
hari yaitu
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300 mg/IV
Jam: 15.45
- Memonitor tanda dan
gejala infeksi local
pada luka (kaki
kanan)
Hasil: tidak ada
tanda-tanda infeksi
pada luka.
Jam: 15.50
- Mengajarkan pasien
dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
yaitu tanda-tanda
inflamasi

Jam: 21.20
- Mencuci tangan
setiap sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
Jam: 21.20
- Mengajarkan pasien
dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
yaitu tanda-tanda
inflamasi
(kemerahan, hangat,
pembengkakan,
nyeri dan gangguan
fungsi)
Hasil: keluarga
telah mengetahui.

Jam: 08.00
- Mencuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
Jam: 09.45
- Menganjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake nutrisi
Hasil: pasien dapat
memnghabiskan porsi
makan.
Jam: 09.50
- Mengobservasi
pemberian terapi
antibiotik:
Hasil: obat telah
diberikan pada pagi
hari yaitu
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300 mg/IV
Jam: 09.55
- Memonitor tanda dan
gejala infeksi local
pada luka (kaki
kanan)
Hasil: tidak ada
tanda-tanda infeksi
pada luka.
Jam: 10.00
- Mengajarkan pasien
dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
yaitu tanda-tanda
inflamasi (kemerahan,
hangat,
pembengkakan, nyeri
dan gangguan fungsi)
Hasil: keluarga telah
mengetahui.

Jam: 14.00
- Mencuci tangan
setiap sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
Jam: 15.45
- Menganjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake nutrisi
Hasil: pasien dapat
memnghabiskan porsi
makan.
Jam: 15.50
- Mengobservasi
pemberian terapi
antibiotik:
Hasil: obat telah
diberikan pada pagi
hari yaitu
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300 mg/IV
Jam: 16.00
- Memonitor tanda dan
gejala infeksi local
pada luka (kaki
kanan)
Hasil: tidak ada
tanda-tanda infeksi
pada lukatidak ada
rembesan pus.

(kemerahan, hangat,
pembengkakan, nyeri
dan gangguan
fungsi)
Hasil: keluarga telah
mengetahui.

4.Diagnosa Keperawatan : Resiko gangguan integritas kulit, faktor risiko : Immobilitas fisik
Hari 1
Implementasi
Implementasi
Tgl. 5/5/2015
Tgl. 5/5/2015
Jam: 16.00
Jam: 21.25
- Menganjurkan pasien - Menganjurkan
untuk menggunakan
pasien dan keluarga
pakaian yang longgar
untuk menghindari
Jam: 16.05
kerutan pada tempat
- Menganjurkan pasien
tidur
Jam: 21.30
dan keluarga untuk
menghindari kerutan - Menganjurkan
pada tempat tidur
untuk tetap menjaga
Jam: 16.10
kebersihan kulit
- Menganjurkan untuk
agar tetap bersih
dan kering
tetap menjaga
kebersihan kulit agar
tetap bersih dan
kering
Jam: 16.15
- Menganjurkan untuk
ubah posisi setiap
dua jam sekali
Jam: 16.20
- Memonitor kulit akan
adanya kemerahan
Hasil:tidak ada
kemerahan pada
daerah kulit terutama
pada tumit (kaki
kanan)

Hari 2
Implementasi
Implementasi
Tgl. 6/5/2015
Tgl. 6/5/2015
Jam: 10.05
Jam: 16.05
- Menganjurkan
- Menganjurkan pasien
pasien untuk
untuk menggunakan
menggunakan
pakaian yang longgar
- Menganjurkan pasien
pakaian yang
dan keluarga untuk
longgar
- Menganjurkan
menghindari kerutan
pasien dan keluarga
pada tempat tidur
untuk menghindari
Jam: 16.10
kerutan pada tempat - Menganjurkan untuk
tidur
tetap menjaga
Jam: 10.10
kebersihan kulit agar
- Menganjurkan
tetap bersih dan kering
untuk tetap menjaga Jam: 16.15
kebersihan kulit
- Menganjurkan untuk
agar tetap bersih
ubah posisi setiap dua
dan kering
jam sekali atau bila
Jam: 10.15
diinginkan.
- Menganjurkan
Jam: 16.20
untuk ubah posisi
- Memonitor kulit akan
setiap dua jam
adanya kemerahan
sekali atau bila
Hasil:tidak ada
diinginkan.
kemerahan pada
Jam: 10.20
daerah kulit terutama
- Memonitor kulit
pada tumit (kaki
akan adanya
kanan)
kemerahan
Hasil:tidak ada
Jam: 16.25

Jam: 16.25
- Memonitor aktivitas
dan mobilisasi pasien
Hasil: pergerakan
pasien terbatas pada
kaki kanan (daerah
fraktur)
Jam: 16.30
- Memonitor status
nutrisi pasien
Hasil: pasien dapat
menghabiskan porsi
makannya.
Jam: 16.40
- Menjaga kebersihan
alat tenun
Hasil: linen dan
sarung bantal dalam
keadaan bersih.

kemerahan pada
daerah kulit
terutama pada tumit
(kaki kanan)
Jam: 10.25
- Memonitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
Hasil: pergerakan
pasien terbatas pada
kaki kanan (daerah
fraktur)
Jam: 10.30
- Memonitor status
nutrisi pasien
Hasil: pasien dapat
menghabiskan porsi
makannya.
Jam: 10.40
- Menjaga kebersihan
alat tenun
Hasil: linen dan
sarung bantal dalam
keadaan bersih.
Jam: 10.50
- Melakukan
pengkajian risiko
untuk memonitor
faktor risiko pasien
(Bartel indeks :
pasien mengalami
ketergantungan
berat , Skala
Norton: resiko
sedang dekubitus)

Memonitor aktivitas
dan mobilisasi pasien
Hasil: pergerakan
pasien terbatas pada
kaki kanan (daerah
fraktur)

Jam: 16.30
- Memonitor status
nutrisi pasien
Hasil: pasien dapat
menghabiskan porsi
makannya.
Jam: 16.40
- Menjaga kebersihan
alat tenun
Hasil: linen dan sarung
bantal dalam keadaan
bersih.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama/RM
JenisKelamin
Umur
Ruangan

: Tn. M.N
: Laki-laki
: 42 tahun
: Kamar 6 Bed 3

1.Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal


Hari 1
Tgl. 5/5/2015
Jam: 20.15
S:
Pasien mengatakan :
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas

Tgl. 6/5/2015
Jam: 07.05
S:
Pasien mengatakan:
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas

Hari 2
Tgl. 6/5/2015
Jam: 13.10
S:
Pasien mengatakan:
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas
dan kadang sesekali
dirubah posisinya

Tgl. 6/5/2015
Jam: 20.20
S:
Pasien mengatakan:
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas
dan kadang sesekali
dirubah posisinya

O:
O:
- Kaki kanan nampak
- Kaki kanan nampak
terpasang elastic
terpasang elastic
verban.
verban.
- Pergerakan kaki
- Pergerakan kaki
kanan (darah fraktur):
kanan (darah
dapat dilakukan
fraktur): dapat
sendiri dan kadang
dilakukan sendiri
dibantu oleh
dan kadang dibantu
keluarganya (adik)
oleh keluarganya
(adik)

O:
O:
- Kaki kanan nampak
- Kaki kanan nampak
terpasang elastic
terpasang elastic
verban.
verban.
- Pergerakan kaki
- Pergerakan kaki
kanan (darah fraktur):
kanan (darah
dapat dilakukan
fraktur): dapat
sendiri dan kadang
dilakukan sendiri
dibantu oleh
dan kadang dibantu
keluarganya (adik)
oleh keluarganya
(adik)

A:
Masalah belum teratasi

A:
Masalah belum teratasi

A:
Masalah belum teratasi

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Kaji kemampuan
pasien dalam

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Kaji kemampuan
pasien dalam

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Kaji kemampuan
pasien dalam

A:
Masalah belum teratasi
P:
Tindakan dilanjutkan:
- Kaji kemampuan

mobilisasi
Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Monitoring vital sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Ajarkan pasien
tentang teknik
ambulasi dengan
anjurkan pasien
untuk membantu
gerakan sesuai
kemampuan saat
dilakukan mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan

mobilisasi
Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Monitoring vital
sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Ajarkan pasien
tentang teknik
ambulasi dengan
anjurkan pasien
untuk membantu
gerakan sesuai
kemampuan saat
dilakukan
mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan

mobilisasi
Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Monitoring vital sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Ajarkan pasien
tentang teknik
ambulasi dengan
anjurkan pasien
untuk membantu
gerakan sesuai
kemampuan saat
dilakukan mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan

pasien dalam
mobilisasi
Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Monitoring vital
sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Ajarkan pasien
tentang teknik
ambulasi dengan
anjurkan pasien
untuk membantu
gerakan sesuai
kemampuan saat
dilakukan
mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan

2.Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan


Hari 1
Jam: 20.25
S:

Jam: 07.15
S:

Hari 2
Jam: 13.20
S:

Jam: 20.30
S:

Pasien mengatakan :
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi.

O:
- Skala nyeri 3, face
scale 1
- Kaki kanan nampak
terpasang elastic
verban pada daerah
betis s/d paha
- Kaki kanan
Nampak disanggah
dengan bantal.

A:
Masalah belum teratasi
P:
Tindakan dilanjutkan:
- Lakukan pengkajian
nyeri : lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor
presipitasi
- Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Kaji tipe dan

Pasien mengatakan:
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi.

Pasien mengatakan:
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi
terutama bila
dilakukan sendiri.

Pasien mengatakan:
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi
terutama bila
dilakukan sendiri.

O:
- Skala nyeri 3, face
scale 1
- Kaki kanan nampak
terpasang elastic
verban pada daerah
betis s/d paha
- Kaki kanan Nampak
disanggah dengan
bantal.
- Telah berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri:
Santagesik 1 gr/8
jam/IV
A:
Masalah belum teratasi

O:
- Skala nyeri 3, face
scale 1
- Kaki kanan nampak
terpasang elastic
verban pada daerah
betis s/d paha
- Kaki kanan nampak
disanggah dengan
bantal.
- Telah berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri:
Santagesik 1 gr/8
jam/IV

O:
- Skala nyeri 3, face
scale 1
- Kaki kanan nampak
terpasang elastic
verban pada daerah
betis s/d paha
- Kaki kanan nampak
disanggah dengan
bantal.
- Telah berikan
analgetik untuk
mengurangi nyeri:
Santagesik 1 gr/8
jam/IV
A:
Masalah belum teratasi

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Lakukan pengkajian
nyeri : lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Kaji tipe dan sumber

A:
Masalah belum teratasi
P:
Tindakan dilanjutkan:
- Lakukan pengkajian
nyeri : lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Kaji tipe dan sumber

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Lakukan pengkajian
nyeri : lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor
presipitasi
- Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan

sumber nyeri untuk


menentukan
intervensi
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dalam, relaksasi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: Santagesik 1
gr/8 jam/IV
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri.

nyeri untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dalam, relaksasi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: Santagesik 1
gr/8 jam/IV
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri.

nyeri untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dalam, relaksasi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: Santagesik 1
gr/8 jam/IV
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri.

kebisingan
Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dalam, relaksasi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: Santagesik 1
gr/8 jam/IV
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri.

3.Diagnosa Keperawatan : Resiko infeksi, faktor risiko : trauma jaringan


Hari 1
Jam: 20.30
S:
Pasien mengatakan :
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi.

Jam: 07.20
S:
Pasien mengatakan:
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi.

O:
O:
- Daerah luka
- Saat melakukan
terpasang elastic
perawatan luka: luka
verban dan tidak
tidak ada tanda-tanda
nampak rembesan
infeksi
pus.
- Daerah luka
- Telah diberikan
terpasang elastic
terapi antibiotic
verban
(jam: 07.00):
- Telah diberikan terapi
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300
antibiotic (jam:
mg/IV
19.00) :
Ceftriaxon 1 gr/IV

Hari 2
Jam: 13.25
S:
Pasien mengatakan:
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan
perubahan posisi.

Jam: 20.35
S:
Pasien mengatakan:
- Nyeri pada daerah
luka dirasakan
kadang-kadang bila
melakukan perubahan
posisi.

O:
- Daerah luka
terpasang elastic
verban dan tidak
nampak rembesan
pus.
- Telah diberikan
terapi antibiotic
(jam: 07.00):
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300
mg/IV

O:
- Daerah luka
terpasang elastic
verban dan tidak
nampak rembesan
pus.
- Telah diberikan terapi
antibiotic (jam:
19.00):
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300 mg/IV

Hypobac 300 mg/IV


A:
Masalah belum teratasi

A:
Masalah belum teratasi

P:
P:
Tindakan dilanjutkan:
Tindakan dilanjutkan:
- Pertahankan teknik
- Pertahankan teknik
aseptif dalam
aseptif dalam
melakukan
melakukan perawatan
perawatan luka
Batasi pengunjung
luka
- Batasi pengunjung
bila perlu
- Cuci tangan setiap
bila perlu
- Cuci tangan setiap
sebelum dan
sebelum dan sesudah
sesudah tindakan
tindakan keperawatan
keperawatan
- Tingkatkan intake
- Tingkatkan intake
nutrisi
nutrisi
- Berikan terapi
- Berikan terapi
antibiotik:
antibiotik:
Ceftriaxon 1 gr/IV
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300 mg/IV
Hypobac 300
- Monitor tanda dan
mg/IV
- Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
- Ajarkan pasien dan
gejala infeksi lokal
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
keluarga tanda dan
gejala infeksi

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Pertahankan teknik
aseptif dalam
melakukan
perawatan luka
- Batasi pengunjung
bila perlu
- Cuci tangan setiap
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
- Tingkatkan intake
nutrisi
- Berikan terapi
antibiotik:
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300
mg/IV
- Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi

A:
Masalah belum teratasi

A:
Masalah belum teratasi

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Pertahankan teknik
aseptif dalam
melakukan perawatan
luka
- Batasi pengunjung
bila perlu
- Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
- Tingkatkan intake
nutrisi
- Berikan terapi
antibiotik:
Ceftriaxon 1 gr/IV
Hypobac 300 mg/IV
- Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi

4.Diagnosa Keperawatan : Resiko gangguan integritas kulit, faktor risiko : Immobilitas fisik
Hari 1
Jam: 20.40
S:
Pasien mengatakan :
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas
karena kadang
masih terasa nyeri
bila digerakan.
O:

Jam: 07.30
S:
Pasien mengatakan:
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas
karena kadang masih
terasa nyeri bila
digerakan.

Hari 2
Jam: 13.30
S:
Pasien mengatakan:
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas
karena kadang
masih terasa nyeri
bila digerakan.

Jam: 20.40
S:
Pasien mengatakan:
- Pergerakan kaki
kanannya terbatas
karena kadang masih
terasa nyeri bila
digerakan.

O:

O:

O:

Pasien mengerakan
kaki kanannya
terbatas (daerah
fraktur)
Pasien dapat
melakukan miring
kiri dan kanan
namun pada
perubahan posisi
kaki kanan kadang
masih dibantu oleh
adiknya.

Pasien mengerakan
kaki kanannya
terbatas (daerah
fraktur)
Pasien dapat
melakukan miring
kiri dan kanan namun
pada perubahan
posisi kaki kanan
kadang masih dibantu
oleh adiknya.
Tidak ada tanda
kemerahan pada kulit (khususnya daerah
kaki kanan: tumit)

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Anjurkan pasien
untuk menggunakan
pakaian yang
longgar
- Hindari kerutan
padaa tempat tidur
- Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
- Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam
sekali
- Monitor kulit akan
adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau
minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan
- Monitor aktivitas

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Anjurkan pasien
untuk menggunakan
pakaian yang longgar
- Hindari kerutan
padaa tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering
- Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan
adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
derah yang tertekan
- Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi
pasien

Pasien mengerakan
kaki kanannya
terbatas (daerah
fraktur)
Pasien dapat
melakukan miring
kiri dan kanan
namun pada
perubahan posisi
kaki kanan kadang
masih dibantu oleh
adiknya.
Tidak ada tanda
kemerahan pada
kulit (khususnya
daerah kaki kanan:
tumit)
Faktor risiko pasien
(Bartel indeks :
pasien mengalami
ketergantungan
berat , Skala
Norton: resiko
sedang dekubitus)

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Anjurkan pasien
untuk menggunakan
pakaian yang
longgar
- Hindari kerutan
padaa tempat tidur
- Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
- Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam
sekali
- Monitor kulit akan
adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau
minyak/baby oil
pada derah yang

Pasien mengerakan
kaki kanannya
terbatas (daerah
fraktur)
Pasien dapat
melakukan miring
kiri dan kanan namun
pada perubahan
posisi kaki kanan
kadang masih dibantu
oleh adiknya.
Tidak ada tanda
kemerahan pada kulit
(khususnya daerah
kaki kanan: tumit)

P:
Tindakan dilanjutkan:
- Anjurkan pasien
untuk menggunakan
pakaian yang longgar
- Hindari kerutan
padaa tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering
- Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan
adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
derah yang tertekan
- Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi
pasien

dan mobilisasi
pasien
Monitor status
nutrisi pasien
Gunakan
pengkajian risiko
untuk memonitor
faktor risiko pasien
(Bartel indeks,
Skala Norton)
Inspeksi kulit
terutama pada
tulang-tulang yang
menonjol dan titiktitik tekanan ketika
merubah posisi
pasien.
Jaga kebersihan alat
tenun

Gunakan pengkajian
risiko untuk
memonitor faktor
risiko pasien (Bartel
indeks, Skala Norton)
Inspeksi kulit
terutama pada tulangtulang yang menonjol
dan titik-titik tekanan
ketika merubah posisi
pasien.
Jaga kebersihan alat
tenun

tertekan
Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
Monitor status
nutrisi pasien
Gunakan
pengkajian risiko
untuk memonitor
faktor risiko pasien
(Bartel indeks,
Skala Norton)
Inspeksi kulit
terutama pada
tulang-tulang yang
menonjol dan titiktitik tekanan ketika
merubah posisi
pasien.
Jaga kebersihan alat
tenun

BAB IV
PEMBAHASAN
(kesesuaian / kesenjangan antara konsep dan praktek)

BAB V

Gunakan pengkajian
risiko untuk
memonitor faktor
risiko pasien (Bartel
indeks, Skala Norton)
Inspeksi kulit
terutama pada tulangtulang yang menonjol
dan titik-titik tekanan
ketika merubah posisi
pasien.
Jaga kebersihan alat
tenun

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai